Karakteristik Lapisan Finishing Pelarut Minyak (Polyurethane) dan Pelarut Air (Waterbased Lacquer) pada Kayu Jati dan Mahoni

(1)

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan perkembangan ekonomi Indonesia 25 tahun terakhir ini, tampak beberapa perubahan mendasar yang penting. Ciri pokok yang menonjol dalam bidang kehutanan adalah perubahan struktur industri kayu yang semula terpusat pada kegiatan sektor industri kayu primer seperti kayu gergajian dan kayu lapis sekarang menjurus pada struktur industri kayu hilir (downstream industry), mengolah lebih lanjut produk yang dihasilkan oleh unit industri kayu primer. Jenis industri yang termasuk kelompok industri kayu hilir adalah bentukan (moulding), mebel (furniture), bahan lantai kayu (parquet flooring), komponen mebel (furniture component), barang kerajinan (handycraft), kayu lapis indah (fancy plywood), mainan (toys), peralatan music (musical instrument), peralatan olahraga (sport articels), dan sebagainya. Perkembangan industri kayu primer menjadi industri kayu hilir dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sumber daya alam hutan sehingga dapat mempertinggi nilai tambah produk tersebut dalam upaya meningkatkan sunber pendapatan nasional ataupun penerimaan devisa dari sub sektor kehutanan (Effendi 1993).

Kayu yang digunakan untuk industri pengerjaan kayu adalah jenis kayu komersil yang berkualitas tinggi dan mempunyai corak yang dekoratif, seperti kayu Jati (Tectona gandis L.F), Mahoni (Swietenia Spp) dan jenis kayu lainnya yang berasal dari famili Dipterocarpaceae. Jenis kayu komersil tersebut memiliki kelas awet dan nilai jual yang tinggi. Bidang perforasi yang umum dipakai dalam pengerjaan kayu yaitu pada bidang tangensial. Hal tersebut dikarenakan corak yang diberikan pada bidang tangensial memberikan kesan dekoratif yang indah. Selanjutnya upaya yang dilakukan untuk meningkatkan daya tahan (penampilan dan keawetan) kayu adalah finishing.

Finishing merupakan suatu kegiatan melapisi permukaan suatu produk kayu dengan bahan pelapis tertentu untuk tujuan perlindungan dan peningkatan nilai keindahan serta membuat permukaan kayu mudah dibersihkan. Bahan finishing di pasaran telah banyak dijual misalnya cat, politur, pernis, dan lain-lain. Dari semua bahan finishing, cat mempunyai daya proteksi yang lebih baik terhadap erosi permukaan. Namun, cat tidak dapat mencegah terjadinya kerusakan


(2)

kayu oleh serangan organisme perusak kayu. Selain itu, cat mengakibatkan keadaan asli kayu tertutup oleh bahan tersebut dan terjadi perubahan warna. Disamping itu, sebagian besar cat yang beredar di pasaran dan diaplikasikan di Indonesia berasal dari bahan finishing larut minyak yang dalam pemakaiannya menghasilkan emisi bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu cat yang diminati oleh masyarakat pada umumnya adalah cat yang ramah lingkungan, tidak mengandung racun (daya toksisitasnya rendah) dan ekonomis. Bahan finishing pelarut air merupakan cat ramah lingkungan yang saat ini cukup diminati.

Dengan pertimbangan bahwa bahan finishing larut air belum banyak diaplikasikan di Indonesia, maka dipandang perlu untuk meneliti bahan finishing larut air pada jenis-jenis kayu yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan furniture. Kondisi aplikasi bahan finishing yang dilakukan adalah perlakuan kekentalan bahan cat.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Membandingkan proses finishing kayu yang menggunakan bahan pelarut minyak (polyurethane) dengan bahan pelarut air (waterbased lacquer) dengan tiga perlakuan penambahan air.

2. Mengetahui daya tahan lapisan finishing larut air dan minyak terhadap bahan kimia rumah tangga, pengujian panas dan dingin serta rayap kayu kering.

1.3 Manfaat

Penelitian ini diharapakan dapat memberi manfaat sebagai sumber informasi mengenai penggunaan bahan finishing larut air (waterbased lacquer) dengan kekentalan yang berbeda dan bahan finishing larut minyak (polyurethane).


(3)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Finishing Kayu

Kayu merupakan bahan baku yang sering digunakan dalam industri furniture dan memerlukan proses finishing dalam rangka peningkatan nilai jualnya. Setiap jenis kayu memiliki sifat-sifat dan karakteristik yang berbeda sehingga sangat berpengaruh terhadap proses finishing. Beberapa sifat kayu yang berpengaruh dalam proses finishing adalah kembang susut kayu, kandungan zat ekstraktif, ukuran pori, dan tekstur kayu (ATTC 1992).

Secara alami kayu memiliki pori-pori yang dapat dimasuki oleh air, minyak, debu, dan material lainnya. Masuknya bahan-bahan tersebut akan menyebabkan kayu mengembang, menyusut, retak, melengkung atau berubah warna. Selain itu, produk kayu juga akan lebih mudah terserang organisme perusak seperti jamur atau serangga. Finishing yang baik akan menghambat kemungkinan tersebut. Bahan-bahan finishing akan memberikan perlindungan dari perubahan kadar air kayu, menghalangi masuknya material halus ke dalam pori-pori kayu bahkan beberapa bahan finishing telah ditambah dengan bahan pengawet atau zat aditif lainnya sehingga tahan terhadap serangan organisme perusak dan bahan kimia. Bahan pewarna pada bahan finishing akan memberikan efek psikologis pada pengguna produk tersebut. Beberapa warna khusus telah diketahui memberikan efek perasaan lega, tenang, cerah, terang, teduh, dan emosi lain pada orang yang melihatnya. Bahan finishing tertentu juga dapat menonjolkan aspek keindahan serat kayu sehingga menambah nilai estetisnya (Hammond 1961 dalam Kurniawan 2006).

Finishing berfungsi melindungi permukaan kayu atau perabot rumah tangga sehingga terhindar dari hal-hal berikut:

a. Korosi atau pengaruh bahan-bahan kimia yang merubah permukaan kayu b. Rusaknya permukaan karena terkelupas atau tergores

c. Pengaruh cuaca seperti kelembaban, sinar matahari, dan perubahan bentuk. d. Jamur-jamur pewarna dan pelapuk kayu

e. Serangga yang sering melubangi dan memakan zat organik pada kayu (Yuswanto 2000)


(4)

Sedangkan menurut USFPL (1974), fungsi utama dari bahan finishing (cat) adalah untuk melindungi permukaan kayu, menjaga penampilan dan memberikan kesan indah pada kayu. Untuk keperluan interior maupun eksterior, kayu yang tidak diberi perlakuan finishing mudah mengalami penurunan kualitas penampilan, seperti perubahan warna dan strukur kimia kayu akibat cuaca dan degradasi akibat sinar matahari.

Proses produksi pada dasarnya merupakan suatu bentuk kegiatan untuk mengolah suatu bahan baku (input produksi) menjadi produk (output produksi). Untuk melaksanakan proses atau kegiatan tersebut diperlukan satu rangkaian proses pengerjaan yang bertahap. Perancangan proses produksi dalam hal ini akan tergantung pada karakteristik produk yang dihasilkan dan pola kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proyek pembuatan produk. Untuk mendapatkan produk akhir yang sangat bagus, indah dan berpenampilan menarik, maka aspek teknologi proses finishing sangatlah berperan penting. Proses finishing merupakan faktor penentu pada sentuhan akhir suatu produk (Sobur 2005 dalam Gunawan 2008).

Tahapan pelapisan bahan finishing pada kayu (Inkote 2006) dapat diuraikan sebagai berikut:

1. PersiapanPermukaan Kayu dengan Pengampelasan (Sanding)

Sebelum melakukan pengaplikasian bahan finishing, maka perlu diperhatikan kondisi permukaan kayu. Kayu harus dikeringkan hingga mencapai kadar air sebesar 10-12 %, kayu tidak bergetah dan memiliki serat bagus, sehingga proses pengampelasan menjadi lebih mudah.

Tujuan utama dalam melakukan pengampelasan yaitu untuk mendapatkan permukaan kayu yang licin dan rata, sehingga kayu siap menerima bahan finishing. Pengampelasan dilakukan dengan cara menghilangkan serat-serat kayu yang muncul dipermukaan kayu. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka pada proses pengampelasan kayu harus dilakukan secara benar. Pada proses pengampelasan biasanya digunakan kertas ampelas dari nomor 180 atau 240 grit tergantung kondisi permukaan kayu.

2. Pengisian Permukaan Kayu dengan Filler atau Pendempulan

Pengaplikasian filler dapat menghasilkan permukaan kayu yang halus dan seragam untuk proses finishing selanjutnya. Apabila filler tidak digunakan,


(5)

maka bahan finishing seperti varnish, lacquer, dan paint akan meresap ke dalam poripori sehingga membutuhkan lebih banyak bahan finishing. Cara pengaplikasian filler yaitu dengan menggunakan kape atau scrap. Filler tersedia dalam 2 bentuk yaitu pasta dan cair. Filler dalam bentuk pasta terbagi menjadi 2 yaitu water based filler dan oil based filler. Filler cair tidak memerlukan solvent sebagai pelarut dan digunakan untuk close-grainedwood, sedangkan filler dalam bentuk pasta perlu diberi tambahan pelarut sebelum digunakan tergantung bahan dasar filler tersebut. Pada water based filler digunakan tambahan pelarut air, sedangkan pada oil based filler digunakan gum terpenin atau thinner. Pelarut berfungsi untuk melunakkan filler agar mudah diaplikasikan.

3. Pewarnaan Permukaan Kayu dengan Stain

Stain adalah pewarna yang biasa digunakan untuk memperjelas atau merubah warna natural kayu. Fungsi utama stain adalah mewarnai kayu tanpa menutupi serat-serat kayu dan memperjelas serta memperindah serat-serat kayu. Sifat-sifat yang dimiliki oleh wood stain yang baik adalah cepat kering, penetrasi ke dalam kayu baik sehingga serat-serat kayu yang telah diwarnai tampil dengan cerah dan warna tidak mudah pudar (kecuali bila langsung terkena sinar matahari). Tahapan pewarnaan permukaan kayu dengan stain merupakan proses finishing yang dapat meninggalkan efek transparan agar keindahan natural dari kayu dapat diperlihatkan semaksimal mungkin. Stain dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yaitu proses pembuatan, daya larut dalam air atau cairan organik yang lain, cara aplikasi dan bahan kimia yang ditambahkan.

Ada berbagai macam pewarnaan kayu, yaitu pewarnaan natural, pewarnaan transparan, pewarnaan semi transparan, pewarnaan paint (solid color/duco) dan efek pewarnaan khusus (air brush). Wood stain tersebut bersifat transparan, mudah dicampur dan diencerkan sesuai warna yang diinginkan, cepat kering, penetrasi ke dalam porikayu sangat baik, warna cerah dan indah, relatif tahan terhadap sinar matahari dantidak luntur.

Untuk mendapatkan warna yang lebih tua, maka aplikasi penyemprotan dapat dilakukan lebih dari satu kali (biasanya 3 kali sampai 4 kali). Ada


(6)

berbagai macam pilihan warna wood stain antara lain candy brown, candy yellow, cocoa brown, coffee brown, dark brown, dark mahogany, green, light brown dan lain-lain.

4. Penutupan Permukaan Kayu dengan Sealer

Sealer digunakan sebagai penghalang antara stain dengan top coat atau antara filler dengan stain. Kegunaan lain sanding sealer antara lain adalah agar pori-pori kayu tidak terlihat lagi dan merangsang corak dekoratif kayu. Aplikasi sanding sealer dilakukan dengan menggunakan kuas atau spray gun. Ada banyak tipe sealer yang tersedia dipasaran sehingga perlu dilakukan pemilih sealer yang tepat, tergantung dari apa yang sedang dikerjakan (kayu yang digunakan berserat tertutup atau terbuka) dan kecocokan dengan top coat yang akan digunakan.

Beberapa tipe sealer yang tersedia dipasaran yaitu shellac, nitrocellulose lacquer, pre-catalysed lacquers (precats), acid catalysed lacquers, polyurathene, polyester products dan UV curable coating.

5. Pelapisan Cat Akhir Permukaan Kayu dengan Top coat

Pemberian cat akhir pada permukaan kayu penting untuk dilakukan karena akan memberikan pengaruh terhadap hasil yang akan didapat. Bahan finishing untuk top coat dapat dibagi menjadi 3 yaitu varnish, lacquers, dan paint. a) Varnish

Varnish adalah salah satu grup dari top coat yang biasa digunakan untuk pelapis yang transparan. Berdasarkan tujuannya varnish dibagi menjadi 3 tipe yaitu Oil Varnishes, Spirit Varnishes dan Japan Varnishes. Aplikasi penggunaan varnish dilakukan dengan menggunakan kuas. Proses pengeringannya membutuhkan waktu 1 sampai dengan 2 hari. Penggunaan varnish semakin lama semakin tergeser oleh lak sintetik yang menawarkan berbagai macam pilihan properti (ATTC, 1992).

b) Lak (Lacquers)

Lak merupakan formulasi sintetis yang dapat menghasilkan lapisan yang transparan pada permukaan kayu. Perbedaan yang mendasar antara lak dan cat adalah lak tidak memiliki pigment seperti cat. Sehingga lak tampak transparan. Lak dapat digunakan sebagai sealer dan top coat. Sebagai sealer


(7)

lak diutamakan sifat kekuatannya dan persen solid yang tinggi. Sedangkan sebagai top coat, diutamakan untuk penampilan, daya tahan, dan kehalusannya (ATTC 1992).

c) Cat (Paint)

Cat adalah suatu cairan yang akan menyebar di atas suatu permukaan kayu dan setelah mengering akan membentuk lapisan film tipis padat yang merupakan fungsi dekoratif maupun protektif. Cat dapat digunakan sebagai pelapisan transparan maupun untuk warna solid (duco) dengan bahan pembentuk utama, yakni bahan pembentuk film (binder) dikenal sebagai resin atau polymer yang dilarutkan dalam pelarut organik ditambah bahan pembantu (additive), pigmen dan bahan pengisi (filler) (Adidarma, 1998).

Setiap cara aplikasi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dalam proses finishing, alat yang baik merupakan salah satu sumbangan yang menguntungkan. Keberhasilan finishing juga dipengaruhi oleh berbagai aspek, misalnya aspek operator, sistem aplikasi, penyiapan bahan, dan kondisi operasional lingkungan seperti suhu, kelembaban, kebersihan, dan sirkulasi udara. Pengaplikasian bahan finishing dapat dilakukan dengan menggunakan kuas, roller, dan spraygun. Adapun keuntungan dalam penggunaan spraygun jika dibandingkan dengan kuas dan roller adalah memiliki kualitas dan kapasitas produksi yang lebih baik. Kemampuan untuk melapiskan sejumlah bahan cat yang efektif menempel pada permukaan substrat adalah jauh lebih baik. Adapun kelemahannya adalah biaya investasi yang cukup tinggi untuk membeli alat tersebut dan membutuhkan keterampilan operator yang tinggi agar diperoleh hasil finishing yang baik (Sunaryo 1997).

Menurut Adidarma (1998) suatu cat bisa mengkilap jika : (1) cat mempunyai sifat merata (levelling properties) yang baik; (2) cat yang lambat kering (sampai batas tertentu) akan lebih gloss karena kesempatan merata lebih lama; dan (3) pemakaian thinner yang tepat bisa memberikan pemerataan yang lebih baik, sehingga permukaan yang terbentuk akan lebih mengkilap.


(8)

Proses finishing yang biasa dilakukan menggunakan bahan finishing cair seperti Oil, Politur, Nitrocellulose, Polyurethane, Melamine, dan Waterbased Lacquer. Pengaplikasian bahan finishing tersebut berbeda pada tiap bahannya, seperti pada penggunaan bahan oil yang diaplikasikan dengan cara sistem penyemprotan. Kekurangan dalam penggunaan bahan-bahan finishing tersebut yaitu bahan finishing mengandung emisi formaldehyde terutama pada penggunaan Melamine dan Polyurethane. Tingginya kandungan formaldehyde dapat menyebabkan iritasi pada mata dan tenggorokan, kanker, dan jika terpapar dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan kematian. Selain itu penggunaan bahan-bahan tersebut tidak memberikan keawetan pada aspek benturan, goresan ataupun benturan fisik lainnya (Anonim 2008).

Sistem finishing PU (Polyurethane) adalah sistem reka oles dengan bahan polyol yang bereaksi polyisocyanate. Hasil cross-linkingnya mempunyai sifat film yang tahan solvent, fleksibel, dan keras. Sifat film yang dihasilkan tergantung jenis polyol dan polyisocyanate, misalnya : Acrylic Polyol dengan Polyisocyanate Alifatic akan menghasilkan film yang non yellowing; sedangkan Alkyd Polyol dengan Polyisocyanate Aromatic akan menghasilkan film yang yellowing bila kena sinar matahari. Tipe PU moisture curing adalah tipe PU 1 komponen dengan bahan Polyisocyanate yang akan bereaksi dengan uap air, membentuk film yang keras, elastis, tahan solvent dan tahan abrasi. Sistem ini banyak dipakai pada pengecatan mebel berkualitas tinggi dan parquet. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengaplikasian sistem ini adalah jenis thinner yang dipakai harus PU grade, karena akan mempengaruhi kekerasan film. Jenis thinner yang cepat kering akan memberi hasil permukaan yang tidak halus (Adidarma 1998).

Waterbased (waterborne) finishing material adalah bahan finishing yang berbahan dasar air yang sedang popular dan banyak digunakan orang. Adanya isu mengenai lingkungan, seperti perubahan iklim dan pemanasan global telah mendorong manusia untuk mencari produk produk dan teknologi yang dianggap lebih ramah lingkungan. Menjawab masalah itu, maka industri saat ini telah mengembangkan produk-produk yang lebih ramah lingkungan, salah satunya adalah waterbased finishing material. Waterbased finishing material yang menggunakan air sebagai solvent utama merupakan material yang dianggap ramah


(9)

lingkungan. Berbeda dengan solvent base finishing material, waterbased finishing ini tidak atau sedikit sekali mengeluarkan gas solvent pada saat proses pengeringannya sehingga tidak akan mengotori udara lingkungan.

Beberapa jenis waterbased finishing material yang dikenal dan banyak dipakai untuk wood finishing adalah:

1. Waterbased coating

Waterbased coating atau waterborne coating adalah bahan pembentuk lapisan film yang dibuat dengan berbasiskan air. Waterbased coating yang dipakai untuk menggantikan solvent base clear coating ini biasanya dibuat dari resin acrylic atau polyurethane 1 komponen. Material ini sebenarnya tidak larut dalam air, karena itu maka dia dilarutkan ke dalam suatu solvent yang bisa saling melarutkan dengan air dan memiliki pelarutan yang lebih lambat dibandingkan dengan air. Campuran resin ini terdispersi dalam air mementuk suatu emulsi cat. Pada saat pengeringan maka air didalam campuran ini akan menguap lebih dulu baru kemudian diikuti oleh penguapan solventnya sehingga material finishingnya akan merapat, dan kemudian mengering menghasilkan suatu lapisan film yang keras.

Waterbased coating ini sudah mulai banyak digunakan sebagai sealer dan top coat dengan hasil yang memuaskan, meskipun tentu saja masih tidak bisa digunakan semudah pada solvent base material. Material ini juga sudah tersedia sebagai sealer dan top coat dalam berbagai sheen.

2. Waterbased filer

Waterbased filler merupakan salah satu waterbased finishing material yang sudah banyak digunakan pada wood finishing. Waterbased filler ini dapat mengisi pori-pori dan serat dengan hasil yang baik. Bahan ini relatif mudah diaplikasikan dan begitu kering juga mudah diamplas dan dibersihkan. Aplikasi filler ini dapat dilakukan dengan cara yang sama denga aplikasi solvent base filler. Untuk produksi panel-panel yang besar dan dalam jumlah yang banyak, waterbased filler ini dapat diaplikasikan dengan suatu roller coater yang dilengkapi dengan suatu oven. Alat ini bisa mengaplikasikan filler dengan sangat cepat, begitu keluar mesin ini maka filler sudah kering, dan panel bisa langsung diamplas dan dibawa ke proses berikutnya.


(10)

3. Waterbased stain.

Waterbased stain ini juga sudah sangat populer dan banyak digunakan dalam industri finshing mebel. Stain ini bisa diaplikasikan dengan cara spray, dikuas atau pencelupan. Pencelupan dengan waterbased stain bisa lebih mudah dilakukan karena waterbased stain lebih lambat kering sehingga bisa membasahi dengan lebih baik. Waterbased stain ini juga sudah seringkali digunakan untuk pewarnaan pada kayu atau rotan untuk kemudian diikuti dengan aplikasi bahan finishing yang lain datasnya.

4. Waterbased paint, enamel atau base coat.

Material ini adalah suatu stain untuk menghasilkan warna solid. Stain ini dibuat dari pigment yang dicampur dengan waterbase clear coating. Bahan ini juga sudah banyak digunakan dalam finishing mebel. Bahan ini masih agak sulit diaplikasikan, pemakaiannya tentu saja masih belum semudah aplikasi base coat dari jenis solvent base. Untuk aplikasi pada barang-barang yang datar seperti panel-panel, maka bahan ini bisa diaplikasikan menggunakan roller coater dan oven dengan kecepatan produksi yang tinggi.

Pada saat ini dorongan untuk menggunakan waterbased finishing material ini semakin menguat. Adanya sentiment terhadap lingkungan dan harga solvent yang semakin mahal membuat waterbased finishing material menjadi semakin disukai. Teknologi waterbased finishing ini juga akan semakin berkembang sehingga kesulitan dan kelemahannya akan dapat semakin dikurangi, pada suatu saat nanti mungkin sebagian besar proses finishing akan dilakukan dengan menggunakan waterbased finishing material.

Beberapa keuntungan penggunaan waterbased material adalah : 1. Waterbased merupakan material yang relatif aman.

Bahaya kebakaran merupakan salah satu resiko yang paling besar pada suatu finishing room. Semua solvent dan material finishing yang menggunakan solvent merupakan bahan yang mudah terbakar, karena itu suatu finishing room harus dilengkapi dengan perlengkapan keamanan yang cukup. Waterbased finshing material yang menggunakan air sebagai solvent utama tentu saja merupakan material finishing yang mempunyai resiko terbakar yang kecil sehingga lebih aman dibandingkan base material.


(11)

2. Waterbased material merupakan bahan yang lebih ramah lingkungan

Proses pengeringan bahan finishing yang mengunakan solvent pasti akan mengeluarkan gas hasil dari penguapan solventnya baik pada saat aplikasi maupun saat pengeringan. Waterbased finishing tentu saja akan lebih sedikit mengeluarkan solvent yang menguap ke udara lingkungan karena tidak banyak mengandung solvent. Dengan demikian bahan ini akan menghasilkan lebih sedikit pollutant ke lingkungannya (Wisno 2011)

2.2 Kayu Mahoni (Swietenia machrophylla King)

Kayu mahoni termasuk ke dalam suku Meliaceae yang memiliki warna kayu cokelat muda kemerahan atau kekuningan sampai coklat tua kemerahan dan lambat laun menjadi lebih tua. Teksturnya agak halus dan permukaan kayunya mengkilap. Berat jenis kayu mahoni sekitar 0,61 (0,53-0,67). Secara umum termasuk kelas kuat II-III dan kelas kuat III. Kayu mahoni dikenal baik untuk vinir dekoratif dankayu lapis. Selain itu dapat digunakan untuk mebel, panil, perkapalan (kulit, rumah, geladak, lapisan dinding kedap air), balok percetakan, dan barang kerajinan seperti patung, ukiran, barang bubutan, dan sebagainya (Martawijaya dan Iding 1997).

2.3 Kayu Jati (Tectona grandis)

Kayu jati memiliki warna kayu teras kuning emas kecoklatan sampai coklat kemerahan, mudah dibedakan dengan gubalnya berwarna putih agak keabu-abuan. Tekstur yang dimiliki kayu jati agak kasar sampai kasar dan tidak rata, arah serat lurus, bergelombang sampai agak terpadu. Berat jenis 0,67 (0,62-0,75), kelas awet I-II dan kelas kuat II. Kayu jati banyak dipakai untuk sega;a keperluan,bahan bangunan, kusen pintu dan jendela, pintu panel, bantalan kereta api, perabot rumah tangga, karoseri badan truk, dek kapal, parket, lumber sering dan vinir indah (Kurniawan dan Pandit 2008).


(12)

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, mulai bulan Oktober 2011 sampai dengan bulan Januari 2012. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

3.2Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kayu Mahoni dan Jati. Sedangkan bahan finishing yang digunakan antara lain, Impra aqua Wood Filler AWF-911, Impra Aqua Wood stain AWS-921, Impra Aqua Sanding Sealer ASS-941, Impra Aqua Lacquer AL-961, SH-113, PU PUSS 740-2K, dan PU PUL 745-2K.

Alat-alat yang digunakan antara lain Circular saw dan band saw untuk membuat contoh uji, 30 lembar kertas ampelas nomor 180, 15 lembar kertas ampelas nomor 240, 15 lembar kertas ampelas nomor 400, spray gun, kompresor, alat tulis, caliper, penggaris, kalkulator, ember, dan kain bersih.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pembuatan Contoh Uji

Pembuatan contoh uji berasal dari dua jenis kayu yaitu kayu Mahoni dan Jati. Masing-masing jenis kayu digergaji untuk dibuat contoh uji dengan ukuran 2 cm x 10 cm x 20 cm pada arah tangensial. Contoh uji diberi perlakuan finishing pada keadaan kering udara. Setelah diberi perlakuan finishing, selanjutnya dilakukan pengujian pada daya tahan lapisan terhadap bahan kimia rumah tangga dan rayap. Untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat, tiap perlakuan contoh uji diberi 2 kali ulangan.

Setiap contoh uji yang akan difinishing diberi kode : Ma : Kayu Mahoni


(13)

A1 : difinishing menggunakan waterbased lacquer dengan penambahan air pada sealer 10%dan top coat 30%

A2 : difinishing menggunakan waterbased lacquer dengan penambahan air pada sealer 5% dan top coat 15%

A3 : difinishing menggunakan waterbased lacquer dengan penambahan air pada sealer 20% dan top coat 60%

M : difinishing menggunakan polyurethane

Permukaan contoh uji yang difinishing diberi tampilan sebagai berikut :

(a) (b)

Gambar 1 (a) Tampilan contoh uji yang difinishing menggunakan Waterbased Lacquer dan (b) Tampilan contoh uji yang difinishing menggunakan Polyurethane

3.3.2 Proses Finishing dengan Water Based Lacquer 1. Persiapan Permukaan Kayu

Sebagai persiapan permukaan contoh uji, permukaan kayu diamplas menggunakan kertas amplas nomor 180 searah dengan serat kayu. Pengamplasan secara manual menggunakan sebatang kayu yang dilapisi dengan bahan lebih lunak dengan ukuran sekitar (80 x 40 x 20) mm sebagai klos amplas. Klos ini akan membantu membuat alur pengamplasan lebih rata dan datar. Pengampelasan

Permukaan awal

Filler

Filler + Stain

Filler + Stain + Sealer

Permukaan awal

Filler

Filler + Sealer

Filler + Stain + Sealer + Top coat

Filler + Sealer + Top coat


(14)

bertujuan meratakan serta menghaluskan permukaan contoh uji dan membersihkan permukaan kayu dari segala kotoran yang menempel seperti debu.

2. Pemberian Filler atau Pengisian Pori-Pori

Filler yang digunakan pada proses finishing ini adalah Impra Aqua Wood Filler AWF-911 yang berpelarut air. Setelah filler dicampur dengan pelarut, filler diaplikasikan dengan menggunakan spray gun. Bahan filler dipastikan telah mengisi dan menutup seluruh permukaan kayu yang efektif dan dibiarkan kering. Setelah kering, contoh uji diamplas menggunakan kertas amplas nomor 240 hingga permukaan kayu terlihat lagi.

3. Pewarnaan (Staining)

Proses pewarnaan menggunakan Impra Aqua Wood stain AWS-921 dengan cara dispray dan dibiarkan hingga stain kering.

4. Pemberian Sealer

Sealer diberikan dengan tujuan untuk membatasi antara stain dengan bahan pelapis akhir (top coat) sehingga dapat mencegah perpindahan bahan lapisan akhir ke dalam kayu atau sebaliknya. Impra Aqua Sanding Sealer ASS-941 diaplikasikan dalam tiga variasi penambahan campuran air yaitu 5%, 10%, dan 20%. Contoh uji dibiarkan kering dan kemudian diamplas menggunakan kertas amplas nomor 400 agar permukaan contoh uji lebih rata. Pemberian sealer dilakukan dengan 2 kali ulangan.

5. Pengecatan Akhir (Top coating)

Pada sistem Aqua, pengecatan akhir menggunakan Impra Aqua Lacquer AL-961 clear gloss dengan tiga variasi penambahan air, yaitu 15%, 30%, dan 60%. Standar penambahan air yang dianjurkan sebesar 30%. Jika permukaan telah kering, permukaan contoh uji diamplas menggunakan kertas amplas nomor 400 dan pengecatan dilakukan sekali lagi agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

3.3.3 Proses Finishing dengan Polyurethane 1. Persiapan Permukaan Kayu

Contoh uji yang akan difinishing dengan Polyurethane diamplas dengan kertas amplas no 180 searah serat kayu. Permukaan contoh uji dibersihkan dari


(15)

debu dan kotoran yang menempel. Selain itu, pengampelasan permukaan contoh uji bertujuan untuk memotong serat besar, marking mesin, dan ujung-ujung kasar lainnya.

2. Pemberian Sanding Sealer

Pemberian sealer pada contoh uji menggunakan PU PUSS 740-2K dengan menggunakan spraygun. PU PUSS 740-2K dicampur dengan thinner dan hardener terlebih dahulu dengan perbandingan 2:1:1. Pemberian sealer dilakukan 2 kali ulangan. Setelah sealing, permukaan contoh uji diampelas dengan kertas amplas nomor 400 searah dengan serat kayu.

3. Pengecatan Akhir (Top coating)

Pemberian top coat menggunakan bahan PU PUL 745-2K dengan bantuan spray gun. PU PUL 745-2K dicampur dengan thinner dan hardener dengan perbandingan 2:1:1. Setelah mengering, contoh uji diampelas dengan kertas ampelas nomor 400 dan proses ini dilakukan dua kali untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

3.3.4 Uji Ketahanan Terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga

Pengujian dilakukan dengan menggunakan bahan kimia rumah tangga seperti kecap, minyak sayur, dan saos. Sebelum dilakukan pengujian, contoh uji dikeringudarakan terlebih dahulu selama 1 minggu. Waktu pengeringan yang cukup lama bertujuan untuk menghindari terjadinya penguapan dari bahan cat yang memungkinkan kecerahan dan kekerasan menjadi berubah. Tahapan pengujian yang dilakukan yaitu:

a. Setiap bagian dilebur dengan bahan kimia rumah tangga dengan menggunakan pipet sebanyak 2 tetes, lalu didiamkan selama 5-10 menit.

b. Contoh uji dibersihkan dengan menggunakan kain lap yang bersih, kemudian diamati perubahan fisik cat yang terjadi dengan interval 1 jam dan 24 jam. c. Perubahan fisik cacat yang terjadi pada permukaan kayu dapat dikalsifikasikan


(16)

Tabel 1 Klasifikasi kondisi cacat permukaan berdasarkan ASTM D 1654-92 (2000).

Persentase Permukaan Bercacat (%) Kelas

Tidak bercacat 10

0-1 9

2-3 8

4-7 7

7-10 6

11-20 5

21-30 4

31-40 3

41-55 2

56-75 1

>75 0

3.3.5 Uji Ketahanan terhadap Panas dan Dingin

Dalam pengujian ketahanan terhadap bahan rumah tangga, material pengotor (reagents) hanya menyentuh permukaan saja. Sementara itu pada penggunaannya nanti seringkali perabot rumah tangga mendapat kontak dengan bahan panas atau dingin. Panas dan dingin ini dapat merambat melalui lapisan bahan finishing sehingga dapat mempengaruhi ikatan antar material finishing dan kayu (mengembang atau menyusut). Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian ini.

Pengujian panas dilakukan dengan cara meletakkan gelas kecil berisi air panas (mendidih) yang didiamkan sampai air dalam gelas menjadi dingin. Pengujian dingin dilakukan dengan meletakkan batu es dalam gelas di atas permukaan uji, kemudian tunggu sampai seluruh es mencair. Setelah itu dilakukan pengamatan terhadap permukaan contoh uji dan diklasifikasikan dalam 10 kelas seperti yang ditampilkan padaTabel 1.


(17)

3.3.6 Uji Ketahanan terhadap Rayap Kayu Kering

Tahap-tahap pengujian terhadap rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus Light) mengacu pada Andiasri (2010). Contoh uji berukuran 5 cm x 2,5 cm x 1,5 cm yang telah difinishing menggunakan bahan larut air (waterbased lacquer) dan bahan larut minyak (polyurethane) dimasukkan ke dalam botol kaca. Pada uji ini contoh uji difinishing sesuai anjuran. Ke dalam masing-masing botol kaca dimasukkan 50 ekor rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus Light) dan ditutup menggunakan kain kasa berwarna hitam. Kemudian contoh uji disimpan di ruangan gelap selama 100 hari. Setelah 100 hari, contoh uji dikeluarkan dari botol kaca dan dibersihkan.

Penilaian tingkat keawetan kayu terhadap rayap kayu kering dapat dilihat dari penurunan berat contoh uji selama pengumpanan. Berdasarkan nilai kehilangan berat maka ketahanan kayu yang telah difinishing dari rayap kayu kering dapat diklasifikasikan berdasarkan SNI 01.7207-2006 (Tabel 2).

Persen pengurangan berat dihitung dengan rumus: % KB

dengan :

% KB = persentase kehilangan berat

W1 = berat sebelum pengumpanan dalam keadaan kering udara (g) W2 = berat setelah pengumpanan (g)

Tabel 2 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap kayu kering.

Kelas Ketahanan Penurunan berat (%)

I Sangat tahan <2.0

II Tahan 2.0 - 4.4

III Sedang 4.4 - 8.2

IV Tidak tahan 8.2 - 28.1

V Sangat tidak tahan >28.1


(18)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kayu Jati dan Mahoni difinishing menggunakan bahan finishing pelarut air (water based lacquer) dan pelarut minyak (polyurethane). Kayu yang difinishing menggunakan bahan pelarut air diberi tiga variasi pada saat penambahan air di tahapan sanding sealer dan top coat. Hal ini bertujuan untuk melihat variasi tampilan permukaan contoh uji dan efek yang diberikan pada saat pengujian. Hasil finishing permukaan kayu yang menggunakan bahan finishing berpelarut air (water based lacquer) dapat dilihat pada Gambar 2, 3, dan 4.

(JA1) (MaA1)

Gambar 2 Kayu jati (JA1) dan Mahoni (MaA1) yang difinishing dengan penambahan air 10% untuk sealer dan 30% air untuk top coat.


(19)

(JA2) (MaA2)

Gambar 3 Kayu jati (JA2) dan Mahoni (MaA2) yang difinishing dengan penambahan air 5% untuk sealer dan 15% air untuk top coat.

(JA3) (MaA3)

Gambar 4 Kayu jati (JA3) dan Mahoni (MaA3) yang difinishing dengan penambahan air 20% untuk sealer dan 60% air untuk top coat.


(20)

Keunggulan bahan finishing berpelarut air adalah berbahan dasar air yang ramah lingkungan, 100% bebas formaldehyde, tidak berbau tajam, dan tanpa mengandung logam berat yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Dari gambar dan permukaan kayu yang dihasilkan, tidak terlihat perbedaan yang begitu mencolok antar kayu yang difinishing menggunakan bahan pelarut air dengan tiga kombinasi penambahan air. Permukaan kayu yang dihasilkan cenderung mempunyai kilap yang sama dan ketebalan lapisan yang sama. Hal ini tentu saja dapat menjadi acuan untuk menghemat penggunaan bahan finishing larut air dalam pengaplikasian. Namun jika dibandingkan dengan permukaan kayu yang difinishing menggunakan polyurethane, permukaan kayu yang difinishing dengan bahan pelarut air kurang mengkilap sehingga kelihatan kurang menarik. Selain itu, lapisan yang dihasilkan bahan pelarut air lebih tipis dibanding bahan larut minyak.

Pada umumnya sifat dari cat polyurethane adalah (1) Daya kilapnya baik; (2) Warnanya cemerlang; (3) Tahan cuaca lingkungan; (4) Lapisannya sangat keras; (5) Tahan terhadap larutan kimia; (6) Tahan terhadap sinar ultraviolet; (7) Tahan terhadap abrasi (Kurniawan 2006).

Polyurethane menimbulkan bau yang sangat tajam dibanding bahan finishing berpelarut air. Hal ini disebabkan karena polyurethane mengandung formaldehyde yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia. Permukaan kayu yang difinishing menggunakan polyurethane dapat dilihat pada Gambar 5.


(21)

(JM) (MaM)

Gambar 5 Kayu jati (JM) dan Mahoni (MaM) yang difinishing menggunakan polyurethane.

4.1 Berat Labur Bahan Finishing yang Digunakan

Penggunaaan filler merupakan syarat penting untuk tercapainya hasil yang baik. Filler berfungsi untuk mengisi pori-pori pada permukaan kayu. Pengaplikasian filler menggunakan kape. Permukaan kayu yang telah dilapisi filler dapat dilihat pada gambar 6.


(22)

(a) (b)

Gambar 6 (a) permukaan kayu yang dilapisi filler larut air, (b) permukaan kayu yang dilapisi filler larut minyak.

Berat labur filler pada kedua jenis kayu ini hampir sama, yaitu berkisar antara 0,0030-0,0060 g/cm2. Berat labur filler masing-masing jenis kayu tersaji pada gambar 7.

Gambar 7 Berat labur filler untuk setiap jenis perlakuan. 0

0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,007

MaA1 MaA2 MaA3 MaM JA1 JA2 JA3 JM

Be

r

at

La

b

u

r

F

il

le

r

(g

/c

m

2 )


(23)

Wood stain hanya digunakan pada pelarut berbahan dasar air (water based lacquer) yaitu AWS-921. Wood stain digunakan untuk memberikan warna pada permukaan kayu sehingga dapat menimbulkan kesan dekoratif yang lebih indah. Permukaan kayu yang dilapisi wood stain dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8 Permukaan kayu dilapisi Wood stain.

Berat labur untuk penggunaan wood stain tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Nilai berat labur wood stain relatif sama, karena diaplikasikan menggunakan metode dan kondisi aplikasi yang sama yaitu menggunakan spray gun pada tekanan 6,5 kg/cm2. Berat labur wood stain dapat dilihat pada Gambar 9.


(24)

Gambar 9 Berat labur wood stain untuk setiap jenis perlakuan.

Variasi penambahan air dilakukan pada tahapan sealer dan top coat. Hal ini disebabkan karena hanya pada bagian sealer dan top coat yang menggunakan penambahan air pada saat pengaplikasian. Untuk sealer, air yang ditambahkan sebanyak 5%, 10%, dan 20%. Penambahan air yang dianjurkan adalah 10%. Sealer yang digunakan adalah ASS 941 untuk pelarut air dan PUSS 740-2K untuk bahan pelarut minyak. Pada Gambar 10 terlihat permukaan kayu yang dilapisi sealer larut air dengan kekentalan yang berbeda dan permukaan kayu yang dilapisi sealer larut minyak.

0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006

MaA1 MaA2 MaA3 JA1 JA2 JA3

Be

r

at

Lab

u

r

W

o

o

d

S

tai

n

(g/

c

m

2)


(25)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 10 (a) Lapisan sealer dengan penambahan air 5%, (b) lapisan sealer dengan penambahan air 10%, (c) lapisan sealer dengan penambahan air 20%, dan (d) lapisan sealer larut minyak.


(26)

Walaupun diberi variasi penambahan air pada ASS 941, berat labur sealer pada setiap permukaan kayu tidak begitu berbeda. Begitu pula berat labur pada sealer PUSS 740-2K. Data berat labur sealer dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Berat labur sealer untuk setiap jenis perlakuan.

Pengaplikasian top coat menggunakan AL 961 yang berbahan dasar air dengan variasi penambahan air sebanyak 15%, 30%, dan 60%. Penambahan air yang dianjurkan untuk top coat sebanyak 30%. Sedangkan top coat berbahan dasar minyak yang digunakan adalah PU PULL 745-2K. Bahan finishing ini terdiri dari 2 komponen dan memiliki sifat cepat kering, daya tutup permukaan yang baik, permukaan yang halus dan kekuatan yang baik. Permukaan kayu yang telah dilapisi top coat dengan berbagai jenis perlakuan telah ditampilkan pada Gambar 2. Besarnya berat labur top coat ditampilkan pada Gambar 12.

0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01

MaA1 MaA2 MaA3 MaM JA1 JA2 JA3 JM

Be

r

at

La

b

u

r

S

e

al

e

r

(g

/c

m

2)


(27)

Gambar 12 Berat labur top coat untuk setiap jenis perlakuan.

Selama proses finishing, dapat terjadi cacat pada permukaan kayu yang disebabkan kemampuan pengaplikasian bahan finishing yang terbatas. Salah satu cacat yang terjadi adalah Orange Peel.Orange peel adalah cacat permukaan kayu yang menyerupai kulit jeruk dan memberikan kesan raba yang tidak rata. Cacat ini bisa berasal dari penggunaan spray gun yang tidak tepat seperti nozzle spray gun terlalu besar. Orange peel juga dapat disebabkan oleh viskositas material finishing yang terlalu tinggi, ketidaksesuaian thinner yang digunakan serta lingkungan pengerjaan yang terlalu dingin atau terlalu panas. Pada Gambar 13 ditampilkan permukaan kayu yang terkena cacat Orange peel.

Gambar 13 Cacat Orang peel. 0

0,002 0,004 0,006 0,008 0,01 0,012

MaA1 MaA2 MaA3 MaM JA1 JA2 JA3 JM

Be

r

at

Lab

u

r

T

o

p

C

o

at

(g/

c

m

2 )


(28)

Pencegahan terjadinya orange peel dapat dilakukan dengan menggunakan spray pada tekanan angin yang direkomendasi, menggunakan thinner yang sesuai dengan jumlah yang cukup, mengurangi jumlah cat, menggunakan nozzle yang sesuai, aplikasi top coat harus rata dengan flow yang baik, kondisi suhu dan kelembaban ruangan yang benar, dan menghindari penggunaan additive anti silicon (Talan 1998).

4.2 Daya Tahan Terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga

Bahan kimia rumah tangga yang digunakan dalam uji pelaburan adalah kecap, saos, dan minyak goreng. Dari hasil pengujian didapatkan hasil bahwa tiga bahan kimia rumah tangga yang diujikan tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap permukaan untuk semua jenis kayu yang difinishing.

Gambar 14 Pengujian terhadap bahan kimia rumah tangga.

Klasifikasi kelas finishing kayu setelah dilakukan pengujian selama 1 jam dan 24 jam dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16.


(29)

Gambar 15 Klasifikasi kelas daya tahan finishing setelah dilakukan pengujian selama 1 jam.

Gambar 16 Klasifikasi kelas daya tahan finishing setelah dilakukan pengujian selama 24 jam.

Permukaan kayu tidak mengalami perubahan setelah pelaburan selama 1 jam dan masih berada pada kelas 10. Hal ini terjadi karena kecap, saos, dan minyak goreng belum merusak struktur lapisan film pada bahan pelarut air dan bahan pelarut minyak (tidak bereaksi secara kimiawi). Namun, setelah pelaburan selama 24 jam permukaan kayu yang difinishing menggunakan bahan pelarut air memiliki noda sisa kecap, saos, dan minyak goreng. Hal ini diduga karena saos, kecap, dan minyak goreng mampu merusak struktur lapisan film water based

0 2 4 6 8 10 12

MaA1 MaA2 MaA3 MaM JA1 JA2 JA3 JM

K el as Daya T ah an Kombinasi Perlakuan Kecap Saos Minyak 0 2 4 6 8 10 12

MaA1 MaA2 MaA3 MaM JA1 JA2 JA3 JM

K e las D ay a T ah an Kombinasi Perlakuan Kecap Saos Minyak


(30)

lacquer yang berbahan dasar air sehingga turun menjadi kelas 9. Sedangkan permukaan kayu yang difinishing menggunakan polyurethane masih berada dikelas 10 karena tidak mengalami kerusakan pada lapisan bahan finishing. Selanjutnya permukaan kayu yang difinishing menggunakan polyurethane lebih mengkilap dan lebih mudah dibersihkan dibanding permukaan kayu yang difinishing menggunakan bahan pelarut air dengan tiga variasi penambahan air setelah pelaburan 24 jam.

Menurut Adidarma (1998) Keunggulan dari PU adalah (1) daya isi yang baik pada pori-pori kayu, (2) tahan solvent dan tahan beberapa bahan kimia, (3) memiliki film yang keras dan tahan gores, (4) gloss retention yang tinggi, dan (5) lapisan film yang tebal. Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah harus mencampur dua komponen B (hardener) sensitif terhadap panas dan uap air dan mempunyai umur campur (pot life) terbatas.

4.3 Daya Tahan Terhadap Uji Panas dan Dingin

Pada pengujian ini batu es dan air mendidih dalam gelas diletakkan di atas contoh uji dan ditunggu sampai suhunya normal. Lama pengujian panas dan dingin sekitar 2 jam. Setelah itu dilakukan pengamatan terhadap permukaan contoh uji. Dari pengamatan tidak ditemukan perubahan pada permukaan contoh uji. Hal ini menandakan bahwa bahan finishing berpelarut air (waterbased lacquer) yang telah diberi tiga variasi penambahan air dan berpelarut minyak (polyurethane) tidak terpengaruh oleh kondisi ini.


(31)

(a) (b) Gambar 17 (a) Uji panas dan (b) uji dingin.

4.4 Daya Tahan terhadap Rayap Kayu Kering

Setelah dilakukan pengumpanan selama 100 hari, contoh uji kayu mahoni dan jati yang difinishing menggunakan pelarut air mengalami penurunan berat dan kerusakan pada permukaan kayu. Sedangkan kayu yang dilapisi bahan finishing pelarut minyak tidak mengalami kerusakan sama sekali. Hal ini menandakan bahwa bahan larut air (waterbased lacquer) tidak dapat mencegah kerusakan yang diakibatkan oleh serangan rayap dan bahan finishing larut minyak (polyurethane) dapat mencegah serangan rayap. Bahan yang digunakan dalam larut minyak dapat menyebabkan kematian pada rayap akibat bau yang dimiliki bahan Polyurethane yang menyengat dan bahan kimia yang terkandung didalamnya. Pengurangan berat pada kayu Mahoni yang dilapisi bahan finishing larut air adalah sebesar 2,45% dan kayu Jati sebesar 0,52%. Dari nilai kehilangan berat yang didapat dan berdasarkan standar SNI 01. 7207-2006, kayu Mahoni termasuk dalam kelas II dan kayu Jati termasuk dalam kelas I. Data nilai kehilangan berat setelah pengumpanan dapat dilihat pada Lampiran 4. Sedangkan kerusakan permukaan kayu akibat serangan rayap tersaji pada Gambar 18.


(32)

(a)

(b)

(c)

Gambar 18 (a) Contoh uji kayu Mahoni yang diserang rayap, (b) kerusakan contoh uji kayu Mahoni, dan (c) kerusakan contoh uji kayu Jati.


(33)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan

Berdasarkan data-data hasil, dapat disimpulkan :

1. Permukaan kayu yang difinishing dengan waterbased lacquer menggunakan tiga kombinasi penambahan air di tahap sealer (5%, 10%, dan 20%) dan top coat (15%, 30%, dan 60%) tidak memiliki perbedaan penampilan pada setiap permukaan sehingga dapat menghemat penggunaan bahan.

2. Lapisan finishing yang dimiliki Polyurethane lebih mengkilap dibanding waterbased lacquer, sehingga permukaan kayu yang difinishing menggunakan Polyurethane lebih terlihat menarik.

3. Kayu yang difinishing menggunakan waterbased lacquer tidak tahan terhadap bahan kimia rumah tangga, khususnya kecap, saos, dan minyak goreng yang diuji selama 24 jam. Sedangkan lapisan polyurethane tahan terhadap bahan kimia rumah tangga karena memiliki lapisan struktur film yang lebih kuat dibanding waterbased lacquer.

4. Waterbased lacquer dan polyurethan tahan terhadap uji panas dan dingin yang dilakukan selama 1-2 jam.

5. Bahan finishing waterbased lacquer tidak dapat mencegah kerusakan akibat serangan rayap kayu kering karena bahan finishing waterbased lacquer bersifat alami dibandingkan polyurethane.

5.2 Saran

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai anti blocking test, daya rekat (adhesi) cat terhadap substrat dengan menggunakan croos cutter.

2. Penelitian lebih lanjut bisa menggunakan kombinasi antara bahan berpelarut air (waterbased lacquer) dengan berpelarut minyak (polyurethane) pada tiap tahapan.


(34)

PADA KAYU JATI DAN MAHONI

ALISA MAULINA JAUHARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Adidarma. 1998. Pengetahuan Dasar Wood Finishing. Propan Raya. Jakarta.

Anonim. 2008. Jenis Bahan Finishing Kayu. http : //www. tentang kayu. com/2008/01/jenis-bahan-finishing-kayu.html [3 Oktober 2011] Amarullah M. 2005. Kajian Sifat Finishing Beberapa Jenis Kayu Cepat Tumbuh

[skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Andiasri SNP. 2010. Pemanasan Bambu dengan Limbah Minyak Goreng dan Ketahanannya terhadap Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2000. Standart Test Methode for Evaluation of Paintered or Coated Speciment Subject to Corrosive Environments. ASTM D 1654-92.

[ATTC] ASEAN Timber Technology Center. 1992. Wood Finishing. ATTC. Kuala Lumpur, Malaysia.

Effendi R. 1993. Analisis Finansial Beberapa Produk Industri Kayu Hilir: Kasus Suatu Perusahaan di Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol 11, No 4 (1993) Pp.144-147.

Gunawan. 2008. Kajian Sifat-sifat Finishing Anyaman Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A & J. H. Schultes) Kurz) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Inkote. 2006. Tahapan-tahapan Finishing Produk Inkote. http://Inkote.co.id/. Pandit INP, Kurniawan D. 2008. Struktur Kayu Sifat Kayu sebagai Bahan Baku

dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kurniawan DS. 2006. Peningkatan Nilai Estetis Kayu Melalui Finishing Teknik Batik Kayu [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.


(36)

Martawijaya A, Iding K. 1997. Ciri Umum, Sifat dan Kegunaan Jenis-jenis Kayu Indonesia. Lembaga Penelitian Hasil Hutan Departemen Pertanian. Bogor-Indonesia.

[SNI] Standar Nasional Indonesia 01. 7207. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu terhadap Organisme Perusak Kayu. Badan Standardisasi Nasional.

Sunaryo A. 1997. Reka Oles Mebel Kayu. Kanisius. Yogyakarta.

Talan H. 1998. Paint Deffect & Problem Solving. Propan Raya. Jakarta.

U.S. Forest Product Laboratory. 1974. Wood Handbook: Wood As an Engineering Material. USDA Ag. Hand 72, rev. Chapter 16-2.


(37)

PADA KAYU JATI DAN MAHONI

ALISA MAULINA JAUHARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(38)

KARAKTERISTIK LAPISAN FINISHING PELARUT MINYAK (POLYURETHANE) DAN PELARUT AIR (WATERBASED LACQUER)

PADA KAYU JATI DAN MAHONI

ALISA MAULINA JAUHARI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian tingkat

SARJANA KEHUTANAN pada

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(39)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik Lapisan Finishing Pelarut Minyak (Polyurethane) dan Pelarut Air (Waterbased Lacquer) pada Kayu Jati dan Mahoni” adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir ini.

Bogor, Maret 2012

Alisa Maulina Jauhari E24070036


(40)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Karakteristik Lapisan Finishing Pelarut Minyak (Polyurethane) dan Pelarut Air (Waterbased Lacquer) pada Kayu Jati dan Mahoni

Nama Mahasiswa : ALISA MAULINA JAUHARI

NRP : E24070036

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP 1966 0212 199103 1 002

Diketahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP 1966 0212 199103 1 002


(41)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukoharjo pada tanggal 6 Agustus 1989. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Muhtadi Thontowi Jauhari, S. Pd dan Ibu Siti Khomariyah.

Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 11 Langsa. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Langsa dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Swasta Patra Nusa Rantau. Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan selanjutnya diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktik lapang antara lain Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan 2009 di Sancang-Kamojang, Praktek Pengelolaan Hutan 2010 di Hutan Pendidikan Gunung Walat, kemudian pada bulan Maret-Mei 2011 melakukan Praktik Kerja Lapang di Perusahaan Rakabu Furniture Solo.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul “Karakteristik Lapisan Finishing Pelarut Minyak

(Polyurethane) dan Pelarut Air (Waterbased Lacquer) pada Kayu Jati dan Mahoni” dibimbing oleh Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.


(42)

RINGKASAN

Alisa Maulina Jauhari (E24070036). Karakteristik Lapisan Finishing Pelarut

Minyak (Polyurethane) dan Pelarut Air (Waterbased Lacquer) pada Kayu Jati dan

Mahoni. Dibawah Bimbingan Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.

Sebagian besar cat yang beredar di pasaran dan diaplikasikan di Indonesia berasal dari bahan finishing larut minyak yang dalam pemakaiannya menghasilkan emisi bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu cat yang diminati oleh masyarakat pada umumnya adalah cat yang ramah lingkungan, tidak mengandung racun (daya toksisitasnya rendah) dan ekonomis. Bahan finishing pelarut air merupakan cat ramah lingkungan yang saat ini cukup diminati. Dengan pertimbangan bahwa bahan

finishing larut air belum banyak diaplikasikan di Indonesia, maka dipandang perlu untuk

meneliti bahan finishing larut air pada jenis-jenis kayu yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan furniture. Kondisi aplikasi bahan finishing yang dilakukan adalah perlakuan kekentalan bahan cat.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu Mahoni, Jati, Impra Aqua Wood Filler AWF-911, Impra Aqua Wood Stain AWS-921, Impra Aqua Sanding Sealer ASS-941, Impra Aqua Lacquer AL-961, SH-113, PU PUSS 740-2K, dan PU PUL 745-2K, kecap, saos, dan minyak goreng. Alat-alat yang digunakan antara lain Circular saw dan band saw untuk membuat contoh uji, 30 lembar kertas ampelas (nomor 180, 240, dan 400), spray gun, kompresor, alat tulis, caliper, ember, dan kain bersih. Masing-masing contoh uji diberi perlakuan pelapisan permukaan kayu dengan sistem finishing

waterbased lacquer (pelarut air) dan polyurethane (pelarut minyak). Pada sistem

waterbased lacquer setiap contoh uji difinishing dengan pengenceran air yang berbeda,

yaitu sealer 5% + top coat 15%, sealer 10% + top coat 30%, dan sealer 20% + top coat 60%. Pengujian sifat finishing yang dilakukan adalah pengujian daya tahan terhadap bahan kimia rumah tangga, pengujian panas dan dingin, serta pengujian ketahanan terhadap rayap Cryptotermes cynocephalus Light.

Berdasarkan hasil pengamatan, permukaan kayu yang telah difinishing menggunakan sistem pelarut air (waterbased lacquer) dengan pengenceran air yang berbeda memiliki penampilan yang sama. Apabila dibandingkan dengan permukaan kayu yang telah difinishing menggunakan sistem pelarut minyak (polyurethane), penampilan permukaan kayu yang difinishing dengan bahan pelarut air (waterbased lacquer) kurang mengkilap sehingga terlihat kurang menarik. Pengujian dengan menggunakan pelaburan bahan rumah tangga (kecap, saos, dan minyak goreng) selama 1 jam tidak memberikan pengaruh terhadap penampilan permukaan kayu (berada pada kelas 10). Setelah pengamatan selama 24 jam, permukaan kayu yang difinishing menggunakan sistem pelarut air (waterbased lacquer) memiliki noda sisa kecap, saos, dan minyak goreng sehingga keenam contoh uji turun menjadi kelas 9 sedangkan permukaan kayu yang

difinishing menggunakan pelarut minyak (polyurethane) masih berada pada kelas 10.

Dari pengamatan uji panas dan dingin tidak ditemukan perubahan penampilan pada permukaan contoh uji. Setelah pengujian ketahanan terhadap rayap Cryptotermes

cynocephalus Light selama 100 hari, contoh uji kayu mahoni dan jati yang difinishing

menggunakan pelarut air (waterbased lacquer) mengalami kerusakan dan penurunan berat sebesar 1,55% dan 0,52%. Sedangkan kayu yang dilapisi bahan finishing pelarut minyak (polyurethane) tidak mengalami kerusakan.

Kata kunci : Polyurethane, Waterbased Lacquer, uji bahan kimia rumah tangga, uji air panas dan dingin, pengumpanan rayap.


(43)

ABSTRACT

Characteristics of Oil Based and Waterbased Wood Finishes Applied

on Teak and Mahogany by

1)Alisa Maulina Jauhari, 2) I Wayan Darmawan

INTRODUCTION: Most of the paint in market and used in Indonesia are comes from

the oil-soluble finishing materials, which in aplication, produce emissions of harmful chemicals to human health. So that, many peoples prefer to use eco-friendly paint, non-toxic (non-toxicity, low power) and economical. Water based finishing material is an environment-friendly paint that currently quite popular. By considering that water soluble finishing material have not been widely applied in Indonesia, it is necessary to examine the water-soluble finishing material to most favorable types of wood as a furniture’s raw material. The conditions of application of finishing materials obtained were paint viscosity treatment.

MATERIAL AND METHOD: Materials used in this study were Mahogany wood,

Teak, Impra Aqua Wood Filler AWF-911, Aqua Wood Stain Impra AWS-921, Aqua Impra ASS941 Sanding Sealer, Aqua Lacquer Impra AL961, SH113, PU 740 Puss -2K, and 2K PU-745 PUL, soy sauce, chili sauce, and cooking oil. Tools used were Circular saw and band saw to make the test sample, 30 sheets of sandpaper (number 180, 240, and 400), spray gun, compressor, stationery, caliper, a calculator, a bucket, and a clean cloth. Each specimen was treated by coating the wood surface with waterbased lacquer finishing system and oil solvent system. In waterbased lacquer system, each specimen was finished with different water dilution, i.e. 5 % sealer + 15 % top coat, 10 % sealer + 30 % top coat, and 20 % sealer + 60 % top coat. Finishing properties tested were household chemicals resistance, heat and cold testing, and termites resistance

(Cryptotermes cynocephalus Light).

RESULT: Based on the observation results, wood surfaces which finished with

waterbased lacquer with different water dilution have the same performance surfaces. Compared with wood surfaces which finished with oil-solvent system, the performance surfaces which finished with waterbased lacquer have less shiny so it look less attractive. Household chemicals resurfacing test (with ketchup, sauces, and cooking oil) for one hour does not give effect to wood surfaces (the grade is 10). After observation for 24 hours, the wood surfaces which finished with waterbased lacquer have residual spots from ketchup, sauces, and cooking oil, so sixth specimens grades were dropped to 9, while the wood surfaces which finished with oil-solvent system (polyurethane) was still at grade 10. From the observation of heat and cold test for two hours, there are no appearance changes in the specimen surfaces. On termites resistance test with

Cryptotermes cynocephalus Light for 100 days, mahony wood and teak wood specimens

which finished with waterbased have damages and decreased weight of 1.55 % and 0.52 % respectively, while wood which finished with oil-solvent has no damaged.

KEYWORDS: Polyurethane, Waterbased Lacquer, household chemicals treatment, hot

and cold water test, feeding termites.

1) Student of Forest Product Department, Faculty of Forestry, IPB. 2) Lecturer of Forest Product Department, Faculty of Forestry, IPB.


(44)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penelitian ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan atas pimpinan dan teladan kita Rasulullah Muhammad SAW, para sahabat dan pengikut yang setia kepada ajarannya hingga akhir zaman.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Karakteristik Lapisan Finishing Pelarut Minyak (Polyurethane) dan Pelarut Air (Waterbased Lacquer) pada Kayu Jati dan Mahoni”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Muhtadi Thontowi Jauhari, Ibunda Siti Khomariyah, Kakanda Topik Hidayat, Adinda Basyit Wulan Istikamah dan Dinda Khairunnisa serta keluarga tercinta yang telah mendukung dan mendoakan penelitian ini agar penulis dapat menyelesaikannya.

2. Bapak Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M. Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

3. Bapak Ir. Edje Djamhuri selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan, masukan, dan saran kepada penulis.

4. Bapak Kadiman, Bapak Suhada, Mbak Esti, staff Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu yang membantu dalam penelitian ini.

5. Semua teman-teman THH 44 dan teman-teman Fahutan yang selalu mengingatkan dan memberi motivasi untuk terus semangat.

6. Sahabat-sahabatku tersayang ( Dewonk, Suntel, Ayu dan Hary) serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi, wawasan maupun sesuatu yang dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan semoga kekurangan yang terdapat pada tulisan ini dapat diperbaiki dalam tulisan selanjutnya.

Bogor, Maret 2012


(45)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 1.3 Manfaat ... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Finishing Kayu ... 3 2.2 Kayu Mahoni (Swietenia machrophylla King) ... 11 2.3 Kayu Jati (Tectona Grandis) ... 11 III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat ... 12 3.2 Alat dan Bahan ... 12 3.3 Metode Penelitian ... 12 3.3.1 Pembuatan Contoh Uji ... 12 3.3.2 Proses Finishing dengan Water Based Lacquer ... 13 3.3.3 Proses Finishing dengan Polyurethane ... 14 3.3.4 Uji Ketahanan terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga ... 15 3.3.5 Uji Ketahanan terhadap Panas dan Dingin ... 16 3.3.6 Uji Ketahanan terhadap Rayap Kayu Kering ... 17 IV. PEMBAHASAN

4.1 Berat Labur Bahan Finishing yang Digunakan ... 21 4.2 Daya Tahan terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga ... 28 4.3 Daya Tahan terhadap Uji Panas dan Dingin ... 30 4.4 Daya Tahan terhadap Rayap Kayu Kering ... 31 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 33 5.2 Saran ... 33


(46)

(47)

DAFTAR TABEL

1. Klasifikasi Kondisi Cacat Permukaan ... 16 2. Klasifikasi Ketahanan Kayu terhadap Rayap Kayu Kering ... 17


(48)

DAFTAR GAMBAR

1. Tampilan contoh uji yang difinishing menggunakan Waterbased Lacquer dan Polyurethane ... 13 2. Kayu Jati dan Mahoni yang difinishing dengan penambahan air 10%

untuk sealer dan 30% air untuk top coat ... 18 3. Kayu Jati dan Mahoni yang difinishing dengan penambahan air 5%

untuk sealer dan 15% air untuk top coat ... 19 4. Kayu Jati dan Mahoni yang difinishing dengan penambahan air 20%

untuk sealer dan 60% air untuk top coat ... 19 5. Kayu Jati dan Mahoni yang difinishing menggunakan polyurethane.. .... 21 6. Permukaan kayu yang dilapisi filler ... 22 7. Berat labur filler untuk setiap jenis perlakuan ... 22 8. Permukaan kayu dilapisi wood stain ... 23 9. Berat labur wood stain untuk setiap jenis perlakuan ... 24 10. Lapisan sealer dengan kekentalan yang berbeda ... 25 11. Berat labur sealer untuk setiap jenis perlakuan ... 26 12. Berat labur top coat untuk setiap jenis perlakuan ... 27 13. Cacat Orang peel ... 27 14. Pengujian terhadap bahan kimia rumah tangga ... 28 15. Klasifikasi kelas daya tahan finishing setelah dilakukan pengujian

selama 1 jam ... 29 16. Klasifikasi kelas daya tahan finishing setelah dilakukan pengujian

selama 24 jam ... 29 17. Uji panas dan dingin ... 31 18. Contoh uji yang diserang rayap dan kerusakan contoh uji ... 32


(49)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Berat Labur Contoh Uji ... 36 2. Kelas Daya Tahan Finishing terhadap Bahan Rumah Tangga setelah 1

Jam dan 24 Jam ... 39 3. Kelas Daya Tahan Finishing terhadap Uji Panas dan Dingin ... 40 4. Persentase Penurunan Berat Contoh Uji pada Uji Rayap ... 41


(50)

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan perkembangan ekonomi Indonesia 25 tahun terakhir ini, tampak beberapa perubahan mendasar yang penting. Ciri pokok yang menonjol dalam bidang kehutanan adalah perubahan struktur industri kayu yang semula terpusat pada kegiatan sektor industri kayu primer seperti kayu gergajian dan kayu lapis sekarang menjurus pada struktur industri kayu hilir (downstream industry), mengolah lebih lanjut produk yang dihasilkan oleh unit industri kayu primer. Jenis industri yang termasuk kelompok industri kayu hilir adalah bentukan (moulding), mebel (furniture), bahan lantai kayu (parquet flooring), komponen mebel (furniture component), barang kerajinan (handycraft), kayu lapis indah (fancy plywood), mainan (toys), peralatan music (musical instrument), peralatan olahraga (sport articels), dan sebagainya. Perkembangan industri kayu primer menjadi industri kayu hilir dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sumber daya alam hutan sehingga dapat mempertinggi nilai tambah produk tersebut dalam upaya meningkatkan sunber pendapatan nasional ataupun penerimaan devisa dari sub sektor kehutanan (Effendi 1993).

Kayu yang digunakan untuk industri pengerjaan kayu adalah jenis kayu komersil yang berkualitas tinggi dan mempunyai corak yang dekoratif, seperti kayu Jati (Tectona gandis L.F), Mahoni (Swietenia Spp) dan jenis kayu lainnya yang berasal dari famili Dipterocarpaceae. Jenis kayu komersil tersebut memiliki kelas awet dan nilai jual yang tinggi. Bidang perforasi yang umum dipakai dalam pengerjaan kayu yaitu pada bidang tangensial. Hal tersebut dikarenakan corak yang diberikan pada bidang tangensial memberikan kesan dekoratif yang indah. Selanjutnya upaya yang dilakukan untuk meningkatkan daya tahan (penampilan dan keawetan) kayu adalah finishing.

Finishing merupakan suatu kegiatan melapisi permukaan suatu produk kayu dengan bahan pelapis tertentu untuk tujuan perlindungan dan peningkatan nilai keindahan serta membuat permukaan kayu mudah dibersihkan. Bahan finishing di pasaran telah banyak dijual misalnya cat, politur, pernis, dan lain-lain. Dari semua bahan finishing, cat mempunyai daya proteksi yang lebih baik terhadap erosi permukaan. Namun, cat tidak dapat mencegah terjadinya kerusakan


(51)

kayu oleh serangan organisme perusak kayu. Selain itu, cat mengakibatkan keadaan asli kayu tertutup oleh bahan tersebut dan terjadi perubahan warna. Disamping itu, sebagian besar cat yang beredar di pasaran dan diaplikasikan di Indonesia berasal dari bahan finishing larut minyak yang dalam pemakaiannya menghasilkan emisi bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu cat yang diminati oleh masyarakat pada umumnya adalah cat yang ramah lingkungan, tidak mengandung racun (daya toksisitasnya rendah) dan ekonomis. Bahan finishing pelarut air merupakan cat ramah lingkungan yang saat ini cukup diminati.

Dengan pertimbangan bahwa bahan finishing larut air belum banyak diaplikasikan di Indonesia, maka dipandang perlu untuk meneliti bahan finishing larut air pada jenis-jenis kayu yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan furniture. Kondisi aplikasi bahan finishing yang dilakukan adalah perlakuan kekentalan bahan cat.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Membandingkan proses finishing kayu yang menggunakan bahan pelarut minyak (polyurethane) dengan bahan pelarut air (waterbased lacquer) dengan tiga perlakuan penambahan air.

2. Mengetahui daya tahan lapisan finishing larut air dan minyak terhadap bahan kimia rumah tangga, pengujian panas dan dingin serta rayap kayu kering.

1.3 Manfaat

Penelitian ini diharapakan dapat memberi manfaat sebagai sumber informasi mengenai penggunaan bahan finishing larut air (waterbased lacquer) dengan kekentalan yang berbeda dan bahan finishing larut minyak (polyurethane).


(52)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Finishing Kayu

Kayu merupakan bahan baku yang sering digunakan dalam industri furniture dan memerlukan proses finishing dalam rangka peningkatan nilai jualnya. Setiap jenis kayu memiliki sifat-sifat dan karakteristik yang berbeda sehingga sangat berpengaruh terhadap proses finishing. Beberapa sifat kayu yang berpengaruh dalam proses finishing adalah kembang susut kayu, kandungan zat ekstraktif, ukuran pori, dan tekstur kayu (ATTC 1992).

Secara alami kayu memiliki pori-pori yang dapat dimasuki oleh air, minyak, debu, dan material lainnya. Masuknya bahan-bahan tersebut akan menyebabkan kayu mengembang, menyusut, retak, melengkung atau berubah warna. Selain itu, produk kayu juga akan lebih mudah terserang organisme perusak seperti jamur atau serangga. Finishing yang baik akan menghambat kemungkinan tersebut. Bahan-bahan finishing akan memberikan perlindungan dari perubahan kadar air kayu, menghalangi masuknya material halus ke dalam pori-pori kayu bahkan beberapa bahan finishing telah ditambah dengan bahan pengawet atau zat aditif lainnya sehingga tahan terhadap serangan organisme perusak dan bahan kimia. Bahan pewarna pada bahan finishing akan memberikan efek psikologis pada pengguna produk tersebut. Beberapa warna khusus telah diketahui memberikan efek perasaan lega, tenang, cerah, terang, teduh, dan emosi lain pada orang yang melihatnya. Bahan finishing tertentu juga dapat menonjolkan aspek keindahan serat kayu sehingga menambah nilai estetisnya (Hammond 1961 dalam Kurniawan 2006).

Finishing berfungsi melindungi permukaan kayu atau perabot rumah tangga sehingga terhindar dari hal-hal berikut:

a. Korosi atau pengaruh bahan-bahan kimia yang merubah permukaan kayu b. Rusaknya permukaan karena terkelupas atau tergores

c. Pengaruh cuaca seperti kelembaban, sinar matahari, dan perubahan bentuk. d. Jamur-jamur pewarna dan pelapuk kayu

e. Serangga yang sering melubangi dan memakan zat organik pada kayu (Yuswanto 2000)


(53)

Sedangkan menurut USFPL (1974), fungsi utama dari bahan finishing (cat) adalah untuk melindungi permukaan kayu, menjaga penampilan dan memberikan kesan indah pada kayu. Untuk keperluan interior maupun eksterior, kayu yang tidak diberi perlakuan finishing mudah mengalami penurunan kualitas penampilan, seperti perubahan warna dan strukur kimia kayu akibat cuaca dan degradasi akibat sinar matahari.

Proses produksi pada dasarnya merupakan suatu bentuk kegiatan untuk mengolah suatu bahan baku (input produksi) menjadi produk (output produksi). Untuk melaksanakan proses atau kegiatan tersebut diperlukan satu rangkaian proses pengerjaan yang bertahap. Perancangan proses produksi dalam hal ini akan tergantung pada karakteristik produk yang dihasilkan dan pola kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proyek pembuatan produk. Untuk mendapatkan produk akhir yang sangat bagus, indah dan berpenampilan menarik, maka aspek teknologi proses finishing sangatlah berperan penting. Proses finishing merupakan faktor penentu pada sentuhan akhir suatu produk (Sobur 2005 dalam Gunawan 2008).

Tahapan pelapisan bahan finishing pada kayu (Inkote 2006) dapat diuraikan sebagai berikut:

1. PersiapanPermukaan Kayu dengan Pengampelasan (Sanding)

Sebelum melakukan pengaplikasian bahan finishing, maka perlu diperhatikan kondisi permukaan kayu. Kayu harus dikeringkan hingga mencapai kadar air sebesar 10-12 %, kayu tidak bergetah dan memiliki serat bagus, sehingga proses pengampelasan menjadi lebih mudah.

Tujuan utama dalam melakukan pengampelasan yaitu untuk mendapatkan permukaan kayu yang licin dan rata, sehingga kayu siap menerima bahan finishing. Pengampelasan dilakukan dengan cara menghilangkan serat-serat kayu yang muncul dipermukaan kayu. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka pada proses pengampelasan kayu harus dilakukan secara benar. Pada proses pengampelasan biasanya digunakan kertas ampelas dari nomor 180 atau 240 grit tergantung kondisi permukaan kayu.

2. Pengisian Permukaan Kayu dengan Filler atau Pendempulan

Pengaplikasian filler dapat menghasilkan permukaan kayu yang halus dan seragam untuk proses finishing selanjutnya. Apabila filler tidak digunakan,


(1)

Contoh Uji p l Luas B's Btc BLtc (g/cm2) MaA1 10,01 9,94 99,4994 225,95 226,74 0,00794 MaA2 10,35 9,93 102,7755 220,97 221,67 0,006811 MaA3 10,15 9,94 100,891 205,12 206,02 0,008921 MaM 13 9,94 129,22 200,32 201,45 0,008745 JA1 10 9,95 99,5 285,96 286,79 0,008342 JA2 10,01 9,95 99,5995 266,87 267,48 0,006125 JA3 10,01 9,94 99,4994 255,07 256,05 0,009849 JM 12,5 9,96 124,5 269,23 270,44 0,009719

Contoh Uji p l Luas Bo Bf BLf B'f Bws

MaA1U 20,1 9,93 199,593 256,38 257,24 0,004309 256,85 257,56 MaA2U 20,12 9,93 199,7916 218,25 219,09 0,004204 218,82 219,56 MaA3U 20,1 9,93 199,593 195,82 196,94 0,005611 196,12 196,87

MaMU 20,21 9,94 200,8874 255,09 256,14 0,005227 255,85

JA1U 20 9,95 199 193,89 194,69 0,00402 194,26 195,12 JA2U 20 9,94 198,8 231,86 232,73 0,004376 232,19 232,82 JA3U 20 9,94 198,8 185,57 186,19 0,003119 185,77 186,48

JMU 20,01 9,95 199,0995 269,98 270,84 0,004319 270,34

BLws Bss BLss B'ss Btc BLtc

0,003557 258,65 0,005461 257,61 258,91 0,006513 0,003704 220,74 0,005906 219,62 220,67 0,005255 0,003758 197,63 0,003808 197,03 198,43 0,007014 257,83 0,009856 257,11 258,54 0,007118 0,004322 196,14 0,005126 195,54 196,65 0,005578 0,003169 233,75 0,004678 233,18 234,45 0,006388 0,003571 187,51 0,005181 186,75 187,86 0,005584 271,89 0,007785 271,09 272,76 0,008388


(2)

Keterangan:

Ma : Kayu Mahoni Ja : Kayu Jati

A1 : difinishing menggunakan waterbased lacquer dengan penambahan air pada sealer 10%dan top coat 30%

A2 : difinishing menggunakan waterbased lacquer dengan penambahan air pada sealer 5% dan top coat 15%

A3 : difinishing menggunakan waterbased lacquer dengan penambahan air pada sealer 20% dan top coat 60%

M : difinishing menggunakan polyurethane U : Contoh uji untuk pengujian

p : Panjang (cm) l : Lebar (cm) L : Luas (cm2) Bo : Berat awal (g) Bf : Bo + filler (g)

B’f : Bf setelah diamplas (g) BLf : Berat Labur filler (g/cm2) Bws : B’f + wood stain (g)

BLws : Berat Labur wood stain (g/cm2) Bs : Bws + sealer (g)

B’s : Bs yang telah diamplas (g) BLs : Berat Labur sealer (g/cm2) Btc : B’s + top coat (g)


(3)

Lampiran 2. Kelas Daya Tahan Finishing terhadap Bahan Rumah Tangga setelah 1 Jam dan 24 Jam

Contoh uji

1 jam 24 jam

Kecap Saos Minyak Kecap Saos Minyak

MaA1U 10 10 10 9 9 9

MaA2U 10 10 10 9 9 9

MaA3U 10 10 10 9 9 9

MaMU 10 10 10 10 10 10

JA1U 10 10 10 9 9 9

JA2U 10 10 10 9 9 9

JA3U 10 10 10 9 9 9

JMU 10 10 10 10 10 10

Keterangan :

Ma : Kayu Mahoni Ja : Kayu Jati

A1 : difinishing menggunakan waterbased lacquer dengan penambahan air pada sealer 10%dan top coat 30%

A2 : difinishing menggunakan waterbased lacquer dengan penambahan air pada sealer 5% dan top coat 15%

A3 : difinishing menggunakan waterbased lacquer dengan penambahan air pada sealer 20% dan top coat 60%

M : difinishing menggunakan polyurethane U : Contoh uji untuk pengujian


(4)

Lampiran 3. Kelas Daya Tahan Finishing terhadap Uji Panas dan Dingin

Contoh

uji Uji Panas Uji Dingin

MA1U 10 10

MA2U 10 10

MA3U 10 10

MMU 10 10

JA1U 10 10

JA2U 10 10

JA3U 10 10

JMU 10 10

Keterangan :

Ma : Kayu Mahoni Ja : Kayu Jati

A1 : difinishing menggunakan waterbased lacquer dengan penambahan air pada sealer 10%dan top coat 30%

A2 : difinishing menggunakan waterbased lacquer dengan penambahan air pada sealer 5% dan top coat 15%

A3 : difinishing menggunakan waterbased lacquer dengan penambahan air pada sealer 20% dan top coat 60%

M : difinishing menggunakan polyurethane U : Contoh uji untuk pengujian


(5)

Lampiran 4. Persentase Kehilangan Berat Contoh Uji pada Uji Rayap

Contoh

uji BW1 BW2 KB %KB

MaM1 13.770 13.767 0,000218 0,021786 MaM2 13.123 13.120 0,000229 0,022861 MaB1 11.513 11.509 0,000347 0,034743 MaB2 11.030 10.759 0,024569 2,456936 JM1 16.518 16.515 0,000182 0,018162 JM2 17.363 17.359 0,00023 0,023037 JB1 15.923 15.917 0,000377 0,037681 JB2 16.052 15.968 0,005233 0,523299

Keterangan:

1,2 : Ulangan Perlakuan ke-i Ma : Contoh uji kayu mahoni

Mi : Difinishing menggunakan Polyurethane

Bi : Difinishing menggunakan Waterbased Lacquer BW1 : Berat Awal (g)

BW2 : Berat setelah pengumpanan (g) KB : Kehilangan Berat (g)


(6)

RINGKASAN

Alisa Maulina Jauhari (E24070036). Karakteristik Lapisan Finishing Pelarut Minyak (Polyurethane) dan Pelarut Air (Waterbased Lacquer) pada Kayu Jati dan Mahoni. Dibawah BimbinganDr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.

Sebagian besar cat yang beredar di pasaran dan diaplikasikan di Indonesia berasal

dari bahan finishing larut minyak yang dalam pemakaiannya menghasilkan emisi

bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu cat yang diminati oleh masyarakat pada umumnya adalah cat yang ramah lingkungan, tidak mengandung racun

(daya toksisitasnya rendah) dan ekonomis. Bahan finishing pelarut air merupakan cat

ramah lingkungan yang saat ini cukup diminati. Dengan pertimbangan bahwa bahan

finishing larut air belum banyak diaplikasikan di Indonesia, maka dipandang perlu untuk meneliti bahan finishing larut air pada jenis-jenis kayu yang sering digunakan sebagai

bahan baku pembuatan furniture. Kondisi aplikasi bahan finishing yang dilakukan adalah

perlakuan kekentalan bahan cat.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu Mahoni, Jati, Impra Aqua Wood Filler AWF-911, Impra Aqua Wood Stain AWS-921, Impra Aqua Sanding Sealer ASS-941, Impra Aqua Lacquer AL-961, SH-113, PU PUSS 740-2K, dan PU PUL

745-2K, kecap, saos, dan minyak goreng. Alat-alat yang digunakan antara lain Circular

saw dan band saw untuk membuat contoh uji, 30 lembar kertas ampelas (nomor 180, 240,

dan 400), spray gun, kompresor, alat tulis, caliper, ember, dan kain bersih. Masing-masing contoh uji diberi perlakuan pelapisan permukaan kayu dengan sistem finishing

waterbased lacquer (pelarut air) dan polyurethane (pelarut minyak). Pada sistem

waterbased lacquer setiap contoh uji difinishing dengan pengenceran air yang berbeda,

yaitu sealer 5% + top coat 15%, sealer 10% + top coat 30%, dan sealer 20% + top coat

60%. Pengujian sifat finishing yang dilakukan adalah pengujian daya tahan terhadap

bahan kimia rumah tangga, pengujian panas dan dingin, serta pengujian ketahanan

terhadap rayap Cryptotermes cynocephalus Light.

Berdasarkan hasil pengamatan, permukaan kayu yang telah difinishing

menggunakan sistem pelarut air (waterbased lacquer) dengan pengenceran air yang

berbeda memiliki penampilan yang sama. Apabila dibandingkan dengan permukaan kayu

yang telah difinishing menggunakan sistem pelarut minyak (polyurethane), penampilan

permukaan kayu yang difinishing dengan bahan pelarut air (waterbased lacquer) kurang

mengkilap sehingga terlihat kurang menarik. Pengujian dengan menggunakan pelaburan bahan rumah tangga (kecap, saos, dan minyak goreng) selama 1 jam tidak memberikan pengaruh terhadap penampilan permukaan kayu (berada pada kelas 10). Setelah

pengamatan selama 24 jam, permukaan kayu yang difinishing menggunakan sistem

pelarut air (waterbased lacquer) memiliki noda sisa kecap, saos, dan minyak goreng

sehingga keenam contoh uji turun menjadi kelas 9 sedangkan permukaan kayu yang difinishing menggunakan pelarut minyak (polyurethane) masih berada pada kelas 10. Dari pengamatan uji panas dan dingin tidak ditemukan perubahan penampilan pada

permukaan contoh uji. Setelah pengujian ketahanan terhadap rayap Cryptotermes

cynocephalus Light selama 100 hari, contoh uji kayu mahoni dan jati yang difinishing

menggunakan pelarut air (waterbased lacquer) mengalami kerusakan dan penurunan

berat sebesar 1,55% dan 0,52%. Sedangkan kayu yang dilapisi bahan finishing pelarut

minyak (polyurethane) tidak mengalami kerusakan.

Kata kunci : Polyurethane, Waterbased Lacquer, uji bahan kimia rumah tangga, uji air panas dan dingin, pengumpanan rayap.