Analisis Maf’ul Bih (مفعول به) Pada Surah Ar-Rahman (الرحمن)

(1)

ANALISIS MAF’UL BIH

(

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

)

PADA

SURAH AR-RAHMAN (

ﻦﻤﺣﺮﻟا

)

SKRIPSI SARJANA

Disusun oleh :

NADIA MUID

070704020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB


(2)

Analisis Maf’ûl Bih /

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/ Pada Surat ar-Raḥman /

ﻦﻤﺣﺮﻟا

/ SKRIPSI SARJANA

DISUSUN O

L E H

NADIA MUID NIM. 070704020

Pembimbing I Pembimbing II

U

Dra. Pujiati, M. Soc.Sc.Ph.DU UDrs. Aminullah, MA, Ph.D NIP. 19621204 198703 2 001 NIP. 19611110 199303 1 001 Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian SARJANA HUMANIORA dalam Bidang Ilmu Bahasa Arab

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA


(3)

2013

Disetujui oleh:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB

Ketua, Sekretaris,

Dra. Pujiati, M. Soc.Sc.Ph.D Dra. Fauziah, MA


(4)

PENGESAHAN:

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Untuk melengkapi salah satu syarat ujian SARJANA HUMANIORA dalam Ilmu Bahasa Arab pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, pada:

Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU

Dekan,

Dr. Syahron Lubis, MA NIP. 19511013 197603 1 001

1. Dra. Pujiati, M. Soc.Sc.Ph.D (……….)

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

2. Dra. Fauziah, MA (……….)

3. Drs. Aminullah, MA, Ph.D (……….)


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan orang lain kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.

Apabila pernyataan yang saya perbuat tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Oktober 2013

Nadia Muid


(6)

Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini. Shalawat beriring salam senantiasa peneliti penjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman jahiliyah kepada zaman yang terang benderang yang dipenuhi iman dan taqwa.

Sudah menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa untuk menyelesaikan tugas akhirnya atau karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana, yang sesuai dengan jurusannya. Adapun judul yang peneliti angkat pada penyusunan karya ilmiah ini adalah Analisis Maf’ûl Bih /

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/ Pada Surat ar-Raḥman /

ﻦﲪﺮﻟا

/.

Dalam penelitian skripsi ini tentu terdapat banyak kekurangan yang disebabkan pengetahuan dan kemampuan peneliti yang masih sangat terbatas, oleh sebab itu peneliti mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini, dan yang terakhir peneliti berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dan pembaca.

Medan, Oktober 2013

Nadia Muid


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Subhanallah walhamdulillah wa la Ilaha Illallah wallahu akbar

Ya Allah, berkat hidayah-Mu peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat

dan salam kepada baginda Rasulullah SAW. Allahumma salli ‘ala Muhammad.

Peneliti juga mengucapkan jazakumullah wa ahsanu jaza` kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan baik berupa do’a, materi, semangat, perhatian, dan kasih sayang.

1. Teristimewa kepada orangtua yang sangat peneliti cintai ayahanda H. Abdul Muid dan ibunda Salma yang telah mengasuh, mendidik, menyekolahkan dan membimbing peneliti dari kecil sampai saat ini dengan sabar dan penuh cinta kasih, sehingga memberikan semangat yang luar biasa bagi peneliti agar peneliti dapat segera menyelesaikan studi dengan baik. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah, dan ampunan kepada keduanya di dunia dan di akhirat.

2. Kepada yang terkasih adik-adik peneliti Ahmad Salim dan M. Hasanal Muid, semoga kelak sukses meraih cita-cita dan menjadi yang terbaik untuk nusa dan bangsa.

3. Kepada nenek Hj. Rahma dan Hj. Rukiah serta Alm. Kakek, terima kasih untuk do’a, kasih sayang, dan semangat yang kalian berikan kepada peneliti.

4. Bapak, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU beserta PD I, PD II, PD III yang telah menyediakan sarana dan fasilitas selama perkuliahan.

5. Kepada Ibu Dra. Pujiati, M. Soc.Sc.Ph.D selaku ketua Program Studi Bahasa Arab dan selaku dosen wali (Penasehat Akademik) peneliti.

6. Kepada Ibu Dra. Fauziah, MA, selaku sekretaris jurusan Program Studi Bahasa Arab yang selalu memberikan motivasi kepada peneliti agar mampu menyelesaikan studi dengan baik, semoga Allah senantiasa merahmati.

7. Kepada Ibu Dra. Pujiati, M. Soc.Sc.Ph.D selaku Dosen Pembimbing I, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk,


(8)

nasehat, masukan, serta bimbingan kepada peneliti sejak awal hingga akhir tugas skripsi ini, semoga ibu selalu diberikan kesehatan oleh Allah.

8. Kepada Bapak Drs. Aminullah, MA, Ph.D selaku Dosen Pembimbing II, yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk, nasehat, masukan, serta bimbingan kepada peneliti sejak awal hingga akhir tugas skripsi ini, semoga bapak selalu diberikan kesehatan oleh Allah. 9. Kepada Ibu Dra. Rahlina Muskar Nst, M. Hum yang peneliti sayangi, yang

begitu memperhatikan peneliti dan memberikan semangat kepada peneliti. 10.Ibu Dra. Hj. Khairina Nasution MS, Ibu Dra. Rahimah, M.Ag, Ibu Dra.

Khairawati, Ibu Dra. Kacar Ginting, M. Ag, dan Bapak Drs. Usman Serawi Idris, M. Ag, Bapak Drs. Suwarto, M. Hum, Bapak Drs. Mahmud KHudri, M. Hum, Alm. Bapak Prof. Marjuni, selaku staf pengajar Program Studi Bahasa Arab yang telah mendidik, membimbing, dan memberikan ilmu serta motivasi kepada peneliti selama masa perkuliahan. 11.Bang Andika selaku pegawai administrasi Program Studi Bahasa Arab

yang turut berperan dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.

12.Hala Na, Ami Ali, Pak Ali, Pak Dayat, Hala Ni yang mampu membuat peneliti begitu mandiri, karena kalian peneliti mampu memahami kerasnya hidup.

13.Kepada sahabat yang selalu membantu dan menghibur peneliti Syarifah Fauziah, Siti Masyita, Fikayana Damanik, M. Fatahillah, kebersamaan kita selalu menjadi kenangan yang takkan terlupakan, hari-hari yang telah kita lalui bersama juga selalu menjadi semangat dan pengalaman yang paling berharga, ya Allah mudahkanlah langkah kami dalam meraih cita-cita. 14.Teman-teman peneliti di stambuk 07: Fitri, Desi, Una, Kia, Dini, Imey,


(9)

PEDOMAN TRANSLITERASI

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P & K RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988, tentang peresmian penggunaan transliterasi.

I. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Alih Aksara

أ

Alif Tidak dilambangkan

ب

bâ` b

ت

tâ` t

ث

ṡâ` ṡ

ج

jim j

ح

ḥâ` ḥ

خ

khâ kh

د

dal d

ذ

żal Ż

ر

ra` r


(10)

س

Sin s

ش

Syin sy

ص

ṣad ṣ

ض

ḍad ḍ

ط

ṭa` ṭ

ظ

ẓa` ẓ

ع

‘ain ‘

غ

Gain g

ف

fâ` f

ق

Qâf q

ك

Kâf k

ل

Lâm l

م

Mîm m

ن

Nûn n

و

wâwu w


(11)

ء

Hamzah `

ي

yâ` y

II. Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap Contoh:

ﺔّﻳﺪﲪأ

/

ahmadiyyah/

III. Ta` Marbûthah di akhir kata

Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap menjadi Bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan sebagainya.

Contoh:

ﺔﻋﺎﲨ

/

jamâ’ah/

ءﺎﻴﻟوﻷا ﺔﻣاﺮﻛ

/karâmatul auliyâ`/

IV. Vokal Pendek

Fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dammah ditulis u. V. Vokal Panjang

A panjang ditulis â, i panjang ditulis î, dan u panjang ditulis û, masing-masing dengan tanda penghubung (-) di atasnya.

VI. Vokal Rangkap

Fathah + yâ tanpa dua titik yang dimatikan ditulis ai, dan fathah + wâwu mati ditulis au

VII. Vokal-Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan Apostrof (‘)


(12)

ﺚﻧﺆﻣ

/mu`annaṡ

VIII. Kata Sandang Alif +Lam

Bila diikuti huruf qamariyyah ditulis al-

Contoh:

نآﺮﻘﻟا

/Al-Qur’an/

Bila diikuti huruf syamsyiyyah huruf l diganti dengan huruf syamsyiyyah yang mengikutinya.

Contoh:

نﺎﻄﻴﺸﻟا

/asy-syaiṭân

IX. Huruf Besar

Penulisan huruf besar disesuaikan dengan EYD.

X. Kata dalam Rangkaian Frasa atau Kalimat

Ditulis per kata, atau ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dalam rangkaian tersebut.


(13)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... i

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 8

1.3Tujuan Penelitian ... 9

1.4Manfaat Penelitian ... 9

1.5Metode Penelitian... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Jenis-Jenis Maf’ul ... 11

2.2Pengertian dan Pembagian Maf’ul Bih ... 20

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1Jumlah Maf’ul Bih dalam Surah Ar-Rahman ... 38

3.2Bentuk-Bentuk Maf’ul Bih dalam Surah Ar-Rahman ... 56

BAB IV PENUTUP 4.1Kesimpulan ... 75

4.2Saran ... 76

DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN


(14)

ABSTRAKSI

Nadia Muid, 2013. Analisis Maf’ûl Bih Pada Surat ar-Raḥman. Departemen Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Penelitian ini dipilih karena melihat keunikan dalam surat ar-Raḥman. Keunikan ini tidak hanya dari ungkapan sebuah ayat yang berulang-ulang dalam surat tersebut, tetapi juga karena dalam surat ini terdapat berbagai jenis maf’ûl bih.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dan bentuk-bentuk maf’ûl bih

yang terdapat dalam surat ar-Raḥman. Adapun teori yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teori Ainur Rofiq. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam surat ar-Raḥman terdapat 19 kata yang berkedudukan sebagai maf’ûl bih yang tersebar dalam 14 ayat. Adapun 19 maf’ûl bih ini dapat dikategorikan pada tiga bentuk yaitu bentuk isim zhahir sebanyak 12 maf’ûl bih yang terungkap pada ayat 2, ayat 3, 1 maf’ûl bih pada ayat 4, 2 maf’ûl bih pada ayat 7, 2 maf’ûl bih pada ayat 9, 1 maf’ûl bih pada ayat 10, kemudian juga pada ayat 14, ayat 15, ayat 19, dan ayat 46. Bentuk kedua adalah isim mabniy yang terungkap pada ayat 4, ayat 7, ayat 10, ayat 29, ayat 56, dan ayat 74. Sedangkan bentuk yang ketiga yaitu maṣdar mua’awwal hanya terdapat pada satu ayat yaitu pada ayat 33.


(15)

ﺔﻳﺪﻳﺮﺠﺗ ةرﻮﺻ

،ﺪﻴﻌﻣ يدﺎﻧ

2013

بدﻷا ﺔﻴﻠﻜﺑ ﺔﻴﺑﺮﻌﻟا ﺔﻐﻠﻟا ﻢﺴﻗ .ﻦﲪﺮﻟا ةرﻮﺳ ﰲ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ ﻞﻴﻠﲢ ،

.ناﺪﻴﻣ ﺔﻴﻟﺎﻤﺸﻟا ةﺮﻄﻣﻮﺳ ﺔﻌﻣﺎﲜ

عﻮﺿﻮﳌا اﺬﻫ رﺎﻴﺘﺧإ بﺎﺒﺳأ و

ﻦﲪﺮﻟا ةرﻮﺳ ﻩﺬﻫ دﺮﻔﺗ ﺐﺒﺴﺑ

.

اﲑﺒﻌﺗ ﻂﻘﻓ ﺲﻴﻟ دﺮﻔﺘﻟا اﺬﻫ

ﺔﻔﻠﺘﳐ عاﻮﻧأ كﺎﻨﻫ نأ ةرﻮﺴﻟا ﻩﺬﻫ ﰲ ﻪﻧﻷ ﺎﻀﻳأ ﻦﻜﻟو ،ةرﻮﺴﻟا ﻩﺬﻫ ﰲ ةرﺮﻜﺘﳌا ﺔﻳﻵا ﻦﻋ

.ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ ﻦﻣ

ةرﻮﺴﻟا ﰲ ةدراﻮﻟا ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ لﺎﻜﺷأو ﺔﻴﻤﻛ ﺔﻓﺮﻌﻣ ﱃإ ﺚﺤﺒﻟا ﻩﺬﻫ فﺪﺗ

.ﻖﻓاﺮﻟا ﲔﻋ ﺔﻳﺮﻈﻧ ﻲﻫ ﺚﺤﺒﻟا ﻩﺬﻫ ﰲ ﺎﻬﻣﺪﺨﺘﺳأ ﱵﻟا ﺔﻳﺮﻈﻨﻟاو .ﻦﲪﺮﻟا

و

ﺚﺤﺒﻟا ﺬﻫ

.ﺔﻴﺟﺎﺘﻨﺘﺳﻹا ﻞﻴﻠﺤﺘﻟا ماﺪﺨﺘﺳﺎﺑ ﺔﻴﺒﺘﻜﳌا ﺔﻘﻳﺮﻄﺑ

كﺎﻨﻫ ﻦﲪﺮﻟا ةرﻮﺴﻟا ﻩﺬﻫ ﰲ نأ ﱃإ ﲑﺸﺗ ﺚﺤﺒﻟا ﻩﺬﻫ ﺞﺋﺎﺘﻧو

19

ﰲ ةﺮﺸﺘﻨﳌا ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

14

ﺮﻫﺎﻈﻟا ﻢﺳﻹأ لوﻷا ،لﺎﻜﺷأ ﺔﺛﻼﺛ ﰲ ﺎﻬﻤﻴﺴﻘﺗ ﻦﻜﳝ و.تﺎﻳﻵا

12

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

ﺔﻳﻵا ﰲ ﺖﻔﺸﻛو

2

ﺔﻳﻵا ،

3

،

1

ﺔﻳﻵا ﰲ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

4

،

2

ﺔﻳﻵا ﰲ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

7

،

2

ﺔﻳﻵا ﰲ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

9

،

1

ﺔﻳﻵا ﰲ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

10

ﺔﻳﻵا ﰲ ﻚﻟﺬﻛو ،

14

ﺔﻳﻵا ،

15

،

ﺔﻳﻵا

19

ﺔﻳﻵاو ،

46

.

ﺔﻳﻵا ﰲ ﲎﺒﳌا ﻢﺳﻹا ﱐﺎﺜﻟا جذﻮﻤﻨﻟاو

4

ﺔﻳﻵا ،

7

ﺔﻳﻵا ،

10

،

ﺔﻳﻵا

29

ﺔﻳﻵا ،

56

ﺔﻳﻵاو ،

74

ﺔﻳآ ﰲ ﻻإ ﺪﺟﻮﺗ ﻻ ﻮﻫ و لوﺆﳌا رﺪﺼﳌا ﺚﻟﺎﺜﻟا و .

ﺔﻳﻵا ﰲ ﻲﻫ ﱵﻟا ةﺪﺣاو

33


(16)

ABSTRAKSI

Nadia Muid, 2013. Analisis Maf’ûl Bih Pada Surat ar-Raḥman. Departemen Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Penelitian ini dipilih karena melihat keunikan dalam surat ar-Raḥman. Keunikan ini tidak hanya dari ungkapan sebuah ayat yang berulang-ulang dalam surat tersebut, tetapi juga karena dalam surat ini terdapat berbagai jenis maf’ûl bih.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dan bentuk-bentuk maf’ûl bih

yang terdapat dalam surat ar-Raḥman. Adapun teori yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teori Ainur Rofiq. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam surat ar-Raḥman terdapat 19 kata yang berkedudukan sebagai maf’ûl bih yang tersebar dalam 14 ayat. Adapun 19 maf’ûl bih ini dapat dikategorikan pada tiga bentuk yaitu bentuk isim zhahir sebanyak 12 maf’ûl bih yang terungkap pada ayat 2, ayat 3, 1 maf’ûl bih pada ayat 4, 2 maf’ûl bih pada ayat 7, 2 maf’ûl bih pada ayat 9, 1 maf’ûl bih pada ayat 10, kemudian juga pada ayat 14, ayat 15, ayat 19, dan ayat 46. Bentuk kedua adalah isim mabniy yang terungkap pada ayat 4, ayat 7, ayat 10, ayat 29, ayat 56, dan ayat 74. Sedangkan bentuk yang ketiga yaitu maṣdar mua’awwal hanya terdapat pada satu ayat yaitu pada ayat 33.


(17)

BAB I

1.1LATAR BELAKANG

Manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya adalah merupakan ciptaan Allah SWT yang paling sempurna dibanding dengan makhluk lainnya. Salah satu kesempurnaan itu adalah kemampuan manusia dalam berfikir dan berbahasa baik secara lisan maupun tulisan. Manusia ada yang meyakini dan bersyukur atas segala ciptaan Allah SWT dan ada pula yang mendustakan nikmat-nikmat Allah tersebut, ini tertera dalam al-Qur’an:











/Fabiayyi ālāī rabbikumā tukażżibān/ “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”(Al-qur’an dan Terjemahnya: 885).

Pernyataan ayat tersebut telah tercantum tiga puluh satu kali dalam surat Ar-Rahman yang artinya: Yang Maha Pengasih (Kamus Munawwir: 2007).

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah SWT Tuhan seru sekalian alam kepada junjungan kita Nabi besar dan Rasul terakhir Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, untuk diteruskan penyampaiannya kepada seluruh umat manusia di muka bumi ini sampai akhir zaman nanti. Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir bagi umat manusia dan sesudahnya tidak akan ada lagi kitab suci yang akan diturunkan oleh Allah SWT. Oleh karenanya Qur’an adalah petunjuk paling lengkap bagi umat manusia. Sejak turunnya Al-Qur’an 15 abad yang lalu dan akan tetap sesuai dengan perkembangan zaman


(18)

pada saat ini maupun untuk masa yang akan datang sampai dengan datangnya hari kiamat nanti. (Arya, 2004:46)

Bahasa Arab fushah standarnya bersumber dari Al-Qur’an. Bahasa Arab dari rumpun Semit yang digunakan oleh manusia pada abad ke-9 sebelum masehi. Ada beberapa sarjana yang dengan mempertimbangkan hubungan etnis yang demikian luas antara rumpun Semit Hamit, berpendapat bahwa tempat asal mereka adalah di Afrika sebelah Timur. Sedangkan yang lainnya, karena terpengaruh oleh tradisi Perjanjian Lama menyimpulkan bahwa Mesopotamia adalah tempat tinggal pertama mereka, tetapi pandangan yang memilih Semenanjung Arab didasarkan dampak kumulatif mereka sebagai tempat asal mereka tampak lebih masuk akal. (Hitti, 2008:12).

Bahasa Arab adalah alat komunikasi umat Islam khususnya di Timur Tengah. Jumlah penutur bahasa Arab saat ini mencapai ratusan juta orang. Maka sebagai seorang muslim selayaknya dapat memahami bahasa Arab dengan baik, karena bahasa Arab adalah bahasa kitab suci umat Islam. Penguasaan terhadap bahasa Arab sudah menjadi tuntutan, selain sebagai bahasa agama, juga sebagai alat komunikasi internasional, yang meliputi ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, dan budaya (www.berbagaihal.com)

Menurut Carrol, bahasa adalah sebuah sistem berstruktural mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang tergantung kehendak masyarakat menuturkannya, digunakan dalam komunikasi antar individu oleh sekelompok manusia dan yang secara tuntas memberi nama kepada benda-benda,


(19)

peristiwa-peristiwa, dan proses-proses dalam lingkungan hidup manusia. (http://carapedia.com)

Sebagaimana dikatakan Ghulayaini(2005:7):

ﻢﻫﺪﺻﺎﻘﻣ ﻦﻋ مﻮﻗ ﻞﻛ ﺎﺑ ﻌﻳ ظﺎﻔﻟأ

:

ﺔﻐﻠﻟا

/Al-lugatu: al-fāẓun yu׳abbiru bihā kullu qaumin ‘an maqaṣidihim/”Bahasa adalah kata/lafal yang digunakan oleh setiap kaum dalam menyampaikan maksud mereka”.

Sedangkan arti dari ilmu bahasa menurut Mu’minin(2008:177) adalah ilmu yang membahas tentang bahasa dari berbagai sisi yaitu fonologi (

ﻢﻠﻋ

تاﻮﺻﻷا

), timbangan (

نزو

)

, mufradat (

تادﺮﻔﻣ

)

, semantic (

تﻻﻻد

), kamus

)

سﻮﻣﺎﻗ

(

, dan sosiolinguistik

(

يﻮﻐﻠﻟا ﻲﻋﺎﻤﺘﺟﻹا

)

.

Ulama bahasa sering menyebutnya sebagai fiqh lughah, ilmu lisan, lisaniyah, dan alsuniyah.

Tujuan umum memahami bahasa Arab menurut Yusuf dan Anwar (1995:189-190) adalah:

1. Agar dapat memahami Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber hukum Islam.

2. Agar dapat memahami dan mengerti buku-buku agama dan kebudayaan Islam yang ditulis dalam bahasa Arab.

3. Agar bisa berbicara dalam bahasa Arab.

4. Untuk digunakan sebagai alat pembantu keahlian lain.


(20)

Dalam memahami ilmu bahasa Arab terdapat beberapa cabang ilmu bahasa Arab yang meliputi (

ﻮﺤﻨﻟا

) /an-nahwu/”sintaksis”, (

فﺮﺼﻟا

)

/aṣ -ṣarfu/”morfologi”, (

تاﻮﺻﻷا ﻢﻠﻋ

) /’ilmu al-aṣwati/”fonetik”, (

تﻻﻻﺪﻟا

) /ad-dalālāṭu/”semantic”, dan lain-lain. Dalam penelitian ini penulis membahas tentang (

ﻮﺤﻨﻟا

) /an-nahwu/”sintaksis".

Sedangkan pengertian dari ilmu nahwu tersebut adalah:

ﺎﺑاﺮﻋإو ﺔﻤﻠﻜﻟا ﺮﺧاوأ ﻞﻛ فﺮﻌﻴﻟ ﺔﻴﺑﺮﻌﻟا ﺔﻐﻠﻟا ﺪﻋاﻮﻗ :ﻮﺤﻨﻟا

/An-nahwu: Qawaʻidu Al-lugati Al-ʻArabiyyati li ya’rifa kullu awākhiri Al -Kalimati Wa I’rabihā/”Nahwu adalah tata bahasa Arab yang berguna untuk mengetahui fungsi setiap kata dalam kalimat, harkat akhir kata dan cara

meng-i’rab-nya”.

Ilmu nahwu disebut juga dengan sintaksis. Adapun sintaksis sendiri berasal dari bahasa Yunani “sun” artinya dengan dan kata “tattein” yang artinya menempatkan. Secara etimologis sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok atau kalimat. Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antar kata dalam tuturan. Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa sintaksis adalah cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase

Adapun kata dalam bahasa Arab terbagi tiga: 1.

ﻢﺳا

/Ismun/”kata”


(21)

3.

ﻞﻌﻓ

/Fi’lun/”kata kerja”

ﻢﺳا

/Ismun/ adalah setiap kata yang menunjukkan jenis: manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, waktu, sifat atau setiap kata yang tidak mengandung masa. Dengan demikian peneliti berkesimpulan bahwa isim adalah kalimah (kata) yang menunjukkan makna mandiri dan tidak disertai dengan pengertian zaman.

Isim mempunyai beberapa tanda, yaitu: ber-tanwin, ber-alif lam, dimasuki oleh huruf nida, dimasuki oleh huruf jar atau iḍafah, dan kalimat ismiyah. Isim

apabila ditinjau dari jenisnya terbagi menjadi dua, yaitu, pertama

ﺮﻛﺬﻣ ﻢﺳا

/isim mużakkar/ adalah isim yang menunjukkan jenis laki-laki, dan yang kedua adalah

ﺚﻧﺆﻣ ﻢﺳا

/isim mu’annaṡ/ adalah isim yang menunjukkan jenis perempuan. (Ni’mah, 2007:1).

Sementara apabila ditinjau dari jumlahnya isim terbagi menjadi tiga, yaitu, pertama

دﺮﻔﻣ ﻢﺳا

/isim mufrad/ yang menunjukkan jumlah satu. Kedua

ﻢﺳا

ﲎﺜﻣ

/isim muṡanna/ yang menunjukkan jumlah dua. Dan terakhir yang ketiga

ﻢﺳا

ﻊﲨ

/isim jama’/ yang menunjukkan hitungan lebih dari dua (Rofiq, 2007:8-11).

Mu’minin (2008:31) mengatakan bahwa isim secara umum terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

بﺮﻌﻣ ﻢﺳا

/ismu mu’rab/ dan

ﲏﺒﻣ ﻢﺳا

/ismu mabni/.

بﺮﻌﻣ ﻢﺳا

/Ismu mu’rab/ adalah isim yang mengalami perubahan pada harkat

akhirnya karena perbedaan amil yang memasukinya. Sedangkan

ﲎﺒﻣ ﻢﺳا

/ismu mabni/ yaitu isim yang tidak mengalami perubahan pada harkat akhirnya. Adapun


(22)

Maf’ul bih adalah isim yang dinashabkan yang menunjukkan terjadinya perbuatan pelaku dan ia tidak merubah bentuk fi’ilnya (Ni’mah, 2007:79-80). Defenisi lain tentang maf’ul bih ialah isim yang menunjukkan sesuatu yang dikenai pekerjaan. Setiap isim yang menjadi maf’ul bih itu harus dinashabkan, jika isim itu terdiri dari

بﺮﻌﻣ ﻢﺳا

/ismu mu’rab/ atau menempati nashab (Abu Bakar, 1982:24). Makna lain dari maf’ul bih ialah isim yang dikenai pekerjaan oleh fail (objek) (Rofiq, 2007:85).

Muhammad Rasyad (2004:148) mendefinisikan maf’ul bih sebagai berikut:

:

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

ﻞﻌﻔﻟا ﻪﻴﻠﻋ ﻊﻘﻳ يﺬﻟا بﻮﺼﻨﳌا ﻢﺳﻻا

/Mafʻūlun bihi: Al-ismu al-manṣūbu al-lażi yaqaʻu ʻalaihi al-fi’lu/”Maf’ul bih:

isim manshub yang dikenai pekerjaan.

Sedangkan Hasyimi (t.t:13) menyatakan bahwa:

:

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

ﻞﻋﺎﻔﻟا ﻞﻌﻓ ﻪﻴﻠﻋ ﻊﻗو ﺎﻣ ﻰﻠﻋ لد ﻢﺳﻻا

/Mafʻūlun bihi: al-ismu dalla ʻala ma waqaʻa ʻalaihi fiʻlu al-fāʻili/”Maf’ul bih: isim yang menunjukkan sesuatu yang dikenai pekerjaan”.

Dalam pembahasan ini penulis menggunakan teori Aunur Rofiq sebagai acuan utama dan teori lainnya sebagai pendukung.

Dalam penelitian ini penulis membahas tentang kata benda, yang termasuk ke dalam satuan-satuan sintaksis yaitu maf’ul bih yang termasuk dalam


(23)

Oleh karena itu, peneliti memilih judul analisis maf’ul bih pada surah Ar-rahman untuk meneliti struktur bahasa tentang maf’ul bih secara mendalam. adapun arti kata analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut, sedangkan studi adalah sebuah metode penelitian yang dibutuhkan untuk meneliti atau mengungkapkan secara utuh dan menyeluruh terhadap suatu kasus. Peneliti memilih surat Ar-rahman sebagai objek penelitian, karena di dalam surat Ar-rahman terdapat berbagai jenis maf’ul bih. Surah Ar-rahman satu-satunya surah yang dimulai dengan nama Ilahi, berjumlah 78 ayat, terletak pada juz ke-27 dan merupakan surat ke-55 dalam Al-Qur’an.

Surah Ar-Rahman juga disebut “Pengantin Al-Qur’an” oleh M.Quraish Shihab. (Shihab, 2008:368). Nama terakhir ini disandangnya karena keindahan redaksi dan pesona kandungannya. Di dalamnya terulang sebanyak tiga puluh satu kali kalimat “maka nikmat Tuhanmu (wahai manusia dan jin) yang manakah kalian dustakan” (fa biayyi ālāī rabbikumā tukażżibān).

Sebagian ulama mengamati bahwa “pertanyaan” tentang nikmat di atas dapat dibagi dalam empat bagian. Bagian pertama adalah nikmat-nikmat duniawi yang diselingi oleh delapan kali kalimat fa biayyi ālāī rabbikumā tukażżibān. Bagian kedua diselingi oleh kalimat yang sama sebanyak tujuh kali sama banyaknya dengan pintu-pintu neraka, dikemukakan dalam konteks ancaman tentang siksa neraka di hari kemudian. Bagian selanjutnya diselingi oleh kalimat serupa sebanyak delapan kali dalam konteks uraian ihwal surga kedua. Selanjutnya, menurut sebagian ulama, angka-angka di atas mengisyaratkan bahwa


(24)

barang siapa pandai mensyukuri nikmat Allah yang dianugerahkan oleh-Nya di dunia ini, maka dia akan terhindar dari neraka yang menurut Al-Qur’an memiliki tujuh pintu, dan dia akan dipersilakan lewat dari salah satu pintu surga yang banyak itu.

Ayat- ayat sebelum ayat 27 dalam surah Ar-Rahman menguraikan nikmat-nikmat duniawi atau menurut istilah adalah hal-hal nyata. Sementara itu, sebelum ayat terakhir surat itu (sebelum ayat 55) yang diuraikan-Nya adalah nikmat-nikmat ukhrawi. Nikmat ukhrawi yaitu nikmat-nikmat Islam dan iman, nikmat-nikmat yang paling berharga serta tidak ternilai karena ia bukan sekedar menjamin kesejahteraan hidup di dunia tetapi kekal hingga akhirat.

1.2

RUMUSAN MASALAH

Agar penelitian lebih terarah, maka peneliti perlu merumuskan masalah sehingga tidak keluar dari topik yang dibahas. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berapakah jumlah

ﻪﺑ

لﻮﻌﻔﻣ

/maf’ulun bihi/ yang terdapat pada surat

ﻦﲪﺮﻟا

/Ar-raḥmān

/

?

2. Bagaimanakah kedudukan

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/maf’ulun bihi/ dari segi bentuknya pada surat

ﻦﲪﺮﻟا

/Ar-raḥmān/?


(25)

1.3TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui jumlah

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/maf’ulun bihi/ pada surat

ﻦﲪﺮﻟا

/Ar-raḥmān/.

2. Untuk mengetahui kedudukan

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/maf’ulun bihi/ dari segi bentuknya pada surat

ﻦﲪﺮﻟا

/Ar-raḥmān/.

1.4MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menambah serta memperdalam pengetahuan tentang kedudukan

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/Maf’ulun bihi/ pada surat dalam Al-qur’an. 2. Untuk melengkapi dan mengembangkan penelitian yang telah ada

tentang

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/Maf’ulun bihi/.

3. Untuk menambah referensi bagi program studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya USU.

1.5METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research). Seorang peneliti yang mendalami, mencermati, menelaah dan mengidentifikasi pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan, buku-buku referensi atau hasil penelitian lain) untuk menunjang penelitiannya, disebut mengkaji bahan pustaka atau studi kepustakaan (Hasan, 2002:45). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis yaitu menggambarkan dan memaparkan


(26)

keadaan objek yang diteliti apa adanya, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang suatu variabel, gejala atau keadaan (Arikunto, 1990:309-310). Adapun data yang dijadikan objek penelitian adalah surah Ar-rahman pada Al-qur’an Al-karim.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah: 1. Mengumpulkan dan membaca buku-buku referensi yang berkaitan dengan

pokok pembahasan.

2. Mengklasifikasikan data yang telah terkumpul.

3. Menganalisis data dan selanjutnya menyusunnya menjadi sebuah laporan atau karya ilmiah.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis-Jenis Maf’ûl

Penelitian tentang

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/maf’ulun bihi/ sudah pernah diteliti pada program Studi Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, tetapi dalam objek yang berbeda. Adapun judul yang sudah diteliti adalah: Analisis Kontrastif Maf’ul bih dalam Bahasa Arab dan Obyek Dalam Bahasa Indonesia oleh Amanah (1994), inti hasil penelitian Analisis Kontrastif Maf’ul bih Dalam Bahasa Arab Dan obyek dalam Bahasa Indonesia ini adalah menunjukkan perbedaan maf’ul bih dalam bahasa Arab wajib dibaca nasab atau berbaris fatah sedangkan di dalam bahasa Indonesia tidak mengenal baris atau harkat, persamaannya terkadang suatu kalimat dalam bahasa Indonesia dapat mempunyai objek atau pelengkap penderita yang berupa kata ganti. Dalam sastra Arab juga dijumpai kalimat yang mempunyai maf’ul bih yang berupa kata ganti atau dhamir. Dalam hal ini penulis juga melakukan penelitian terhadap maf’ul bih tetapi lebih memfokuskan pada salah satu surat dalam Al-Qur’an yaitu surat Ar-Rahman. Penelitian terhadap maf’ul bih yang terdapat dalam surat Ar-Rahman diberi judul “Analisis Maf’ul bih pada Surah Ar-rahman”

.

Dalam bahasa Arab dikenal beberapa bentuk objek selain maf’ul bih. Adapun bentuk objek atau diistilahkan dengan “al-maf’ul” dalam bahasa Arab tersebut adalah (Nu’mah: 2007 dan Fawwal Babti: 1992):


(28)

1.

ﻖﻠﻄﳌا لﻮﻌﻔﳌا

/Al-Maf’ulu al-muṭlaqu/ yaitu isim yang dinaṣabkan berbentuk

isim maṣdar dari fi’ilnya, berfungsi untuk menegaskan, menguatkan atau menjelaskan jenis dan jumlahnya, contoh:

ﺎﻈﻔﺣ سرﺪﻟا ﺖﻈﻔﺣ

/ḥafiẓtu al-darsa ḥifẓan/ “saya sudah betul-betul menghafal pelajaran itu”

نﻮﻜﺴﻟا ﻰﻠﻋ ﲎﺒﻣ ﻰﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ :ﻆﻔﺣ

/ḥafiẓ: fi’lu al-maḍi mabni ‘ala al-sukûn/ “fi’il madhi ditetapkan baris akhirnya sukun”

ﻞﺼﺘﻣ ﲑﻤﺿ ﻪﻧﻷ ﻊﻓر ﻞﳏ ﰱ ﻢﻀﻟا ﻰﻠﻋ ﲎﺒﻣ ﻞﻋﺎﻓ : ت

/Tu: fâ’il mabni ‘ala al-ḍammi fi maḥalli raf’in li annahu ḍamîr muttaṣil/ “tu: fa’il ditetapkan baris akhirnya dhammah karena ia adalah dhamir muttashil”

ﻩﺮﺧآ ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋ و بﻮﺼﻨﻣ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ :سرﺪﻟا

/Al-darsa: mafûl bih manṣûb wa ‘alâmatu naṣbihi fatḥatun ẓâhiratun fî âkhirihi/ “al-darsa: maf’ul bih dinashabkan dan tanda nashabnya adalah fathah yang jelas di akhirnya”

ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋ و بﻮﺼﻨﻣ ﻞﻌﻔﻟا ﲎﻌﳌ ﺪﻴﻛﺄﺗ ﻖﻠﻄﳌا لﻮﻌﻔﻣ :ﺎﻈﻔﺣ

ﻩﺮﺧآ ﰲ

/ḥifẓan: maf’ûl muṭlaq ta`kîd li ma’na al-fi’li manṣûb wa ‘alâmatu naṣbihi fatḥatun ẓâhiratun fî âkhirihi/ “hifzhan: maf’ul muthlaq yang menguatkan makna fi’il dinashabkan dan tanda nashabnya adalah fathah yang jelas di akhirnya”


(29)

Ada beberapa kata yang berfungsi sebagai pengganti mafûl muṭlaq, di antaranya adalah:

a. Kata “

ﻞﻛ

"/kullu/dan "

ﺾﻌﺑ

"/ba’ḍu/ yang menjadi muḍaf kepada maṣdar,

contoh:

ماﱰﺣﻹا ﻞﻛ ﻪﺘﻣﱰﺣإ

/iḥtaramtuhu kulla al-iḥtirâmi/ “saya menghormatinya dengan segala hormat”

مﱰﺣإ

:

نﻮﻜﺴﻟا ﻰﻠﻋ ﲎﺒﻣ ﻰﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

/iḥtaram: fi’lu al-maḍi mabni ‘ala al-sukûn/ “ihtaram: fi’il madhi ditetapkan baris akhirnya sukun”

ﻞﺼﺘﻣ ﲑﻤﺿ ﻪﻧﻷ ﻊﻓر ﻞﳏ ﰱ ﻢﻀﻟا ﻰﻠﻋ ﲎﺒﻣ ﻞﻋﺎﻓ :ت

/tu: fâ’il mabni ‘ala al-ḍammi fi maḥalli raf’in li annahu ḍamîr muttaṣil/ “tu: fa’il ditetapkan baris akhirnya dhammah karena ia adalah dhamir muttashil”

ﻞﺼﺘﻣ ﲑﻤﺿ ﻪﻧﻷ ﺐﺼﻧ ﻞﳏ ﰱ ﻢﻀﻟا ﻰﻠﻋ ﲎﺒﻣ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ :ه

/hu: mafûlun bihi mabniyyun ‘ala al-ḍammi fi maḥalli naṣbin li annahu ḍamîrun muttaṣilun/ “hu: maf’ul bih ditetapkan baris akhirnya dhammah pada tempat nashab karena ia adalah dhamir muttashil”

ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋ و بﻮﺼﻨﻣ ﻞﻌﻔﻟا ﲎﻌﳌ ﺪﻴﻛﺄﺗ ﻖﻠﻄﳌا لﻮﻌﻔﳌا :ﻞﻛ

ﻩﺮﺧآ ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ


(30)

/kulla: al-mafûlu al-muṭlaqu ta`kîdun li ma’na al-fi’li manṣûbun wa ‘alâmatu naṣbihi fatḥatun ẓâhiratun fî âkhirihi/ “kulla: maf’ul muthlaq yang menguatkan makna fi’il dinashabkan dan tanda nashabnya adalah fathah yang jelas di akhirnya”

ﻩﺮﺧآ ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ةﺮﺴﻛ ﻩﺮﺟ ﺔﻣﻼﻋ و روﺮﳎ ﻪﻴﻟإ فﺎﻀﻣ :ماﱰﺣﻹا

/al-iḥtirâmi: muḍafun ilaihi majrûrun wa ‘alâmatu jarrihi kasratun ẓâhiratun fî âkhirihi/ “al-ihtiram: mudhaf ilaih dijarkan tanda jarnya adalah kasrah yang jelas di akhirnya”

b. Kata yang bersinonim dengan maṣdar fi’ilnya, contoh:

اﺰﻔﺣ ﻪﺘﻌﻓد

/dafa’tuhu ḥafzan/ “saya benar-benar telah membayarnya”

ﻊﻓد

:

نﻮﻜﺴﻟا ﻰﻠﻋ ﲎﺒﻣ ﻰﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

/dafa’: fi’lu al-maḍi mabniyyun ‘ala al-sukûn/ “dafa’: fi’il madhi ditetapkan baris akhirnya sukun”

ﻞﺼﺘﻣ ﲑﻤﺿ ﻪﻧﻷ ﻊﻓر ﻞﳏ ﰱ ﻢﻀﻟا ﻰﻠﻋ ﲎﺒﻣ ﻞﻋﺎﻓ :ت

/tu: fâ’ilun mabniyyun ‘ala al-ḍammi fi maḥalli raf’in li annahu ḍamîrun muttaṣilun/ “tu: fa’il ditetapkan baris akhirnya dhammah karena ia adalah dhamir muttashil”


(31)

/hu: mafûlun bihi mabniyyun ‘ala al-ḍammi fi maḥalli naṣbin li annahu ḍamîrun muttaṣilun/ “hu: maf’ul bih ditetapkan baris akhirnya dhammah pada tempat nashab karena ia adalah dhamir muttashil”

ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋ و بﻮﺼﻨﻣ ﻞﻌﻔﻟا ﲎﻌﳌ ﺪﻴﻛﺄﺗ ﻖﻠﻄﳌا لﻮﻌﻔﳌا :اﺰﻔﺣ

ﻩﺮﺧآ ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ

/ḥafzan: al-mafûlu al-muṭlaqu ta`kîdun li ma’na al-fi’li manṣûbun wa ‘alâmatu naṣbihi fatḥatun ẓâhiratun fî âkhirihi/ “ḥafzan: maf’ul muthlaq yang menguatkan makna fi’il dinashabkan dan tanda nashabnya adalah fathah yang jelas di akhirnya”

c. Kata yang menunjukkan sifat maṣdar tanpa menyebutkan maṣdarnya. Contoh:

ﺎﻌﻳﺮﺳ ةﺎﻴﳊا رﻮﻄﺘﺗ

/tataṭawwaru al-ḥayâtu sarî’an/ “kehidupan ini berkembang secara cepat”. Kalimat ini pada asalnya adalah

رﻮﻄﺘﺗ

ﺎﻌﻳﺮﺳ ارﻮﻄﺗ ةﺎﻴﳊا

/tataṭawwaru al-ḥayâtu taṭawwuran sarî’an/

“kehidupan ini berkembang dengan perkembangan yang cepat”. Dalam hal ini kata “

ارﻮﻄﺗ

” sebagai mafûl muṭlaq dibuang dan diganti dengan kata “

ﺎﻌﻳﺮﺳ

" dan sekaligus ia dii’rab sebagai pengganti mafûl muṭlaq yang dinaṣabkan dengan harkat fatḥah.

d. Kata isim isyarah yang muncul sebelum maṣdar. Contoh:

ﻚﻟذ ﻪﺘﻣﺮﻛأ

ماﺮﻛﻹا

/akramtuhu żalika al-ikrâma/ “saya memuliakannya dengan kehormatan itu”. Pada contoh ini kata “

ﻚﻟذ

"/żâlika/ adalah isim isyarah mabniy yang menempati posisi naṣab sebagai mafûl muṭlaq sedangkan kata


(32)

ماﺮﻛﻹا

" adalah badal (pengganti) untuk isim isyarah dan dinaṣabkan dengan harkat fatḥah.

e. Kata yang menunjukkan bilangan/jumlah maṣdar. Contoh:

ةﺪﻋ ﻪﺘﻠﺑﺎﻗ

تاﺮﻣ

/qâbaltuhu ‘iddata marrâtin/ “saya telah menemuinya beberapa kali”. Pada kalimat tersebut mafûl muṭlaq ditunjukkan oleh kata “

ةﺪﻋ

" yang menunjukkan jumlah.

f. Dalam beberapa konteks kalimat, mafûl muṭlaq kadang-kadang tidak diungkapkan bahkan dibuang. Contoh kata

اﺮﻜﺷ

/syukran/: “terima kasih” yang berasal dari kata

اﺮﻜﺷ كﺮﻜﺷأ

/asykuruka syukran/: “aku berterima kasih kepadamu”.

2.

ﻪﻠﺟﻷ لﻮﻌﻔﳌا

/al-Maf’ulu li ajlihi/ yaitu isim yang dinaṣabkan yang disebutkan setelah fi’ilnya untuk menjelaskan sebab terjadinya fi’il tersebut. Contoh:

ﲔﻠﻣﺎﻌﻠﻟ ﺎﻌﻴﺠﺸﺗ تﺂﻓﺎﻜﳌا فﺮﺼﺗ

/tuṣarrafu al-mukâfa`âtu tasyjî’an lil ‘âmilîn/ “hadiah itu diberikan untuk memberi semangat kepada para pekerja”.

فﺮﺼﺗ

:

ﻢﻀﻟا ﻰﻠﻋ ﲎﺒﻣ عرﺎﻀﳌا ﻞﻌﻓ

/tuṣarrafu: fi’lu al-muḍâri’ mabniyyun ‘ala al’ḍammi/ “tuṣarrafu: fi’il muḍari’

ditetapkan baris akhirnya ḍammah”.


(33)

/al-mukâfa`âtu: fâ’ilun marfû’un wa ‘alâmatu raf’ihi ḍammatun ẓâhiratun fî âkhirihi/ “al-mukâfa`âtu: fa’il dirafa’kan tanda rafa’nya adalah ḍammah yang jelas di akhirnya”.

ﻩﺮﺧآ ﰱ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﻪﻠﺟﻷ لﻮﻌﻔﻣ :ﺎﻌﻴﺠﺸﺗ

/tasyjî’an: maf’ûlu li ajlihi manṣûbun wa ‘alâmatu naṣbihi fatḥatun ẓâhiratun fî âkhirihi/ “tasyjî’an: maf’ul li ajlihi dinaṣabkan tanda naṣabnya adalah fathah yang jelas di akhirnya”.

ﻩﺮﺧآ ﰱ ةﺮﻫﺎﻇ ةﺮﺴﻛ ﻩﺮﺟ ﺔﻣﻼﻋو روﺮﳎ ﲔﻠﻣﺎﻌﻟا ،ﺮﺟ فﺮﺣ ل :ﲔﻠﻣﺎﻌﻠﻟ

/lil ‘âmilîn: li harfu jarrin, ‘âlamîn majrûrun wa ‘alâmatu jarrihi kasratun ẓâhiratun fî âkhirihi/ “lil âmilîn: li adalah huruf jar, ‘âlamîn dijarkan tanda jarnya adalah kasrah yang jelas di akhirnya”.

Pada dasarnya maf’ûl li ajlihi dii’rab naṣab, tetapi ia boleh juga dijarkan dengan huruf lâm, dan ketika itu ia dii’rab sebagai jar majrur berkaitan dengan pernyataan sebelumnya dan bukan dii’rab sebagai maf’ûl li ajlihi. Contohnya adalah kata “

ﻊﻴﺠﺸﺗ

" /tasyjî’/ dalam kalimat berikut ini

تﺂﻓﺎﻜﳌا فﺮﺼﺗ

ﲔﻠﻣﺎﻌﻟا ﻊﻴﺠﺸﺘﻟ

/tuṣarrafu al-mukâfa`âtu litasyjî’i al-‘âmilîn/ “hadiah itu diberikan untuk memberi semangat kepada para pekerja”.

فﺮﺼﺗ

:

ﻢﻀﻟا ﻰﻠﻋ ﲎﺒﻣ عرﺎﻀﳌا ﻞﻌﻓ

/tuṣarrafu: fi’lu al-muḍâri’i mabniyyun ‘ala al’ḍammi/ “tuṣarrafu: fi’il muḍari’

ditetapkan baris akhirnya ḍammah”.


(34)

/al-mukâfa`âtu: fâ’ilun marfû’un wa ‘alâmatu raf’ihi ḍammatun ẓâhiratun fî âkhirihi/ “al-mukâfa`âtu: fa’il dirafa’kan tanda rafa’nya adalah ḍammah yang jelas di akhirnya”.

ل

:

ﺮﺟ فﺮﺣ ل

/li: harfu jarrin/ “li: adalah huruf jar”.

ﻩﺮﺧآ ﰱ ةﺮﻫﺎﻇ ةﺮﺴﻛ ﻩﺮﺟ ﺔﻣﻼﻋو روﺮﳎ :ﻊﻴﺠﺸﺗ

/tasyjî’i: majrûrun wa ‘alâmatu jarrihi kasratun ẓâhiratun fî âkhirihi/ “tasyjî’i: majrur (dijarkan) tanda jarnya adalah kasrah yang jelas di akhirnya”.

ﻩﺮﺧآ ﰱ ةﺮﻫﺎﻇ ةﺮﺴﻛ ﻩﺮﺟ ﺔﻣﻼﻋو روﺮﳎ ﻪﻴﻟإ فﺎﻀﻣ

:

ﲔﻠﻣﺎﻌﻟا

/al-‘âmilîn: muḍâfun ilaihi majrûrun wa ‘alâmatu jarrihi kasratun ẓâhiratun fî âkhirihi/ “al-âmilîn: muḍâf ilaih dijarkan tanda jarnya adalah kasrah yang jelas di akhirnya”.

3.

ﻪﻌﻣ لﻮﻌﻔﳌا

/al-Maf’ûlu ma’ahu/ yaitu isim yang dinaṣabkan, disebutkan setelah huruf “waw” yang bermakna “serta”. Contoh:

ﻞﻴﻨﻟاو تﺮﺳ

/sirtu wa al-naila/ “saya berjalan bersamaan dengan aliran sungai nil”. Kata “

ﻞﻴﻨﻟا

" dalam kalimat ini adalah maf’ûl ma’ah yang dinaṣabkan dengan harkat fatḥah.

4.

ﻪﻴﻓ لﻮﻌﻔﳌا

/al-Maf’ûl fîhi/ yaitu isim yang dinaṣabkan dan disebutkan untuk menjelaskan waktu (disebut juga ẓarf zamân: keterangan waktu) dan tempat (disebut ẓarf makân: keterangan tempat) terjadinya perbuatan. Artinya untuk menjawab pertanyaan “kapan” dan “di mana” sebuah perbuatan terjadi.


(35)

ﻼﻴﻟ ةﺮﺋﺎﻄﻟا تﺮﻓﺎﺳ

/sâfarati al-ṭâ`iratu lailan/ “pesawat itu terbang di malam hari”. Kata “

ﻼﻴﻟ

" adalah ẓarf zamân yang dinaṣabkan dengan harkat fatḥah.

سرﺪﳌا مﺎﻣأ ﺐﻟﺎﻄﻟا ﻒﻗو

/waqafa al-ṭâlibu amâma al-mudarrisi/ “siswa itu berdiri di depan guru”. Kata “

مﺎﻣأ

"/amâma/ adalah ẓarf makân yang dinaṣabkan dengan harkat fatḥah.

Demikianlah beberapa pembagian objek atau al-maf’ûl dalam bahasa Arab yang penting untuk diketahui. Meskipun semuanya adalah merupakan objek tetapi bentuk kalimat yang diungkapkan dapat membedakan posisi dari maf’ûl itu sendiri. Jadi dapat dikatakan bahwa tidak semua objek atau maf’ûl yang ada dalam sebuah kalimat adalah maf’ûl bih tetapi bisa jadi adalah maf’ûl yang lainnya.

2.2 Pengertian dan Pembagian Maf’ûl Bih

Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa yang menjadi objek penelitian penulis adalah maf’ûl bih dalam surat ar-Rahman, maka alangkah baiknya penulis menjelaskan terlebih dahulu tentang maf’ûl bih tersebut.

Untuk langkah awal, penulis akan memaparkan terlebih dahulu tentang makna maf’ul bih yang dikemukakan oleh para ahli.

Rofiq (2007:85-86) mengatakan bahwa

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/maf’ulun bihi/ ialah isim yang dikenai pekerjaan oleh fa’il (objek). Fu’ad Nu’mah dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Sahkholid (Nu’mah: 2007) mengatakan bahwa

لﻮﻌﻔﻣ

ﻪﺑ

/maf’ulun bihi/ adalah isim yang dinaṣabkan yang menunjukkan terjadinya perbuatan pelaku dan ia tidak merubah bentuk fi’ilnya. Contoh:


(36)













/

Khalaqa al-insāna min ṣalṣālin ka al-fakhkhāri/ “Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar”. (QS.55: 14)



:

ﺢﺘﻔﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻰﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

/Khalaqa: Fi’lu al-māḍi mabniyun a’la al-fatḥi/ “khalaqa: fiil madhi ditetapkan harkat akhirnya fathah”.



:

ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣ ﻼﻋ و بﻮﺼﻨﻣ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

ﻩﺮﺧآ

/Al-Insāna: Maf’ulun bihi manṣūbun wa ‘alamatu naṣbihi fatḥatun ẓahiratun fī ākhirihi/ “al-insāna:”Maf’ul bih manshub dengan tanda harkat fathah di akhirnya”.



:

ﺮﺟ فﺮﺣ

/Min: Ḥarfu jarrin/”min: huruf jar”.



:

ب ﻖﻠﻌﺘﻣ ﻩﺮﺧآ ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ةﺮﺴﻛ ﻩﺮﺟ ﺔﻣﻼﻋو روﺮﳎ ﻢﺳا

(

ﻖﻠﺧ

)

/Ṣalṣālin: Ismun majrūrun wa ‘alamatu jarrihi kasratun fī ākhirihi muta’alliq bi (khalaqa)/ “shalshalin: isim majrur tanda jar-nya harkat kasrah di akhirnya dan berkaitan dengan kata sebelumnya (khalaqa)”.


(37)



:

ﻩﺮﺧآ ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ةﺮﺴﻛ ﻩﺮﺟ ﺔﻣﻼﻋو روﺮﳎ ﻢﺳا

(

لﺎﺼﻠﺻ

)

ب ﻖﻠﻌﺘﻣ

/Al-Fakhkhari: Ismun majrurun wa’alamatu jarrihi kasratun ẓahiratun fīākhirihi muta’alliq bi (ṣalṣālin)/”al-fakhkhari: isim majrur tanda jar-nya harkat kasrah di akhirnya serta berkaitan dengan kata sebelumnya (shalshalin)”.

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/Maf’ulun bihi/dilihat dari segi bentuknya terbagi menjadi tiga, yaitu:

1.

ﺮﻫﺎﻇ ﻢﺳا

/Ismun ẓaḥirun/adalah : isim yang jelas harkat akhirnya. Contoh:















/Wa aqîmu al-wazna bi al-qisṭi wa lā tukhsirū al-mîzana/”Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu”. (QS.55: 9)



:

ﻒﻄﻌﻟا فﺮﺣ

/Wa: Ḥarfu al-‘aṭfi/ “wa: huruf ‘athaf”



:

ﺮﻣﻻا ﻞﻌﻓ

/Aqīmū: Fi’lu al-amri/ “aqiimuu: fiil amr”.



:

ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ


(38)

/Al-Wazna: Maf’ulun bihi manṣūbun wa ‘alamatu naṣbihi fatḥatun ẓahiratun fī ākhirihi/”al-wazna: maf’ul bih manshub dengan tanda harkat fathah di akhirnya”.

:

ب

ﺮﺟ فﺮﺣ

/Bi: ḥarfu jarrin/”bi: huruf jar”.



:

ﻩﺮﺧآ ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ةﺮﺴﻛ ﻩﺮﺟ ﺔﻣﻼﻋو روﺮﳎ ﻢﺳا

/Al-Qisṭi: Ismun Majrūrun wa ‘alamatu jarrihi kasratun ẓāhiratun fī ākhirihi/” al-qisthi: isim majrur dengan tanda harkat kasrah di akhirnya”.

ﻒﻄﻌﻟا فﺮﺣ

:

و

/Wa: Ḥarfu al-‘aṭfi/ “wa: huruf ‘athaf”.

ﺔﻴﻫﺎﻨﻟا مﻻ

:

/Lam: Lamu an-nahiyati/”lam: lam yang berarti larangan”.



:

لﺎﻌﻓﻷا ﻦﻣ ﻪﻧﻷ نﻮﻧ فﺬﳛ و موﺰﳎ عرﺎﻀﳌا ﻞﻌﻓ

ﺔﺴﻤﳋا

/Tukhsirū: Fi’lu al-muḍāri’i majzumun wa yahżufu nūnun liannahu min af’ali al -khamsati/“tukhsiru: fiil mudhari’ berharkat sukun dan huruf nun-nya dibuang karena termasuk (fi’il-fi’il yang lima)”.



:

ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

ﻩﺮﺧا ﰲ

/Al-Mīzana: maf’ulun bihi manṣūbun wa ‘alamatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī ākhirihi/”al-mizana: maf’ul bih dengan tanda harkat fathah di akhirnya”.


(39)

2.

ﲎﺒﻣ ﻢﺳا

/Ismun Mabniyyun/ adalah: isim yang tetap atau tidak berubah harkat akhirnya. Contoh:







/’Allamahu al-bayâna/ "Mengajarnya pandai berbicara”. (QS.55: 4)



:

ﺢﺘﻔﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻰﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

/’Allama: fi’lu al-mâḍî mabnîyyun ‘ala al-fatḥi/ “`allama: fi’il madhi ditetapkan harkat akhirnya fathah”.



:

ﻞﺼﺘﻣ ﲑﻤﺿ ﻪﻧﻷ ﺐﺼﻧ ﻞﳏ ﰲ ﻢﻀﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/Hu: maf’ulun bihi mabniyyun ‘ala al-ḍammi fî maḥalli naṣbin liannahu ḍamîrun muttaṣilun/ “hu: maf’ul bih ditetapkan harkat akhirnya dhammah pada tempat nashab karena ia adalah dhamir muttashil (dhamir yang bersambung dengan kata)”.



:

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋ و بﻮﺼﻨﻣ ﱐﺎﺛ

ﻩﺮﺧآ ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ

/Al-bayâna: maf’ûlun bihi ṡânîyun manṣûbun wa ‘alâmatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī ākhirihi/ “al-bayan: maf’ul bih yang kedua dinashabkan dan tanda nashabnya adalah harkat fathah yang jelas di akhirnya”

3.

رﺪﺼﻣ

لوﺆﻣ

/Maṣdarun mua’awwalun/ adalah isim sebagai maf’ul bih yang terletak setelah huruf maṣdariyah (

نأ

). Contoh:


(40)



































/Yâ maʻsyara al-jinni wa al-insi in istaṭa’tum an tanfużû min aqṭâri al-samâwâati wa al-arḍi fa anfużû, la tanfużûna illâ bisul ṭânin/ “Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”. (QS.55: 33)

ءاﺪﻨﻟا فﺮﺣ :ﺂَﻳ

/Yâ: Ḥarfu al-nidâ`/ “ya: huruf nida` (memanggil)”.



:

بﻮﺼﻨﻣ فﺎﻀﻣ ىدﺎﻨﻣ

/Ma’syara’: Munâdâ muḍâfun manṣûbun/ “ma’syara: munada mudhaf yang dinashabkan”.



:

ﻪﻴﻟإ فﺎﻀﻣ

/Al-jinni: muḍâfun ilaihi/ “al-jinni: mudhaf ilaihi”.

ﻒﻄﻌﻟا فﺮﺣ

:

و

/Wa: Ḥarfu al-aṭfi/ “wa: huruf athaf”



:

روﺮﳎ ﻦﳉا ﻰﻠﻋ فﻮﻄﻌﻣ


(41)

/Al-Insi: ma’ṭûfun ‘ala al-jinni majrûrun/ “al-insi: ma’thuf terhadap al-jinni dan dijarkan”.



:

مزﺎﺟ طﺮﺷ فﺮﺣ

/In: ḥarfu syarṭin jâzimun/ “in: huruf syarat yang menjazamkan”.



:

ﻞﻌﻓ مﺰﺟ ﻞﳏ ﰱ نﻮﻜﺴﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻰﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

طﺮﺸﻟا

/Istaṭa’: fi’lu al-mâḍîy mabnîyyun ‘ala al-sukûni fî maḥalli jazmin fi’lu al-syarṭi/“istatha’: fi’il madhi ditetapkan baris akhirnya sukun pada tempat jazam menjadi fi’il syarat”.



ﻞﺼﺘﻣ ﲑﻤﺿ ﻪﻧﻷ ﻊﻓر ﻞﳏ ﰲ نﻮﻜﺴﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻞﻋﺎﻓ :

/Tum: fâ’ilun mabnîyyun ‘ala al-sukuni fî maḥalli raf’in li annahu ḍamîrun muttaṣilun/ “tum: fa’il ditetapkan harkat akhirnya sukun pada tempat rafa’ karena ia adalah dhamir muttashil”.



:

ﺔﺒﺻﺎﻧ ﺔﻳرﺪﺼﻣ

/An : maṣdariyyatun nâṣibatun/ “an: huruf mashdariyyah yang menashabkan”.



ﻦﻣ ﻪﻧﻷ نﻮﻨﻟا فﺬﲝ بﻮﺼﻨﻣ عرﺎﻀﳌا ﻞﻌﻓ :

،ﻞﺼﺘﻣ ﲑﻤﺿ ﻪﻧﻷ ﻊﻓر ﻞﳏ ﰲ نﻮﻜﺴﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻞﻋﺎﻓ واﻮﻟاو ﺔﺴﻤﳋا لﺎﻌﻓﻷا





ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ ﺐﺼﻧ ﻞﳏ ﰲ لوﺆﳌا رﺪﺼﳌا :

/Tanfużû: fi’lu al-muḍari’ manṣûbun bi ḥażfi al-nûni li annahu min af’ali al-khamsati wa al-wawu fâ’ilun mabniyyun ‘ala al-sukûni fi maḥalli raf’in li annahu ḍamîrun muttaṣilun, an tanfużû: al-maṣdaru al-mu`awwalu fi maḥalli naṣbin


(42)

maf’ûlun bihi/ “tanfudzu: fi’il mudhari’ dinashabkan dengan menghilangkan nun-nya karena ia adalah fi’il-fi’il yang lima dan huruf waw adalah fa’il ditetapkan baris akhirnya sukun (mati) pada tempat rafa’ karena ia adalah dhamir muttashil, an tanfudzu: mashdar muawwal pada tempat nashab menjadi maf’ul bih”



ب ﻖﻠﻌﺘﻣ ﺮﺟ فﺮﺣ :



/Min: ḥarfu jarrin muta’allaqun bi tanfużû/ huruf jar muta’allaq (berhubungan) dengan tanfudzu”.



ﺔﻣﻼﻋو روﺮﳎ ﻢﺳإ :

ﻖﻠﻌﺘﻣ ﻩﺮﺧآ ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ةﺮﺴﻛ ﻩﺮﺟ

ب



/aqṭâri: “ismun majrûrun wa ‘alâmatu jarrihi kasratun ẓāhiratun fî âkhirihi muta’allaqun bi tanfużû/ “aqthar: isim yang dijarkan dan tanda jar-nya kasrah yang zahir di akhirnya muta’allaq dengan tanfudzu”



ﻪﻴﻟإ فﺎﻀﻣ :

/al-samâwâti: muḍâfun ilaihi/ “al-samawat: mudhaf ilaih

ﻒﻄﻌﻟا فﺮﺣ :

/waw: ḥarfu al-‘aṭfi/ “waw: huruf ‘athaf”



ﻰﻠﻋ فﻮﻄﻌﻣ :



/al-arḍi: ma’ṭûfun ‘ala al-samâwâti/ “al-ardhi: ma’thuf pada al-samawat



طﺮﺸﻟا باﻮﳉ ﺔﻄﺑار :

/fa: râbiṭatu li jawâbi al-syarṭi/ “fa: pengikat bagi jawab syarat”.

ﻞﻋﺎﻓ واﻮﻟاو نﻮﻜﺴﻟا ﻰﻠﻋ ﲎﺒﻣ ﺮﻣﻷا ﻞﻌﻓ :


(43)

/unfużû: fi’lu al-amri mabniyyun ‘ala al-sukuni wa al-wawu fâ’ilun/ “unfudzu: fi’il amar ditetapkan harkat akhirnya sukun dan waw menjadi fa’il”



:

ﺔﻴﻓﺎﻧ

/lâ: nâfiyatun/ “la: nafiyah (menidakkan)”



ﻞﻋﺎﻓ واﻮﻟاو عﻮﻓﺮﻣ عرﺎﻀﳌا ﻞﻌﻓ :

/tanfużûna: fi’lu al-muḍâri’i marfu’un wa al-wawu fâ’ilun/ “tanfudzuna: fi’il mudhari’ dirafa’kan dan waw menjadi fa’il”



ﺮﺼﺤﻠﻟ :

/Illâ: lilḥaṣri/ “illa: untuk hashr



ﻖﻠﻌﺘﻣ ﺮﺟ فﺮﺣ ءﺎﺒﻟا :

ب



و



ﻩﺮﺟ ﺔﻣﻼﻋ و روﺮﳎ ﻢﺳإ

ب ﻖﻠﻌﺘﻣ ﻩﺮﺧآ ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ةﺮﺴﻛ



/bisulṭânin: al-bâ`u ḥarfu jarrin muta’allaqun bi tanfużûna wa sulṭânin ismuun majrûrun wa ‘alâmatu jarrihi kasratun ẓāhiratun fî âkhirihi muta’allaqun bi tanfużûna/ “bisulthanin: ba adalah huruf jar muta’allaq dengan tanfudzuna dan sulthan adalah isim majrur tanda jar-nya adalah kasrah yang jelas di akhirnya muta’allaq dengan tanfudzuna”.

Pada dasarnya sesuai tata bahasa Arab, maf’ul bih terletak setelah fa’il. Namun, dalam kasus-kasus tertentu keadaannya bisa berubah di mana maf’ul bih boleh mendahului fa’il dan objeknya lebih dari satu, seperti pada keadaan berikut ini:


(44)

1. Maf’ûl bih yang boleh mendahului fa’il

Contoh:









/Wa al-arḍa waḍa’ahā lil ׳anāmi/“Dan bumi telah dibentangkan-Nya untuk makhluk (-Nya)”. (QS.55:10)

:

و

ﻒﻄﻌﻟا فﺮﺣ

/Wa: Ḥarfu al-‘aṭfi/ “wa: huruf athaf”.



:

ﻞﺒﻗ ﺔﻤﻠﻜﻟا لوا ﰲ ﻊﻘﻳ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

)

ﲑﻤﺿ ﲏﻌﻳ

:

ﻞﻋﺎﻔﻟا

(

ﷲا

:

ﻮﻫ

/

Al-Arḍa: Maf’ûlun bihi yaqa’u fī awwali al-kalimati qabla al-fa’il: ya’ni ḍamīrun (huwa: Allah)/ al-ardha: maf’ul bih yang terdapat di awal kalimat sebelum fa’il: yaitu dhamir (Allah).

:

ﻊﺿو

ﺢﺘﻔﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻲﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

/Waḍa’a: Fi’lu al-maḍi mabniyun ‘ala al-fatḥi/ “wada’a: fiil madhi yang ditetapkan harkat akhirnya fathah”.

:

ﺎﻫ

ﻞﺼﺘﻣ ﲑﻤﺿ

/Ha: Ḍamīrun muttaṣilun/ “ha: damir muttashil (kata ganti)”.

:

ل

ﺮﺟ فﺮﺣ


(45)

/Al-Anāmi: Ismun majrûrun wa ‘alāmatu jarrihi fatḥatun ẓahiratun fī ākhirihi/

“al-anami: isim majrur yang ditandai dengan harkat kasrah di akhirnya”.

2. Maf’ul Bih yang wajib mendahului fa’il apabila berupa

ﻞﺼﻔﻨﻣ ﲑﻤﺿ

(ḍamirun munfaṣilun)

Contoh:











/Fa bi ׳ayyi ׳ā lā׳i rabbikumā tukażżibāni /”Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS.55:13)

:

ف

طﺮﺸﻟا باﻮﳉ ﺔﻄﺑ ار

/Fa: Rābiṭatun li jawabi al-syarṭi/ “fa: berkaitan dengan jawabi asyarthi”.

:

ب

ﺮﺟ فﺮﺣ

/Bi: Ḥarfu jarrin/”bi: huruf jar”.

:

يا

اﺪﺘﺒﻣ نﻮﻜﻳ و ﻊﻓﺮﻟا ﻞﳏ ﰲ نﻮﻜﺳ ﻩءﺎﻨﺑ طﺮﺸﻟا ﻢﺳا

/Ayyi: Ismu asy-syarṭi binā`uhu sukûnun fī maḥalli ar-raf’i wa yakūnu mubtada’an/ “ayyi: isim syarath ber-harkat sukun tetapi kedudukannya rafa’ sebagai mubtada”.

:

ءﻻا

(

يا

)

طﺮﺸﻟا ﻢﺳا ﻦﻣ ﺧ ﻞﺼﻔﻨﻣ ﲑﻤﺿ

:

ﻞﻋﺎﻔﻟا ﻞﺒﻗ ﻊﻘﻳ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/Ālãī: Maf’ul bih yaqa’u qabla al-fa’ili: ḍamīrun munfaṣilun khabarun min ismi asy-syarthi (ayyi)/ “alaaii: maf’ul bih yang terletak sebelum fa’il: dhamir munfashil khabar dari isim syarath (ayyi).


(46)

:

بر

فﺎﻀﻣ و روﺮﳎ ﻢﺳﻼﻟ ﻊﺑﺎﺘﻟا

/Rabbi: At-tãbi’u lil ismi majrûrun wamuḍāfun/ “rabbi: mengikuti isim majrur yang sebelumnya dan mudhaf”.

:

ﺎﻤﻛ

ﻪﻴﻟا فﺎﻀﻣ و ﻞﺼﺘﻣ ﲑﻤﺿ

/Kumā: Ḍamīrun muttaṣilun wamuḍafun ilaihi/ “kumaa: dhamir muttashil (kata ganti) dan mudhafun ilaihi”.

:

نﺎﺑﺬﻜﺗ

ﻩﺮﺧا ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﻤﺿ ﻪﻌﻓر ﺔﻣﻼﻋو عﻮﻓﺮﻣ عرﺎﻀﳌا ﻞﻌﻓ

/Tukażżibāni: Fi’lu al-muḍāri’i marfû’un wa ‘alamatu raf’ihi ḍammatun ẓāhiratun fī ākhirihi/ “tukadzdzibaan: fiil mudhari’ marfu’ tanda rafa’-nya harkat dhammah di akhir kata”.

3. Maf’ûl bih dapat lebih dari satu, tergantung fi’ilnya:

a. Fi’il menaṣabkan dua maf’ûl bih asalnya mubtada’dan khabar, terbagi tiga: 1.

ﻦﻈﻟا لﺎﻌﻓا

/ Afʼālu aẓẓanni

/:

ﻦﻇ

/

ẓanna

/,

لﺎﺧ

/

khāla

,

ﺐﺴﺣ

/

hasiba

/,

ﻢﻋز

/

zaʼama

/,

ﻞﻌﺟ

/

jaʼala

/,

ﺐﻫ

/

haba

/.

Contoh:

ﺎﻤﺋﺎﻧ ﻞﺟﺮﻟا ﺖﻨﻨﻇ

/Zanantu ar-rajula nā׳iman/ “Saya kira laki-laki itu tidur”.

:

ﺖﻨﻨﻇ

نﻮﻜﺴﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻲﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

/Ẓanantu: Fi’lu al-māḍi mabniyyun ‘ala as-sukûni/ “zhanantu: fiil madhi ditetapkan harkatnya sukun”.

ت

ﻞﻋﺎﻓ نﻮﻜﻳ ﻞﺼﺘﻣ ﲑﻤﺿ


(47)

/Tu: ḍamīrun muttaṣilun yakūnu fā’ilun/ “tu: dhamir muttashil (kata ganti) sebagai fa’il”.

:

ﻞﺟﺮﻟا

ﻩﺮﺧا ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﱃوﻻا ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/Ar-Rajula: Maf’ûlun bihi al-ūla manṣubun wa ‘alāmatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī ãkhirihi/ “ar-rajula: maf’ul bih yang pertama tandanya ber-harkat fathah di akhir katanya”.

:

ﺎﻤﺋﺎﻧ

ﻩﺮﺧا ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﱐﺎﺜﻟا ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/Nāiman: Maf’ūl bih aṡ-ṡāni manṣūbun wa ‘alāmatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī ākhirihi/ “naaiman: maf’ul bih yang kedua tandanya ber-harkat fathah di akhir katanya”.

2.

ﲔﻘﻴﻟا لﺎﻌﻓأ

/ Af-ʻālu Al-yaqīni

/:

ىأر

/ra׳ā/,

ﻢﻠﻋ

/ʻalima/

,

ﺪﺟو

/wajada/,

ﻰﻔﻟأ

/alfa/,

:

ﻢﻠﻋ

ﲏﻌﲟ

ﻢﻠﻌﺗ

/

taʻallama bima’na ‘alima/.

Contoh:

اﺮﻋو ﻖﻳﺮﻄﻟا ﺮﺋﺎﺴﻟا ﺪﺟو

/Wajada as-sā׳iru aṭ-ṭarīqa wa’ran/ “Seorang musafir menemukan jalan yang sukar”.

:

ﺪﺟو

ﺢﺘﻔﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻲﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

/Wajada: Fi’lu al-māḍi mabniyyun ‘ala al-fatḥi/ “wajada: fiil madhi yang ditetapkan ber-harkat fathah”.

:

ﺮﺋﺎﺴﻟا

ﻩﺮﺧا ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﻤﺿ ﻪﻌﻓر ﺔﻣﻼﻋو عﻮﻓﺮﻣ ﻞﻋﺎﻓ


(48)

/As-Sā’iru: Fā’ilun marfū’un wa ‘alamatu raf’ihi ḍammatun ẓāhiratun fī ākhirihi/”as-sa’iru: fail dengan tanda dhammah di akhir katanya”.

:

ﻖﻳﺮﻄﻟا

ﻩﺮﺧا ﰱ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﱃوﻻا ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/

Aṭ-Ṭarīqu: Maf’ūlun bihi al-ūla manṣūbun wa ‘alāmatu naṣbihi fatḥatun ẓahiratun fī ākhirihi/ “ath-thariqu: maf’ul bih pertama dengan tanda fathah di akhir katanya”.

:

اﺮﻋو

ﻩﺮﺧا ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﱐﺎﺜﻟا ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/Wa’ran: maf’ūlun bihi aṡ-ṡani manṣūbun wa ‘alāmatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī ākhirihi/ “wa’ran: maf’ul bih kedua dengan tanda fathah di akhir katanya”.

3.

ﻞﻳﻮﺤﺘﻟا لﺎﻌﻓأ

/Afʻālu at-taḥwīl/:

ﲑﺻ

/ṣayyara/,

لﻮﺣ

/ḥawwala/,

ﻞﻌﺟ

/jaʻala/,

در

/

radda/,

ﺬﲣا

/ittakhaża/.

Contoh:

ﺎﺑﺬﻛ ﳋا قرﺎﺴﻟا ﻞﻌﺟ

/Jaʻala as-sāriqu al-khabara każiban/

“Pencuri itu memberitakan berita bohong”.

:

ﻞﻌﺟ

ﺢﺘﻔﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻲﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

/Ja’ala: Fi’lu al-māḍi mabniyyun ‘ala al-fatḥi/ “ja’ala: fiil madhi yang ditetapkan ber-harkat fathah”.

:

قرﺎﺴﻟا

ﻩﺮﺧا ﰱ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﻤﺿ ﻪﻌﻓر ﺔﻣﻼﻋو عﻮﻓﺮﻣ ﻞﻋﺎﻓ

/As-Sāriqu: Fā’ilun marfû’un wa ‘alāmatu raf’ihi ḍammatun ẓahiratun fī ākhirihi/ “as-sariqu: fail dengan tanda harkat dhammah di akhir


(49)

:

ﳋا

ﻩﺮﺧا ﰱ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﱃوﻻا ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/Al-Khabara: maf’ûlun bihi al-ûla manṣūbun wa ‘alāmatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī ākhiri/ “al-khabara: maf’ul bih pertama dengan tanda harkat fathah di akhir katanya”.

ﻩﺮﺧا ﰱ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﻀﻨﻣ ﱐﺎﺜﻟا ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

:

ﺎﺑﺬﻛ

/Każiban: maf’ûlun bihi aṡ-ṡāni manṣubun wa ‘alāmatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī ākhirihi/ “kadziban: maf’ul bih kedua dengan tanda harkat fathah di akhir katanya”.

b. Fi’il menashabkan dua maf’ul bih asalnya bukan mubtada’ dan khabar, diantaranya:

ﺎﺴﻛ

/Kasā/,

ﺲﺒﻟأ

/albasa/,

ﻰﻄﻋأ

/a’ṭā/,

ﺢﻨﻣ

/manaḥa/,

ﻊﻨﻣ

/manaʻa/,

لﺄﺳ

/sa’ala/,

قزر

/razaqa/. Contoh:

ةﺰﺋﺎﺟ ﺢﺟﺎﻨﻟا ذﺎﺘﺳﻻا ﻰﻄﻋأ

/A’ṭā al-ustāżu an-nājiḥa jā `izatan/ “Guru memberikan hadiah kepada juara”.

ﺢﺘﻔﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻲﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

:

ﻰﻄﻋأ

/A’ṭā: Fi’lu al-māḍi mabniyyun ‘ala al-fatḥi/ “a’tha: fiil madhi yang ditetapkan berharkat fathah”.

:

ذﺎﺘﺳﻻا

ﻩﺮﺧا ﰱ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﻤﺿ ﻪﻌﻓر ﺔﻣﻼﻋ و عﻮﻓﺮﻣ ﻞﻋﺎﻓ

/Al-Ustāżu: fā’ilun marfû’un wa ‘alāmatu raf’ihi ḍammatun ẓāhiratun fī ākhirihi/ “al-ustadzu: fiil dengan tanda harkat dhammah di akhir katanya”.

:

ﺢﺟﺎﻨﻟا

ﻩﺮﺧا ﰱ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﱃوﻻا ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ


(50)

/An-nājiḥa: maf’ûlun bihi al-ûla manṣūbun wa ‘alāmatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī ākhirihi/ “an-najiha: maf’ul bih yang pertama dengan tanda harkat fathah di akhir katanya”.

:

ةﺰﺋﺎﺟ

ﻩﺮﺧا ﰱ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﱐﺎﺜﻟا ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/

Jā’izatan: maf’ûlun bihi aṡ-ṡāni manṣûbun wa ‘alāmatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī ākhirihi/ “ja’izatan: maf’ul bih yang kedua dengan tanda fathah di akhir katanya”.

c. Fi’il yang menashabkan tiga maf’ul bih, ada tujuh fi’il yaitu:

ﺄﺒﻧ

/naba’a/,

ﺄﺒﻧأ

/׳anba`a/,

/khabara/,

ﺧأ

/akhbara/,

ثﺪﺣ

/hadaṡa/,

أ

ﻢﻠﻋ

/

aʻalama/,

ىرأ

/ara/. Contoh:

ﺎﺤﻴﺤﺻ ﳋا ﺎﻴﻠﻋ ﺖﻤﻠﻋأ

/Aʻlamtu ‘aliyyan al-khabara ṣaḥīḥan/ “Saya mengabarkan kepada Ali berita yang benar”.

:

ﺖﻤﻠﻋأ

نﻮﻜﺴﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻰﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

/A’lamtu: Fi’lu al-māḍi mabniyyun ‘ala as-sukûni/ “a’lamtu: fiil madhi yang ditetapkan berharkat sukun”.

:

ت

ﻞﻋﺎﻓ نﻮﻜﻳ نﻻ عﻮﻓﺮﻣ ﻞﺼﺘﻣ ﲑﻤﺿ

/Tu: Ḍamīrun muttaṣilun marfû’un li’an yakûna fā’ilun/ “tu: dhamir muttashil (kata ganti) berharkat dhammah karena kedudukannya sebagai fail”.

ﺎﻴﻠﻋ

ﻩﺮﺧا ﰱ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﱃوﻻا ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ


(51)

/’Aliyyan: maf’ûlun bihi al-ûla manṣûbun wa ‘alāmatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī ākhirihi/ “aliyyan: maf’ul bih pertama dengan tanda harkat fathah di akhir katanya”.

:

ﳋا

ﺮﺧا ﰱ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﱐﺎﺜﻟا ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/Al-Khabara: maf’ûlun bihi aṡ-ṡāni manṣūbun wa ‘alāmatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī ākhirihi/ “al-khabara: maf’ul bih kedua dengan tanda harkat fathah di akhir katanya”.

:

ﺎﺤﻴﺤﺻ

ﻩﺮﺧا ﰱ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﺚﻟﺎﺜﻟا ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/Ṣaḥiḥan: maf’ûlun bihi aṡ-ṡāliṡi manṣūbun wa ‘alāmatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī ākhirihi/ “shahihan: maf’ul bih yang ketiga dengan tanda harkat fathah di akhir katanya”.

BAB III


(52)

Surat Ar Rahman adalah salah satu surat dari 114 surat dalam Al Qur'an. Surat

ini memiliki kata yang begitu indah dan mengalir berirama. Ar-Rahman adalah salah satu

surat dalam al-Qur’an yang memiliki keunikan. Keunikan itu terlihat dari adanya kalimat

yang diulang-ulang penyebutannya. Hal ini merupakan ciri khas surah ar-Rahman yaitu

dengan adanya kalimat berulang 31 kali yang terletak di akhir setiap ayat yang

menjelaskan nikmat Allah yang diberikan kepada manusia, yaitu kalimat:









/Fabiayyi ālāī rabbikumā tukażżibān/ “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah

yang kamu dustakan?”(Al-qur’an dan Terjemahnya: 885).

Surah Ar-Rahman adalah surah ke-55 dalam al-Qur'an. Surah ini tergolong surat

makkiyah, terdiri atas 78 ayat. Dinamakan Ar-Rahman yang berarti Yang Maha Pemurah

berasal dari kata Ar-Rahman yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Ar-Rahman

adalah salah satu dari nama-nama Allah. Sebagian besar dari surah ini menerangkan

kemurahan Allah SWT. kepada hamba-hamba-Nya, yaitu dengan memberikan

nikmat-nikmat yang tidak terhingga baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Melalui surat ini Allah seolah memberi sinyal terhadap sifat manusia yang

pelupa, kufur nikmat, dan tidak mau berfikir.


(53)

Untuk dapat mengetahui berapa jumlah maf’ûl bih yang terdapat dalam surat

ar-Rahman maka penulis akan menjelaskan kedudukan kalimat dari beberapa ayat

tersebut.

a. Surat ar-Raḥman ayat 2:





/’Allama al-Qur’ân/ ”Yang telah mengajarkan Al Quran”. (Al-qur’an dan Terjemahnya: 884)



:

ﻮﻫ ﻪﻠﻋﺎﻓ و ﺢﺘﻔﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻰﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

/’Allama: fi’lu al-mâḍî mabnîyyun ‘ala al-fatḥi wa fâ’iluhu huwa/ “`allama: fi’il madhi ditetapkan harkat akhirnya fathah dan fa’ilnya adalah huwa”.



:

ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

ﻩﺮﺧآ ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ

/al-Qurâna: maf’ûlun bihi manṣûb wa ‘alâmatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī ākhirihi/

“al-Qurâna: maf’ul bih yang dinashabkan dan tanda nashabnya adalah harkat fathah yang

jelas di akhirnya”

b. Surat ar-Raḥman ayat 3:





/Khalaqa al-insâna/ ”Dia menciptakan manusia”. (Al-qur’an dan Terjemahnya: 884)



:

ﻮﻫ ﻪﻠﻋﺎﻓ و ﺢﺘﻔﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻰﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

/Khalaqa: fi’lu al-mâḍî mabnîyyun ‘ala al-fatḥi wa fâ’iluhu huwa/ “khalaqa: fi’il madhi ditetapkan harkat akhirnya fathah dan fa’ilnya adalah huwa”.


(54)



:

ﰲ ةﺮﻫﺎﻇ ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋو بﻮﺼﻨﻣ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

ﻩﺮﺧآ

/Al-insân: maf’ûlun bihi manṣûbun wa ‘alâmatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī ākhirihi/

“Al-insân: maf’ul bih yang dinashabkan dan tanda nashabnya adalah harkat fathah yang

jelas di akhirnya”

c. Surat ar-Raḥman ayat 4:





/’Allamahu al-bayâna/ ”Mengajarnya pandai berbicara”. (Al-qur’an dan Terjemahnya:

884)



:

ﺢﺘﻔﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻰﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

/’Allama: fi’lu al-mâḍî mabnîyyun ‘ala al-fatḥi/ “`allama: fi’il madhi ditetapkan harkat akhirnya fathah”.



:

ﻞﺼﺘﻣ ﲑﻤﺿ ﻪﻧﻷ ﺐﺼﻧ ﻞﳏ ﰲ ﻢﻀﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/Hu: maf’ûlun bihi mabniyyun ‘ala al-ḍammi fî maḥalli naṣbin liannahu ḍamîrun muttaṣilun/ “hu: maf’ul bih ditetapkan harkat akhirnya dhammah pada tempat nashab karena ia adalah dhamir muttashil (dhamir yang bersambung dengan kata)”.



:

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

ﺔﺤﺘﻓ ﻪﺒﺼﻧ ﺔﻣﻼﻋ و بﻮﺼﻨﻣ ﱐﺎﺛ


(55)

/Al-bayâna: maf’ûlun bihi ṡânî manṣûbun wa ‘alâmatu naṣbihi fatḥatun ẓāhiratun fī

ākhirihi/ “al-bayan: maf’ul bih yang kedua dinashabkan dan tanda nashabnya adalah

harkat fathah yang jelas di akhirnya”.

d. Surat ar-Raḥman ayat 7:









/Wa al-samâ`a rafa’ahâ wa waḍa’a al-mîzâna/ “Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan)”. (Al-qur’an dan Terjemahnya: 884)



:

ﺔﻔﻃﺎﻋ

/Wa: ‘aṭifatun/ “wa: huruf ‘athaf”.



:

لﺎﻐﺘﺷﻹا ﻲﻠﻋ فوﺬﳏ ﻞﻌﻔﻟ ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ

/Al-samâ`a: maf’ûlun bihi li fi’lin maḥżûfin ‘ala al-isytigali/ “Al-samâ`a: maf’ul bih dari fi’il yang dihadzafkan (dihilangkan) karena isytighal (isimnya terletak sebelum ‘amil

yang menashabkannya)”.



:

ﺢﺘﻔﻟا ﻰﻠﻋ ﲏﺒﻣ ﻰﺿﺎﳌا ﻞﻌﻓ

/Rafa’a: fi’lu al-mâḍî mabnîyyun ‘ala al-fatḥi/ “rafa’a: fi’il madhi ditetapkan harkat akhirnya fathah”.



:


(1)

Masih banyak sekali ayat-ayat al-Qur`an yang perlu dipahami dan dikaji kandungan makna, keindahan redaksi dan bentuk kalimatnya. Dengan ini penulis mengharapkan:



1. Kepada pihak akademis agar memperbanyak sumber-sumber yang berkaitan dengan bahasa dan sastra Arab untuk mempermudah para peneliti membahas dan mengkaji kandungan sastra dan bahasa Arab secara umum dan bahasa al-Qur`an khususnya.

2. Kepada rekan-rekan sesama peneliti agar dapat melanjutkan dan mengembangkan penelitiannya terhadap bahasa dan kandungan sastra yang terdapat dalam al-Qur`an.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat menjadi bahan panduan untuk meneliti kandungan sastra dan bahasa yang terdapat dalam surat ar-Raḥman dan juga yang terdapat pada surat-surat lainnya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abil-Qasim Mahmud ibnu U’mar Az-Zamakhsyari.1990 M. Al-Mufaḍḍalu fi ‘Ilmi

Al-Lugati. Penerbit: Darul Ihya Al-Ulumi.

Al-Ghulayaini, Syeikh Mustafa. 2005. Jâmi’u al-Durusi al-‘Arabiyati. Al-Qahirah: Darul Hadis

Al-Hasyimi, As-Sayyid Ahmad. Al-Qawâ’idu al-Asasiyatu lillugati al-‘Arabiyati.

Beirut, Lubnan: Al-Maktabatu al-Ilmiyatu

Al-Jarim Ali, Mustafa Amin. 1998. An-Naḥwu Al-Wâḍiḥu fi Qawâ’idi Al-Lugati

Al-‘Arabiyyati. Indonesia: Daru Ihya’il Kutubi Al-Arabiyah

Arikunto, Suhaimi. 1990. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta Departemen Agama Islam. 2005. Mushaf Al-Qur’an Terjemah. Penerbit: Al-Huda Hasan, M. Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan

Aplikasinya. Jakarta: Penerbit “Fa” Sumatra

Hitti, Philip K. 2008. History of The Arabs. PT. Serambi Ilmu Semesta

Ibnu Ahmad ibnu Abda ar-Rahman al-Baiti, Muhammad Rasyad. 2004. Aṭ-ṭariqatu al-Bahiyatu. Surabaya: Darul Ulumi al-Islamiyati

Muassasatu Al-Jawahir. Bahasa Arab Bahasa Internasional. Indonesia. Yayasan Al-Jawahir.

Muhammad, Fairuz, Achmad Warson Munawwir. 2007. Al-Munawwir Kamus

Indonesia-Arab. Surabaya: Pustaka Progresif

Nu’mah, Fuad. 2007. Terjemah Mulakhas Qawaid Al-Arabiyah. Medan: Darussalam Publising.

Rofiq, Aunur Bin Ghufron. 2007/1429 Jumadil Akhir. Mukhtarot Qawaidil


(3)

Saiful Mu’minin, Iman. 2008. Kamus Ilmu Nahwu dan Sharaf. Penerbit: Amzah. Shihab, M. Quraish. 2008. M. Quraish Menjawab 1001 Soal Keislaman yang

Patut Anda Ketahui. Jakarta: Lentera Hati

Yasin, Sulkan, Hapsoyo, Sunarto. 1990. Kamus Bahasa Indonesia. Surabaya: Penerbit Mekar

Yusuf, Tayar, Syaiful Anwar. 1995. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa

Arab. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Zakarsyi Imam, Imam Syubani. Tanpa Tahun. Durusil Al-Lughotu Al-Arabiyah

Ala Thariqi Al-Hadistati.


(4)

Lampiran

Analisis Bentuk Maf’ûl Bih dalam Surat ar-Raḥman

ﻪﺑ لﻮﻌﻔﻣ عاﻮﻧأ

تﺎﻳﻵا

ﻢﻗر

ﺮﻫﺎﻈﻟا ﻢﺳﻹا



U



U

)

2

(

1

ﺮﻫﺎﻈﻟا ﻢﺳﻹا

(

3

)

U



U



2

ﲎﺒﳌا ﻢﺳﻹا

U



U





)

4

(

3

ﺮﻫﺎﻈﻟا ﻢﺳﻹا



U



U

)

4

(

4

ﺮﻫﺎﻈﻟا ﻢﺳﻹا

U



U









)

7

(

5

ﲎﺒﳌا ﻢﺳﻹا



U



U







)

7

(


(5)

ﺮﻫﺎﻈﻟا ﻢﺳﻹا



U



U







U



U

)

9

(

7

ﺮﻫﺎﻈﻟا ﻢﺳﻹا

U



U







)

10

(

8

ﲎﺒﳌا ﻢﺳﻹا



U



U





)

10

(

9

ﺮﻫﺎﻈﻟا ﻢﺳﻹا

U



U









)

14

(

10

ﺮﻫﺎﻈﻟا ﻢﺳﻹا



U



U









)

15

(

11

ﺮﻫﺎﻈﻟا ﻢﺳﻹا



U



U



)

15

(

12

ﺮﻫﺎﻈﻟا ﻢﺳﻹا





U



U





)

46

(

13

ﲎﺒﳌا ﻢﺳﻹا





U



U







...

)

29

(

14

ﲎﺒﳌا ﻢﺳﻹا








(6)

U



U











)

56

(

ﲎﺒﳌا ﻢﺳﻹا

U



U













)

74

(