Deskripsi Subjek Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2. Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan pada tanggal 19 Agustus sampai 13 September 2013 di Yogyakarta.Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswi dari berberapa universitas yang ada di Yogyakarta dan juga karyawati yang bekerja di Yogyakarta. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan subjek yang berjenis kelamin perempuan dan memiliki usia 18-30 tahun yang sedang menjalani hubungan pacaran. Skala disebarkan oleh peneliti sendiri kepada orang-orang yang sudah subjek kenal sebelumnya dan beberapa skala penelitian dititipkan kepada teman-teman peneliti untuk disebarkan kepada teman-teman kos, kampus, atau organisasi dan yang lainnya. Prosedur pengumpulan data ini sama dengan proses pengumpulan data pada tahap uji coba. Jumlah skala yang disebarkan berjumlah 98 eksemplar.Dari jumlah tersebut, setelah dilakukan verifikasi terpilih 66 skala untuk dianalisis.Sisanya dikeluarkan dari analisis dikarenakan tidak memenuhi syarat.

B. Deskripsi Subjek

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, jumlah subjek sebanyak 98 orang, akan tetapi yang memenuhi syarat untuk diteliti berjumlah 66. Dalam skala, subjek mencantumkan usia untuk menambah informasi data subjek yang diteliti. Berikut disajikan keterangan mengenai usia subjek yang diteliti : Tabel 4.1 Deskripsi Usia Subjek Penelitian No Usia Jumlah Persen 1. 18-19 tahun 8 orang 12,12 2. 20-21 tahun 34 orang 51,52 3. 22-23 tahun 22 orang 33,33 4. 24-26 tahun 2 orang 3,03 Tabel 5.1 Deskripsi Status Subjek Penelitian No Status Jumlah Persen 1. Mahasiswi 56 orang 84,8 2. Karyawati 10 orang 15,2

C. Uji Asumsi

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data adalah uji yang dilakukan guna mengecek apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal yang dimaksud dengan data yang normal adalah data yang memiliki kekhasan seperti mean, median, dan modusnya memiliki nilai yang sama Santoso, 2010. Uji normalitas dengan metode Kolmogorov- Smirnov dalam program SPSS versi 16.0 for windows dapat dilakukan dengan melihat sig. Jika nilai sig lebih besar daripada 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data yang dimiliki tidak jauh berbeda secara signifikan dengan data virtual yang normal. Ini berarti data yang dimiliki memiliki sebaran yang normal juga Santoso, 2010. Uji normalitas dilakukan dengan SPSS for Windows version 16.0, hasilnya sebagai berikut : Tabel 6.1 Hasil Uji Normalitas asertivitas KDP N 66 66 Normal Parameters a Mean 71.53 42.42 Std. Deviation 5.936 10.709 Most Extreme Differences Absolute .099 .144 Positive .099 .144 Negative -.094 -.075 Kolmogorov-Smirnov Z .806 1.168 Asymp. Sig. 2-tailed .535 .130 Sebaran data pada variabel asertivitas memiliki nilai signifikansi atau probabilitas p sebesar 0,535. Nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05 p0,05 menunjukkan bahwa variabel asertivitas berdistribusi normal. Sebaran data pada variabel kekerasan dalam berpacaran memiliki nilai signifikansi atau probabilitas p sebesar 0,130. Nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05 p0,05 menunjukkan bahwa variabel kekerasan dalam berpacaran berdistribusi normal.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk menguji apakah hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat memiliki hubungan yang linier atau tidak. Uji linieritas dilakukan dengan SPSS for Windows version 16.0 , hasilnya sebagai berikut : Tabel 6.2 Hasil Uji Linearitas Sum of Squares df Mean Square F Sig. KDP asertivitas Between Groups Combined 3194.980 22 145.226 1.466 .139 Linearity 1263.026 1 1263.026 12.751 .001 Deviation from Linearity 1931.953 21 91.998 .929 .560 Within Groups 4259.142 43 99.050 Total 7454.121 65 Hasil uji linearitas yang digunakan untuk menguji hubungan asertivitas dengan kekerasan dalam berpacaran diperoleh nilai probabilitas pada penelitian sebesar 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel asertivitas dan kekerasan dalam berpacaran dapat dikatakan linier karena nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05.

D. Hasil Penelitian

1. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi Pea rson Product Moment. Uji korelasi digunakan untuk mengetahui kecenderungan pola dalam satu variabel berdasarkan kecenderungan pola dalam variabel yang lain. Jika kecenderungan dalam satu variabel selalu diikuti oleh kecenderungan dalam variabel lain, maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel memiliki hubungan atau korelasi Santoso, 2010. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 6.3 Hasil Uji Korelasi asertivitas KDP asertivitas Pearson Correlation 1 -.412 Sig. 1-tailed .000 N 66 66 KDP Pearson Correlation -.412 1 Sig. 1-tailed .000 N 66 66 . Correlation is significant at the 0.01 level 1-tailed. Measures of Association R R Squared Eta Eta Squared KDP asertivitas -.412 .169 .655 .429 Hasil analisis diperoleh nilai koefisien korelasi r sebesar - 0,412 dengan nilai signifikansi 0,000 karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,01 p0,01, maka ada hubungan antara tingkat asertivitas dengan kekerasan dalam berpacaran. Koefisien korelasi hasil analisis memiliki nilai yang negatif, menunjukkan hipotesis penelitian ini yang mengatakan bahwa “Ada hubungan negatif antara asertivitas dengan kekerasan dalam berpacaran yang dialami perempuan dewasa awal”. Hasil koefisien determinasi r squared yang diperoleh dengan mengkuadratkan nilai r yaitu -0,412 2 adalah sebesar 0,169. Koefisien determinasi menunjukkan besarnya sumbangan yang diberikan variabel bebas terhadap variabel terikat. Hal ini berarti hasil analisis menunjukkan asertivitas memiliki sumbangan terhadap kekerasan dalam berpacaran adalah sebesar 0,169 atau sebesar 17 sedangkan 83 lainnya dipengaruhi oleh variabel lainnya. 2. Kategorisasi Tingkat Asertivitas dan Kekerasan dalam Berpacaran yang Dialami Perempuan Dewasa Awal Norma berdasarkan pembagian wilayah dalam distribusi norma: Tabel 6.4 Norma Kategorisasi Kategori Rentan Sangat Tinggi M + 1,50 SD X Tinggi M + 0,50 SD X ≤ M + 1,50 SD Sedang M – 0,50 SD X ≤ M + 0,50 SD Rendah M – 1,50 SD X ≤ M – 0,50 SD Sangat Rendah X ≤ M – 1,50 SD Tabel 6.5 Hasil Analisis Kategorisasi Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation KDP 66 27 79 42.42 10.709 asertivitas 66 58 92 71.53 5.936 Valid N listwise 66 Tabel 6.6 Hasil Kategorisasi Item Asertivitas Kategori Rentan Jumlah subjek Persentase Sangat Tinggi 80,434 X 2 orang 3 Tinggi 74,498 X ≤ 80,434 14 orang 21 Sedang 68,626 X ≤ 74,498 40 orang 61 Rendah 62,626 X ≤ 68,562 8 orang 12 Sangat Rendah X ≤ 62,626 2 orang 3 Berdasarkan kategorisasi, diketahui bahwa tingkat asertivitas pada perempuan dewasa awal, dari 66 subjek didapatkan 14 subjek 21 berada pada tingkat asertivitas yang tinggi, 40 subjek 61 berada pada kategori sedang, dan 8 subjek 12 berada pada tingkat rendah. Didapatkan kesimpulan bahwa rata-rata perempuan dewasa awal khususnya yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat asertivitas yang sedang dengan persentase 61. Tabel 6.7 Hasil Kategorisasi Item Kekerasan dalam Berpacaran Kategori Rentan Jumlah subjek Persentase Sangat Tinggi 58,484 X 2 orang 3 Tinggi 47,7745 X ≤ 58,484 10 orang 15 Sedang 37,0655 X ≤ 47,7745 39 orang 59 Rendah 26,356 X ≤ 37,0655 15 orang 23 Sangat Rendah X ≤ 26,356 - Berdasarkan kategorisasi, diketahui bahwa tingkat Kekerasan dalam Berpacaran pada perempuan dewasa awal, dari 66 subjek didapatkan 10 subjek 15 berada pada tingkat tinggi, 39 subjek 59 berada pada kategori sedang, dan 15 subjek 23 berada pada kategori rendah. Didapatkan kesimpulan bahwa rata-rata perempuan dewasa awal khususnya yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat kekerasan dalam berpacaran yang sedang dengan persentase 59. 3. Gambaran Proporsi Bentuk Kekerasan dalam Berpacaran Tabel 6.8 Hasil Proporsi Bentuk Kekerasan Dalam Berpacaran No Bentuk KDP Jumlah Subjek Persentase 1. Psikologis 65 orang 99 2. Seksual 54 orang 54 3. Sosial 44 orang 44 4. Ekonomi 42 orang 42 5. Fisik 31 orang 31 Hasil analisis didapatkan gambaran proporsi bentuk KDP yaitu hampir seluruh subjek mengalami kekerasan psikologi, sebagian dari jumlah subjek mengalami kekerasan seksual, sedangkan kekerasan sosial, ekonomi, dan fisik dialami kurang dari setengah jumlah subjek. 4. Gambaran Hubungan antara Asertivitas dengan Kekerasan dalam Berpacaran dilihat dari Bentuk-Bentuk Kekerasan dalam Berpacaran Tabel 6.9 Hubungan Asertivitas dengan Kekerasan dalam Berpacaran dilihat dari Bentuk-Bentuk Kekerasan dalam Berpacaran No. Bentuk KDP Korelasi Signifikansi 1. Psikologis -0,406 0,001 2. Seksual -0,375 0,002 3. Sosial -0,224 0,070 4. Ekonomi -0,135 0,280 5. Fisik -0,268 0,029 Berdasarkan hasil analisis didapatkan gambaran hubungan antara asertivitas dengan kekerasan dalam berpacaran secara spesifik dilihat dari bentuk-bentuk kekerasan. Korelasi asertivitas dengan kekerasan psikologi -0,406 merupakan korelasi yang paling tinggi dari antara bentuk kekerasan yang lain. Selain itu, korelasi tertinggi kedua yaitu dengan kekerasan seksual -0,375.Korelasi asertivitas dengan kekerasan secara fisik sebesar -0,268 yang merupakan korelasi terendah dibandingkan bentuk kekerasan yang lainnya. Sedangkan untuk korelasi asertivitas dengan kekerasan secara ekonomi dan sosial memiliki nilai signifikan lebih dari 0,05, hal ini berarti asertivitas tidak berhubungan dengan kekerasan secara ekonomi dan sosial.

E. Pembahasan

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara asertivitas dan kekerasan pada perempuan dewasa awal r = -0,412. Dengan demikian hipotesis penelitian yang mengatakan terdapat hubungan negatif antara asertivitas dan kekerasan dalam berpacaran yang dialami perempuan dewasa awal teruji kebenarannya.Semakin tinggi asertivitas subjek, semakin jarang kekerasan dalam berpacaran yang dialami perempuan dewasa awal. Sebaliknya semakin rendah asertivitas yang dimiliki subjek, kekerasan dalam berpacaran yang dialami perempuan dewasa awal akan semakin sering. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Greene dan Navarro Uyun, 2003 yang menemukan bahwa keterampilan asertif dapat membantu perempuan untuk terhindar dari korban kekerasan.Asertivitas merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas, spesifik, dan tidak berbelit-belit, sekaligus tetap dapat memberikan respon sesuai kebutuhan orang lain, dan sesuai situasi yang ada Stein dan Book, 2004.Menurut Arsitasari, dkk 2006 sistem budaya patriakhi yang sering memperlakukan wanita dengan cara- cara kasar dan keras. Perlakuan kurang manusiawi ini dimungkinkan dan dapat dipahami karena kedudukan dan peran kaum wanita yang relatif lemah dibandingkan dengan kedudukan dan peran laki-laki.Oleh karena itu, wajib hukumnya bagi kaum wanita untuk tunduk dan patuh terhadap kaum laki-laki. Dengan adanya budaya patriakhi ini menjadikan kaum perempuan sulit untuk berkata tidak dan bertindak secara asertif, yakni menolak diperlakukan secara keras dan kasar karena terdapat perasaan takut akan ditinggal oleh pasangan. Kanfer dan Goldstain Santosa, 1999 menyatakan bahwa orang yang asertif akan menguasai atau dapat mengendalikan diri sesuai dengan situasi yang ada, dapat memberikan respon dengan wajar pada hal-hal yang disukai, dan dapat menyatakan kasih sayang dan cintanya. Dengan demikian perempuan yang asertif akan dapat mengungkapkan kebutuhan dan perasaannya jika ia merasa tertekan secara wajar sesuai situasi dengan tetap mempertahankan dan mengakomodasikan kepentingan pasangannya. Sebaliknya, perempuan yang tidak asertif tidak memiliki ketrampilan komunikasi yang membuatnya mampu menegosiasikan kepentingannya, maka tanpa disadari ia telah menjadi korban kekerasan karena kegagalannya menyatakan pikiran dan kebutuhannya secara terus terang dan telah memberi peluang pada orang lain untuk tidak menghargainya. Hal tersebut sama halnya dengan membiarkan diri mereka disakiti secara fisik, emosi, maupun sosial. Perempuan dewasa awal yang memiliki asertivitas tinggi akan mampu mengekspresikan diri, sehingga dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya ketika mendapat perlakuan kasar dari pacarnya. Ketika perempuan dewasa awal terbuka dalam komunikasi dengan menyampaikan apa yang dirasakannya kepada pasangan, maka ada kemungkinan bahwa pasangannya dapat lebih mengerti diri kita dan hal ini mampu mencegah terjadinya kekerasan dalam berpacaran Lenz dan Adams, 1995. Kemampuan ini membuat perempuan dewasa awal dapat terhindar dari perlakuan kekerasan dalam berpacaran. Berbeda dengan perempuan dewasa awal yang kurang memiliki asertivitas, dirinya kurang terbuka dalam mengutarakan apa yang dirasakan kepada pasangannya sehingga dirinya menjadi pasrah jika mendapat perlakuan yang diberikan oleh pasangannya termasuk perlakuan yang dapat dikatakan sebagai kekerasan dalam berpacaran. Pengaruh asertivitas terhadap kekerasan dalam berpacaran yang dialami perempuan dewasa awal dapat dilihat pada sumbangan efektif SE yang diberikan sebesar 17, sisanya 83 merupakan faktor-faktor lain seperti faktor riwayat pernah mengalami atau menyaksikan kekerasan pada masa anak-anak sehingga mereka mencontoh tindakan kekerasan tersebut Lemme, 1995 dan kurang memiliki keterampilan untuk memulai dan mempertahankan hubungan yang sehat dengan orang lain, termasuk pasangan Dinastuti, 2008. Berdasarkan kategorisasi, diketahui bahwa tingkat asertivitas pada perempuan dewasa awal khususnya yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat asertivitas sedang dengan persentase 61. Sedangkan, tingkat kekerasan dalam berpacaran pada perempuan dewasa awal khususnya yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat asertivitas sedang dengan persentase 59. Didapatkan gambaran proporsi bentuk KDP yaitu hampir seluruh subjek mengalami kekerasan psikologi, sebagian dari jumlah subjek mengalami kekerasan seksual, sedangkan kekerasan sosial, ekonomi, dan fisik dialami kurang dari setengah jumlah subjek. Selain itu, didapatkan gambaran hubungan antara asertivitas dengan kekerasan dalam berpacaran secara spesifik dilihat dari bentuk- bentuk kekerasan. Korelasi asertivitas dengan kekerasan psikologi -0,406 merupakan korelasi yang paling tinggi dari antara bentuk kekerasan yang lain. Hal ini dikarenakan jika seseorang mampu bersikap asertif maka ia mampu untuk mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka. Selain itu, korelasi tertinggi kedua yaitu dengan kekerasan seksual -0,375. Hal ini dikarenakan jika seseorang mampu bersikap asertif maka ia mampu untuk membuat keputusan sendiri dan mampu mempertahankan hak mereka. Sedangkan untuk korelasi asertivitas dengan kekerasan secara ekonomi dan sosial memiliki nilai signifikan lebih dari 0,05, hal ini berarti asertivitas tidak berhubungan dengan kekerasan secara ekonomi dan sosial. 65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Hipotesis dalam penelitian ini diterima yaitu terdapat hubungan negatif antara asertivitas dengan kekerasan dalam berpacaran yang dialami perempuan dewasa awal. Semakin tinggi asertivitas yang dimiliki maka kekerasan dalam berpacaran yang dialami perempuan dewasa awal akan semakin jarang, demikian juga sebaliknya semakin rendah asertivitas yang dimiliki maka kekerasan dalam berpacaran yang dialami perempuan dewasa awal akan semakin sering. Adapun asertivitas memberikan sumbangan sebesar 17 terhadap kekerasan dalam berpacaran. Tingkat asertivitas maupun kekerasan dalam berpacaran pada perempuan dewasa awal berada pada kategorisasi sedang. Bentuk kekerasan dalam berpacaran yang paling sering terjadi adalah kekerasan psikis sebesar 99.

B. Saran

1. Bagi Perempuan Dewasa Awal

Hendaknya perempuan dewasa awal dapat bersikap asertif seperti menyatakan apa yang dirasakan maupun dipikirkan secara jujur, menghargai diri sendiri serta orang lain, mampu mempertahankan hak- hak pribadinya tanpa merugikan hak orang lain, mampu