Optimalisasi Produksi pada Peternakan Puyuh Bintang Tiga, Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor

(1)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi terhadap pendapatan nasional Indonesia. Berdasarkan angka sementara Produk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha tahun 2009, sektor pertanian menempati urutan kedua setelah sektor industri pengolahan dengan nilai mencapai 296.369,3 miliar rupiah atau 13,61 persen dari total PDB. Angka tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 4,12 persen dari tahun sebelumnya yang bernilai 284.620,7 miliar rupiah.

Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang mempunyai peranan dalam kehidupan masyarakat. Subsektor ini memberikan kontribusi bagi pemenuhan konsumsi gizi masyarakat dan PDB pertanian. Kontribusinya dalam PDB pertanian menempati peringkat keempat setelah subsektor tanaman pangan, perkebunan, dan perikanan dengan persentase masing-masing 6,83; 2,11; dan 2,21 persen pada tahun 2009. Nilai sementara PDB peternakan pada tahun 2009 adalah 36.743,6 miliar rupiah atau 1,69 persen dari PDB keseluruhan.

Persentase subsektor peternakan dalam PDB masih lebih rendah dibandingkan subsektor lainnya walaupun terdapat peningkatan nilai sebesar 3,72 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh konsumsi masyarakat terhadap produk peternakan yang masih rendah. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2009, rata-rata konsumsi protein hewani asal daging serta telur dan susu masyarakat Indonesia pada tahun 2009 adalah 2,22 dan 2,96 gram/kapita/hari. Angka-angka tersebut masih kurang dari nilai konsumsi protein hewani standar yang ditetapkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 yaitu sebanyak enam gram/kapita/hari. Persentase tersebut seharusnya dapat ditingkatkan guna mendapatkan generasi bangsa yang sehat dan cerdas1. Oleh karena itu, keberadaan sektor peternakan sebagai penghasil sumber protein bagi masyarakat masih mempunyai peranan penting.

1

Suryana A. 2008. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Pangan Peternakan Bermutu, Aman, dan Halal. http://www.litbang.deptan.go.id/special/HPS/dukungan_tek_peternakan.pdf. [20 Pebruari 2009]


(2)

2 Di antara ketiga jenis pangan hewani, yang paling dapat dijangkau oleh masyarakat adalah hasil ternak unggas. Faktor penyebab produk unggas lebih dipilih masyarakat adalah karena harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan komoditas daging penyedia protein hewani lainnya seperti daging sapi. Selain itu faktor lainnya adalah akses yang mudah diperoleh, ketersediaan produk unggas semakin beraneka ragam, dan semakin mudah untuk dimasak (convenience food)2. Selain itu, usaha peternakan unggas semakin banyak diminati karena merupakan usaha yang dapat diusahakan mulai dari skala usaha rumah tangga hingga skala usaha besar.

Burung puyuh adalah salah satu jenis unggas yang cukup umum diternakkan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjennak), populasi burung puyuh di Indonesia pada tahun 2009 adalah 7.618.151 ekor. Meskipun populasinya masih jauh di bawah ayam dan itik, namun jumlahnya selalu mengalami peningkatan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Peningkatan jumlah populasi setiap tahun menunjukkan potensi peternakan puyuh yang dapat dikembangkan.

Tabel 1. Populasi Unggas di Indonesia 2006-2009 (000 ekor)

No Jenis Tahun

2006 2007 2008 2009

1 Ayam Buras 291.085,0 272.251,0 243.423,0 249.963,0 2 Ayam Ras Petelur 100.202,0 111.489,0 107.955,0 111.418,0 3 Ayam Ras Pedaging 797.527,0 891.659,0 902.052,0 1.026.379,0

4 Itik 32.481,0 35.867,0 39.840,0 40.680,0

5 Puyuh - 6.640,1 6.683,3 7.618,2

6 Merpati - 162,5 1.499,0 1.814,8

Sumber : Ditjennak (2010)

Karakteristik burung puyuh adalah tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek, dan dapat diadu. Burung puyuh adalah bangsa burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat tahun 1870. Di

2

Daryanto A. 2009. Tantangan dan Peluang Industri Unggas Nasional. http://www.trobos.com/show_article.php?rid=22&aid=1577. [20 Pebruari 2009]


(3)

3 Indonesia puyuh mulai dikenal dan diternakkan sejak akhir tahun 1979. Ukuran tubuh puyuh yang kecil menjadi kelebihan karena dengan lahan yang tidak terlalu luas dapat dipelihara dalam jumlah besar.

Salah satu hasil utama ternak puyuh adalah telur. Telur sebagai bahan makanan mempunyai kandungan gizi yang cukup lengkap, meliputi karbohidrat, protein dan delapan macam asam amino sehingga berguna bagi tubuh. Telur puyuh mempunyai bentuk dan ukuran yang agak berbeda dari telur ayam dan itik. Telur ini berukuran lebih kecil dan mempunyai corak pada cangkangnya.

Telur yang dihasilkan burung puyuh cukup banyak. Kemampuan seekor puyuh dalam menghasilkan telur adalah 250 sampai 300 butir dalam satu tahun (Listiyowati, 2005). Kelebihan lainnya adalah kemampuan tumbuh dan berkembangbiaknya sangat cepat. Burung puyuh sudah mampu berproduksi dalam 41 hari dan menghasilkan tiga sampai empat keturunan dalam satu tahun.

Kandungan gizi telur puyuh tidak kalah dengan jenis telur lain. Telur puyuh memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan telur ayam ras yang lebih umum dikonsumsi masyarakat. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 2, dimana proteinnya tinggi tetapi kadar lemaknya rendah. Selain itu rasanya juga lezat dan dapat disajikan dalam aneka bentuk dan rasa.

Tabel 2. Perbedaan Susunan Kandungan Gizi dari Berbagai Telur Unggas Jenis Unggas Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Ayam ras Ayam buras Itik Angsa Merpati Kalkun Puyuh 12,7 13,4 13,3 13.9 13,8 13,1 13,1 11,3 10,3 14,5 13,3 12,0 11,8 11,1 0,9 0,9 0,7 1,5 0,8 1,7 1,0 Sumber : Woodard (1973) dalam Listiyowati (1992)

Rata-rata konsumsi telur puyuh per kapita per minggu di Indonesia pada tahun 2007 meningkat dari tahun sebelumnya (Tabel 3). Peningkatannya sebesar


(4)

4 25,71 persen merupakan yang tertinggi dibandingkan jenis telur lain. Rata-rata konsumsi tertinggi masih berasal dari telur ayam ras, namun peningkatan konsumsi merupakan suatu peluang pasar bagi komoditi telur puyuh. Potensi lain ditunjukkan oleh harga telur puyuh yang cenderung stabil bahkan meningkat. Tabel 3. Konsumsi Telur Rata-rata per Kapita per Minggu Penduduk Indonesia

Tahun 2006-2007 Jenis Telur Satuan

unit

Rata-rata Konsumsi per kapita per minggu

Peningkatan (%)

2006 2007

1. Telur ayam ras 2. Telur ayam kampung 3. Telur itik

4. Telur Puyuh 5. Telur lainnya 6. Telur asin

Kg Butir Butir Butir Butir Butir 0,097 0,122 0,057 0,070 0,003 0,038 0,117 0,098 0,058 0,088 0,001 0,035 20,62 -19,67 1,75 25,71 -66,67 -7,89 Sumber : BPS (2008)

Pemanfaatan ternak burung puyuh tidak hanya untuk menghasilkan telur konsumsi saja. Bibit, daging, kotoran, atau bulu puyuh pun bisa dimanfaatkan dan dijual. Peternakan puyuh yang mulai banyak diusahakan membutuhkan bibit puyuh sebagai input. Daging puyuh yang berasal dari puyuh jantan yang tidak lolos seleksi sebagai pembibit atau puyuh betina afkir yang sudah tidak produktif lagi dapat dijual untuk konsumsi. Kotoran puyuh dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang serta bulu burung puyuh dapat dimanfaatkan sebagai campuran bahan pakan ternak besar.

Sentra peternakan burung puyuh banyak terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Lampung. Hal ini ditunjukkan dengan populasi puyuh tahun 2009 yang di masing-masing provinsi berjumlah 4.113.926; 1.772.951; 1.381.676; 135.086; dan 115.278 (Ditjennak, 2010). Di Jawa Barat, peternakan puyuh banyak terdapat di Kabupaten Sukabumi3. Selain

3

Utama S. Mengelus Puyuh Menambah Kocek. http://www.agrina-online.com/redesign2.php?rid=10&aid=2617. [28 September 2010]


(5)

5 itu, puyuh mulai diusahakan di Kabupaten Bogor meskipun dalam jumlah kecil. Berdasarkan data populasi ternak unggas tahun 2007 Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, populasi puyuh terdapat di Kecamatan Tajurhalang dengan jumlah 4.000 ekor.

Sejak terjadinya wabah flu burung di Indonesia pada akhir 2003, banyak peternak yang mengalami kerugian bahkan menutup usahanya. Hal ini terjadi di beberapa peternakan puyuh di Kabupaten Sukabumi. Namun, setelah wabah tersebut mulai mereda, banyak peternak yang mengembangkan usahanya lagi. Salah satunya adalah Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT). Peternakan ini merupakan salah satu pemasok telur untuk kawasan Bogor. Lokasinya berada di Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.

1.2 Perumusan Masalah

Peternakan Puyuh Bintang Tiga adalah salah satu perusahaan yang menjalankan bisnis peternakan puyuh di Kabupaten Bogor. Unit bisnis utama dari PPBT adalah budidaya puyuh untuk dijual telurnya (puyuh petelur). Unit bisnis lainnya adalah pakan dan bibit puyuh petelur. Peternakan ini memasok telur puyuh untuk Pasar Bogor, Pasar Anyar, Pasar Warung Jambu, Pasar Cibinong, dan Pasar Leuwiliang. Rata-rata produksi telur puyuh yang dihasilkan adalah sebanyak 6.500 butir per hari atau 45.500 per minggu dari jumlah populasi produktif sebanyak 8.000 ekor (PPBT, Maret 2009). Jumlah telur tersebut sudah merupakan hasil sortiran dan siap jual.

Rata-rata permintaan telur ke PPBT adalah sebanyak 23.000 butir setiap hari yang merupakan permintaan dari seluruh pasar yang dipasok PPBT. Pemesanan telur dari pelanggan biasanya dilakukan setiap minggu atau dua hari sekali. Namun, saat ini PPBT belum dapat memenuhi keseluruhan permintaan. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa PPBT hanya dapat memenuhi 44,28 persen dari keseluruhan permintaan per minggu. Selain data permintaan pasar yang telah disebutkan terdapat beberapa permintaan yang sama sekali belum terpenuhi yaitu permintaan dari daerah Cibubur, Karawang, dan Jakarta. Permintaan pasar yang belum terpenuhi oleh PPBT menunjukkan bahwa telur puyuh memiliki peluang pasar yang sangat tinggi.


(6)

6 Tabel 4. Permintaan dan Penawaran Telur Puyuh per Minggu pada PPBT bulan

Maret 2009

No Pelanggan Permintaan (butir) Penawaran (butir)

1 Pasar Ciawi 8.400 3.600

2 Pasar Cibinong 14.400 6.000

3 Pasar Ciluar 12.000 4.800

4 Pasar Anyar 16.800 15.000

5 Pasar Leuwiliang 24.000 6.000

6 Pasar Warung Jambu 6.000 3.000

7 Pasir Angin 26.400 8.400

8 Pasar Bogor 48.000 22.400

9 Cirangkong 8.400 3.600

TOTAL 164.400 72.800

Pemenuhan Permintaan 44,28%

Sumber : PPBT (Maret, 2009)

Permintaan telur yang dapat dipenuhi PPBT berasal dari produksi sendiri dan peternak mitranya yang berada di Bogor dan Sukabumi. Sistem kemitraan yang diterapkan adalah PPBT menjual bibit dan pakan untuk kemudian memasarkan telur puyuh yang dihasilkan oleh mitra. Jumlah pasokan telur per minggu yang yang berasal dari peternak mitra adalah dari Sukabumi sebanyak 13.300 butir dan Lido sebanyak 14.000 butir.

Selain memproduksi telur, PPBT memproduksi bibit dan pakan puyuh. Produksi pakan sendiri dilakukan karena harga pakan yang dibeli dari pabrik cukup mahal, sedangkan biaya produksi untuk membuat pakan sendiri lebih murah. Pakan yang diproduksi juga dijual kepada peternak mitra.

Produksi bibit di PPBT baru dilakukan sejak Desember 2008. Pada saat itu, PPBT menjual bibit hasil pembesaran sampai siap bertelur yang berasal dari Day Old Quail (DOQ) berumur dua minggu yang dibeli dari pemasok. Jumlah bibit yang telah diproduksi dan terjual adalah sebanyak 7.500 ekor (PPBT, Maret 2009) dalam empat periode pembesaran. Selain itu, masih terdapat permintaan


(7)

7 bibit dari peternak di daerah Cibungbulang dan Jonggol sebanyak masing-nasing 5.000 ekor yang belum dapat terpenuhi.

Penerimaan usaha yang selama ini diperoleh PPBT berasal dari aktivitas pemeliharaan puyuh petelur, bibit puyuh, dan pakan. Aktivitas puyuh petelur menghasilkan produk utama telur puyuh serta produksi sampingan kotoran puyuh dan puyuh afkir dalam satu periode pemeliharaan. Aktivitas bibit puyuh menghasilkan produk utama bibit puyuh dan kotoran puyuh selama satu periode pemeliharaan.

PPBT sebagai sebuah perusahaan mempunyai tujuan untuk memperoleh keuntungan maksimum. Permintaan telur dan bibit puyuh yang belum dapat dipenuhi tersebut menunjukkan kurangnya hasil produksi di PPBT. Selain itu, PPBT dinilai masih belum berproduksi dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang dimiliki. Hal ini ditunjukkan oleh pemanfaatan kandang yang kurang maksimal. PPBT memiliki tiga kandang besar untuk puyuh periode layer dengan kapasitas masing-masing sebanyak 5.000 ekor dan satu kandang besar untuk periode starter dengan kapasitas 3.500 ekor. Kandang layer yang dimanfaatkan hanya sebanyak dua buah untuk populasi sebanyak 8.000 ekor. Artinya, masih terdapat satu buah kandang yang belum dimanfaatkan.

Usaha peternakan seperti PPBT mempunyai banyak kendala pada proses produksi karena berkaitan dengan makhluk hidup sebagai sumber produksinya. Karakteristik kedua jenis puyuh yang dibudidayakan PPBT sedikit berbeda. Puyuh petelur memiliki periode pemeliharaan selama satu tahun sedangkan bibit puyuh memiliki periode pemeliharaan selama satu bulan. Hal ini terkait dengan biaya produksi per bulannya. Puyuh petelur mempunyai struktur biaya yang besar pada awal pemeliharaan kemudian menurun pada bulan berikutnya. Sedangkan biaya bibit puyuh konstan setiap bulan tetapi cenderung lebih besar daripada rata-rata biaya per bulan puyuh petelur. Untuk itu, diperlukan perencanaan produksi dalam usahaternak di PPBT karena berkaitan dengan penggunaan sumberdaya yang sama oleh kedua jenis puyuh.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :


(8)

8 1) Bagaimana kombinasi jumlah puyuh petelur dan bibit puyuh di PPBT yang

dapat memperoleh keuntungan optimal?

2) Bagaimana penggunaan sumberdaya yang optimal di PPBT agar pendapatan usahaternak dapat menguntungkan?

3) Bagaimana perubahan yang terjadi pada kondisi optimal jika ada perubahan parameter yang membentuk model?

1.3 Tujuan

Tujuan dari Penelitian ini adalah :

1) Menganalisis kombinasi jumlah setiap jenis puyuh yang optimal.

2) Menganalisis alokasi sumberdaya yang optimal untuk memperoleh keuntungan optimal.

3) Menganalisis perubahan yang terjadi pada kondisi optimal jika terjadi perubahan pada harga input pakan.

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi serta masukan yang bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:

1) Bagi perusahaan, memberikan masukan dan pertimbangan bagi pemilik PPBT dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan perencanaan usahaternak puyuh agar dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dalam mencapai keuntungan optimal.

2) Bagi penulis, penelitian ini menambah pengalaman dan sebagai media dalam penerapan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan.

3) Bagi pembaca, sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.


(9)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Puyuh

Puyuh termasuk dalam klasifikasi bangsa burung. Ciri-ciri umumnya adalah tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek, dapat diadu, dan bersifat kanibal. Coturnix coturnix japonica merupakan salah satu jenis puyuh yang lazim diternakkan (Listiyowati dan Roospitasari 1995). Jenis ini termasuk famili Phasianidae dan ordo Galliformes. Bila dibandingkan dengan jenis yang lain, coturnix dapat menghasilkan telur sebanyak 250-300 butir per ekor selama setahun.

Puyuh betina mulai bertelur pada umur 35 hari. Puncak produksinya terjadi pada umur lima bulan dengan persentase bertelur rata-rata 76 kali. Di atas umur 14 bulan, produktivitasnya akan menurun dengan persentase bertelur kurang dari 50 kali. Kemudian sama sekali berhenti bertelur saat berumur 2,5 tahun atau 30 bulan. Telurnya berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam, cokelat, dan biru. Burung puyuh yang diternakkan di Indonesia termasuk ke dalam jenis ini Coturnix coturnix japonica.

2.2 Faktor Produksi

Faktor produksi merupakan barang atau jasa untuk mempermudah suatu proses produksi dan turut menentukan keberhasilan suatu usaha. Produksi yang tinggi dapat tercapai bila semua faktor produksi tersedia dalam jumlah yang cukup dan bermutu baik dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan produksinya (Bruce dan Tailor, 1994). Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usaha peternakan puyuh adalah bibit puyuh, pakan, tenaga kerja, kandang, obat-obatan, vaksin, dan bahan penunjang.

2.2.1 Kandang

Faktor produksi kandang terkait dengan lokasi peternakan. Menurut Rahardi et al. (1995), pemilihan lokasi peternakan sebaiknya didasarkan atas hal-hal berikut:

1) Kondisi sosial dari masyarakat setempat dengan tidak bertentangan dengan ketertiban dan kepentingan umum.


(10)

10 2) Tidak terletak di pusat kota, berjarak sekurang-kurangnya 250 meter dari pemukiman penduduk dan berjarak tidak kurang dari 250 meter dengan lokasi peternakan lain.

3) Lokasi peternakan hendaknya lebih tinggi dari daerah sekitarnya, dekat dengan sumber air, dan mudah dijangkau.

Adapun fungsi kandang adalah untuk melindungi ternak dari pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan seperti angin dan sengatan sinar matahari serta mempermudah penanganan ternak yang dilakukan. Selain itu, pembuatan kandang perlu memperhatikan jenis ternak, teknik dan konstruksi, serta bahan yang sederhana dan murah. Kepadatan kandang juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi sifat kanibal (saling patuk), tidak meratanya konsumsi pakan dan kegerahan pada ternak.

2.2.2 Pakan

Pakan adalah faktor yang sangat penting untuk keberhasilan beternak puyuh. Pakan merupakan faktor produksi yang menuntut biaya paling besar, yaitu sekitar 60-80% dari biaya produksi (Rahardi et al. 1995). Pakan yang dapat diberikan pada puyuh dapat terdiri dari beberapa bentuk, yaitu pellet, remah-remah, dan tepung. Peternak dapat membuat sendiri pakan untuk puyuh. Komposisi pakan tersebut adalah jagung kuning, tepung ikan teri tawar, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dedak halus, kulit kerang, dan vitamin mix. Pemberian pakan berdasarkan umur puyuh perlu diperhatikan. Pada umur 0-5 minggu puyuh perlu diberi pakan yang kaya protein. Selain pakan utama berupa konsentrat tepung komplit, puyuh perlu diberi pakan tambahan berupa dedaunan segar. 2.2.3 Bibit

Data dan informasi tentang ternak secara lengkap sangat diperlukan untuk dapat memilih bibit ternak dengan baik (Rahardi et al. 1995). Informasi tersebut dapat dilihat pada catatan pemeliharaan ternak (recording). Bibit puyuh atau bisa disebut Day Old Quail (DOQ) memegang peranan penting untuk menghasilkan puyuh dengan produksi telur tinggi. Peternak puyuh skala besar biasanya mengusahakan bibit sendiri. Ketersediaan bibit harus diperhatikan untuk menjamin kelangsungan produksi. Pada saat memulai usaha peternakan burung


(11)

11 puyuh, langkah pertama yang harus dilakukan adalah seleksi burung puyuh yang baik untuk bibit misalnya menyeleksi asal daerah puyuh-puyuh induk. Asal daerah sebaiknya tidak sama.

2.2.4 Obat-obatan, vaksin, dan vitamin

Peternak harus selalu memperhatikan gejala-gejala yang terlihat dari ternak. Untuk itu peternak harus selalu memiliki bahan dan peralatan yang digunakan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit pada ternak yaitu vaksin dan obat-obatan. Puyuh yang divaksinasi sering mengalami stres. Untuk mencegahnya perlu pemberian vitamin dan antibiotika. Dengan demikian dapat mendukung pertumbuhan sehingga ternak puyuh dapat tumbuh secara optimal 2.2.5 Tenaga Kerja

Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja (Soekartawi, 1993). Oleh karena itu, dalam analisa ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan. Namun yang paling penting diperhatikan oleh peternak adalah pengorganisasian tenaga kerja untuk menciptakan efisiensi. Hal ini berkaitan dengan pembagian tugas kerja.

2.2.6 Modal

Menurut Soekartawi (1993), modal dalam usahatani dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses produksi. Pembentukan modal mempunyai tujuan untuk menunjang pembentukan modal lebih lanjut dan meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani.

2.2.7 Bahan Penunjang

Faktor produksi lain yang diperlukan dalam peternakan puyuh adalah bahan penunjang yang terdiri dari peti, sekam, kardus, dan listrik. Peti, sekam, dan kardus diperlukan untuk mengemas telur yang akan dijual. Sedangkan listrik digunakan untuk penerangan kandang puyuh dan mesin tetas.


(12)

12 2.3 Skala Usaha Peternakan Puyuh

Kegiatan yang berlangsung di peternakan puyuh tergantung dari jenis skala usahanya. Menurut Abidin (2006), skala usaha terkait secara langsung dengan modal yang dimiliki. Semakin sedikit modal yang diinvestasikan, semakin kecil skla usahanya. Biasanya skala usaha dikelompokkan berdasarkan jumlah puyuh yang dipelihara dalam satu siklus produksi. Batasan skala usaha tersebut adalah sebagai berikut :

1. Skala rumah tangga yaitu jumlah puyuh yang dipelihara kurang dari 250 ekor. 2. Skala kecil yaitu jumlah puyuh yang dipelihara antara 250-2399 ekor.

3. Skala sedang yaitu jumlah puyuh yang dipelihara 2400-7999 ekor. 4. Skala besar yaitu jumlah puyuh yang dipelihara lebih dari 8000 ekor.

Kegiatan di peternakan puyuh skala kecil biasanya hanya memelihara puyuh grower, yaitu dari umur 3-6 minggu sampai menjadi apkir. Pada peternakan puyuh skala menengah biasa melakukan kegiatan dari penetasan hingga puyuh menjadi usaha dewasa dalam populasi kecil, atau berupa pemeliharaan dari masa starter sampai dewasa saja. Sedangkan peternakan skala usaha besar umumnya melakukan penetasan, pemeliharaan puyuh anakan (DOQ), serta pemeliharaan masa starter, grower, dan layer hingga berproduksi secara bersamaan.

2.4 Tata Laksana Peternakan Puyuh

Seleksi burung puyuh untuk bibit adalah hal pertama yang harus dilakukan dalam memulai usaha peternakan burung puyuh. Seleksi dapat dilakukan pada masa starter, grower, dan layer. Seleksi tersebut bertujuan untuk menentukan apakah bibit tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pembibit, petelur atau pedaging. Namun, di Indonesia belum ada peternakan yang khusus memelihara puyuh untuk dimanfaatkan dagingnya. Daging puyuh yang beredar dikonsumsi biasanya berasal dari puyuh afkiran. Puyuh afkiran yang dimaksud adalah puyuh jantan dan betina yang tidak terpilih sebagai bibit serta betina yang tidak lagi produktif dalam bertelur. Pemeliharaan puyuh secara sederhana terdapat pada Gambar 1.


(13)

13 Sumber : Listiyowati (1999)

Gambar 1. Penyederhanaan Pemeliharaan Puyuh

Pada masa starter, seleksi dilakukan pada umur 1-3 minggu, yaitu dengan pemilihan DOQ. DOQ sebaiknya dipilih yang bukan berasal dari perkawinan inbreed (perkawinan antar saudara). Kriteria lainnya adalah anak puyuh yang ukurannya sama, sehat, gesit, tidak ada cacat fisik, matanya cerah, dan aktif mencari makan.

Seleksi masa grower dimulai pada umur 3-6 minggu. Burung puyuh yang pertumbuhannya tidak normal atau kerdil disingkirkan sehingga diperoleh puyuh yang bobotnya sama. Selain itu, pada masa ini dilakukan seksing (pengelompokan jenis kelamin). Pengelompokan tersebut tergantung pada tujuan pemeliharaan yaitu sebagai penghasil bibit, petelur, atau pedaging.

Masa layer adalah pada saat puyuh berumur 6 minggu ke atas. Burung puyuh yang dipilih adalah yang berproduksi telur tinggi (minimal 75 persen),

Dipelihara tanpa pejantan sama sekali

Disatukan dalam kotak unit pembibitan dengan jantan terpilih

Pemeliharaan puyuh petelur

Pemeliharaan puyuh pembibit

Jantan dipisahkan dari betina yang seumur dan dari satu sumber

Jantan hasil pemisahan

Dimanfaatkan anakannya Dimanfaatkan

telurnya

Pemeliharaan puyuh pedaging

Tambahan jantan untuk pedaging

Disatukan dalam kotak unit pemeliharaan anatara jantan dan betina

Dimanfaatkan dagingnya


(14)

14 sehat, tidak cacat fisik, dan tidak berpenyakit. Bila seleksi dilakukan dengan rutin dan ketat dampaknya akan terasa pada produktivitas yang stabil.

2.4.1 Perawatan Bibit Puyuh

Puyuh yang baru menetas atau Day Old Quail (DOQ) masih membutuhkan udara hangat yang stabil sehingga jangan langsung dikeluarkan dari mesin tetas. Puyuh tersebut sebaiknya dibiarkan dalam mesin tetas kurang lebih selama 10 jam. Setelah itu baru dipindahkan ke dalam kandang starter.

Pada periode ini anak puyuh tumbuh dan berkembang dengan pesat, sehingga memerlukan zat-zat pakan yang cukup memadai. Periode pembesaran merupakan faktor penentu keberhasilan usahaternak puyuh, karena berpengaruh besar terhadap pertumbuhan badan anak puyuh. Sementara itu, lama pemeliharaan periode pembesaran berpengaruh baik terhadap puncak produksi telur yang dicapai oleh sekelompok puyuh (Sugiharto, 2005).

Menurut Abidin (2002) ada beberapa cara memperoleh DOQ, yakni membeli dari pembibit, membeli telur puyuh untuk ditetaskan sendiri, dan memelihara bibit puyuh.

1) Membeli DOQ dari pembibit

Membeli DOQ dari pembibit adalah langkah yang paling mudah karena peternak tidak perlu mengatur perkawinan bibit puyuh dan menetaskannya sendiri. Kesulitan yang akan dihadapi adalah membeli DOQ tidak semudah membeli day old chicken (DOC). Calon peternak harus mengetahui sentra-sentra peternakan puyuh di wilayahnya. Sebaiknya DOQ yang dibeli memiliki proses pembibitan yang cukup terarah, misalnya dengan pemilihan telur tetas, kerabang tidak cacat, serta berasal dari induk jantan dan betina yang berkualitas baik. Beberapa hal tersebut masih kurang diperhatikan oleh pembibit skala kecil.

2) Membeli telur puyuh tetas dan menetaskan sendiri

Dari segi biaya, upaya memperoleh DOQ dengan menetaskan telur tetas sendiri mungkin lebih murah bila daya tetas telur tinggi. Namun, belum ada perusahaan pembibitan yang menjual telur tetas dengan jaminan daya tetas tinggi. Ini merupakan salah satu kendala yang akan dihadapi oleh peternak yang akan mencoba menetaskan telur puyuh sendiri. Kendala lainnya adalah


(15)

15 sulitnya memperoleh telur tetas yang bermutu baik dan rendahnya keterampilan peternak dalam mengelola mesin tetas.

3) Memelihara puyuh pembibit

Memelihara bibit puyuh yang akan diproyeksikan sebagai penghasil DOQ merupakan langkah paling aman, meskipun dari segi pembiayaan akan membutuhkan modal yang agak besar.

2.4.2 Perawatan Puyuh Pembibit

Puyuh yang dipersiapkan sebagai induk petelur bibit sebaiknya yang telah lolos dari seleksi masa starter sampai masa layer. Puyuh yang terseleksi harus puyuh yang sehat, tubuhnya tegap, bobot sedang antara 1,5-6 ons, dada berisi, dan kaki terbuka. Menurut Sugiharto (2005), untuk menghasilkan telur tetas yang baik usia puyuh betina yang tepat digunakan sebagai induk adalah sekitar 16-40 minggu (4-10 bulan) dan usia pejantan adalah 8-24 minggu (2-6 bulan).

Pemeliharaan puyuh yang dilakukan dengan baik dan intensif akan menghasilkan puyuh yang mencapai dewasa kelamin rata-rata pada umur enam minggu dan produktif sampai umur lebih dari 16 bulan. Jika perawatan yang dilakukan kurang baik maka produktivitas puyuh betina hanya sampai umur 6-8 bulan saja untuk kemudian diapkir. Tanda-tanda puyuh betina yang dapat diapkir adalah rontoknya bulu-bulu di punggung dan kepalanya. Sedangkan puyuh jantan masih cukup kuat mengawini puyuh-puyuh betina sampai umur dua tahun.

Perbandingan jumlah puyuh jantan dan betina di dalam kandang untuk tujuan pembibitan atau produksi telur tetas maksimal 1:3. Fertilitas yang lebih tinggi akan dicapai jika dalam satu kandang perbandingan puyuh jantan dan betina adalah 1:2 (Woodard dalam Listiyowati, 1999). Apabila terlalu banyak pejantan dalam satu kandang, maka pejantan-pejantan tersebut dikhawatirkan dapat merusak betina karena terlalu sering dikawini. Sedangkan bila jumlah betinanya terlalu besar, akan banyak telur yang tidak terbuahi (infertil) sehingga tidak bisa digunakan sebagai telur tetas.

Telur-telur tetas yang dihasilkan oleh induk pembibit kemudian dipilih yang besar dan beratnya sama yaitu berkisar 10-11 gram. Selain itu, telur yang dipilih adalah yang berbentuk bulat lonjong, berbercak hitam kelabu, tidak ditempeli kotoran, dan tidak retak. Telur tersebut kemudian dikumpulkan hingga


(16)

16 mencapai jumlah tertentu untuk ditetaskan ke dalam mesin tetas. Proses penetasan biasanya terjadi setelah 17-19 hari.

2.4.3 Perawatan Puyuh Petelur

Puyuh petelur adalah puyuh-puyuh betina yang tidak memenuhi syarat sebagai puyuh pembibit. Puyuh yang dipilih adalah yang berumur empat bulan, berukuran badan sedang (1,5-1,6 ons), sehat, bergairah, tidak kanibal, matanya bening, dan tegap. Selain itu, puyuh berasal dari keturunan induk yang kemampuan bertelurnya baik.

Pada umur 3-6 minggu pemeliharaan, puyuh betina mulai dipisahkan dari puyuh jantan agar tidak terjadi kemungkinan adanya telur yang dibuahi. Telur konsumsi yang sudah terbuahi mutunya kurang baik, mudah busuk, dan tidak tahan lama disimpan. Puyuh umumnya sudah mulai bertelur pada umur sekitar enam minggu. Periode bertelur puyuh adalah selama 9-12 bulan dengan hasil produksi berkisar antara 250-300 butir telur.

Puyuh biasanya bertelur pada malam hari sehingga pengambilan telur dapat dilakukan pada pagi hari. Pengambilan telur sebaiknya dilakukan rutin sebelum puyuh diberi makan dan minum. Jika telur yang dipanen ada yang kotor, pecah, atau retak sebaiknya dilakukan penyortiran. Telur yang tercemar feses maupun litter sebaiknya jangan dicuci karena akan cepat busuk. Pembersihan dilakukan dengan mengerik dengan silet atau pisau tipis yang tajam.

2.5 Penelitian terdahulu

Penelitian dari Suwarto (2003) yang berbentuk tesis, menganalisis usaha ternak burung puyuh di Jl. Narogong, Kelurahan Bojong Menteng, Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi, Jawa Barat. Tujuan kajian penelitian ini yaitu untuk mengetahui bisnis beternak puyuh untuk dijadikan sumber mata pencaharian, memahami permasalahan yang ada dalam beternak puyuh, melakukan evaluasi kelayakan finansial usaha ternak puyuh dalam upaya pemenuhan dana dengan skim yang ada. Analisis usaha pada penelitian tesis ini dilakukan melalui pendekatan metode deskriptif terhadap aspek umum dan melalui pendekatan metode analisis keuangan terhadap pembiayaan usaha seperti: NPV, IRR, PBP, BEP serta analisis rentabilitas.

Analisis tingkat kelayakan finansial usaha ternak puyuh pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan modal sendiri (discount rate


(17)

17 18 persen) maka diperoleh NPV sebesar Rp 16.071.600, IRR yang didapat sebesar 24,84 persen melebihi tingkat suku bunga yang berlaku, PBP yang diperoleh yaitu 15 bulan, BEP dalam unit sebnyak 135.478 butir dan harga sebesar Rp 71,94,- sehingga analisis kelayakan finansial usaha ternak puyuh tersebut layak untuk dijalankan. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa usaha puyuh tersebut dapat diberikan fasilitas KKU s.d.Rp 50 juta untuk menjalankan usahanya dengan skala 6.500 ekor petelur, dengan kebutuhan yang sesuai berupa kredit modal kerja dan investasi.

Penelitian mengenai optimalisasi telah banyak dilakukan sebelumnya dengan komoditi dan aspek yang berbeda. Penelitian mengenai Optimalisasi Produksi Adenium dilakukan oleh Nurikhsan Pitra Pratama (2008) di Indonursery, Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Jenis kendala yang digunakan dalam penelitian ini adalah kendala lahan, ketersediaan bibit/benih, pupuk, obat-obatan, media tanam, jam kerja, modal pembelian, modal penanaman, permintaan maksimum, dan permintaan minimum. Keputusan produksi berdasarkan model yang dibentuk akan meningkatkan keuntungan sebesar 37,46 persen. Analisis sumberdaya optimal di Indonursery menunjukkan bahwa sebagian besar merupakan sumberdaya berlebih. Pengaruh penghilangan bayi obesum dari fungsi tujuan model yang dibentuk, penambahan kendala permintaan minimum bayi arabicum, penurunan ketersediaan bibit grafting B, peningkatan dan penurunan modal pembelian dan peningkatan permintaan arabicum dewasa adalah terjadinya perubahan pola produksi. Peningkatan ketersediaan bibit grafting B tidak menimbulkan terjadinya perubahan pola produksi dari pola optimal awalnya, namun pendapatan R/C ratio mengalami peningkatan. Perbedaan utama antara keputusan produksi aktual dan optimal adalah pada pola produksi dan jumlah jenis adenium yang diproduksi.

Kesuma (2006) dalam penelitian yang berjudul “Optimalisasi Produksi Budidaya Ikan Konsumsi Air Tawar (Studi Kasus pada UD Murti, Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)” menganalisis kombinasi jenis ikan air tawa yang optimal. Hasilnya adalah memproduksi benih lele bulan Januari sampai Desember sebesar 150, 66, 20, 106, 152, 20, 20, 97, 97, 20, 97, dan 47 kilogram; memproduksi bawal bulan Maret sampai Desember sebesar


(18)

18 1.463, 1.704, 1.180, 500, 500, 1.250, 1.250, 500, 1.114, dan 2.783 kilogram; memproduksi nila bulan April, Agustus, dan Desember masing-masing sebesar 750 kilogram; dan memproduksi lele bulan Desember sebesar 574 kilogram. Nilai keuntungan optimal lebih besar Rp 4.249.152 dibandingkan dengan kondisi aktual.

Siregar (2008) pada penelitian mengenai optimalisasi produksi ayam ras pedaging mengemukakan bahwa penggunaan input-input produksi di empat lokasi kandang ayam Hasjrul Harahap Farm (HHF) belum optimal. Keuntungan yang masih dapat ditingkatkan adalah 15,87 persen dari kondisi aktual. Penurunan harga jual ayam ras pedaging sebesar lima persen akan menyababkan keuntungan yang diterima HHF selama tujuh periode menurun sebesar 41,18 persen. Sedangkan penurunan ketersediaan pakan sebesar lima persen akan menyebabkan keuntungan selama tujuh periode meningkat 2,82 persen.

Penelitian lainnya mengenai ayam ras pedaging lainnya dilakukan oleh Murni (2006) untuk menganalisis optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi mitra CV Janu Putro di Kec. Pamijahan Bogor. Alat analisis yang digunakan adalah program linier dengan komponen kendala meliputi DOC, pakan, vaksin dan obat-obatan, sekam, utilitas, permintaan dan kapasitas kandang pada masing-masing peternak. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa usahatani ayam ras pedaging yang dijalankan peternak mitra CV Janu Putro pada umumnya sudah optimal, kecuali pada lima peternak.

Pada penelitian Febtrya (2004) disebutkan bahwa alokasi biaya faktor-faktor produksi di P4S Cita Rasa masih belum optimal. Variabel keputusan yang digunakan untuk menganalisis optimalisasi faktor-faktor produksi adalah penjualan hasil produksi susu dan anak kambing. Alokasi biaya pada saat penelitian dilakukan seharusnya dapat memproduksi susu sebanyak 237.840 liter dan anak kambing terjual minimal sebanyak 274 ekor dalam masa enam periode.

Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian mengenai optimalisasi sebelumnya terletak pada komoditi dan lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini adalah Peternakan Puyuh Bintang Tiga di Desa Situ Ilir, Cibungbulang, Bogor. Sedangkan persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan program linier sebagai alat analisis.


(19)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Sistem Produksi

Secara umum produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output) berupa barang atau jasa. Assauri (2004) menyatakan bahwa produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa, yang mana membutuhkan faktor-faktor produksi yang dalam ilmu ekonomi berupa tanah, modal, tenaga kerja dan skill. Produksi juga merupakan suatu sistem untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa yang akan dikonsumsi oleh masyarakat.

Menurut Assauri (2004), yang dimaksud dengan sistem produksi dan operasi adalah keterkaitan unsur-unsur yang berbeda secara terpadu, menyatu, dan menyeluruh dalam pentransformasian masukan menjadi keluaran. Seperti yang lainnya, sistem ini juga mempunyai banyak komponen yang terdapat dalam unsur baik bahan, pentransformasiannya, maupun keluarannya. Adapun komponen masukan dalam suatu sistem produksi dan operasi terdiri dari bahan, tenaga kerja, energi, mesin, modal, dan informasi. Antar komponen dalam unsur masukan tidak dapat dipisah-pisahkan, tetapi secara bersama-sama membentuk suatu sistem dalam pentransformasian untuk mencapai suatu tujuan akhir bersama.

Sistem produksi adalah alat yang digunakan untuk mengubah masukan sumber daya guna menciptakan barang dan jasa yang berguna sebagai keluaran. Rangkaian masukan-konversi-keluaran merupakan cara yang berguna untuk mengkonseptualisasikan sistem produksi, dimulai dengan unit terkecil dari kegiatan produksi yang disebut operasi. Suatu operasi adalah langkah tertentu dalam keseluruhan proses menghasilkan produk atau jasa yang membawa kepada keluaran akhir (Buffa dan Sarin, 1996).

Peranan manajemen dalam pelaksanaan sistem produksi dan operasi adalah untuk mencapai tujuan yang diharapkan perusahaan. Tujuan yang diharapkan oleh perusahaan adalah untuk menghasilkan barang dan jasa dalam jumlah yang


(20)

20 ditetapkan, kualitas yang ditentukan, dan dalam waktu yang direncanakan, dengan biaya serendah mungkin. Perusahaan diharapkan dapat mencapai tujuannya dengan teknik manajemen produksi dan operasi yaitu tetap terjamin kelangsungan hidupnya dan dapat berkembang melalui keuntungan yang diperoleh perusahaan.

3.1.2 Optimalisasi

Menurut Nasendi dan Anwar (1985), optimalisasi adalah serangkaian proses untuk mendapatkan gugus kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan hasil terbaik dalam situasi tertentu. Dengan demikian, optimalisasi mengidentifikasikan penyelesaian terbaik suatu masalah yang diarahkan pada maksimisasi atau minimisasi melalui fungsi tujuan. Sedangkan optimalisasi produksi adalah pencapaian keadaan terbaik dalam kegiatan produksi yang dilakukan perusahaan dalam rangka mencapai keuntungan maksimum. Terdapat dua kriteria mendasar dalam optimalisasi, yaitu: 1) Maksimisasi, yaitu mengalokasikan atau menggunakan input-input tertentu untuk

menghasilkan keuntungan maksimal. Maksimisasi keuntungan ini dapat dilihat baik dari segi laba, sistem kerja yang efektif (rancangan penugasan), maksimisasi pangsa pasar dan lokasi perusahaan.

2) Minimalisasi, yaitu menghasilkan tingkat output dengan menggunakan input (biaya) yang paling minimal. Minimalisasi dapat berupa minimalisasi penggunaan sumber daya, biaya distribusi, biaya persediaan, biaya pengendalian mutu, jumlah tenaga kerja, waktu proses pelayanan, dan fasilitas perusahaan.

Persoalan optimalisasi terbagi atas dua jenis yaitu optimalisasi dengan kendala atau tanpa kendala. Optimalisasi dengan kendala membagi solusi optimal menjadi maksimisasi terkendala (memaksimumkan sesuatu dengan adanya kendala) dan minimisasi terkendala (meminimumkan sesuatu dengan adanya kendala). Sedangkan dalam optimalisasi tanpa kendala, faktor-faktor yang menjadi kendala terhadap pencapaian fungsi tujuan akan diabaikan.

Keuntungan yang menjadi tujuan perusahaan harus selalu memperhatikan keterbatasan yang dihadapi perusahaan. Dalam keterbatasan inilah perusahaan harus mampu menentukan kombinasi produk yang memberikan keuntungan maksimal agar


(21)

21 tujuan perusahaan tercapai. Disinilah letak pentingnya riset operasi bagi perusahaan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan mengenai kombinasi produk optimum yang dapat menghasilkan keuntungan maksimal.

Menurut Supranto (1991), riset operasi adalah riset yang dilakukan terhadap suatu proses atau operasi atau berlangsungnya suatu kegiatan yang dilakukan oleh unit organisasi. Suatu proses kegiatan dilakukan untuk mencapai tujuan atau mencapai output yang paling baik dengan menggunakan masukan yang dalam prakteknya serba terbatas. Dalam keadaan tersebut itulah harus dicapai suatu pemecahan yang optimum. Tujuannya adalah membantu manajemen untuk menentukan kebijakan dan tindakannya secara ilmiah.

Pada umumnya tahapan-tahapan dalam penerapan riset operasi untuk memecahkan persoalan adalah sebagai berikut. :

1) Merumuskan atau mendefinisikan persoalan yang akan dipecahkan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai berdasarkan keadaan objektif.

2) Pembentukan model matematika untuk mencerminkan persoalan yang akan

dipecahkan. Biasanya model dinyatakan dalam bentuk persamaan yang menggambarkan hubungan antara input dan output serta tujuan yang akan dicapai dalam bentuk fungsi objektif. Model harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mewakili kenyataan yang sebenarnya dari sistem yang akan dipecahkan.

3) Mencari pemecahan dari model yang telah dibuat dalam tahap sebelumnya. 4) Menguji model dan hasil pemecahan dari pemecahan model. Suatu model

dikatakan sah apabila memberikan prediksi yang dapat dipercaya dari hasil proses suatu sistem. Cara yang paling sering dipergunakan ialah dengan membandingkan hasil proses dari sistem dengan data yang menggambarkan kejadian sejenis yang sudah terjadi.

5) Implementasi dari hasil pemecahan. Hal ini membutuhkan suatu penjelasan yang hati-hati tentang solusi yang digunakan dan hubungannya dengan realitas.


(22)

22

3.1.3 Linear Programming

Linear programming (LP) atau pemrograman linier merupakan salah satu teknik dari riset operasi untuk memecahkan persoalan optimasi (maksimisasi atau minimisasi) dengan menggunakan persamaan dan ketidaksamaan linier dalam rangka untuk mencari pemecahan yang optimal dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada (Supranto, 1988). Linear programming akan memberikan banyak sekali hasil pemecahan persoalan sebagai alternatif pengambilan tindakan, akan tetapi hanya ada satu yang optimum (maksimum atau minimum)

Definisi lain berasal dari Soekartawi (1995), Linear programming merupakan metode perhitungan untuk perencanaan terbaik di antara kemungkinan-kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan. Penentuan rencana terbaik didasarkan pada banyak alternatif dalam perencanaan untuk mencapai tujuan spesifik pada sumberdaya yang terbatas. Kelebihan-kelebihan LP adalah:

1) Mudah dilaksanakan, apalagi bila menggunakan alat bantu komputer

2) Dapat menggunakan banyak variabel, sehingga berbagai kemungkinan untuk memperoleh pemanfaatan sumberdaya yang optimum dapat dicapai.

3) Fungsi tujuan dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan penelitian atau berdasarkan data yang tersedia.

Pemrograman linier dapat juga diartikan sebagai suatu alat deterministik dimana semua parameter model diasumsikan diketahui dengan pasti (Taha, 1996). Tetapi dalam kehidupan nyata jarang sekali ditemukan masalah dimana terdapat kepastian yang sesungguhnya. Teknik LP mengkompensasi kekurangan ini dengan memberikan analisis pasca optimum dan analisis parametrik yang sistematis untuk memungkinkan pengambil keputusan yang bersangkutan untuk menguji sensitivitas pemecahan optimum yang statis terhadap perubahan diskrit atau kontinu dalam berbagai parameter dari model tersebut.

Masalah keputusan yang sering dihadapi adalah alokasi optimum sumber daya yang langka. Sumber daya dapat berupa uang, tenaga kerja, bahan mentah, kapasitas mesin, waktu, ruangan, atau teknologi. Menurut Mulyono (1991), setelah masalah


(23)

23 diidentifikasikan, tujuan ditetapkan, langkah selanjutnya adalah formulasi model matematika yang meliputi tiga tahap berikut, yaitu:

1) Tentukan variabel yang tak diketahui (variabel keputusan) dan nyatakan dalam simbol matematika.

2) Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai suatu hubungan linier dari variabel keputusan.

3) Menentukan semua kendala masalah tersebut dan mengekspresikan dalam

persamaan atau pertidaksamaan yang juga merupakan hubungan linier dari variabel keputusan yang mencerminkan keterbatasan sumberdaya masalah itu.

Model umum matematika untuk persoalan pemrograman linier dapat dinyatakan sebagai proses optimasi suatu fungsi tujuan dalam bentuk:

Maksimumkan atau minimumkan

dengan syarat : ij j (≤,=, ≥) i, untuk semua ( = 1,2,... ) semua j≥ 0

Keterangan

j : banyaknya kegiatan , di mana = 1,2,...,

: nilai fungsi tujuan

j : sumbangan per unit kegiatan , untuk masalah maksimisasi j menunjukkan

keuntungan atau penerimaan per unit, sementara dalam kasus minimisasi ia menunjukkan biaya per unit

i : jumlah sumber daya ke ( = 1,2,... ), berarti terdapat jenis sumber daya

ij : banyaknya sumber daya yang dikonsumsi sumber daya

Model LP mengandung asumsi-asumsi implisit tertentu yang harus dipenuhi agar definisinya sebagai suatu masalah LP menjadi absah. Asumsi-asumsi tersebut di antaranya adalah:

1. Linearity

Syarat utama dari LP adalah bahwa fungsi tujuan dan semua kendala harus linier. Jika suatu kendala melibatkan dua variabel keputusan, dalam diagram dimensi


(24)

24 dua fungsi ini akan berupa garis lurus. Kata linier secara tidak langsung mengatakan bahwa hubungannya proporsional. Tingkat perubahan atau kemiringan hubungan fungsional itu adalah konstan dan karena itu perubahan nilai variabel akan mengakibatkan perubahan relatif nilai fungsi dalam jumlah yang sama.

2. Additivity

Jumlah variabel kriteria dan jumlah penggunaan sumber daya harus bersifat aditif. Selain itu, seluruh sumber daya yang digunakan untuk semua kegiatan harus sama dengan jumlah sumber daya yang digunakan untuk masing-masing kegiatan. 3. Divisibility

Asumsi ini berarti nilai solusi yang diperoleh tidak harus berupa bilangan bulat. Ini berarti nilai j dapat terjadi pada nilai pecah manapun.

4. Deterministic

Asumsi yang terdapat pada LP adalah semua parameter model ( j, ij, dan i)

diketahui konstan. LP secara tak langsung mengasumsikan suatu masalah keputusan dalam suatu kerangka statis dimana semua parameter diketahui dengan kepastian. Pada kenyataannya, parameter model jarang bersifat deterministik. Ada beberapa cara mengatasi ketidakpastian parameter tersebut, salah satunya dengan analisa sentivitas yang dikembangkan untuk menguji kepekaan nilai solusi terhadap perubahan-perubahan parameter.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Peternakan Puyuh Bintang Tiga yang mengusahakan puyuh petelur dan bibit puyuh dituntut untuk berproduksi dengan optimal dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada. Perencanaan penggunaan sumber daya dipengaruhi oleh dua hal yaitu dari segi permintaan dan ketersediaan sumber daya. Dari segi permintaan, PPBT belum dapat memenuhi permintaan telur dan bibit. Dari segi ketersediaan sumber daya, PPBT memerlukan beberapa macam sumber daya yaitu bibit, pakan, vaksin, obat-obatan, tenaga kerja, kandang, modal, dan bahan penunjang. Selain itu, masalah yang terlihat di lapangan adalah belum optimalnya produksi di PPBT. Hal ini terlihat dari adanya kandang yang kosong


(25)

25 Keterbatasan sumber daya menyebabkan penambahan produksi suatu output akan mengurangi produksi output lainnya. Sedangkan kelebihan sumber daya yang tidak terpakai akan menyebabkan keuntungan yang diterima perusahaan tidak maksimal. Untuk itu diperlukan sebuah teknik yang dapat memberikan alternatif kombinasi output yang dihasilkan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu memaksimalkan keuntungan.

Analisis dilakukan dalam kurun waktu satu tahun dimana terdapat satu periode produksi puyuh petelur dan 12 periode bibit puyuh. Satu periode produksi puyuh petelur dihitung dari masa Day Old Quail (DOQ) sampai puyuh diafkir. Sedangkan bibit puyuh mempunyai periode selama satu bulan sehingga dalam setahun terdapat 12 periode produksi.

Pemecahan masalah optimalisasi produksi dilakukan dengan menggunakan model linear programming. LP dapat memberikan pemecahan persoalan sebagai alternatif pengambilan keputusan. Program LP ini mampu menghasilkan kombinasi output yang optimal untuk memaksimumkan keuntungan dengan memperhatikan kendala-kendala yang dihadapi dalam satu periode produksi di PPBT.

Analisis LP yang dapat dilakukan yaitu analisis primal, analisis dual, analisis sensitivitas, dan analisis post optimal. Analisis primal digunakan untuk mengetahui tingkat kombinasi produksi yang optimal yang dapat menghasilkan keuntungan maksimal. Analisis dual digunakan untuk mengetahui alokasi penggunaan sumberdaya (faktor produksi) yang dimiliki. Sedangkan analisis sentivitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana koefisien fungsi tujuan dan nilai ruas kanan fungsi kendala dapat berubah tanpa mengubah solusi optimal.

Hasil pemecahan persoalan dengan program linier akan memberikan perencanaan produksi yang optimal. Setelah diperoleh hasil optimal maka dilakukan evaluasi dengan membandingkan tingkat produksi optimal dengan tingkat produksi aktual. Setelah itu akan diketahui tingkat penyimpangan sehingga diperoleh saran-saran perbaikan yang berguna bagi PPBT. Alur kerangka pemikiran operasional digambarkan pada Gambar 2.


(26)

26 Produk yang dihasilkan :

telur dan bibit

Sumberdaya terbatas

Kendala : bibit, pakan, vaksin, obat-obatan, kandang, tenaga kerja,

modal Perencanaan jumlah

ternak optimal selama setahun dengan linear

programming (satu periode produksi

puyuh petelur dan 12 periode bibit puyuh)

Hasil

Kombinasi jumlah ternak Keuntungan optimal Alokasi sumberdaya optimal

Kondisi aktual perusahaan

Evaluasi Rekomendasi

Tujuan perusahaan: Berproduksi dengan

optimal

Permintaan telur dan bibit belum terpenuhi

Adanya kandang

kosong menunjukkan produksi yang belum optimal


(27)

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) yang berlokasi di Jalan KH Abdul Hamid Km 3, Desa Situ Ilir Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan peternakan bahwa peternakan ini dapat digolongkan menjadi peternakan dalam skala besar di wilayah Bogor, karena jumlah puyuh yang diternakkan lebih dari 8.000 ekor. PPBT juga merupakan peternakan puyuh dengan produksi telur yang cukup besar dibandingkan peternak lainnya di wilayah Bogor, serta menjadi pemasok telur puyuh di pasar-pasar wilayah Kabupaten Bogor. Selain itu, peternakan ini memiliki prospek pengembangan yang baik. Penelitian dilakukan pada bulan Pebruari-Mei 2009. 4.2 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung serta wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu pemilik dan karyawan PPBT serta konsumen telur puyuh di pasar-pasar yang dipasok PPBT. Data sekunder yang dikumpulkan berasal dari dokumen perusahaan pada tahun 2008 dan awal tahun 2009.

Data sekunder lainnya untuk mendukung penelitian adalah hasil-hasil penelitian terdahulu, data Badan Pusat Statistik, Dinas Peternakan, dan literatur-literatur lain yang relevan dengan penelitian. Jenis data yang dikumpulkan dari perusahaan adalah sebagai berikut:

1) Gambaran umum perusahaan yang meliputi sejarah berdirinya perusahaan, ketenagakerjaan, proses produksi, dan pemasaran.

2) Ketersediaan dan penggunaan input 3) Data produksi telur dan bibit 4) Harga jual produk

5) Biaya produksi yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan kandang dan biaya tenaga kerja. Biaya variabel meliputi biaya DOQ, pakan, vaksin, obat-obatan, desinfektan, dan sekam.


(28)

28 4.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April-Mei 2009. Metode pengumpulan data primer yaitu melakukan wawancara dengan pimpinan perusahaan dan karyawan PPBT, pedagang telur puyuh, peternak mitra PPBT, dan pihak terkait lainnya. Selain itu, pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan dan keterlibatan langsung pada semua proses produksi di perusahaan. Data sekunder dikumpulkan dengan cara studi literatur dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian.

4.4 Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif mengenai gambaran dan kondisi umum perusahaan dijabarkan secara deskriptif. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan mengelompokkan data yang diperoleh secara manual berdasarkan aktivitas-aktivitas untuk kemudian diproses menggunakan program Microsoft Excel. Hasilnya digunakan untuk menyusun fungsi tujuan dan fungsi kendala.

Pengolahan data berikutnya adalah menggunakan software LINDO (Linear Interactive and Discrete Optimizer). Pengolahan LINDO akan menghasilkan kombinasi output optimal yang akan menghasilkan keuntungan maksimal. Analisis data yang akan dilakukan dari hasil olahan LINDO meliputi analisis primal, analisis status sumberdaya (dual), analisis sensitivitas, dan analisis post optimal.

4.4.1 Analisis Primal

Menurut Mulyono (1991), optimalisasi dengan Linear Programming terdiri dari dua bentuk. Bentuk pertama dinamakan primal, sedangkan bentuk kedua dinamakan dual. Analisis primal bertujuan untuk mengetahui kombinasi produk terbaik yang dapat memaksimumkan keuntungan dengan sumberdaya yang terbatas. Analisis primal akan memberikan informasi mengenai aktivitas mana yang tidak termasuk dalam skema optimal atau memiliki nilai reduced cost. Hasilnya akan dibandingkan dengan kombinasi produk aktual yang dihasilkan perusahaan untuk mengetahui apakah perusahaan telah berproduksi optimal atau belum.


(29)

29 4.4.2 Analisis Dual

Masalah dual adalah sebuah masalah LP yang diturunkan secara matematis dari satu model LP primal. Masalah dual dan primal sangat berkaitan erat sedemikian rupa sehingga pemecahan optimal dari salah satu masalah akan secara otomatis menghasilkan pemecahan optimum untuk masalah lainnya (Taha 1996).

Analisis dual dilakukan untuk mengetahui sumberdaya yang membatasi nilai fungsi tujuan dan sumberdaya yang berlebih. Penilaian terhadap sumberdaya ini dilihat dari nilai slack atau surplus dan nilai dualnya. Nilai dual atau harga bayangan (shadow price) menunjukkan perubahan yang akan terjadi pada fungsi tujuan apabila sumberdaya berubah sebesar satu satuan. Jika nilai slack atau surplus lebih dari nol dan nilai dual sama dengan nol maka sumber daya tersebut berlebih. Sumberdaya berlebih termasuk dalam kendala tidak aktif yaitu kendala yang tidak habis terpakai dalam proses produksi serta tidak mempengaruhi fungsi tujuan jika terjadi penambahan sebesar satu satuan ketersediaan sumberdaya. Sumberdaya dengan nilai dual lebih besar dari nol menunjukkan bahwa sumberdaya bersifat langka dan termasuk dalam jenis kendala yang membatasi nilai fungsi tujuan.

4.4.3 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan setelah solusi optimal tercapai untuk mengetahui sejauh mana perubahan pada tingkat keuntungan dan ketersediaan sumber daya tidak akan mengubah solusi optimal. Menurut Taha (1996), tujuan analisis ini adalah memperoleh informasi mengenai pemecahan nilai optimum yang baru dan memungkinkan sesuai dengan parameter perhitungan tambahan yang minimal.

Perubahan tersebut meliputi perubahan pada koefisien fungsi tujuan dan ketersediaan sumber daya. Pengaruh perubahan dilihat dari selang kepekaan minimum (allowable decrease) dan kepekaan maksimum (allowable increase). Semakin sempit selang menunjukkan pengaruh yang kuat dalam perubahan tingkat keuntungan. Batas minimum merupakan batas penurunan nilai parameter yang diijinkan agar tidak mengubah kondisi optimal. Sedangkan batas maksimum menunjukkan batas kenaikan nilai parameter yang diijinkan agar kondisi optimal tidak berubah.


(30)

30 4.4.4 Analisis Post Optimal

Analisis postoptimal atau analisis pasca optimal merupakan suatu usaha untuk mempelajari nilai-nilai dari peubah-peubah pengambilan keputusan dalam suatu model matematika jika satu, beberapa, atau semua parameter model tersebut berubah. Dalam suatu persoalan LP analisis postoptimal menyangkut analisis terhadap nilai-nilai peubah pengambilan keputusan sebagai dampak perubahan dalam koefisien fungsi tujuan, koefisien teknologi, nilai sebelah kanan model, adanya fungsi kendala baru maupun tambahan peubah pengambilan keputusan (Nasendi & Anwar 1985) .

Analisis post optimal dilakukan jika solusi optimal versi awal yang sudah diperoleh tidak dapat menjawab perubahan-perubahan yang terjadi akibat adanya perubahan yang berada diluar selang sensitivitas solusi optimal awal. Analisis ini juga dilakukan jika terdapat perubahan atau pengurangan variabel keputusan, penambahan atau pengurangan fungsi kendala dan terjadinya perubahan koefisien pada setiap fungsi. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis post optimal dengan skenario kenaikan harga input pakan. Hal ini dilakukan karena pakan mempunyai proporsi terbesar dalam biaya produksi

4.5 Konsep dan Pengukuran Data

Variabel keputusan dalam penelitian ini adalah jenis puyuh yang akan diusahakan PPBT dalam satuan ekor. Variabel keputusan menunjukkan jumlah produksi optimal setiap jenis produk.

4.5.1 Penentuan Variabel Keputusan

Variabel keputusan menunjukkan jumlah puyuh setiap bulan selama satu tahun. Jenis puyuh yang diternakkan di PPBT adalah puyuh petelur dan bibit puyuh. Puyuh petelur menghasilkan keuntungan setiap bulan selama satu periode produksi, yaitu satu tahun. Sedangkan bibit puyuh menghasilkan keuntungan setiap bulan dalam satu periode produksi yang juga satu bulan.

Pemilihan variabel keputusan setiap bulan selama satu tahun didasari oleh periode produksi masing-masing jenis yaitu satu bulan dan satu tahun. Hal ini bertujuan untuk melihat kombinasi jumlah bibit puyuh setiap bulan dan puyuh


(31)

31 petelur pada awal periode. Berdasarkan hal tersebut maka variabel keputusan dapat dirumuskan sebagai berikut :

X11 = Jumlah puyuh petelur bulan Januari X12 = Jumlah puyuh petelur bulan Pebruari X13 = Jumlah puyuh petelur bulan Maret X14 = Jumlah puyuh petelur bulan April X15 = Jumlah puyuh petelur bulan Mei X16 = Jumlah puyuh petelur bulan Juni X17 = Jumlah puyuh petelur bulan Juli X18 = Jumlah puyuh petelur bulan Agustus X19 = Jumlah puyuh petelur bulan September X110 = Jumlah puyuh petelur bulan Oktober X111 = Jumlah puyuh petelur bulan Nopember X112 = Jumlah puyuh petelur bulan Desember X21 = Jumlah bibit puyuh bulan Januari X22 = Jumlah bibit puyuh bulan Pebruari X23 = Jumlah bibit puyuh bulan Maret X24 = Jumlah bibit puyuh bulan April X25 = Jumlah bibit puyuh bulan Mei X26 = Jumlah bibit puyuh bulan Juni X27 = Jumlah bibit puyuh bulan Juli X28 = Jumlah bibit puyuh bulan Agustus X29 = Jumlah bibit puyuh bulan September X210 = Jumlah bibit puyuh bulan Oktober X211 = Jumlah bibit puyuh bulan Nopember X212 = Jumlah bibit puyuh bulan Desember 4.5.2 Fungsi Tujuan

Optimalisasi produksi pada perusahaan bertujuan untuk memaksimumkan laba kontribusi total (Z) perusahaan dengan mengetahui kombinasi jumlah setiap jenis puyuh yang memberikan keuntungan maksimum. Laba kontribusi diperoleh dari selisih antara penerimaan per ekor dengan biaya per ekor setiap bulan.


(32)

32 4.5.3 Fungsi Kendala

Kendala merupakan faktor pembatas dalam pengambilan keputusan meliputi sumberdaya yang tersedia dan dimiliki PPBT. Kendala yang digunakan dalam penyelesaian optimalisasi ini meliputi kapasitas kandang, penggunaan DOQ, pakan, tenaga kerja, modal, dan permintaan maksimum. Berikut adalah kendala-kendala yang digunakan dalam program linier secara rinci :

1) Kendala kapasitas kandang layer

Jumlah luas seluruh kandang grower yang dimiliki PPBT adalah 225 m2. Kendala kapasitas kandang dihitung berdasarkan luas kandang yang tersedia. Masing-masing jenis puyuh membutuhkan luas kandang yang sama per ekor. 2) Kendala DOQ

Pemeliharaan puyuh di PPBT sangat dipengaruhi oleh DOQ yang tersedia. Koefisien kendala DOQ dihitung berdasarkan jumlah DOQ yang dibutuhkan per ekor. Nilai ruas kanan adalah ketersediaan DOQ setiap bulan.

3) Kendala pakan layer

Pakan adalah komponen biaya terbesar dalam peternakan. Pakan layer yang digunakan adalah pakan buatan sendiri. Kebutuhan pakan dihitung berdasarkan jumlah pakan yang digunakan per ekor dalam satuan kilogram. Nilai ruas kanan yaitu ketersediaan pakan dihitung berdasarkan jumlah pakan yang digunakan setiap bulan.

4) Kendala tenaga kerja

Tenaga kerja penting untuk diperhitungkan dalam program linear sebagai kendala. Hal ini dikarenakan tenaga kerja merupakan salah satu input produksi yang mempunyai peranan sangat besar dalam proses produksi. Koefisien kendala tenaga kerja adalah jumlah jam tenaga kerja yang dibutuhkan per ekor puyuh setiap bulan. Nilai ruas kanan adalah ketersediaan tenaga kerja setiap bulan. 5) Kendala modal

Ketersediaan modal akan sangat mempengaruhi keseluruhan proses produksi. Koefisien kendala modal adalah modal yan digunakan per ekor puyuh. Nilai ruas kanan adalah ketersediaan modal perusahaan setiap bulan.


(33)

33 6) Kendala permintaan maksimum

Kendala permintaan untuk jenis bibit puyuh muncul karena permintaan bibit puyuh tidak terjadi setiap bulan. Sehingga untuk menghindari produksi yang berlebihan perusahaan membatasi jumlah bibit puyuh yang akan diproduksi. 4.5.4 Formulasi Model

Formulasi model permasalahan optimalisasi usahaternak puyuh pada PPBT dapat dirumuskan sebagai berikut :

Fungsi tujuan : Maksimumkan

Dimana :

Z = nilai fungsi tujuan (Rp)

Cjk = keuntungan aktivitas j bulan ke-k yang diterima oleh PPBT (Rp/ekor)

Xjk = jumlah output utama produk ke-j bulan ke-k di PPBT (ekor/bulan)

j = jenis produk (1= puyuh petelur ; 2 = bibit puyuh) di PPBT

k = bulan produksi di PPBT (1, 2, 3, ..., 12)

Fungsi Kendala

1) Kendala kapasitas kandang

dimana :

ajk = luas kandang yang dibutuhkan aktivitas j bulan k (m2/ekor)

A = kapasitas kandang yang tersedia (m2) 2) Kendala DOQ

dimana :

bjk = bibit yang dibutuhkan aktivitas j bulan k (ekor)


(34)

34 3) Kendala pakan layer

dimana :

cjk = Koefisien penggunaan pakan aktivitas j bulan k (kg/ekor)

C = Ketersediaan pakan (kg) 4) Kendala tenaga kerja

dimana:

djk = Koefisien penggunaan tenaga kerja aktivitas j bulan k (jam/ekor)

D = Jumlah tenaga kerja yang digunakan PPBT (jam) 5) Kendala modal

dimana:

ejk = Koefisien modal aktivitas j bulan k (Rp/ekor)

E = ketersediaan modal (Rp) 6) Kendala permintaan maksimum

X

jk ≤

Fjk

dimana :

Xjk = jumlah bibit puyuh

Fjk = jumlah permintaan bibit puyuh 4.6. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini, beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan data adalah sebagai berikut :

1) Penelitian tidak melihat perubahan permintaan telur dan bibit puyuh setiap bulan selama satu tahun.

2) Harga jual dan harga input tidak berubah selama satu tahun. 3) Kematian puyuh diperhitungkan di awal siklus produksi.


(35)

35 4) Data mengenai keuntungan aktual selama setahun sebelumnya di Peternakan

Puyuh Bintang Tiga tidak dapat diperoleh.

5) Penelitian hanya memfokuskan pada perencanaan produksi di PPBT selama setahun.

6) Analisis yang digunakan adalah model linear, sehingga semua koefisien dalam model memenuhi asumsi dasar program linear yaitu linearitas, proporsionalitas, aditivitas, divisibilitas, dan deterministik.

7) Keuntungan yang digunakan adalah keuntungan kotor, yaitu hasil dari pengurangan antara penerimaan penjualan dengan biaya produksi.


(36)

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1. Sejarah dan Perkembangan Usaha

Peternakan puyuh Bintang Tiga (PPBT) merupakan salah satu peternakan puyuh petelur di Kabupaten Bogor, yang berlokasi di Jalan KH. Abdul Hamid KM. 3 Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Peternakan ini berdiri pada bulan September 2007 dengan bentuk awal berupa CV. Pemilik awal terdiri dari tiga orang yang masing-masing menanamkan investasinya. Ketiga pendiri tersebut yaitu Bapak Wahyudiono, Bapak Prastiyo, dan Bapak Ohi Jazuli yang masing-masing menanamkan investasinya secara berurutan yaitu sebesar 55 persen, 35 persen, serta 10 persen.

Ide pembentukan PPBT dicetuskan pertama kali oleh Bapak Prastiyo yang kemudian mengajak Bapak Wahyudiono untuk bekerja sama menanamkan investasinya ke bisnis puyuh tersebut. Menimbang akan prospek yang cukup menjanjikan dari peternakan puyuh di wilayah Bogor, Bapak Wahyudiono sebagai pemilik lahan tertarik terhadap rencana tersebut dan memberi dukungannya dengan turut serta dalam pendirian PPBT. Setelah Bapak Wahyudiono bersedia menjadi investor terbesar, Bapak Prastiyo mengajak Bapak Ohi Jazuli untuk bergabung. Pelaksanaan operasi PPBT sebagian besar diserahkan kepada Bapak Prastiyo karena beliau memiliki kompetensi ilmu peternakan serta mempunyai pengalaman bekerja di perusahaan puyuh sebelumnya. Posisi pak Wahyudiono serta Pak Jazuli lebih condong sebagai sekutu pasif yang sesekali datang untuk melihat perkembangan peternakan.

Pada bulan September 2008, Bapak Wahyudiono menjual investasinya kepada Bapak Prastiyo karena beliau ingin fokus mengembangkan bisnis batik milik keluarganya. Alasan lainnya yaitu kekhawatiran beliau akan maraknya flu burung yang banyak menyerang peternakan unggas sehingga beliau pesimistis untuk tetap mengembangkan usaha ini. Ternyata selain di PPBT, Bapak Prastiyo juga mempunyai saham di peternakan puyuh lain yang berlokasi tepat di belakang PPBT. Saham yang beliau miliki di tempat tersebut sebesar 40 persen. Perkembangan usaha PPBT yang cukup signifikan membuat Bapak Prastiyo berencana untuk fokus pada PPBT saja. Kepemilikan saham di peternakan puyuh lain tersebut kemudian dijual kepada Bapak Ohi Jazuli. Hal ini dilakukan agar


(37)

37 pengelolaan PPBT lebih leluasa dan terpusat, tanpa mengurangi hak satu sama lain.

Alasan utama pemilihan jenis usaha peternakan puyuh ini yaitu pengalaman kerja Bapak Prastiyo di peternakan puyuh Golden Quail Sukabumi selama 18 bulan. Pengalaman kerja tersebut ditunjang pula dengan basis pendidikan bidang peternakan dari Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Alasan lain yaitu tingkat permintaan telur puyuh di Kabupaten Bogor yang sangat tinggi dan didukung dengan harga jual telur puyuh yang relatif stabil.

Visi PPBT adalah menjadi perusahaan peternakan puyuh yang mampu memenuhi permintaan telur puyuh terutama di wilayah Bogor untuk saat ini serta Jakarta dan sekitarnya. Saat ini pasar telur puyuh di Bogor 80 persen masih dikuasai peternak dari daerah luar Bogor seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Misi PPBT adalah menyediakan produk telur puyuh yang berkualitas kepada konsumen dan memasarkan secara optimal dalam rangka membangun citra perusahaan. Tujuan PPBT adalah mengembangkan usaha telur puyuh yang menitikberatkan pada peningkatan kepuasan pelanggan dengan cara memberi kepastian pasokan telur puyuh yang berkualitas. Selain itu, PPBT bertujuan membuka lapangan pekerjaan untuk penduduk di sekitar peternakan yang masih menganggur.

Jenis usaha yang menjadi fokus PPBT yaitu budidaya puyuh untuk menghasilkan telur sebagai produk akhirnya dan bibit puyuh yang siap bertelur. Unit usaha lain dari PPBT adalah pakan, sedangkan produk sampingan yang dihasilkan dari pemeliharaan puyuh adalah puyuh afkir dan kotoran. Tujuan dasar dari pengusahaan pakan adalah untuk memenuhi kebutuhan usaha puyuh petelur PPBT sendiri dan untuk menghemat biaya produksi.

Pada awal pendirian PPBT yaitu pada bulan September 2007, populasi puyuh berjumlah sekitar 5.000 ekor. Namun pada akhir tahun 2007, puyuh tersebut terkena penyakit tetelo sehingga PPBT kehilangan semua populasi puyuhnya. Pada awal tahun 2008, PPBT memulai usahanya dari awal kembali dengan membeli bibit puyuh petelur sekitar 3.000 ekor.

Jumlah puyuh keseluruhan yang telah dimiliki PPBT pada awal 2009 yaitu sekitar 10.000 ekor dengan investasi yaitu 3 bangunan kandang besar untuk puyuh


(38)

38 petelur dan 1 kandang kecil untuk puyuh anakan (starter). Jumlah tersebut terdiri dari 8.000 ekor populasi produktif dan 2.000 ekor populasi bibit. Telur puyuh yang mampu dihasilkan PPBT dengan jumlah puyuh tersebut yaitu sekitar 6.500 butir telur per harinya.

Selain telur puyuh dan bibit puyuh, PPBT juga mengusahakan pakan yang sebagian besar dijual dan sisanya digunakan untuk pakan PPBT. Jumlah produksi pakan puyuh di PPBT dalam satu bulan mencapai 11,7 ton. Proporsi pakan yang dijual dan dikonsumsi sendiri adalah 60 persen dan 40 persen.

Unit usaha PPBT lainnya adalah puyuh afkir dan kotoran puyuh. Puyuh afkir adalah puyuh yang umur ekonomis budidayanya sebagai puyuh petelur habis, yakni sekitar 12 bulan. Puyuh afkir dijual ke Jakarta dengan harga Rp 2.000,- per ekor. Kotoran puyuh yang dihasilkan PPBT dalam satu bulan adalah sebanyak 110 karung, dimana satu karung berkapasitas 50 kilogram. Kotoran tersebut dijual ke petani-petani di sekitar peternakan serta Dinas Perikanan dan Peternakan dengan harga Rp 4.000,- per karung.

5.2. Lokasi Peternakan dan Kantor

Letak peternakan berada di pinggir jalan utama Desa Situ Ilir serta berdekatan dengan pemukiman dan jenis usaha lain seperti meubel dan toko bangunan. Lokasi tersebut menguntungkan dalam hal transportasi serta kedekatan jarak dengan pasar sehingga dapat menekan biaya transportasi. Kelemahannya adalah kurang baik untuk syarat lokasi peternakan puyuh yang ideal. Hal ini disebabkan puyuh akan terganggu oleh suara bising dari aktivitas lain di sekitar lingkungannya. Keberadaan peternakan di dekat pemukiman penduduk Desa Situ Ilir juga memudahkan perolehan tenaga kerja yang sebagian besar berasal dari lingkup terdekat PPBT.

5.3. Sarana dan Prasarana

Luas lahan dan bangunan yang digunakan untuk budidaya puyuh yaitu 2.000 m2. Kandang besar yang digunakan untuk puyuh petelur dan bibit puyuh sejauh ini masih disatukan. Hal ini dikarenakan biaya pembuatan kandang yang mahal sehingga PPBT belum mampu membangun kandang besar khusus untuk bibit puyuh.


(39)

39 Saat ini PPBT memiliki 3 kandang besar untuk puyuh grower dan layer, yang masing-masing berisi 25 kandang kecil (kurung). Satu kandang kecil puyuh dapat menampung 200 ekor dengan ukuran 0,6 X 1 meter. Kapasitas maksimal seluruh kandang dapat menampung sekitar 15.000 ekor puyuh.

Lay Out tempat usaha merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam pendirian suatu proyek usaha. Lay Out adalah pengaturan tata letak fisik dan peralatan secara keseluruhan mengikuti aliran proses produksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Lay Out adalah efisiensi penggunaan alat, ketersediaan ruangan, dimensi alat, aliran proses produksi, tenaga kerja, dan keamanan. Lay out yang baik dapat menghemat penggunaan ruangan, memperlancar distribusi bahan baku dan tenaga kerja. Penyusunan Lay Out pada PPBT dilakukan untuk memudahkan proses pembudidayaan puyuh petelur, sehingga proses produksi dapat berjalan lancar, efektif, ekonomis, aman, dan nyaman.

Bangunan yang digunakan untuk budidaya puyuh terdiri dari 3 bangunan kandang besar untuk puyuh grower dan layer, 1 kandang untuk puyuh starter, tempat kandang kecil khusus puyuh sakit, 1 ruang penetasan, tempat pengolahan pakan, dan tempat untuk pembuatan kandang kecil. Bangunan penunjang lain berupa mess karyawan yang juga berfungsi sebagai kantor PPBT serta ruang dapur. Semua bagian-bagian tersebut berada pada satu tempat di lahan seluas 2.000 m2.

Bangunan kandang besar untuk puyuh petelur dan pembibit berukuran 10 X 8 meter. Kandang besar terbuat dari bangunan setengah permanen dengan menggunakan kawat sebagai dinding atasnya. Atap kandang menggunakan asbes dan lantai terbuat dari semen. Penggunaan bahan-bahan ini bertujuan untuk memberi ventilasi yang cukup sehingga ruangan sejuk dan tidak panas. Di depan masing-masing kandang besar terdapat keran yang berfungsi sebagai sumber air untuk membersihkan kandang serta peralatan makan dan minum puyuh.

Bangunan kecil untuk puyuh starter memiliki ukuran 5 X 6 meter dengan bentuk struktur bangunan permanen. Kandang permanen sengaja dibuat karena DOQ membutuhkan udara yang hangat agar tidak cepat sakit. Letak kandang kecil berada satu bangunan dengan ruang penetasan telur, dapur, serta mess karyawan.


(1)

P9) 61.527912 0.000000 P10) 0.000000 2180.846924 P11) 61.527912 0.000000 P12) 7.854123 0.000000

NO. ITERATIONS= 16

RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:

OBJ COEFFICIENT RANGES

VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE

X11 -3690.260010 388.061279 619.842041 X12 -542.140015 388.061279 619.842041 X13 928.159973 388.061279 619.842041 X14 1963.910034 388.061279 619.842041 X15 2427.560059 388.061279 619.842041 X16 2463.709961 388.061279 619.842041 X17 1927.760010 388.061279 619.842041 X18 1464.109985 388.061279 619.842041 X19 928.159973 388.061279 619.842041 X110 464.510010 388.061279 619.842041 X111 428.359985 388.061279 619.842041 X112 1960.099976 388.061279 619.842041 X21 2180.840088 1446.298096 905.476318 X22 2180.846924 1336.402588 836.674622 X23 2180.846924 1317.042969 824.554199 X24 2180.846924 1341.180786 839.666077 X25 2180.846924 1317.042969 824.554199 X26 2180.846924 1341.180786 839.666077 X27 2180.846924 1317.042969 824.554199 X28 2180.846924 INFINITY 839.666077 X29 2180.846924 1317.042969 824.554199 X210 2180.846924 INFINITY 2180.846924 X211 2180.846924 1317.042969 824.554199


(2)

90

X212 2180.846924 1338.050415 837.706299

X10 0.000000 0.000000 INFINITY

RIGHTHAND SIDE RANGES

ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE

KDG1 225.000000 INFINITY 97.430527 KDG2 225.000000 INFINITY 96.290688 KDG3 225.000000 INFINITY 97.033554 KDG4 225.000000 INFINITY 78.539131 KDG5 225.000000 INFINITY 79.462051 KDG6 225.000000 INFINITY 78.539131 KDG7 225.000000 INFINITY 79.462051 KDG8 225.000000 INFINITY 78.539131 KDG9 225.000000 INFINITY 79.462051 KDG10 225.000000 INFINITY 78.539131 KDG11 225.000000 INFINITY 79.462051 KDG12 225.000000 INFINITY 78.656944 BIBIT1 10000.000000 INFINITY 1053.127075 BIBIT2 10000.000000 INFINITY 8614.975586 BIBIT3 10000.000000 INFINITY 8667.075195 BIBIT4 10000.000000 INFINITY 7370.000000 BIBIT5 10000.000000 INFINITY 7434.727051 BIBIT6 10000.000000 INFINITY 7370.000000 BIBIT7 10000.000000 INFINITY 7434.727051 BIBIT8 10000.000000 INFINITY 7370.000000 BIBIT9 10000.000000 INFINITY 7434.727051 BIBIT10 10000.000000 INFINITY 7370.000000 BIBIT11 10000.000000 INFINITY 7434.727051 BIBIT12 10000.000000 INFINITY 7378.262207 PAKAN1 1600.000000 256.438934 455.910889 PAKAN2 6850.000000 INFINITY 2552.532959 PAKAN3 6850.000000 INFINITY 2570.733154 PAKAN4 6850.000000 INFINITY 2117.619873 PAKAN5 6850.000000 INFINITY 2140.231201 PAKAN6 6850.000000 INFINITY 2117.619873


(3)

PAKAN7 6850.000000 INFINITY 2140.231201 PAKAN8 6850.000000 INFINITY 2117.619873 PAKAN9 6850.000000 INFINITY 2140.231201 PAKAN10 6850.000000 INFINITY 2117.619873 PAKAN11 6850.000000 INFINITY 2140.231201 PAKAN12 6850.000000 INFINITY 2120.506104 TK1 624.000000 INFINITY 342.441376 TK2 624.000000 INFINITY 324.223236 TK3 624.000000 INFINITY 288.381622 TK4 624.000000 INFINITY 243.201736 TK5 624.000000 INFINITY 242.695709 TK6 624.000000 INFINITY 243.201736 TK7 624.000000 INFINITY 242.695709 TK8 624.000000 INFINITY 243.201736 TK9 624.000000 INFINITY 242.695709 TK10 624.000000 INFINITY 243.201736 TK11 624.000000 INFINITY 242.695709 TK12 624.000000 INFINITY 231.885544

MODAL1 35000000.000000 INFINITY 2978372.500000 MODAL2 20000000.000000 5051234.000000 5619453.000000 MODAL3 20000000.000000 5262617.500000 5408069.500000 MODAL4 25000000.000000 0.000000 10670687.000000 MODAL5 25000000.000000 262618.031250 10408069.000000 MODAL6 25000000.000000 0.000000 10670687.000000 MODAL7 25000000.000000 262618.031250 10408069.000000 MODAL8 25000000.000000 3175764.750000 0.000000 MODAL9 25000000.000000 262618.031250 10408069.000000 MODAL10 25000000.000000 INFINITY 14329313.000000 MODAL11 25000000.000000 262618.031250 10408069.000000 MODAL12 25000000.000000 33523.554688 10637164.000000 KM1 0.000000 1609.912476 2938.661133

KM2 0.000000 2551.534180 1609.912476 KM3 0.000000 1609.912476 2551.534180 KM4 0.000000 1609.912476 0.000000 KM5 0.000000 1609.912476 0.000000 KM6 0.000000 1609.912476 0.000000


(4)

92

KM7 0.000000 1609.912476 0.000000

KM8 0.000000 16.954662 4033.561768 KM9 0.000000 16.954662 4033.561768 KM10 0.000000 16.954662 5181.275879 KM11 0.000000 16.954662 5379.785156 P1 2500.000000 INFINITY 1259.426147 P2 2500.000000 INFINITY 1183.436890 P3 2500.000000 INFINITY 1232.961304 P4 2500.000000 INFINITY 0.000000 P5 2500.000000 INFINITY 61.527912 P6 2500.000000 INFINITY 0.000000 P7 2500.000000 INFINITY 61.527912 P8 2500.000000 0.000000 744.039429 P9 2500.000000 INFINITY 61.527912 P10 2500.000000 3357.167236 2500.000000 P11 2500.000000 INFINITY 61.527912 P12 2500.000000 INFINITY 7.854123


(5)

RINGKASAN

NURUL ISTIAMUJI.

Optimalisasi Produksi pada Peternakan Puyuh Bintang

Tiga Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.

Skripsi.

Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor (Di bawah bimbingan RATNA WINANDI).

Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan

berkontribusi terhadap pendapatan nasional Indonesia. Peternakan merupakan

salah satu subsektor pertanian pemenuhan konsumsi gizi masyarakat dan PDB

pertanian. Kontribusinya dalam PDB pertanian menempati peringkat keempat

dengan nilai 36.743,6 miliar rupiah atau 1,69 persen dari PDB keseluruhan.

Persentase subsektor peternakan dalam PDB masih lebih rendah dibandingkan

subsektor lainnya disebabkan oleh konsumsi masyarakat terhadap produk

peternakan yang masih rendah. Rata-rata konsumsi protein hewani asal daging

serta telur dan susu masyarakat Indonesia pada tahun 2009 adalah 2,22 dan 2,96

gram/kapita/hari. Angka-angka tersebut masih kurang dari nilai konsumsi protein

hewani standar yang ditetapkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun

1998 yaitu 6 gram/kapita/hari. Oleh karena itu, keberadaan sektor peternakan

sebagai penghasil sumber protein bagi masyarakat masih mempunyai peranan

penting. Burung puyuh adalah salah satu jenis unggas yang cukup umum

diternakkan. Populasi burung puyuh di Indonesia pada tahun 2009 adalah

7.618.151 ekor. Peningkatan jumlah populasi setiap tahun menunjukkan potensi

peternakan puyuh yang dapat dikembangkan. Salah satu hasil utama ternak puyuh

adalah telur. Rata-rata konsumsi telur puyuh per kapita per minggu di Indonesia

pada tahun 2007 meningkat sebesar 25,71 persen dari tahun sebelumnya.

Peningkatan konsumsi merupakan suatu peluang pasar bagi komoditi telur puyuh.

Potensi lain ditunjukkan oleh harga telur puyuh yang cenderung stabil bahkan

meningkat.

Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) adalah peternakan yang berlokasi

di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Peternakan ini mengusahakan

puyuh petelur dan bibit puyuh sebagai produk utamanya. Namun, PPBT belum

mampu memuhi semua permintaan telur maupun bibit yang ada. PPBT sebagai

sebuah perusahaan mempunyai tujuan untuk memperoleh keuntungan maksimum.

Karakteristik kedua jenis puyuh sedikit berbeda. Untuk itu, diperlukan

perencanaan yang baik pada awal periode produksi dalam usahaternak di PPBT.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menganalisis kombinasi jumlah

setiap jenis puyuh yang optimal, menganalisis alokasi sumberdaya yang optimal

untuk memperoleh keuntungan optimal, dan menganalisis perubahan yang terjadi

pada kondisi optimal jika terjadi perubahan harga pakan yang merupakan

komponen biaya produksi paling besar. Waktu penelitian adalah pada bulan

Pebruari-Mei 2009. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja dengan pertimbangan

bahwa PPBT merupakan peternakan berskala besar di Kota Bogor dengan jumlah

puyuh produktif sebanyak 8.000 ekor.

Pengolahan data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif

mengenai gambaran dan kondisi umum perusahaan dijabarkan secara deskriptif.

Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan mengelompokkan data yang

diperoleh secara manual berdasarkan aktivitas-aktivitas untuk kemudian diproses


(6)

menggunakan program

Microsoft Excel

. Hasilnya digunakan untuk menyusun

fungsi tujuan dan fungsi kendala. Pengolahan data kemudian dilakukan dengan

program linear.

Hasil yang diperoleh dari pengolahan dan analisis data menggunakan

program linear adalah kombinasi jumlah aktivitas usahaternak puyuh yang

menghasilkan keuntungan maksimum untuk jenis puyuh petelur setiap bulan

selama setahun adalah sebanyak 8.874 ekor. Jumlah ini meningkat 10,9 persen

dari kondisi aktual sebanyak 8.000 ekor. Sedangkan jumlah aktivitas bibit puyuh

bervariasi pada bulan 1 sampai 12 yaitu, 551, 570, 509, 1756, 1681, 1756, 1681,

1756, 1681, 2500, 1681, dan 1746 ekor. Aktivitas puyuh petelur yang sama setiap

bulannya disebabkan periode pemeliharaan selama satu tahun, sedangkan periode

pemeliharaan bibit puyuh hanya selama satu bulan.

Berdasarkan analisis dual sumberdaya yang digunakan PPBT, sumberdaya

yang habis terpakai adalah pakan pada bulan 1; modal bulan 1 sampai 9, bulan 10,

dan bulan 11; serta permintaan maksimum pada bulan 10. Sumberdaya tersebut

menjadi kendala aktif yang bila ditingkatkan ketersediaannya akan menambah

keuntungan sebesar nilai

dual price

. Sumberdaya yang tidak habis terpakai adalah

kapasitas kandang, DOQ, pakan bulan 2 sampai 10, tenaga kerja, modal pada

bulan 10, serta kendala permintaan maksimum bulan 1 sampai 9, bulan 11, dan

bulan 12.

Analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan menunjukkan aktivitas puyuh

petelur memiliki selang kepekaan yang pendek atau sensitif terhadap perubahan.

Penurunan dan kenaikan nilai koefisien fungsi tujuan aktivitas ini akan sangat

peka untuk mengubah hasil optimal. Pakan pada bulan 1 memiliki selang

kepekaan terpendek di antara sumberdaya lain. Perubahan jumlah ketersediaan

pakan pada bulan 1 sangat peka untuk mengubah solusi optimal dan mengubah

nilai

dual price

.

Pada analisis post optimal dengan skenario peningkatan harga pakan

sebesar 5,5 persen per kilogram mengubah jumlah aktivitas optimal serta

keuntungan optimal. Skenario ini membuat jumlah aktivitas puyuh petelur lebih

rendah dari sebelumnya sedangkan jumlah aktivitas bibit puyuh mengalami

peningkatan. Keuntungan optimal yang diperoleh menurun sebesar Rp 10.625.400

atau sebesar 7,31 persen.