Waktu dan tempat penelitian Metode penelitian

aktin. Khusus untuk primer vasa, dua pasang primer yang berbeda telah digunakan F1VSGR - R3VSGR dan F2VSGR-R3VSGR dan untuk program suhu annealing dan durasi ekstensi dibuat dengan kondisi masing-masing adalah 58 o C dan 45 detik bagi primer vasa F1VSGR; 61 o C dan 45 detik bagi primer vasa F2VSGR. Sedangkan, pre dentaturasi, denaturasi. dan ekstensi akhir sama untuk keempat primer tersebut yakni masing-masing 94 o C selama 3 menit, 94 o C selama 30 detik, dan 72 o C selama 3 menit.

3.2.4. Uji spesivitas primer

Uji spesivitas primer dilakukan dengan mengevaluasi hasil amplifikasi DNA GH dan vasa dari ikan gurame dan ikan nila menggunakan primer hasil yang telah didisain. PAda pengujian ini, hasil amplifikasi dari GH dan vasa, dan beta aktin yang program PCRnya mengacu pada poin 3.2.3., divisualisasikan dengan elektroforesis yang menggunakan gel agarosa konsentrasi 1 . Primer bersifat spesifik apabila hanya menempel annealing ke sekuen DNA dari ikan donor dan menghasilkan pita DNA produk amplifikasi. 3.2.5 Uji sensitivitas PCR dalam mendeteksi DNA gurame dan nila Untuk menguji sensitivitas PCR dalam mendeteksi DNA gurame dan nila, dilakukan dengan cara membuat campuran DNA gurame dan nila dengan rasio yang berbeda yaitu 700:700; 600:700; 500:700; 400:700; 300:700; 200:700; 100μ700; 50μ700; 10μ700; 1μ700; 0,1μ 700 ng L. Selanjutnya, pada masing- masing campuran DNA dilakukan amplifikasi menggunakan primer GH dan vasa yang program PCRnya mengacu pada poin 3.2.3. Sebagai kontrol internal, pada masing-masing campuran DNA tersebut dilakukan juga proses amplifikasi menggunakan primer beta aktin. Hasil amplifikasi selanjutnya dielektroforesis menggunakan gel agarosa konsentrasi 1. Sensitivitas PCR selanjutnya ditentukan dengan cara melihat pita DNA yang tervisualisasi pada hasil elektroforesis. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Primer marka molekuler Kandidat primer marka molekuler ditentukan berdasarkan homologi yang rendah, dan perbedaan basa nukleotida di ujung 3’ khususnya guanin G dan sitosin C. Hasil penyejajaran menunjukkan daerah dengan homologi rendah dan ujung 3’ berbeda pada gen GH Gambar 3A dan vasa Gambar 3B yang dijadikan sebagai tempat disain sepasang primer forward dan reverse. Sepasang primer untuk GH, dan dua pasang primer untuk vasa yaitu F2VSGR Gambar 3B, F1VSGR Gambar 3C, dan sepasang primer untuk β-aktin Gambar 3D telah didisain. Sekuen nukleotida primer GH ikan gurame adalah F1GH 5’-TGTTCT- CTGACGGCGTGGTT-3’ dan R1GH 5’-GCAACAAAAAACCACCAGAAA- GAG-3’, sedangkan sekuen primer vasa ikan gurame adalah F2VSGR 5’-TGA- AGAAGAGTGGGAGTAGAAGG-3’ dan R3VSGR 5’-ACGTTCTGTCTGT- CAGACACATTG-3; vasa kedua F1VSGR 5’-CAGGTGTTCAGCTTGTTGT- TGGAG- 3’ dan R3VSGR. Untuk sekuen primer β-aktin adalah F 5’-GTGCCC- ATCTACGAGGGTTA-3’ dan R 5’-TTTGATGTCACGCACGATTT-3’.

4.1.2 Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA genom dari sirip ikan gurame dan ikan nila telah berhasil dilakukan dengan nila kuantifikasi disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kuantifikasi DNA genom hasil ektraksi Sampel DNA ABS Rasio DNA μgml Protein Purity Nila N1 0,212 1,948 10,6 0,0 86 Nila N2 0,379 1,996 19,0 0,0 90 Nila N3 0,036 2,550 18,0 0,0 74 Gurame G1 0,194 1,887 9,7 0,0 94 Gurame G2 0,712 1,941 35,6 0,0 97 Gurame G3 0,089 2,166 44,5 0,0 79 Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa konsentrasi DNA ikan nila tertinggi adalah N2 = 1λ gml, sedangkan konsentrasi DNA tertinggi pada ikan gurame adalah G3 = 44,5 gml. Dari nilai purity tertinggi untuk masing-masing DNA A B C D Gambar 3. Posisi primer forward dan revese dari hasil pensejajaran, A GH B vasa F2VSGR, C vasa F1VSGR, dan D β-aktin ikan nila dan ikan gurame adalah N2 = 90 dan G2 = 97. Kisaran rasio bagi masing-masing DNA adalah 1,948-2,550 untuk ikan nila dan 1,887-2,166 untuk ikan gurame. Berdasarkan standar Brown 1995, rasio yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil ekstraksi DNA ikan nila dan ikan gurame tidak terkontaminasi oleh protein atau pun fenol. 4.1.3. Amplifikasi DNA dengan PCR Berdasarkan suhu annealing dan lama waktu ekstensi dari kandidat primer marka molekuler yang digunakan, diperoleh kondisi untuk proses amplifikasi PCR seperti yang terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Program PCR berdasarkan kandidat primer yang dihasilkan Program PCR Primer GH ikan gurame Primer vasa ikan gurame Primer Beta-aktin F2VSGR F1VSGR Pre- Denaturasi 94 o C selama 3 menit 94 o C selama 3 menit 94 o C selama 3 menit 94 o C selama 3 menit Denaturasi 94 o C selama 30 detik 94 o C selama 30 detik 94 o C selama 30 detik 94 o C selama 30 detik Annealing 58 o C selama 30 detik 61 o C selama 30 detik 58 o C selama 30 detik 63 o C selama 30 detik Ekstensi 72 o C selama 45 detik 72 o C selama 45 detik 72 o C selama 45 detik 72 o C selama 30 detik Ekstensi akhir 72 o C selama 3 menit 72 o C selama 3 menit 72 o C selama 3 menit 72 o C selama 3 menit Jumlah siklus 35 35 35 35 Berdasarkan Tabel 2, bahwa primer untuk marka molekuler GH dapat anneal pada sekuen DNA ikan gurame pada suhu 58 o C dan durasi ekstensi 45 detik, sedangkan marka vasa dengan kombinasi suhu annealing 61 o C dan lama waktu ekstensi 45 detik. Kombinasi suhu annealing 63 o C dan lama waktu ekstensi 30 detik adalah kondisi standar yang digunakan bagi primer β-aktin. Suhu annealing ditentukan berdasarkan persentase basa nukleotida G dan C, serta jumlah total basa nukleotida masing-masing primer marka molekuler. Untuk primer marka molekuler vasa kedua F1VSGR, kondisi PCR yang digunakan yakni suhu annealing 58 o C dan durasi ekstensi 45 detik, tidak dihasilkan produk PCR Gambar 5, sehingga primer tersebut tidak dapat digunakan sebagai marka molekuler untuk mengidentifikasi sel gonad ikan gurame. Hal ini diduga karena