Marka molekuler Pengembangan Marka Molekuler DNA dalam Identifikasi Sel Gonad Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Menggunakan PCR

2.5 PCR

PCR merupakan salah satu teknik amplifikasi daerah spesifik DNA, ditetapkan oleh dua primer, pada saat sintesis DNA yang dimulai dengan penstabilan suhu DNA polimerase. Biasanya, paling sedikit bagian spesifik molekul DNA yang dapat dihasilkan adalah sampai satu juta copy dan produk PCR dapat dideteksi dalam gel agarosa menggunakan etidium bromida. Daerah yang diamplifikasi biasanya mencapai panjang antara 150-3000 pasang basa bp McPherson et al. 1991, diacu dalam Altinok Kurt 2003. Proses amplifikasi DNA secara cepat merupakan metode trial and error dengan optimalisasi PCR Rasmussen 1992. Optimalisasi suatu amplifikasi dipengaruhi oleh tiga kondisi penting yaitu templet, suhu annealing bagi primer, dan suhu dan waktu yang cukup untuk ekstensi. Kesalahan saat penggabungan kondisi-kondisi tersebut merupakan penyebab kegagalan saat amplifikasi, khususnya pada suhu annealing dan konsentrasi garam akan mempengaruhi kestabilan DNA duplex. Komponen-komponen yang mendukung reaksi amplifikasi adalah primer, DNA templet, dNTP, konsentrasi Mg, buffer, enzim, volume reaksi, waktu siklus dan suhu Rasmussen 1992. Primer merupakan hal yang penting untuk mencapai sensitivitas dan spesivitasnya yang lebih tinggi. Reaksi PCR termasuk DNA templet yang bentuknya dapat beragam, primer, buffer, enzim polimerase untuk mengkatalis copy DNA baru, dan dNTP untuk membentuk copy DNA yang baru. Proses yang berlangsung dari reaksi thermocycling adalah DNA templet didenaturasi, primer menempel pada daerah komplemennya dan enzim polimerase mengkatalis penambahan nukleotida pada masing-masing primer, kemudian membuat copy baru dari daerah targetnya Dale Schantz 2002. Disain primer sangat mempengaruhi keberhasilan amplifikasi. Primer yang memiliki fleksibilitas saat seleksi primer, adalah primer terbaik yang dapat mengoptimalisasi dan memaksimalkan hasil dan spesifisitas produk amplifikasi. Agar primer dapat bekerja secara optimal, maka primer yang didisain sebaiknya memiliki panjang 20-30 nukleotida dengan kandungan GC sekitar 30-70. Pembentukan primer dimer terjadi apabila ujung basa 3’ merupakan komplemen Rasmussen 1992. Primer akan mengikat pada untai DNA yang berlawanan, dengan ujung titik 3’ pada ujung 5’. Penambahan enzim polimerase pada primer, dan proses polimerisasi bolak-balik dari belakang ke depan, membentuk suatu jumlah pertambahan secara eksponensial dari molekul untai ganda DNA Griffith et al. 2005. Awal PCR ini dimulai dengan suatu pembuatan larutan yang mengandung DNA templet, primer, keempat basa deoksiribonukleat trifosfat dNTP, dan DNA polimerase Griffith et al. 2005. Proses PCR dimulai dengan tahap denaturasi, yaitu pemisahan untai ganda double strand DNA templet menjadi untai tunggal single strand, yang dilakukan pada suhu 94°C. Kemudian dilanjutkan dengan annealing, yaitu penempelan primer pada sekuen target yang dilakukan dengan menurunkan suhu sekitar 54 o C sehingga kedua primer dapat berikatan pada untai DNA yang berlawanankomplemennya. Diakhiri dengan proses ekstensi yaitu pemanjangan sekuen nukleotida yang berlangsung pada suhu sekitar 72 o C. Ketiga tahap proses tersebut merupakan satu siklus PCR yang akan terjadi berulang- ulang hingga 30-40 siklus, bergantung pada target produk PCR yang diharapkan. Gambar 3 Gambar 3. Tahapan kerja PCR; 1. Tahap denaturasi; 2. Tahap annealing; 3.Tahap ekstensi P: Polimerase; 4. Perkembangan pada siklus selanjutnya Erlich, 1989 Komponen primer pada pereaksi PCR sangat menentukan keberhasilan suatu reaksi amplifikasi, yang pada dasarnya merupakan DNA atau RNA untai