1
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar belakang Penyakit tidak menular PTM seperti penyakit jantung, stroke, kanker,
diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya merupakan 63 penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh
36 juta jiwa per tahun WHO, 2010. Di Indonesia sendiri, penyakit tidak menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan
morbiditas dan mortalitas penyakit tidak menular PTM semakin meningkat. Hal tersebut menjadi beban ganda dalam pelayanan kesehatan, sekaligus tantangan
yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Peningkatan penyakit tidak menular PTM berdampak negatif pada
ekonomi dan produktivitas bangsa. Pengobatan penyakit tidak menular PTM seringkali memakan waktu lama dan memerlukan biaya besar. Beberapa jenis
penyakit tidak menular PTM merupakan penyakit kronik atau katastropik yang dapat mengganggu ekonomi pasien dan keluarganya. Salah satu dampak penyakit
tidak menular PTM adalah terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen.
Secara global, regional, dan nasional pada tahun 2030 diproyeksikan terjadi transisi epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular
Kemenkes, 2013. Stroke merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menyerang
jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah dan oksigen ke dalam
Universitas Sumatera Utara
otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini disebabkan karena adanya sumbatan, penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah di dalam otak tersebut
Iskandar, 2011. Data World health Organization WHO pada tahun 2010 menunjukkan bahwa setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh dunia
menderita stroke, diantaranya ditemukan jumlah kematian sebanyak 5 juta orang dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen. Dua pertiga dari
kematian ini terjadi di negara-negara dengan sumber daya rendah. Departemen kesehatan Republik Indonesia menyebutkan bahwa di
perkotaan besar kematian akibat stroke pada kelompok usia 45-54 tahun sebesar 15,9, sedangkan di pedesaan sebesar 11,5 Depkes RI, 2013.
Prevalensi stroke pada umur ≥ 15 tahun menurut diagnosis doktergejala yang tertinggi pada
tahun 2013 ialah Provinsi Sulawesi Selatan 17,9 per 1000 penduduk, kemudian disusul DI Yogyakarta 16,9 per 1000 penduduk, dan Sulawesi Tengah 16,6 per
1000 penduduk. Prevalensi terendah terdapat di Provinsi Riau 5,2 per 1000 penduduk, kemudian disusul oleh Jambi 5,3 per 1000 penduduk, dan Lampung
5,4 per 1000 penduduk. Kenaikan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, yakni dari 7,4 per 1000 penduduk pada tahun 2007 menjadi
17,9 per 1000 penduduk pada 2013. Penurunan prevalensi terbanyak terdapat di Provinsi Kepulauan Riau, yaitu dari 14,9 per 1000 penduduk pada 2007 menjadi
8,5 per 1000 penduduk pada 2013 Riskesdas, 2013. Setelah melakukan penelitian di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan
tepatnya di ruang neurologi pada tanggal 10 April sampai 13 Mei didapatkan
Universitas Sumatera Utara
jumlah pasien stoke sekitar 36 orang untuk perkiraan 1 bulannya. Dapat kita gambarkan pasien stroke untuk setiap tahunnya kurang lebih 432 orang.
Penyakit stroke merupakan masalah kesehatan yang cukup besar sehingga memerlukan penanganan secara serius. Hal ini dikarenakan penyakit
stroke dapat menimbulkan dampak negatif pada orang yang mengalaminya, yaitu dapat berdampak negatif atau buruk pada kondisi fisik dan psikologis. Stroke
dapat menyebabkan kelumpuhan atau kelemahan otot, masalah bicara dan bahasa, masalah memori dan penalaran, kesulitan menelan, masalah penglihatan,
penurunan kesadaran, dan berpotensi terhadap kematian Barry, 2008. Dari pemaparan diatas dapat dilihat bahwa penyakit stroke
mempengaruhi aspek-aspek kehidupan personal, sosial, pekerjaan, fisik, psikologis, ketergantungan dengan orang lain, dan ketergantungan secara ekonomi
serta gangguan afektif lainnya. Dampak yang ditimbulkan penyakit stroke menyebabkan si penderita berada dalam kondisi mental yang tidak sehat. Kondisi-
konsisi tersebutlah yang mengakibatkan turunnya harga diri dan meningkatkan stress. Kondisi tersebut dirasakan sebagai bentuk kekecewaan atau krisis yang
dialami oleh penderita. Tekanan-tekanan inilah yang berpeluang menimbukan masalah emosional psikologis yang ditunjukkan dengan terjadinya proses
berduka pada pasien stroke. Namun hal ini dapat diminimalisir dengan kemampuan si penderita dalam menerima kehilangan yang dialaminya.
Penelitian Lanreville dan koleganya 2009 menunjukkan bahwa masalah yang umum terjadi pada seseorang yang mengalami stroke adalah
kehilangan yang menimbulkan respon berduka. Kehilangan yang dimaksud
Universitas Sumatera Utara
merupakan kehilangan fungsi tubuh akibat penyakit stroke yang menimbulkan kecacatan atau pembatasan, baik pembatasan sehari-hari maupun peran sosial
yang memunculkan ansietas dan kesedihan. Penelitan lain menyebutkan bahwa pemicu
munculnya rasa
berduka pada
penderita stroke
karena ketidakmampuannya beradaptasi menerima kecacatan akibat stroke sehingga
menimbulkan perasaan sedih dan tak berguna Townend, et al., 2010. Respon berduka yang muncul pada penderita stroke merupakan akibat
lanjut dari kehilangan yang dirasakan oleh seseorang yang baru mengalami stroke. Seperti diketahui, berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. Umumnya, respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan dimanifestasikan dengan perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur,
dan lain-lain NANDA, 2011. Kubler-Ross 1969 dalam Potter Perry, 2005 menyatakan respon berduka berorientasi pada perilaku dan menyangkut kedalam
5 fase yaitu menyangkal denial, marah anger, tawar-menawar bargaining, depresi depression, dan penerimaan acceptance.
Kariasa dan koleganya 2009 mengatakan respon psikologis yang beragam pada klien stroke diantaranya malu, marah, sedih. Kondisi psikologis
yang juga umum dialami oleh individu dengan stroke ini dapat berupa labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam dan kurang kerjasama Smeltzer
Bare., 2008. Schmidt dan Pearson 2001 juga mengungkapkan adanya frustasi yang persisten, marah dan depresi yang muncul pada pasien stroke. Hal ini
terbentuk sebagai akibat akumulasi rasa sejahtera yang tidak tercapai dan kondisi yang tidak lagi utuh.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Putri 2010 mengatakan masalah berduka yang ditemukan pada pasien stroke tidak sampai menimbulkan perasaan depresi pada klien. Klien
hanya mengalami tahap pengingkaran dan kemarahan pada hari pertama rawat, dilanjutkan dengan tahap tawar-menawar dan langsung pada tahap penerimaan
yang ditunjukkan dengan respon klien yang berbeda-beda. Anjarsari 2010 melaporkan bahwa sepertiga dari 113 penderita pasca stroke mengalami depresi
atau tekanan yang sangat besar dan akan semakin memberat dan makin sering dijumpai sesudah 6 bulan sampai 2 tahun setelah serangan stroke. Penelitian Huda
dan Yatinden 2013 menunjukkan dari 104 pasien stroke terdapat 10 orang 9,6 tidak mengalami depresi.
Latar belakang diatas mendorong peneliti untuk meneliti “Respon
berduka meliputi fase denial, anger, bargaining, depression, dan acceptance pada pasien stroke
di RSUP Haji Adam Malik Medan ”.
Universitas Sumatera Utara
2. Perumusan masalah Penyakit stroke merupakan masalah kesehatan yang cukup besar
sehingga memerlukan penanganan secara serius. Hal ini dikarenakan penyakit stroke dapat menimbulkan dampak negatif pada orang yang mengalaminya, yaitu
dapat berdampak negatif atau buruk pada kondisi fisik dan psikologis. Stroke dapat menyebabkan kelumpuhan atau kelemahan otot, masalah bicara dan bahasa,
masalah memori dan penalaran, kesulitan menelan, masalah penglihatan, penurunan kesadaran, dan berpotensi terhadap kematian Barry, 2008. Kondisi-
kondisi yang dialami pasien stroke akan menggambarkan respon berduka meliputi fase denial, anger, bargaining, depression, dan acceptance pada pasien stroke di
RSUP Haji Adam Malik Medan. 3. Pertanyaan penelitian
1. Bagaimana respon berduka meliputi fase denial, anger, bargaining, depression, dan acceptance pada pasien stroke di RSUP Haji Adam Malik
Medan? 4. Tujuan penelitian
1. Untuk mengidentifikasi respon berduka meliputi fase denial, anger, bargaining, depression, dan acceptance pada pasien stroke di RSUP Haji
Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
5. Manfaat penelitian
5.1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi pendidikan keperawatan mengenai respon berduka meliputi fase denial,
anger, bargaining, depression, dan acceptance pada pasien stroke. 5.2. Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini akan berguna bagi perawat untuk mengetahui respon berduka pada pasien stroke sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan terkait bagaimana pasien stroke dapat menjalani proses berduka dengan normal.
5.3. Bagi Pasien stroke dan Keluarga Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi
dan dorongan bagi pasien stroke, untuk dapat lebih mudah dalam mejalani proses berduka serta diharapkan dapat memberikan informasi
bagaimana proses berduka yang dialami pasien stroke, sehingga keluarga, saudara, sahabat dan masyarakat dapat lebih memperhatikan kondisi
pasien stroke. 5.4. Bagi Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini berguna dalam menambah pengalaman peneliti dan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya
dalam ruang lingkup yang sama.
Universitas Sumatera Utara
5.5. Bagi Institusi Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pihak rumah
sakit khususnya bidang keperawatan, sehingga perawat rumah sakit Haji Adam Malik Medan dapat mengetahui bahwa pasien stroke tidak hanya
respon fisiknya saja yang terganggu tetapi juga respon psikologis yang tergambar dari respon berduka pasien stroke. Sehingga perawat
khususnya perawat di ruang neurologi dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan untuk dapat membantu pasien stroke dapat menjalani
proses berdukanya dengan normal.
Universitas Sumatera Utara
9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA