Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Gadai Dalam Perjanjian Gadai (Studi Pada PT. Perioritas Rakyat Sejahtera Multifinance)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Sosiologi dan Metodologi Penelitian Hukum, Malang : UMM Press : 2009

Anshari, Tampil, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2009.

Hutagalung, Arie, Transaksi Berjaminan, Jakarta : Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum USU, 2001.

Kashadi, Gadai Dan Penanggungan, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2000.

Lubis, Muhammad Syukran, Tinjauan Yuridis Terhadap Tanggung Jawab Perusahaan Umum (Perum), Pasca Sarjana Hukum USU : 2006. Masjchoen, Sri Soedewio, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok – Pokok

Hukum dan Jaminan Perorangan, Jakarta : BPHN Departemen Kehakiman RI, 1980.

Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembelian Saham Yang Digadaikan, Medan : USU Press, 2012.

Miru, Ahmadi, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Polderman, Hukum Jaminan Kebendaan, Semarang : Pusat Studi Hukum Perdata Dan Pembangunan Fakultas Hukum Universitas

Diponegoro, 2001.

Roell, Peraturan dan Instruksi Lelang, Bandung : PT. Esco, 2005. Salim, Hemat, Perkembangan Hukum Jaminan DI Indonesia, Jakarta :

Raja Grafindo Persada, 2004.

Samsul, Inosentius Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, Jakarta : Universitas Indonesia, 2004. Satrio, J, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Bandung :

Citra Aditya Bakti, 2002.

Soesilo, R., Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta Komentar – Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor : Penerbit Politeia, 1985.


(2)

Subekti, S.H, Kumpulan Karangan Hukum Perikatan, Arbitrase dan Peradilan, Bandung : Alumni, 1992.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT Grafindo Persada, 2003.

Tiong, Oey Hoey, Fidusia Sebagai Jaminan unsur – unsur Perikatan, Jakarta : Ghaliaa, 1985.

Untung, Budi, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Usman, Rachmadi, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.

Vollmar, H.F.A, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jakarta : Rajawali Press,1992.

Bahan Internet

23 Maret 2016

1 Maret 2016

20 Maret 2016

Peraturan Perundang – Undangan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.

Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Kepmenperindag No. 350/2001.


(3)

A. PENGERTIAN GADAI

Gadai merupakan jaminan dengan menguasai bendanya sedangkan hipotik merupakan jaminan dengan tanpa menguasai bendanya, gadai di indonesia dalam praktek perbankan sedikit sekali dipergunakan, kadang - kadang hanya sebagai jaminan dari jaminan pokok yang lain. Hal demikian terjadi karena terbentur pada syarat inbezitsteling pada gadai padahal debitur masih membutuhkan benda jaminan tersebut.52

Pengertian gadai tercantum dalam Pasal 1150 KUHPerdata yaitu “Gadai adalah suatau hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadnya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil perlunasan barang tersebur secara didahulukan dari pada orang - orang berpiutang lainnya, dengan kecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelematkan setetah barang itu digadaikan, biaya - biaya mana yang harus di dahulukan”.

53

52

Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan. ( Semarang : Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2000 ) hal 12.

53


(4)

Pengertian gadai yang tercantum dalam Pasal 1150 KUHPerdata ini sangat luas, tidak hanya tentang pembebenan jaminan atas barang bergerak, tetapi juga mengatur tentang kewenangan kreditur untuk mengambil pelunasannya dan mengatur eksekusi barang gadai, apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya.54

Dari perumusan Pasal 1150 KUHPerdata diatas dapat dikertahui, bahwa gadai merupakan suaru hak jaminan kebendaan atas kebandaan bergerak tertentu milik debitur atau seorang lain atas nama debitur untuk dijadikan sebagai jaminan perlunasan utang tertentu, yang memberikan hak didahulukan kepada pemegang hak gadai atas kreditur lainnya, setelah terlebih dahulu didahulukan dari biaya untuj lelang dan biaya untuk memelihara barang yang digadaikan.55

Pengertian gadai lainnya terdapat pada New Burgerlijk Wetboek dalam Pasal 1196 yang berbunyi gadai adalah : “Hak kebendaan atas barang bergerak untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan”.56 Pengertian dalam artikel ini cukup singkat, karena yang dikemukakan adalah tentang hak kebendaan atas barang bergerak untuk jaminan suatu piutang. Sedangkan hal – hal yang mengatur hubungan hukum antara pemberi gadai dengan penerima gadai tidak tercantum dalam definisi tersebut.57

Menurut Hemat Salim, bahwa yang diartikan sebagai gadai adalah “Suatu perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur, dimana debitur

54

Hemat Salim, Op Cit. Hal 34. 55

Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta:Sinar Grafika,2008), hal 105.

56

New Burgerlijk Wetboek. Pasal 1196. 57


(5)

menyerahkan benda bergerak kepada kreditur, untuk menjamin perlunasan suatu hutang gadai, ketika debitur lalai melaksanakan prestasinya. Apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya, barang yang telah dijaminkan oleh debitur kepada kreditur dapat dilakukan pelelangan untuk melunasi hutang debitur.58

1. Adanya subjek gadai, yaitu kreditur (penerima gadai) dan debitur (pemberi gadai).

Adapun unsur - unsur yang tercantum dalam pengertian gadai adalah:

2. Adanya objek gadai, yaitu barang bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud; dan

3. Adanya kewenangan kreditur59

Menurut Megarita menyatakan gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang (kreditur) atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang (debitur) atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang (kreditur) untuk mengambil pelunasan dari barang tersebur secara didahulukan daripada orang – orang berpiutang (kreditur) lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu gadaikan, biaya tersebut harus didahulukan.60

1. Gadai adalah jaminan untuk pelunasan hutang

Dari pengertian tersebut makna unsur – unsur gadai ialah :

58Ibid

,hal 35. 59Ibid

,hal 36. 60

Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Digadaikan, (Medan:USU Press.2012), hal 28.


(6)

2. Gadai memberikan hak didahulukan atau hak preferen peluansan hutang kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya.

3. Barang yang menjadi objek gadai atau barang gadai adalah hanya barang bergerak.

4. Barang bergerak yang menjadi objek gadai tersebut diserahkan kepada kreditur (dalam kekuasaan kreditur). Atau gadai lahir karena penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada kreditur pemegang gadai.

5. Penyerahkan itu dapat dilakukan oleh debitur pemberi gadai atau orang lain atas nama debitur.

6. Kreditur pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang gadai lebih dahulu daripada kreditur - kreditur lainnya.61

B. Subjek, Objek, Dan Sifat – Sifat Gadai a. Subjek Gadai

Subjek gadai ialah pihak – pihak yang terlibat dalam pengikatan gadai yaitu: pemberi gadai dan penerima gadai. Pemberi gadai adalah orang atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek gadai. Jadi pemberi gadai adalah pemilik benda yang digadaikan. Dalam pelaksanaannya bisa debitur atau orang lain bukan debitur yang menyediakan bendanya untuk menjamin hutang debitur. Untuk membuktikan

61

Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan unsur – unsur Perikatan, (Jakarta: Ghalia,1985), hal 17.


(7)

bahwa orang atau badan hukum tersebur sebagai pemilik benda yang digadaikan dapat diketahui dari surat – surat sebagai bukti kepemilikan atas benda itu.62

Adapun penerima gadai adalah orang perorangan atau badan hukum sebagai pihak yang berpiutang arau disebut kreditur. Kreditur yang memberikan pinjaman hutang kepada debitur, dalam pelaksanaannya bisa bank atau pegadaian atau perorangan.63

1. Orang atau badan hukum ;

Maka subjek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu pemberi gadai dan penerima gadai. Pemberi gadai ialah orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga.

Unsur - unsur pemberi gadai yaitu:

2. Memberikan jaminan berupa benda bergerak; 3. Kepada penerima gadai;

4. Adanya pinjaman uang yang diterima.64

Penerima gadai adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikannya kepada pemberi gadai.65

1. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian;

Di indonesia, badan hukum yang ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai adalah perusahaan pegadaian. Perusahaan ini didirikan berdasarkan:

2. Peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1970 tentang Perusahaan pertauran Pemerintah Nomor Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian; dan,

62

Sutarno,Aspek – aspek Hukum Perkreditan Pada Bank,(Bandung:Alfabeta 2004), hal 230.

63

Megarita,Op Cit, hal 30. 64

Hemat Salim,Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2012), hal 36.

65


(8)

3. Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian.66

b. Objek Gadai

Objek gadai adalah benda – benda apa saja yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani gadai.67

1. Benda bergerak berwujud contohnya : kendaraan bermotor seperti mobil, sepeda motor, mesin – mesin seperti mesin jahit, mesin pembajak sawah, mesin disel/pembangkit listrik, pompa air, lukisan yang berharga, kapal laut yang berukuran dibawah 20 , kunik, barang bergerak lainnya yang memiliki nilai.

Benda yang dapat digadaikan adalah semua benda bergerak yang berwujud maupun benda bergerak tidak berwujud. Berikut pembagian benda bergerak:

2. Benda bergerak tidak berwujud contohnya surat - surat berharga seperti : deposito berjangka, sertifikat depositi, wesel, obliglasi, saham.68

Ketentuan Pasal 509, Pasal 510 dan Pasal 511 KUHPerdata membagi kebendaan bergerak atas dua jenis, yaitu:

1. Kebendaan bergerak karena sifatnya bergerak, bahwa kebendaan tersebut dapat berpindah atau dipindah tempar, termasuk kapal, perahu, perahu - perahu tambang, penggilingan. Dikecualikan sebagai benda tidak bergerak yaitu kapal dengan ukuran diatas 20 m kubik karena termasuk kebendaan tidak bergerak (kebendaan tetap).

2. Kebendaan bergerak karena ketentuan undang - undang yang telah menetapkannya sebagai kebebendaan bergerak, yang berupa hak – hak atas benda bergerak yaitu hak pakai benda bergerak, saham dalam perusahaan, surat - surat berharga lainnya.69

Pengertian dari kebendaan berwujud adalah kebendaan yang dapat dilihat dengan mata dan diraba dengan tangan. Sedangkan pengertian kebendaan tidak

66Ibid

, hal 37. 67

Megarita, Op Cit, hal 30. 68Ibid

, hal 31. 69


(9)

berwujud adalah kebendaan yang berupa hak - hak atau tagihan - tagihan.70

1. Barang - barang perhiasan, seperti : emas, perak, berlian, mutiara, jam, arloji.

Adapun barang - barang yang umumnya dapat diterima sebagai jaminan kredit oleh lembaga pegadaian adalah :

2. Barang - barang kendaraan, seperti : sepeda, sepeda motor, mobil, becak, becak bermotor.

3. Barang - barang elektronik, seperti : televisi, radio, komputer, kulkas, kamera, VCD.

4. Barang - barang mesin, seperti : mesin jahit,mesin kapal motor.71

Pengecualian - pengecualian atas kebendaan bergerak sebagai jaminan pinjaman atau kredit gadai, sebagai berikut:

a) Barang milik negara atau pemerintah seperti : senjata api, senjata tajam, pakaian dinas, perlengkapan TNI/Polri Dn Pemerintah, kendaraan dinas. b) Hewan dan tanaman.

c) Segala makanan dan benda mudah busuk.

d) Benda - benda yang berbahaya dan mudah terbakar, seperti : petasan, bensin, minyak tanah, tabung berisi gas.

e) Benda dalam sengketa.72

70

J Satrio,Op Cit, hal 2. 71

Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta:Sinar Grafika,2008),hal 111. 72


(10)

c. Sifat – Sifat Gadai

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata, dapat disimpulkan sifat dan ciri – ciri yang melekat pada gadai sebagai berikut:

1. Objek atau barang – barang gadai adalah kebendaan yang bergerak, baik kebendaan bergerak berwujud maupun kebendaan bergerak yang tidak berwujud (Pasal 1150, Pasal 1153 KUHPerdata).

2. Gadai merupakan hak kebendaan atas kebendaan atau barang batang yang bergerak milik seorang (Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata) walaupun barang – barang yang digadaikan tersebut digadaikan kepada orang lain, bahwa barang tersebut tetap atau terus mengikuti kepada siapapun objek barang – barang yang digadaikan itu berada (droit de suite).

3. Gadai memberikan kedudukan diutamakan kedudukan diutamakan ( hak preferensi atau droit de preference) kepada kreditur pemegang gadai (Pasal 1133, Pasal 1150 KUHPerdata.

4. Benda yang digadaikan harus dibawah penguasaan kreditur pemegang gadai atau pihak ketiga.

5. Gadai bersifat acessoir pada perjanjian pokok atau perjanjian pendahulu seperti pinjam – meminjam uang, perjanjian kredit, utang piutang (Pasal 1150 KUHPerdata).

6. Gadai memiliki sifat tidak dapat dibagi – bagi, yaitu membebani secara utuh objek kebendaan atas barang – barang yang digadaikan dan setiap bagian dari adanya, dengan ketentuan apabila telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin maka tidak berarti terbebasnya pula sebagian kebendaan atau barang – barang yang digadaikan dari beban gadai, melainkan gadai itu tetap membebani seluruh objek kebendaan atau barang – barang yang digaikan untuk sisa utang yang belum dilunasi.73 Didalam KUHPerdata pada buku II titel 20 bahwa jaminan gadai memiliki sifat sebagai berikut:

1. Jaminan gadai mempunyai sifat accesoir (perjanjian tambahan) yang artinya, jaminan gadai bukan hak yang berdiri sendiri tetapi keberadaannya tergantung pada perjanjian pokok. Perjanjian pokok adalah perjanjiuan kredit yang merupakan perjanjian antara kreditur dengan debitur yang membuktikan bahwa kreditur telah memberikan pinjaman kepada debitur yang dijamin dengan gadai.

73


(11)

2. Jaminan gadai memberikan hak preferen. Kreditur sebagai penerima gadai mempunyai hak yang didahulukan (hak preferen) terhadap kreditur lainnya, artinya apabila debitur tidak memenuhi janji atau kewajibannya atau lalai maka kreditur gadai mempunyai hak untuk menjual jaminan gadai tersebut dan hasil penjualan digunakan tertuama untuk melunasi hutangnya. Apabila terdapat krediur lainnya yang juga memiliki tagihan kepada debitur tersebut, maka kreditur tersebut, maka kreditur tersebur tidak akan mendapat pelunasan sebelum kreditur pemegang gadai belum mendapat pelunasan.

3. Jaminan gadai mempunyai hak eksekutorial. Pemegang gadai (kreditur) atas kekuaaan sendiri mempunyai hak untuk menjual benda yang digadaikan apabila debitur tidak melaksanakan janji atau debitur tidak melaksanakan kewajibannya dan hasil penjualan dari barang yang dojadikam jaminan digunakan untuk melunasi hutang debitur kepada kreditur. Penjualan barang yang menjadi jaminan memilki nilai penjuialan yang melebihi hutang debitur denfan kata lain terdaoat kelebihan uang setelah pelunasan htuang debitur, maka kelebihan tersebut harus dikembalikan kepada debitur.

4. Gadai ridak dapat dibagi – bagi. Kalimat tersebur artinya yaitu dengan dilunasinya sebagian dari hutang maka tidak menghapus sebagian gadai. Gadai tetap melekat untuk seluruh bendanya, yang artinya debitur harus terlebih dahulu melunasi seluruh hutangnya maka barang yang menjadi jaminan atas gadai kembali kepada debitur.

5. Benda yang menjadi jaminan dalam kekuasaan kreditur. Benda yang digadaikan harus diluar atau ditarik dari kekuasaan debitur sipemberi gadai. Benda yang digaikan harus dalam kekuasaan kreditur sebagai penerima gadai.74

C. Hak Dan Kewajiban Pemberi Gadai 1. Hak dan Kewajiban Pemberi Gadai

Pada ketentuan Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata ada gak dan kewajiban pemberi gadai (debitur) yaitu:

a. Hak pemberi gadai

1. Berhak untuk menuntut apabila barang gadai itu telah hilang atau mundur sebagai akibat dari kelalaian pemegang gadai;

2. Berhak mendapat pemberitahuan terlebih dahulu dari pemegang gadai setelah dikurangi pelunasan utangnya

74


(12)

3. Berhak mendapat kembali barang yang digaikan apbila hutangnya dibayar lunas

4. Berhak mendapat kembali kelebihan atas penjualan barang gadai setelah dikurangi pelunasan utangnya

5. Menerima uang gadai dari penerima gadai.75 b. Kewajiban pemberi gadai

1. Berkewajiban untuk menyerahkan barang yang dijadikan jaminan sampai pada waktu utang dilunasi, baik mengenai jumlah pokok maupun bunga

2. Bertanggung jawab atas pelunasan utangnya

3. Berkewajiban memberikan ganti kerugian atas biaya – biaya yang telah dikeluarkan oleh pemegang gadai untuk menyelamatkan barang yang digadaikan;

4. Apabila telah diperjanjikan sebelumnya, pemberi gadai harus menerima jika pemegang gadai menggadaikan lagi barang yang digadaikan tersebut.76

2. Hak Dan Kewajiban Pemegang Gadai a. Hak Pemegang Gadai

1. Hak Retentie Pemegang Gadai

Pemegang gadai memiliki hak untuk menahan benda yang digadaikan (hak retentie) selama pemberi gadai belum melunasi utang pokok maupun bunga dan biaya - biaya lainnya.77

(1) Selama pemegang gadai tidak menyalahgunakan barang yang diberikan dalam gadai, maka pihak berutang tidaklah berkuasa menuntut pengembaliannya, sebelum membayar sepenuhnya baik utang pokok

Ketentuan hak retentie pemegang gadai ini diatur dalam Pasal 1159 ayat (1) KUHPerdata yang menentukan:

75

Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia,( Yogyakarta:Gramedia Pustaka Utama,2000), hal 89.

76Ibid

, hal 90. 77


(13)

maupun bunga dan biaya – biaya lainnya, beserta pula segala biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang gadainya.

(2) Jika diantara yang berutang dan yang berpiutang ada pula suatu utang kedua, yang dibuatnya sesudah saar pemberiaan gadai, dan dapat ditagih sebelum pembayaran utang pertama atau pada hari pembayaran itu sendiri, maka berpiutang tidaklah diwajibkan melepaskan barang gadainya sebelum kepadanya dilunasi sepenuhnya kedua utang tersebut, sekalipun tidak telah diperjanjikan untuk mengikatkan barang gadainya bagi pembayaran utang keduanya78

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1159 ayat (1) KUHPerdata diatas dapat ditafsirkan bahwa kreditur pemegang gadai mempunyai kewenangan untuk menahan barang gadai yang telah diserahkan kepadanya sepanjang debitur pemberi gadai belum melunasi utang pokok beserta bunga dan biaya lainnya untuk pengurusan gadai yang diserahkan kepadanya.

.

79

Sebagai pengecualian debitur pemberi gadai dapat menuntut pengembalian barang gadainya yang diserahkan kepada kreditur pemegang gadai, bila kreditur pemegang gadai menyalahgunakan barang gadaian yang diberikan dalam gadai tersebut. Dengan kata lain selama kreditur pemegang gadai tidak menyalahgunakan barang gadai yang diserahkan kepadanya, debitur pemberi gadai tidak mempunyai wewenang untuk menuntut pengembalian barang gadainya sepanjang debitur pemberi gadai belum melunasi utang pokok beserta

78Ibid

, hal 135. 79Ibid


(14)

bunga dan biaya lainnya yang digunakan kreditur pemegang gadai dalam rangka pengurusan dan pemeliharaan barang gadai yang diserahkan kepadanya.

Demikian pula ketentuan ayat (2) Pasal 1159 KUHPerdata, dalam hal debitur pemberi gadai mempunyai utang lebih dari satu kepada debitur pemegang gadai yang sama, satu diantara utangnya dapat dilunasi, maka kreditur pemegang gadai tidak berkewajiban untuk menyerahkan kembali barang gadai kepada debirut pemberi gadai, kecuali utangnya telah dilunasi semuanya. Dengan kata lain, kreditur pemegang gadai masih mempunyai hak untuk menahan barang gadai, walaupun satu diantara utangnya telah dapat dilunasi.80

2. Hak Parate Eksekusi dan Preferensi Pemegang Gadai

Hak parate eksekusi adalah wewenang yang diberikan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitur tanpa memiliki

eksekutoriale title. Parate eksekusi dalam gadai terjadi karena undang – undang, sehingga antara kreditur dengan debitur tidak diharuskan untuk meperjanjikannya, namun boleh - boleh saja, untuk mempertegas adanya wewenang parate eksekusi atas barang gadai tersebut diperjanjikan pula dalam pemberian gadainya. Hak parate eksekusi diatur dalam Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan :

“apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka siberpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai bercidera janji, setelah tenggang waktu yang telah ditentukan lampau atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barang gadainya dimuka umum menurut kebiasaan- kebiasaan setempat serta atas syarat – syarat yang

80


(15)

lazin berlaku dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutang beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.81

Bahwa ketentuan Pasal 1255 merupakan ketentuan yang bersifat menambah, karena para pihak bebas menetapkan hal lain. Serta Pasal 1155 KUHPerdara ini memberikan wewenang kepada kreditor pemegang gadai untuk melakukan penjualan kebendaan gadai yang diserhkan kepadanya dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi) didepan umum melalui pelelangan umum menurut kebiasaan - kebiasaan setempat, bila debitur pemberi gadai wanprestasi atau tidak memenuhi kewajiban - kewajibannya, maka demikian, hak parate eksekusi atas barang gadai ini akan berlaku bila debitur pemberi gadai benar – benar wanprestasi setelah diberi peringatan untuk membayar atau melunasi utangnya.82

Hak preferensi ialah wewenang yang dimiliki kreditur pemegang gadai untuk didahulukan pelunasan pembayaran utangnya dari hasil penjualan benda gadainya. Menjunjukkan kreditur pemegang gadai berhak didahulukan untuk menerima pelunasan pembayaran utangnya dari hasil pendapatan penjualan barang gadai yang diserahkan kepadanya. Apabila terdapat sisa, maka sisa tersebut diserahkan kepada debitur pemberi gadai yang bersangkutan.83

81

Pasal 1155 ayat (1) Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. 82

Rachmadi Usman, Op Cit, hal 136. 83Ibid


(16)

3. Hak Kreditur Mendapatkan Penggantian Biaya Perawatan Barang Gadai

Kreditur pemegang gadai memiliki hak meminta penggantian biaya atas segala biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara dan merawat serta menyelamatkan benda gadai yang bersangkutan kepada debitur pemberi gadai. Dapat dikatakan kreditur pemegang gadai fapat menuntut debitur pemberi gadai untuk memberikan penggantian atau pengembalian biaya - biaya yang telah dikeluarkan kreditur untuk merwat dan menajga nilai ekonomis dari benda gadai yang bersangkutan.84

b. Kewajiban penerima gadai

Pemegang gadai juga mempunyai kewajiban – kewajiban tertentu yang dirumuskan dalam Pasal - Pasal KUHPerdata yaitu :

1. Pemegang gadai bertanggung jawab atas hilang atau berkurangnya nilai kebendaan yang digadaikan yang dalam penguasaanya, apabila hal ini diakibatkan oleh kelaalian pemegang gadai. Dengan kata lain kreditur pemegang gdai berkewajiban untuk menjafa dan merwar kebendaan gadainya jangan sampai hilang atau berkurang nilai kebendaan yang digadaikan tersebut, kreditur berhak menuntut penggantian biaya - biaya yang diperlukan unutk menjaga dan merawar kebendaan gadai tersebut kepada debitur pemberi gadai yang bersangkutan.

2. Pemegang gadai berkewajiban untuk memberitahukan kepada debitur pemberi gadai, apabila kreditur bermaksud akan menjual kebendaan yang digadaikan tersebut, maka kreditur harus memberitahukan kepada debitur pemberi gadai, bahwa barang gadai akan dijual, pemberitahuan tersebut dapat dilakukan dalam 3 hari sebelum pelelangan yaitu dapat melalui sarana pos, telekomunikasi, atau saran komunikasi lainnya.85 3. Pemegang gadai berkewajiban untuk mengembalikan beda yang

digasikan setelah utang pokok beserta bunga dan biaya lainnya telah dilunasi oleh debitur pemberi gadai.

84Ibid

, hal 141. 85


(17)

4. Pemegang gadai dilarang untuk menikmati kebendaan yang digadaikan kepadanya dan pemberi gadai berhak untuk menuntut pengembalian kebendaan yang digadaikan terserbut dari kreditur penerima gadai bila kreditur penerima gadai menyalahgunakan benda yang digadaikan.86 5. Pemegang gadai berkewajiban untuk menyerahkan daftar perhitungan

hasil penjualan barang yang digadaikan kepada debitur pemberi gadai dan setelah itu kreditur penerima gadai dapat mengambil bagian jumlah yang merupakan pelunasan piutang debitur.

6. Pemegang gadai berkewajiban untuk menyerahkan daftar perhitungan hasil penjualan bendayang digadaikan kepada debitur pemberi gadai dan setelah itu kreditur penerima gadai dapat mengambil bagian jumlah yang merupakan perlunasan piutang debitur.87

D. Terjadinya Hak Gadai dan Hapusnya Hak Gadai 1. Terjadinya hak gadai

Terjadinya hak gadai harus memenuhi dua unsur, yaitu:

a. Harus ada perjanjian gadai antara pemberi gadai (debitor atau pihak ketiga) dengan penerima gadai (kreditor). Mengenai bentuk dari hubungan hukum perjanjian gadai ini tidak ditentukan, baik dalam bentuk tertulis atau dalam bentuk tidak tertulis sesuai dengan kesepakatan antara debitur pemberi gadai dengan kreditur penerima gadai. Apabila dilakukan dalam bentuk tertulis maka dapat dituangkan kedalam akta notaris atau dengan menggunakan akta dibawah tangan. Ketentuan dalam Pasal 1151 KUHPerdata menyatakan “Persetujuan gadai dibuktikan denfan segala alat yang diperbolehkan pembuktian persetujuan pokoknya”

berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1151 KUHPerdata tersebut, perjanjian gadai tidak ditentukan dalam bentuk tertentu, dapat saja dibuat dengan mengikuti bentuk perjanjian pokoknya, yang umumnya perjanjian pinjam meminjam uang, perjanjian kredit bank, baik sibuat secara lisan.

b. Penyerahan benda yang digadaikan dari debitur pemberi gadai kepada kreditur penerima gadai. Rachmadi Rusman mengatakan ebnda yang digadaikan harus berada dibawah penguasaan kreditur penerima gadai, sehingga perjanjian gadai yang tidak dilanjutkan dengan penyerahan benda yang digadaikan kepada kreditur penerima gadai maka gadai tersebut dinyatakan tidak sah.88

86

Pasal 1159 ayat (1) Kitab Undang –Undang Hukum Perdata. 87

Pasal 1155 ayat (1) Kitab Undang –Undang Hukum Perdata. 88

Rachmadi Usman, Op Cit, hal 122.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1152 alinea ke 2 KUHPerdata yang menyatakan “Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang


(18)

dibiarkan tetap dalam kekuasaan si berutang atau sipemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan si berpiutang.89

Pada dasarnya orisedur dalam peminjaman dan pelunasan kredit gadai sangat mudah, karena tidak memerlukan birokrasi yang panjang, karena dalam melakukan peminjaman atau pemngembalian kredit tidak melibatkan instansi yang lainnya, dibandingkan dengan pemimjaman kredit dalam bentuk hak tanggungan dan jaminan fidusia. Peminjaman kredit dalam bentuk gadai ini hanya melibatkan lembaga pegadaian.

Pada pembebanan hak tanggungan, instansi yang terkait dalam pembebanan tersebut yaitu lemnaga perbankan, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Badan Pertahanan Nasional (BPN). Begitu juga dengan lembaga fidusia, lembaga yang terkait yaitu lembaga perbankan, notaris, dan Kantor Pendaftaran fidusia. Dengan demikian untuk mendapatkan fasilitas kredit menggunakan hak tanggungan atau fidusia memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar untuk pengurusan administrasi.90

Dalam pemimjaman kredit menggunakan gadai tidak memerlukan pemenuhan - pemenuhan persyaratan yang panjang dan biaya kecil.91

Bagi pegadaian yang paling penting adalah bahwa setiap peminjaman uang haruslah disertai dengan jaminan kebendaan milik debitur atau seorang lain.

Prosedur peminjaman gadai pada pegadaiam tidak serumit prosedur peminjaman melalui lembaga perbankan, maka prosedur peminjaman gadai pada pegadaian jauh lebih sederhana, mudah, cepat, dan tidak dikenakan biaya.

92

89

Pasal 1152 ayat 2 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata. 90

Rachmadi Usman, Op Cit, hal 128. 91

Salim HS,Pengantar Hukum Perdata Tertulis, (Jakarta:Sinar Grafika 2002), hal 43. 92

Rachmadi Usman, Op Cit, hal 129.

Seseorang yang bermaksud barang ebrgeraknya akan digaikan pada pegadaian maka calon nasabah tersebut berhubungan dengan bagian penaksir


(19)

dengan membawa dan menyerahkan barang yang akan digadaikan agar diketahui tafsiran nilai jaminan barang yang akan digadaikan tersebut.

Selanjutnya bagian penaksir akan meneliti kualtas barang - barang yang akan digadikan tersebur dan menaksir serta menetapkan nilai barang yang akan digadaikan tersebut sesuai dengan Buku Peraturan Menaksir (BPM) dan surat deran yang berlaku. Bagian penaksir akan menetapkan nilai taksir dari barang akan digadaikan tersebut sebagai dasar menentukan jumlah uang pinjaman ditambah uang sewa mobil (bunga).

Apabila calon nasabah menyetujuinya, maka menandatangani surat bukti kredit yang kemudian berhubungan dengan bagian kasir untuk menerima uang pinjaman disertai pemberian surat bukti kredit.93 Biasanya untuk meminimalisir kerugian finansial akibat dari suatu peristiwa yang tidak pasti dalam rangka menjamin keutuhan dan keamanan barang yang digadaikan sebagai jaminan kredit, maka nasabah dibebani biaya pemeliharaan dan asuransi barang yang digadaikan, dimana biaya dan preminya dibayar oleh pemberi gadai menurut jenis barang gadai.94

Uang jaminan dan sewa mobil (bunga) akan dibayar atau dilunasi pada saat tanggal yang sudah ditetapkan atau pada saat jatuh tempo atau sebelumnnya, selanjutnya barang gadai milik memberi gadai yang disimpan di pegadaian dikembalikan kepada pemberi gadai apabila uang pinjaman dan sewa modal

93

Salim HS, Op Cit, hal 39. 94


(20)

(bunga) serta biaya – biaya lain untuk memelihara barang yang digadaikan sudah dilunaskan.95

a. Nama.

Perjanjian kredit dengan benda jaminan antara pemberi gadai (debitur atau pihak ketiga) dengan penerimaan gadai (kreditur) yang dikakukan secara tertulis didalam akta dibawah tangan disebut surat bukti kredit (SBK). Isi dari perjanjian kredit tersebut sudah dibakukan lebih dahulu oleh pihak pegadaian dalam surat bukti kredit tersebut. Nasabah tidak memiliki kesempatan untuk tawar - menawar terhadap isi perjanjian kredit, dikarenakan pihak pegadaian telah lebih dahulu menentukan isi dari perjanjian kredit.

Apabila nasabah menyetujui isi dari perjanjian gadai tersebur maka ansabah menandatangani surat bukti kredit pada kolom yang sudah disefiakan sebagai pernyataan setuju terhadap isi dari perjanjian gadai yang telah dibakukan oleh pihak pegadaian. Didalam surat bukti kredit ada beberapa hal yang harus diisi oleh nasabah. Hal – hal yang harus diisi oleh nasabah didalam surat bukti kredit yaitu:

b. Alamat.

c. Jenis barang jaminan. d. Jumlah taksiran. e. Jumlah pinjaman. f. Tanggal kredit.

g. Tanggal pembayaran atau tanggal jatuh tempo.96

95Ibid

, hal 30. 96

Hartono Hardisoprapto. Pokok – pokok Hukum Perdata dan Hukum Jaminan,(Yogyakarta:Liberty.2007), hal 70.


(21)

Hal yang kosong ini diisi oleh pegadaian sesuai denfan identias nasabah terhadap nama, alamat. Isi perjanjian kredit yang telah dibakukan oleh pihak pegadaian sebagai berikut:

a. Pegadaian memberikan kredit kepada nasabah atau yang dikuaakan dengan jaminan benda bergerak yang nilai taksiran sebgaimana yang tercantum pada halaman depan.

b. Nasabah atau yang dikuasakan menjamin bahwa benda yang dijaminkan merupakan milik yang sah dari nasabah atau dikuasi secara sah menurut hukum oleh nasabah dan oleh karenanya nasabah memilki wewenang yang sah untuk menjadikannya jaminan utang kepada pegadaian.

c. Nasabah menjamin bahwa benda yang digadaikan pada pegadaian tidak sedang dalam sengketa dengan pihak lain atau benda yang menjadi jaminan diperoleh denfan itikad baik nasabah. Atau benda yang menjadi jaminan harus diperoleh sesuai dengan hukum berlaku.

d. Barang jaminan dalam penguasaan kreditur penerima gadai, bila di kemudian hari hitung atau rusak diganti oleh pegadaian. Pegadaian tidak bertanggung jawab atas kerugian apabila terjadi keadaan memaksa ( force majeur ). Antara lain bencana alam, perang. Force mayor adalah suatu kejadian diluar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiataan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.97

e. Nasabah atau dikuasakan berkewajiban untuk membayar yang pinjaman ditambah sewa modal sesuai tarif yang sudah tercantum bagian depan surat bukti kredit dalam jangka waktu kredit 120 hari.

f. Nasabah atau yang dikuasakan dapat mengalihkan haknya untuk menebus, menerima, atau mengulangi gadai benda jaminan kepada orang lain dengan mengisi dan membubuhkan tanda tangan pada kolom yang tersedia di surat bukti kredit.

g. Pelunasan dapat dilakukan dengan cara melunasi seluruhnya, mengangsur, mengulang gadai mulai sejak tanggal kredit sampai dengan 1 hari sebelum tanggal lelang.

h. Hasil lelang benda jaminan dipergunakan untuk membayar uang pinjaman, sewa modal atau bunga serta biaya lain yang diperlukan. Apabila adanya sisa hasil pelelangan benda jaminan setelah dikurangi uang pinjaman, sewa modal atau bunga, biaya lain yang diperlukan maka sisa tersebut dikembalikan kepada debitur dan

97


(22)

dalam jangka wajru 12 bulan sejak tanggal lelang uang sisa maka uang sisa tersebut menjadi hak pegadaian.

i. Apabula hasil lelang benda jaminan lebih rendah dari pada uang kaminan sewa modal atau bunga, biaya yang diperlukan maka kekurangan tersebut tetap merupakan utang nasabah kepada pegadaian dan harus dilunasi paling lambat 14 hari sejak tanggal pemberitahuan diterima.

j. Apabila terjadi permasalahan dikemudian hari, akan diselesaikan musyawarah mufakat. Jika ternyata perselisihan itu tidak dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat makana akan diselesaikan melalui pengadilan negeri setempat.

Ketentuan dalam Pasal 1152 alinea 1 KUHPerdata “hak gadai atas benda - benda bergerak dan atas piutang - piutang bawa diletakan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan yang berpiutang atau seirang pihak ketigam tentang telah siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak”.

Dari ketentuan Pasal 1152 alinea 1 KUHPerdata tersebut bahwa hak gadai akan terjadi bila:

1. Benda yang digadaikan dibawah penguasaan kreditur penerima gadai yang artinya penguasaan benda yang digadaikan dialihkan dari debitur pemberi gadai kapda kreditur penerima gadai. Penguasaan barang gadai oleh kreditur tidak menyebabkan barang gadai berpindah kepemilikkan menjadi milik kreditur. Kreditur memiliki hak untuk menahan (hak retentie) barang gadai yang diserahkan oleh debitur sampai hutang debitur dan sewa modal serta biaya lain yang diperlukan dibayar lunas.

2. Berdasarkan kesepakatan bersama antara debitur pemberi gadai dengan kreditur penerima gadai bahwa barang yang digadaikan dapat digadaikan lagi kepada orang lain. Artinya barang gadai harus dikeluarksn dari penguasaan debitur pemberi gadai. Hal ini merupakan syarat mutlak terjadinya hak gadai.98

Apabila benda yang digadaikan berada dalam penguasaan debitur pemberi gadai ataupun karena kemauan kreditur penerima gadai diserahkan kembali penguasaannya kepada debitur pemberi gadai maka hak gadai belum ada.

98


(23)

Perjanjian gadai belum menimbulkan hak gadai apabila benda yang digadaikan berada dalam penguasaan debitur pemberi gadai atau benda yang digadaikan belum diserahkan kepada kreditur penerima gadai. Benda yang digadaikan dalam penguasaan debitur pemberi gadai dinyatakan hak gadai tidak sah.99

Ketentuan yang menyatakan tidak sahnya suatu gadai ialah terdapat pada Pasal 1152 alinea 2 KUHPerdata yang menyatakan “ Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan berutang atau pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan penerima gadai “ dan pada Pasal 1152 alinea 3 KUHPerdata menyatakan “ Hak gadai hapus, apabila barang gadai keluar dari kekuasaan penerima gadai”. Berdasarkan kedua ketentuan tersebut bahwa terjadinya hak gadai apabila benda yang digadaikan tidak berada penguasaan debitur pemberi gadai.100

Kreditur sebagai penerima gadai maka kreditur harus menyediakan tempat penyimpanan yang baik terhadap benda – benda yang diterima kreditur sebagai penyimpanan yang baik terhadap benda – benda yang diterima kreditur sebagai benda gadai. Penyerahan benda yang digadaikan oleh debitur pemberi gadai kepada kreditur penerima gadai tidak perlu harus penyerahan dari tangan ketangan yang penting benda yang menjadi jaminan keluar keluar dari kekuasaan pemberi gadai.

99Ibid

, hal 124. 100Ibid


(24)

b) Hapusnya Hak Gadai

Kitab Undang – Undang Hukum Perdata tidak mengatur secara khusus mengenai sebab – sebab hapus atau berakhirnya hak gadai. Namun dari ketentuan pasal – pasal KUHPerdata yang mengatur mengenai lembaga hak jaminan gadai sebagaimana diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata, dapat diketahui sebab – sebab yang menjadi dasar bagi hapusnya hak gadai yaitu :

a. Hapusnya perjanjian pokok yang dijamin dengan gadai, hal ini sesuai dengan sifat perjanjian pemberian jaminan yang merupakan perjanjian acessoir yang memiliki arti ada atau tidak adanya hak gadai ditentukan perjanjian pokok atau perjanjian pendahuluannya yang menjadi dasar adanya perjanjian pemberi jaminan. Ketentuan dalam Pasal 1381 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian atau suatu perikatan hapus karena alasan - alasan dibawah ini, yaitu :

1. Pelunasan

Ialah pembayaran hutang pokok, sewa modal, dan biaya – biaya lainnya. 2. Perjumpaan hutang

Adalah penghapusan masing – masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur. Contoh: A menyewakan rumah kepada si B seharga RP 300.000 pertahun. B baru membayar setengah tahun terhadap rumah tersebut yakni RP 150.000. Akan tetapi pada bulan kedua A meninjam uang kepada si B sebab ia butuh uang untuk membayar SPP untuk anaknya sebanyak RP


(25)

150.000 . Maka yang demikianlah antara si A dan si B terjadi perjumpaan utang.

3. Pembaharuan hutang

Ialah sebuah persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli.

4. Pembebasan hutang

Ialah hutang dianggap lunas maksudnya hutang tidak dibayar sama sekali, hanya dibayar separuh dan dianggap lunas.101

b. Benda yang digadaikan dari penguasaan kreditur penerima gadai, dikarenakan:

1. Terlepasnya benda yang digadaikan dari penguasaan kreditur penerima gadai. Sesuai ketentuan dalam Pasal 1152 alinea 3 KUHPerdata, hal ini tidak berlauk bila barang yang digadaikan hilang atau dicuri orang, pemegang gadai masih mempunyai hak untuk menuntutnya kembali dan bila barang gadai yang dimaksud didapatnya kembali maka hak gadainya dianggap tidak pernah hilang. 2. Dilepaskannya benda yang digadaikan oleh pemegang gadai secara

sukarela.

3. Terjadi percampuran, dimana pemegang gadai sekaligus juga menjadi pemilik barang yang digadaikan tersebut.

101

Maret 2016.


(26)

4. Terjadinya penyalahgunaan barang yang digadaikan oleh kreditur penerima gadai.102

Hapusnya hak gadai dikarenakan pelunasan kredit gadai pada perusahaan pegadaian yang dapat dilakukan melalui cara berikut :

1. Melunasi dengan membayar pokok pinjaman ditambah dengan sewa modal atau bunga dan biaya – biaya lain yang dibutuhkan pada saat sebelum atau pada saat jatuh tempo.

2. Hasil penjualan lelang barang jaminan. Sisa hasil penjualan lelang barang jaminan (hasil penjualan lelang dikurangi hutang pokok dan sewa modal serta biaya yang lain diperlukan) dikembalikan kepada nasabah. Apabila hasil penjualan lelang tidak mencukupi untuk membayar lunas utang pokok dan sewa modal serta biaya lainnya maka kekurangannya tetap menjadi kewajiban nasabah.103

Untuk melunasi kredit gadai pada peruahan pegadaian, nasabah yang bersangkutan pada tanggal yang sudah ditentukan untuk melunasi utang pokok dan sewa modal serta biaya lainnya atau tanggal jatuh tempo menyerahkan surat bukti kredit kepada kasir perusahaan pegadaian, yang kemudian akan melakukan perhitungan jumlah yang harus dibayar oleh nasabah, yaitu pokok kredit ditambah dengan sewa modal dan biaya lainnya. Sebagai tanda bukti pelunasan kredit gadai yang dimaksud, kasir akan menerbitkan dan menyerahkan slip pelunasan kepada nasabah dan selanjutnya menerima barang jaminan yang telah ditebus tersebut.

102

Arie Hutagalung,Transaksi Berjaminan,(Jakarta:Program Pascasarjana Ilmu Hukum USU,2001), hal 17.

103Ibid


(27)

Pelunasan kredit gadai pada perusahaan gadai, juga dimungkinkan terjadinya pelunasan ulang gadai melalui transaksi pelunasan, yakni sebagai berikut:

1. Ulang gadai

Debitur yang akan memperbaharui kredit atau memperpanjang jangka waktu kredit dengan hanya membayar bunganya saja.

2. Minta tambah

Debitur yang meminta tambahan uang pinjaman. Keadaan ini terjadi dikarenakan uang yang dipinjam semula oleh debitur lebih kecil daripada besarnya uang pinjaman yang seharusnya.

3. Mencicil

4. Debirtur yang akan memperbaharui kredit atau akan memperpanjang jangka waktu kredit dengan cara membayar bunga atau membayar uang sewa modal dan mengurangi atau mencicil sebagian uang pinjaman.104

Selain melalui pelunasan atau pelunasan ulang kredit gadai bahwa pelunasan dapat dilakukan melalui lelang, yaitu upaya pembayaran uang pinjaman dan sewa modal serta biaya lainnya yang belum dilunasi sampai pada batas waktu yang telah ditentukan. Lelang adalah penjualan barang jaminan gadai didepan umum dengan tawaran tertinggi pada waktu yang sudah ditentukan.105

1. Polderman

Pengertian lain mengenai lelang menurut 2 sarjana berikut yaitu:

Mengatakan bahwa penjualan umum adalah alat untuk mengadakan persetujuan yang paling menguntungkan kepada sipenjual dengan cara mengumpulkan para peminat. Jadi yang penting adalah menghimpun

104

Rachmadi Usman, Op Cit, hal 145. 105

Kashadi, Gadai Dan Penaggungan,(Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro,2000), hal 54.


(28)

para peminat untuk mengadakan persetujuan untuk memberikan keuntungan kepada pihak penjual atau keapda pihak pelelang, polderman juga memberikan 3 syarat yaitu:

a. Penjualan harus selengkap mungkin b. Ada kehendak untuk mengikat diri

c. Pihak pembeli tidak dapat ditunjukkan sebelumnya.106 2. Roell

Menyatakan bahwa penjualan umum atau lelang adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara seseorang hendak menjual sesuatu barang atau lebih, baik secara pribadi maupun kuasanya dengan memberi kesempatan kepada orang – orang yang hadir melakukan penawaran untuk membeli barang – barang yang ditawarkan sampai kesempatan yang diberikan tidak ada lagi.107

Tujuan dilakukan barang jaminan dimuka umum ialah kemungkinan besar harga penjualan jaminan tersebut melebihi jumlah hutang dan biaya – biaya lainnya dari sipemberi gadai. Apabila ada lebihan dari penjualan barang jaminan yang sudah dikurngi terhadap utang pokok, bunga dan biaya – biaya lainnya maka uang sisanya dikembalikan keapda sipemberi gadai.108

106

Polderman, Hukum Jaminan Kebendaan (Semarang:Pusat Studi Hukum Perdata dan Pembangunan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,2001), hal 18.

107

Roell, Peraturan Dan Instruksi Lelang(Bandung:PT.Esco,2005), hal 153. 108Ibid

, hal 124.

Di perusahaan pegadaian pelaksanaan lelang dilakukan beberapa tahap terdahulu sebelum lelang benda jaminan yaitu:


(29)

1. Paling lama 7 hari sebelum lelang, kepada cabang telah menentukan tim pelaksana lelang yang terdiri atas satu orang ketua (kepala cabang atau pegawai yang ditunjuk) dan dua orang anggota (penaksir benda jaminan yang bertugas sebagai petugas administrasi)

2. Paling cepat 5 hari sebelum lelang bahwa benda yang akan dilelang dikeluarkan dati tempat penyimpanan keruangan pemanjangan barang lelang kecuali benda jaminan yang digolongkan pada golongan C dan golongan D. Bila dimungkinkan benda yang akan dilelang dimasukkan kedalam lemari kaca didalam ruangan publik agar dapat diperlihatkan kepada umum sebelum barang dilelang.

3. Sebelum pelaksanakan lelang, tim pelaksana lelang harus menaksir ulang seluruh benda yang akan dilelang. Benda yang akan silelang tidak dapat dilelang dikarenakan:

a. Pada surat bukti kredit terdapat tanggal jatuh tempo yang belum lewat tanggalnya.

b. Pada saat taksiran ulang bennda yang akan dilelang tidak sesuai bentuk, jumlah, warna yang tertulis pada surat bukti kredit.

c. Perbedaan harga taksiran yang besar baik dalam bilangan ribuan, ratusan ribu, jutaan, ratusan juta, milyar, atau triliun yang dikarenakan salah menggunakan peraturan. Maksud perbedaan disini ialah taksiran baru lebih tinggi dari taksiran yang sebelyumnya ataupun sebaliknya yaitu taksiran baru lebih rendah dari taksiran.

4. Menetapkan harga penjualan lelang, tim pelaksana lelang menetapkan harga penjualan lelang berpedoman sebagai berikut:

a. Apabila taksiran baru lebih rendah dari uang pinjaman, sewa modal dan biaya lain yang diperlukan, maka benda jaminan dilelang serendah - rendahnya sebesar uang pinjaman, sewa modal, biaya lain yang diperlukan. Apabila tidak ada penawaran serendah –


(30)

rendahnya uang pinjaman, sewa modal, biaya lain yang diperlukan maka perusahaan pegadaian harus membeli sebagai sisa lelang. b. Apabila taksiran baru lebih tinggi dari uang pinjaman, sewa modal,

biaya lain yang diperlukan maka benda yang dijaminkan dilelang dengan harga serendah - rendahnya sebesar uang pinjaman, sewa modal, biaya lain yang diperlukan menurut taksiran baru. Apabila tidak ada penawaran serendah – rendahnya uang pinjaman, sewa modal, biaya lain yang diperlukan maka perusahaan pegadaian harus membeli sebagai benda sisa lelang.109

Lelang ini adalah bukan merupakan jual beli, tetapi sebagai pembentuk jual beli. Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak miliknya atas suatu barang dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Jadi dalam jual beli ada penjual, pemberli, barang yang dijual dan harga yang harus dibayar. Sedangkan dalam lelang yang ada baru penjual dan barang yang akan dilelang, jual beli baru terjadi pada saat harga penawaran tertinggi oleh juru lelang sekaligus penawarannya ditunjuk sebagai pembeli.110

1. Karena hapusnya perikatan pokok

Sebagaimana diketahui bahwa sdalam hal perjanjian jual beli ditentukan syarat - syaratnya adalah kedua belah pihak. Hal ini diatur dalam Pasal 1456 ayat 1 kitab undang – undang hukum perdata yang isinya “harga beli harus ditetapkan oleh kedua belah pihak”.

Hak gadai dalam praktek gadai berakhir dengan adanya hal – hal dibawah ini yaitu:

Dengan melakukan pelunasan hutang, maka perikatan pokok telah berakhir. Hapusnya perikatan pokok mengakibatkan hapus hak gadai

109

Rachmadi Usman, Op Cit, hal 146. 110

Prof. Subekti, S.H,Kumpulan Karang Hukum Perikatan, Arbitrase Dan Peradilan, (Bandung:Alumni,1992), hal 79.


(31)

yang bersifat accesoir terhadap perikatan pokok. Perikatan pokok dalam gadai adalah pinjam meminjam uang. Jika hutang telah dilunasi oleh debitur pemberi gadai, maka perikatan pokok menjadi hapus dan hak gadai ikut hapus juga.

2. Karena benda gadai keluar dari penguasaan pemegang gadai

Pasal 1152 ayat 3 KUHPerdata menyebutkan “hak gadai hapus apabila barang gadai tidak hapus apabila pemegang gadai kehilangan kekuasaan atas barang gadai yang dikarenakan hilang atau dicuri serta bukan disebabkan kelalaian kreditur.

3. Karena musnahnya benda gadai

Musnahnya benda gadai maka akan hapusnya hak gadai karena tidak mungkin ada hak gadai tanpa adanya obyek gadai. Musnahnya obyek gadai ini dikarenakan force majeure.

4. Karena penyalahgunaan benda gadai

Pasal 1159 ayat 2 KUHPerdata menyatakan bahwa “apabila kreditur menyalahgunakan benda gadai maka pemberi gadai berhak menuntut pengembalian benda gadai”. Pada pasal ini menunjukkan bahwa hak gadai dapat hapus demi hukum apabila pemegang gadai menyalahgunakan benda gadai.

5. Karena debitur melepaskan benda gadai secara sukarela

Dalam Pasal 1152 ayat 2 KUHPerdatadapat disimpulkan bahwa tidak ada hak gadai apabila barang gadai kembali dalam penguasaan pemberi gadai. Hal ini berarti pemegang gadai harus menguasai secara fisik benda gadai. Apabila kreditur melepaskan benda gadai secara sukarela, maka hak gadai menjadi hapus.

6. Karena pelaksanaan eksekusi

Dengan melaksanakan pelelangan (parate eksekusi), maka kekuasaan atas benda yang digadaikan telah berpindah kepada orang lain yang ditunjukoleh pihak pelelangan. Sehingga hak gadai dapat hapus dikarenakan pemindahan hak kepemilikan.111

111


(32)

A. Tanggung Jawab Kreditur terhadap Barang yang Digadaikan

Pasal 1150 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mendefinisikan gadai sebagai suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu kebendaan yang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang debitor atau oleh orang lain atas nama debitor, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari para kreditur lainnya.112

Penerima gadai (pandnemer) orang atau badan hukum yang menerima jaminan untuk pinjaman uang yang diserahkan oleh debitur (pandgever). Dari adanya perjanjian gadai yang didasarkan pada penyerahan benda bergerak kepada penerima gadai (kreditur), maka berdasarkan Pasal 1154 KUH Perdata kreditur mempunyai kewajiban tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya walaupun pemberi gadai wanprestasi dan mempunyai kewajiban menjaga barang yang digadaikan. Selain itu berdasarkan Pasal 1156 KUH Perdata, penerima gadai memberitahukan kepada pemberi gadai (kreditur) tentang pemindahan barang gadai.113

112

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op Cit, hal 93. 113


(33)

Dengan adanya kewajiban kreditur tersebut, maka kreditur wajib bertanggung jawab terhadap benda gadai yang hilang. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 1157 ayat 1 KUH Perdata bahwa “ Si berpiutang adalah bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemerosotan barangnya sekedar itu telah terjadi kelalaiannya”.

Antara kreditur dan debitur yang melakukan perjanjian utang piutang dengan gadai dimana kedua pihak menandatangani surat bukti kredit maka diserahkannya barang yang digadaikan oleh debitur kepada kreditur sebagai barang jaminan. Barang yang digadaikan berada dibawah penguasaan kreditur maka kreditur harus bertanggung jawab terhadap barang yang digadaikan kepadanya. Pada umumnya tanggung jawab terdiri atas ;

1. Tanggung Jawab berdasarkan Kelalaian/Kesalahan (Negligence)

Tanggung jawab berdasarkan kelalaian (Negligence) adalah prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawab yang ditentukan oleh perbuatan kreditur.114

a. Suatu perbuatan yang menimbulkan kerugian.

Negligence dapat dijadikan dasar gugatan, manakala memenuhi syarat - syarat sebagai berikut :

b. Harus dibuktikan bahwa tergugat lalai dalam kewajiban berhati – hati terhadap penggugat.

c. Kelakuan tersebut merupakan penyebab nyata (proximate cause) dari kerugian yang timbul.

2. Tanggung Jawab berdasarkan Wanprestasi.

114

Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab, ( Jakarta : Universitas Indonesia,2004), hal 46


(34)

Tanggung Jawab kreditur berdasarkan wanprestasi juga merupakan bagian dari tanggung jawab berdasarkan kontrak (contractual liability) dengan demikian, suatu produk yang rusak ( dalam hal ini barang yang digadaikan) dan mengakibatkan kerugian, maka debitur melihat isi perjanjian.115

a. Kreditur Menjaga Barang yang digadaikan

Kewajiban membayar ganti rugi dalam tanggung jawab berdasarkan wanprestasi merupakan akibat dari penerapan klausula dalam perjanjian, yang merupakan ketentuan hukum bagi para pihak (debitur dan kreditur), yang secara sukarela mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut. Maka debitur dan kreditur harus melaksanakan kewajiban masing - masing sehingga terjadinya wanprestasi.

Berdasarkan hasil penelitian pada salah satu pegawai di PT. Perioritas Rakyat Sejahtera Multifinance, tanggung jawab kreditur terhadap barang yang digadaikan :

Dalam hal menjaga barang yang digadaikan bahwa pegadaian menugaskan secara khusus pegawainya untuk menjaga barang yang digadaikan. Pegawai yang ditugaskan bukanlah satuan pengaman melainkan pegawai yang secara khusus ditugaskan untuk menjaga barang gadaian. Dikarenakan banyaknya masyarakat yang melakukan gadai maka diperlukan menjaga barang gadaian.

115

Berdasarkan hasil wawancara dengan M. Daud, Hari Sabtu, Tanggal 7, Bulan Mei, Tahun 2016.


(35)

Akibat banyaknya masyarakat yang melakukan gadai pada kenderaan roda empat maka diperlukan menjaga barang gadaian agar tidak rusak dan terawat kualitasnya.

b. Kreditur merawat barang yang digadaikan

Kreditur bertanggung jawab untuk merawat barang yang digadaikan. Hal ini dilakukan untuk menjaga ben tuk dan warna dari barang yang digadaikan sesuai data pada surat bukti kredit. Kreditur yang lalai tidak merawat barang yang digadaikan sesuai data yang digadaikan serta menyebabkan bentuk atau warna dari barang yang digadaikan berbeda dengan data pada surat bukti kredit maka kreditur harus mengganti barang yang digadaikan.116

Hal ini sesuai dengan ketentuan pada alinea 1 Pasal 1157 KUH Perdata yang menyatakan si berpiutang adalah bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemerosotan barangnya akibat kelalaian. Pengertian dari kemerosotan barangnya ialah bentuk atau warna yang tidak sesuai dengan surat bukti kredit.117

1. Tanggung Jawab Perdata

Dalam Pasal 1152 KUH Perdata, bahwa kenderaan roda empat dalam hal gadai haruslah berada pada kekuasaan penerimaan gadai. Apabila kenderaan roda empat berada pada kekuasaan debitur maka gadai tersebut tidak sah. Hak gadai pun akan menjadi hapus apabila mobil tersebut sudah tidak berada dalam kekuasaan kreditur lagi.

116

Hasil wawancara dengan M. Daud, Hari Sabtu, Tanggal 7, Bulan Mei, Tahun 2016. 117


(36)

2. Tanggung Jawab Pidana

Kalimat yang khusus menggambarkan tanggung jawab pidana adalah barang yang digadaikan haruslah bukan berasal dari hasil kejahatan, definisi “kejahatan” menurut R. Soesilo membedakan pengertian kejahatan menjadi dua sudut pandang yakni sudut pandang secara yuridis dan sudut pandang secara sosiologis.118

Dilihat dari sudut pandang yuridis, kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan Undang - Undang. Dilihat dari sudut pandang sosiologis, pengertian kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya ketentraman dan ketertiban.

119

B. Aspek Hukum dalam Perjanjian Hutang Piutang dengan Gadai

Perjanjian gadai sama dengan perjanjian pada umumnya yang dilandasi pasal 1313 KUHPerdata : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.” Perjanjian gadai juga memiliki unsur – unsur umum perjanjian seperti :

a. Ada pihak - pihak dalam perjanjian gadai terdiri dari debitur yaitu nasabah/debitur yang bermohon dengan menyerahkan jaminan benda bergerak kepada kreditur yaitu PT. Perioritas Rakyat Sejahtera Multifinance.

118

R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Serta Komentar – Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, ( Bogor : Penerbit Politeia, 1985 ), hal 248.

119Ibid


(37)

b. Ada persetujuan antar para pihak, ada persetujuan antar para pihak dalam perjanjian gadai dituangkan dalam Surat Bukti Kredit.

c. Ada tujuan yang dicapai, pada perjanjian gadai tujuan yang dicapai jelas untuk memperoleh peminjaman uang bagi debitur dan pihak kreditur gadai untuk mendapat keuntungan dengan jasa gadai.

d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, prestasi dalam perjanjian yang diberikan debitur adalah memberikan benda jaminan, dan membayar sejumlah uang pinjaman beserta bunga dengan jangka waktu yang telah ditetapkan, dan bagi kreditur memberikan sejumlah uang pinjaman sesuai dengan besarnya jaminan.

e. Adanya bentuk lisan atau tulisan, jelas bentuk dalam perjanjian gadai dibuat secara tertulis, sedangkan pernyataan secara lisan hanyalah pra syarat dari prosedut pengakuan

f. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian dalam suatu perjanjian tentang isinya, harus ada syarat-syarat tertentu, karena dalam suatu perjanjian menurut ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menuntukan bahwa suatu perjanjian atau persetujuan yang sah adalah mengikat sebegain Undang-undang bagi mereka yang membuatkanya. Oleh karena itu agar suatu perjanjian bisa dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, adalah bila perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu.

Di dalam perjanjian gadai adalah suatu perjanjian hutang piutang antara kreditur (pemegang gadai) dan debitur (nasabah/pemberi gadai) dan ada barang


(38)

jaminan untuk memberikan hak gadai atau perjanjian gadai. Jaminan kebendaan diberikan kepada kreditur mempunyai hak atas benda jaminan untuk pelunasan piutangnya apabila debitur tidak membayar hutangya.120

Berdasarkan dari hasil penelitian terhadap perjanjian gadai karena mudah untuk mendapatkan kredit atau pinjam uang dengan hanya menyerahkan identitas Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas lainnya calon nasabah dan barang yang dibawa langsung dianggap sebagai barang miliknya. PT. Perioritas Rakyat Sejahtera Multifinance pernah terjadi suatu kasus dan mengalaminya terhadap barang jaminan yang bukan miliknya dijaminkan ke perusahaan sebagai barang jaminan untuk mendapat kredit atau pinjam uang.121

Menurut M. Daud, bahwa selama tidak ada pengakuan dari pihak nasabah bahwa barang yang digadaikannya adalah milik orang lain, maka barang tersebut dianggap milik barang yang menguasainya, sehingga pihak PT. Perioritas Rakyat Terhadap kasus yang terjadi bahwa objek jaminan adalah bukan milik debitur atau nasabah hal ini terjadi karena pemilik benda tersebut menyerahkan kepada orang lain biasanya atas dasar pinjam meminjam dan tanpa sepengetahuan si pemilik barang sebenarnya barang tersebut digadaikan kepada PT. Perioritas Rakyat Sejahtera Multifinance.

120

Hermat Salim, Op Cit. Hal 31. 121

Berdasarkan hasil wawancara dengan M. Daud, Hari Sabtu, Tanggal 7, Bulan Mei, Tahun 2016.


(39)

Sejahtera Multifinance tetap berpegang pada itikad baik dengan menganggap barang tersebut adalah milik orang yang menguasainya (nasabah/debitur).122

Jika yang barang yang digadaikan adalah dari hasil suatu pinjam meminjam, dalam hal ini penyerahannya secara sukarela maka pemilik barang yang disalahkan karena pimilik pemilik barang telah meminjamkan benda gadai M. Daud juga menyatakan bahwa apabila diketahui bahwa barang yang dijadikan jaminan adalah milik orang lain bukan milik nasabah tetapi milik orang lain, maka sejak awal pihak kreditur gadai selalu beritikad baik dalam arti ia beranggapan bahwa yang membawa barang yang bergerak tersebut adalah pemilik barang yang sebenarnya. Pihak pegadaian beralasan bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata yang pada dasarnya siapa yang memegang (menguasai) dianggap sebagai pemilik barang tersebut. Perjanjian yang dilakukan antara debitur dan kreditur pemegang gadai adalah sah.

Penulis dalam hal ini sependapat dengan pendapat dari beliau tersebut bahwa jika barang yang digadaikan adalah milik orang lain dalam hal ini pihak ketiga, maka benda tersebut dapat dijadikan sebagai jaminan diperum pegadaian dan atas dasar pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata bahwa barang siapa yang menguasainya diangap sebagai pemiliknya dengan dengan itikad baik dari pegadaian perjanjian gadai adalah sah.

122

Berdasarkan hasil wawancara dengan M. Daud, Hari Sabtu, Tanggal 7, Bulan Mei, Tahun 2016.


(40)

tersebut kepada orang yang tidak dapat dipercaya dan karenanya pemilik barang harus menanggung resiko.

Karena ada penyerahan sukarela, seorang peminjam menggadaikan benda pinjaman tersebut, maka perjanjian gadai adalah sah dan pemegang gadai dilindungi oleh hukum selama beritikad baik. PT. Perioritas Rakyat Sejahtera Multifinance tidak mengetahui bahwa yang dijaminkan adalah milik orang lain dan atas dasar penyerahan sukerala perjanjian gadai tetap sah sesuai dengan teori legitimasi dari Paul Schlten. Dan pemilik dapat meminta kembali barang yang digadaikan tersebut dengan cara membayar hutang debitur kepada pemegang gadai. Hal ini disebabkan karena karena ada penyerahan sukarela dari pemilik. Selain itu pemilik yang tidak hati - hati dan mudah percaya kepada orang lain.

Dasar hukum yang melandasi permasalahan ini adalah Pasal 1152 ayat (4) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa hal tidak kuasanya si pemberi gadai untuk bertindak bebas terhadap barang gadai, tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada si kreditur yang telah menerima barang tersebut dalam gadai.Maksudnya jika pemberi gadai bukan pemilik dari barang yang digadaikan maka perjanjian gadai yang telah dibuat tetap sah, karena itikad baik tetap harus diperhatikan.

Sehingga jika kreditur/pemegang gadai yang telah menerima barang gadai orang lain yang berstatus debitur dan benda yang digadaikan ia tetap memperoleh hak gadai secara sah atas benda gadai, jika pihak kreditur beritikad baik kreditur pemegang gadai dapat dilindungi terhadap pemilik. Dalam hal ini pemilik benda


(41)

gadai dapat menuntut kembali bendanya pada pemegang gadai, jika pemilik telah melunasi piutang kreditur atau telah melunasi hutang debitur.

Dalam pelaksanaan gadai pihak pegadaian didasarkan pada Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata yang pada dasarnya bahwa seseorang yang memegang (menguasai) barang bergerak dianggap sebagai pemilik barang tersebut. Dari pasal tersebut dapat ditafsirkan barang yang yang dibawa sebagai barang gadai adalah barang miliknya.

Menurut M. Daud dalam Pasal 1977 ayat (1) dicantumkan bahwa bezit berlaku sebagai titel yang sempurna (berlaku terhadap benda-benda bergerak) maka dalam setiap transakasi terhadap benda bergerak akan sangat mengurangi lalu lintas hukum apabila harus diselidiki dulu apakah penguasa/pembawa benda sungguh-sungguh mempunyai hak milik atas benda yang dikuasainya.

M. Daud juga menyatakan bahwa pemegang gadai mempunyai itikad baik yang masih diperhatikan oleh undang - undang. Dalam hal ini benda yang digadaikan adalah bukan hasil curian maka pemilik dapat menuntut kembali barang tersebut selama ada itikad baik dari pihak pemegang gadai.

Mengenai pendapat dari penulis atas barang yang digadaikan adalah barang curian pada Pasal 1977 ayat (2) KUHPerdata yaitu jika seseorang kehilangan/kecurian dalam jangka waktu 3 tahun dapat menuntut kembali barang sebagai miliknya (hak revindikasi) selama pemegang gadai beritikad baik, karena pemilik barang dalam hal ini kehilangan/kecurian bukan kesalahan pemilik, pemegang gadai tidak harus membayar hutang debitur, dan terhadap benda gadai


(42)

adalah berasal dari hasil curian perjanjian gadai tetap dianggap sah selama pemegang gadai tidak menyatakan jika benda tersebut hasil curian.

Dalam Pasal 1152 ayat (4) sesuai yang disebutkan diatas jika pemberi gadai bukan pemilik barang yang digadaikan maka perjanjian gadai yang telah dibuat tetap sah. Jika kreditur yang telah menerima benda gadai adalah orang lain sebagai debitur dari benda yang digadaikan ia tetap memperoleh hak gadai secara sah atas benda itu, jika pihak kreditur beritikad baik.

C. Bentuk Penyelesaian Sengketa Jika Salah Satu Pihak Melakukan Wanprestasi dalam Perjanjian Gadai

Dalam praktek gadai di PT. Perioritas Rakyat Sejahtera Multifinance, diawali dengan adanya perjanjian utang-piutang/perjanjian antara kreditur debitur yang didalam hal ini adalah PT. Perioritas Rakyat Sejahtera Multifinance dan debitur (nasabah) sebagai perjanjian pokoknya yang diikuti dengan menggadaikan sebuah barang bergerak milik debitur sebagai jaminan pelunasan atas hutangnya.

Menurut M. Daud yang dijadikan penelitian dalam praktek gadai di PT. Perioritas Rakyat Sejahtera Multifinance, penerimaan barang jaminan dari seorang nasabah didasarkan pada ketentuan Pasal 1977 dimana sesorang yang menguasai barang bergerak dianggap sebagai pemilik barang sebenarnya. Dari pasal tersebut ditafsirkan oleh pihak kreditur gadai bahwa orang yang membawa barang bergerak untuk digadaikan adalah sebagai pemilik sebenarnya dari benda tersebut, sehingga dalam hal ini akan dilindungi oleh hukum, karena dalam pelaksanaan


(43)

gadai, pihak pegadaian selalu beritikad baik dalam menerima barang jaminan dari nasabah.

Dalam persyaratan peminjaman kredit di PT. Perioritas Rakyat Sejahtera Multifinance, pihaknya mengharuskan nasabah (debitur) untuk menyerahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan untuk barang-barang jaminan berupa kendaraan bermotor pegadaian mengharuskan nasabah untuk menyertakan bukti - bukti kepemilikan kendaraan bermotor berupa fotokopi BPKB dan STNK.

Karena pihak kreditur telah beritikad baik dalam perjanjian gadai tersebut, maka selayaknya apabila kreditur dari PT. Perioritas Rakyat Sejahtera Multifinance dilindungi oleh hukum. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi adanya nasabah yang beritikad baik dalam menggadaikan barangnya.Tetapi dalam kenyataannya, berdasarkan penelitian bahwa pernah terjadi sebuah permasalahan, dimana barang yang digadaikan oleh seorang nasabah merupakan hasil pinjam meminjam atau hasil curian, walaupun presentasenya sangat sedikit.

Kasus Terhadap Barang Jaminan/Barang Gadai 2004 – 2016

Barang Gadai Penyelesaian Keterangan Kasus Barang curian

yang digadaikan

Proses hukum ke Pengadilan

Putusan Pengadilan

1

Barang pinjaman yang digadaikan

Musyawarah kekeluargaan

Damai 2


(44)

Adapun bentuk penyelesaian sengeketa apabila salah satu pihak antara kreditur dan debitur melakukan wanprestasi di kemudian hari maka dapatlah dibedakan atas 2 penyelesaian sengketa yakni :

a. Penyelesaian sengketa Non Litigasi b. Penyelesaian sengketa Litigasi

a. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Non Litigasi)

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah pilihan alternatif untuk para pihak apabila para pihak yang menghadapi sengketa konsumen ingin menyelesaikan sengketa yang dihadapinya. Pasal 47 Undang - Undang Perlindungan Konsumen mendefinisikan penyelesaian sengketa diluar Pengadilan Sebagai berikut :

“ Penyelesaian sengketa diluar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen”123

1. Penyelesaian Sengketa Damai

Adapun bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi) yakni :

Penyelesaian sengketa secara damai merupakan penyelesaian sengketa antara para pihak, dengan atau tanpa kuasa/pendamping bagi masing - masing pihak melalui cara damai. Cara damai dapat dilakukan dengan cara musyawarah

123

Indonesia (c), Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 47.


(45)

atau mufakat para pihak. Cara penyelesaian sengketa dengan cara damai ini diusahakan agar mudah, murah, dan relatif lebih cepat. Dasar hukum penyelesaian ini terdapat dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata Pasal 1851 - 1854 tentang perdamaian/dading dan dalam Undang - Undang Perlindungan Konsumen Pasal 45 ayat 2 jo. Pasal 47.124

2. Penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Di dalam Hukum Perdata dan Undang - Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 telah dituangkan agar penyelesaian sengketa konsumen (debitur) antara kreditur gadai dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Namun umumnya musyawarah mufakat dapat dilakukan melalui negosiasi artinya kreditur bertanggung jawab apabila ada keluhan dari konsumen yang menyebabkan konsumen merasa dirugikan.

BPSK memiliki tugas dan wewenang untuk melaksanakan penanganan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara mediasi, arbitrase atau konsiliasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan wewenang BPSK diatur dalam Surat Keputusan Menteri, dan ketentuan tersebut diatur dalam Kepmenperindag No. 350/2001.

Permohonan penyelesaian sengketa konsumen yang diajukan oleh konsumen kepada BPSK dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan melalui sekretariat BPSK, yang dapat juga diajukan oleh ahli waris atau kuasanya bilamana konsumen:

124


(46)

a. Meninggal dunia;

b. Sakit atau telah berusia lanjut sehingga tidak dapat mengajukan pengaduan sendiri baik secara tertulis maupun lisan, sebagaimana dibuktikan dengan surat keterangan dokter atau bukti Kartu Tanda Penduduk (KTP);

c. Belum dewasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau

d. orang asing (Warga Negara Asing).

UUPK tidak mengatur mengenai kehadiran kuasa advokat dalam penyelesaian sengketa konsumen di BPSK. Sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Namun dalam prakteknya, kehadiran kuasa advokat diperbolehkan asalkan memenuhi syarat Pasal 15 ayat (3) Kepmenperindag No. 350/2001.

Dalam Pasal 16 Kepemenperindag No. 350/2001, permohonan penyelesaian sengketa konsumen harus memuat secara benar dan lengkap mengenai :

a. nama dan alamat lengkap konsumen, ahli waris atau kuasanya disertai bukti diri;

b. nama dan alamat lengkap pelaku usaha; c. barang atau jasa yang diadukan;

d. bukti perolehan (bon, faktur, kwitansi, dan dokumen bukti lain)

e. keterangan tempat, waktu dan tanggal diperoleh barang atau jasa tersebut; f. saksi yang mengetahui barang atau jasa tersebut diperoleh;


(47)

Dalam Pasal 17 Kepemenperindag No. 350/2001 ketua BPSK menolak permohonan penyelesaian sengketa konsumen apabila:

a. permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16; dan

b. permohonan gugatan bukan merupakan kewenangan BPSK.

Tata cara persidangan menurut Pasal 26 Kepemenperindag No. 350/2001, ketua BPSK memanggil pelaku usaha selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari sejak permohonan penyelesaian sengketa diterima secara benar dan lengkap sesuai dalam Pasal 16 Kepemenperindag No. 350/2001. Dalam surat panggilan tersebut dicantumkan secara jelas mengenai hari, tanggal, jam dan tempat persidangan serta kewajiban pelaku usaha untuk memberikan surat jawaban terhadap penyelesaian sengketa konsumen dan disampaikan pada hari sidang pertama.

Ketentuan mengenai Pasal 26 Kepemenperindag No. 350/2001 terkesan menimbulkan anggapan apabila konsumen telah mengupayakan permohonan sengketa konsumen ke BPSK maka pelaku usaha terikat mengikuti kemauan atau pilihan konsumen.

Berdasarkan penelitian lapangan yang dilakukan di BPSK kota Bandung, sebelum persidangan ada suatu tahap yang dinamakan prasidang. Prasidang ini tidak diatur dalam UUPK maupun Kepemenperindag No. 350/2001. Pemanggilan awal yang dilakukan kepada pelaku usaha ialah pemanggilan kepada para pihak yang bersengketa untuk menghadiri prasidang.


(48)

Prasidang ini merupakan suatu tahap untuk mempertemukan para pihak bersengketa untuk menentukan cara penyelesaian sengketa yang akan digunakan dan penunjukan majelis. Namun ada kendala dalam pemanggilan pelaku usaha tersebut, karena pelaku usaha belum tentu sanggup untuk menghadiri pemanggilan tersebut, bahkan bisa saja tidak bersedia untuk menyelesaiakan sengketanya melalui BPSK, dan BPSK pun tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pemanggilan secara paksa. Jika pelaku usaha tidak bersedia hadir, maka BPSK tidak bisa berbuat apa-apa, dan sengketa konsumen tidak bisa diproses lebih lanjut.

Jadi kewajban pelaku usaha untuk memberikan jawaban terbatas pada setuju atau tidaknya menggunakan BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa yang dihadapinya, bukan jawaban terhadap penyelesaian sengketa konsumen sebagai tangkisan atau pembelaan diri sebagaimana materi jawaban atas gugatannya

Jika pelaku usaha hadir dalam prasidang dan sepakat untuk menyelesaiakan sengketanya melalui BPSK, maka konsumen dan pelaku usaha bebas menentukan cara penyelesaian sengketa yang akan digunakan. Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK baik dengan cara konsiliasi, mediasi atau arbitrase dilakukan berdasarkan pilihan para pihak, dan penyelesaian tersebut bukan merupakan proses penyelesaian sengketa secara berjenjang.

Setelah disepakati mengenai cara penyelesaian sengketa, dibentuklah majelis. Majelis dibentuk berdasarkan keputusan ketua BPSK dan dibantu oleh


(49)

panitera. Majelis anggotanya harus ganjil dan paling sedikit berjumlah 3 (tiga) orang yang mewakili unsur pemerintah, unsur konsumen dan unsur pelaku usaha yang salah satu anggotanya wajib berpendidikan dan berpengetahuan hukum. Ketua majelis harus berasal dari unsur pemerintah. Panitera berasal dari anggota sekretariat yang ditunjuk dengan surat penetapan ketua BPSK.

Ketua majelis atau anggota majelis atau panitera wajib mengundurkan diri apabila terkait hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan pihak yang bersengketa atau kuasanya.

Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase dilakukan sepenuhnya dan diputuskan oleh majelis yang bertindak sebagai arbiter. Berbeda dengan konsiliasi dan mediasi dimana penyelesaian dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh majelis. Dalam konsiliasi majelis bertindak secara pasif, sedangkan dalam mediasi majelis bertindak secara aktif.

Dalam penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase, para pihak memilih arbiter dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan konsumen sebagai anggota majelis. Kemudian arbiter yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa memilih arbitor ketiga dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pemerintah sebagai ketua majelis.

Berdasarkan Pasal 26 ayat (3) Kepmenperindag No. 350/2001 persidangan I (pertama) dilaksanakan selambat-lambatnya pada hari kerja ke-7 (tujuh) terhitung sejak diterimanya permohonan penyelesaian sengketa konsumen oleh


(50)

BPSK. Namun pada prakteknya tidak berjalan seperti itu, persidangan I (pertama) selambat-lambatnya dilaksanakan 7(tujuh) hari kerja sejak persyaratan terpenuhi. Selain syarat-syarat Pasal 16 Kepemenperindag No. 350/2001, syarat yang harus dipenuhi ialah adanya kesepakatan antara konsumen dan pelaku usaha bahwa sengketa akan diselesaikan melalui BPSK dengan cara arbitrase. Hal ini juga berlaku bagi penyelesaian sengketa dengan cara konsiliasi dan mediasi.

Pada hari persidangan I (pertama) ketua majelis wajib mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa dan bilamana tidak tercapai perdamaian, maka persidangan dimulai dengan membacakan isi gugatan konsumen dan surat jawaban pelaku usaha. Konsumen dan pelaku usaha diberikan kesempatan yang sama untuk menjelaskan hal-hal yang dipersengketakan.

Pada persidangan I (pertama) sebelum pelaku usaha memberikan jawabannya konsumen dapat mencabut gugatannya dengan membuat surat pernyataan. Jika gugatan tersebut dicabut, majelis wajib mengumumkan bahwa gugatan dicabut. Apabila dalam proses penyelesaian sengketa konsumen terjadi perdamaian antara konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa, majelis wajib membuat putusan dalam bentuk penetapan perdamaian.

Apabila pelaku usaha atau konsumen tidak hadir pada hari persidangan I (pertama), maka menurut Pasal 36 Kepemenperindag No. 350/2001 majelis memberikan kesempatan terakhir kepada konsumen dan pelaku usaha untuk hadir pada persidangan II (kedua) dengan membawa alat bukti yang diperlukan. Persidangan II (kedua) dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 5 hari kerja


(51)

terhitung sejak hari persidangan I (pertama). Bilamana pada persidangan II (kedua) konsumen tidak hadir, maka gugatannya gugur demi hukum, sebaliknya jika pelaku usaha yang tidak hadir, maka gugatan konsumen dikabulkan tanpa kehadiran pelaku usaha (putusan verstek).

Pembuktian dalam proses penyelesaian sengketa konsumen menurut Pasal 22 Kepemenperindag No. 350/2001 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Sehingga pembuktian tidak dibebankan kepada konsumen selaku penggugat.

Alat bukti dalam penyelesaian sengketa konsumen menurut Pasal 21 Kepemenperindag No. 350/2001 berupa:

a. barang dan/atau jasa;

b. keterangan para pihak yang bersengketa; c. keterangan saksi dan/atau saksi ahli; d. surat dan/atau dokumen;

e. bukti-bukti lain yang mendukung.

Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase dibuat dalam bentuk putusan majelis yang ditandatangani oleh ketua dan anggota majelis. Keputusan majelis tersebut menurut Pasal 37 ayat (5) Kepemenperindag No. 350/2001 dapat memuat sanksi administratif. Namun berdasarkan penelitian lapangan, BPSK mengalami kendala dalam penetapan sanksi administrasi tersebut, karena belum ada aturan yang mengatur mengenai tata cara penjatuhan sanksi administratif. BPSK Kota Bandung sampai saat ini dalam putusannya belum pernah menyertakan sanksi administratif kepada pelaku usaha, putusan biasanya hanya mengenai ganti kerugian.


(52)

Majelis wajib menyelesaiakan sengketa konsumen selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak persyaratan gugatan terpenuhi. Putusan majelis merupakan putusan BPSK, dimana menurut Pasal 40 ayat (1) Kepemenperindag No. 350/2001 bahwa putusan BPSK dapat berupa:

a. perdamaian;

b. gugatan ditolak;atau c. gugatan dikabulkan

Selanjutnya dalam ayat (2) dikatakan, bilamana gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha atau kreditur. Kewajiban tersebut berupa pemenuhan:

a. ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2); dan atau

b. sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)

Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) Kepmenperindag No. 350/2001 berupa :

a. pengembalian uang;

b. penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya; atau c. perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan.

Tidak ada ketentuan mengenai akibat hukum apa yang akan ditimbulkan apabila penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK melebihi jangka waktu 21 hari. Namun dalam prakteknya, belum pernah terjadi keterlambatan seperi itu di BPSK Kota Bandung. Namun apabila hal itu suatu saat terjadi, bisa saja para pihak tidak bersedia untuk melanjutkan proses penyelesaian sengketa, dan akan terjadi suatu permasalahan tersendiri karena belum ada ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut.


(53)

Ketentuan pemberitahuan dan pelaksanaan putusan menurut Pasal 41 Kepmenperindag No. 350/2001 bahwa ketua BPSK memberitahukan putusan majelis secara tertulis kepada alamat konsumen dan pelaku usaha, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan dibacakan. Dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan BPSK diberitahukan, konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa wajib menyatakan menerima atau menolak putusan BPSK. Konsumen yang menolak putusan BPSK, dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan BPSK diberitahukan.

Pelaku usaha atau kreditur yang menyatakan menerima putusan BPSK, wajib melaksanakan putusan tersebut selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak menyatakan menerima putusan BPSK. Pelaku usaha yang menolak putusan BPSK, tetapi tidak mengajukan keberatan setelah batas waktu dilampaui, maka dianggap menerima putusan dan wajib melaksanakan putusan tersebut selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah batas waktu mengajukan keberatan dilampaui. Apabila pelaku usaha tidak menjalankan kewajibannya, maka menurut Pasal 41 ayat (6) Kepmenperindag No. 350/2001, BPSK menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan.

Dalam Pasal 54 ayat (3) UUPK dikatakan bahwa putusan BPSK bersifat final dan mengikat, kemudian dalam Pasal 42 (1) Kepmenperindag No. 350/2001dikatakan bahwa putusan BPSK merupakan putusan yang final dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.


(54)

Dalam Pasal 42 (2) Kepmenperindag No. 350/2001, putusan BPSK sebagaimana pada ayat (1) dimintakan penetapan eksekusinya oleh BPSK kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan. Namun pada prakteknya, konsumen lah yang harus mengajukan eksekusi terhadap putusan BPSK kepada Pengadilan Negeri. BPSK merupakan lembaga yang menyelesaikan sengketa konsumen dan memutus sengketa tersebut dalam menetapkan ganti kerugian. Oleh karena itu kedudukan BPSK harus netral dan tidak berpihak.

Meskipun tujuan utama pendirian BPSK adalah memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen, tetapi ini tidak berarti bahwa dalam upaya pelaksanaan ganti kerugian, BPSK yang harus mengajukan eksekusinya ke Pengadilan Negeri. Mengenai besarnya biaya perkara, BPSK tidak memungut biaya kepada para pihak yang bersengketa.

Pelaksanaan eksekusi diserahkan dan menjadi wewenang penuh dari Pengadilan Negeri yang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman. Cara pelaksanaan putusan Hakim diatur dalam Pasal 195 sampai dengan Pasal 208 HIR.Apabila surat perintah eksekusi yang ditandatangani oleh ketua Pengadilan Negeri telah dikeluarkan, maka panitera dibantu oleh juru sita dan dua orang saksi dengan membawa surat perintah pergi ke tempat penyitaa terutama adalah barang bergerak milik pihak yang dikalahkan (Pasal 197 HIR, Pasal 208 RBg). Barang bergerak harus didahulukan untuk disita secara eksekutorial.


(1)

ii

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR GADAI DALAM PERJANJIAN GADAI

(STUDI PADA PT. PERIORITAS RAKYAT SEJAHTERA MULTIFINANCE)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat – Syarat Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum

Disusun oleh :

BENNIDICT BAGUS RIANTO NIM : 120200379

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN Program Kekhususan Perdata BW

Disetujui Oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Prof. Dr. Hasyim Purba, S.H., M.Hum NIP: 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello SH., M.S

2016

Syamsul Rizal SH., M.Hum NIP : 196204211988031004 NIP : 196402161989111001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yesus Kristus karna atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan dengan Program Khusus Keperdataan BW.

Judul yang penulis ajukan adalah “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR GADAI DALAM PERJANJIAN GADAI (STUDI

PADA PT. PERIORITAS RAKYAT SEJAHTERA MULTIFINANCE)”.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi tidak terlepas dari kekurangan. Baik aspek kualitas maupun aspek kuantitas dari materi yang disajikan. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna sehingga penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi di masa mendatang.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan rasa hormat dan berbahagia penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang menjadi bagian penting selama penulis menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), yaitu :

1. Prof. DR. Runtung Sitepu, SH, M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. DR. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum USU.

3. Bapak DR. OK Saidin, SH, M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum USU.


(3)

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum USU.

5. Bapak DR. Jelly Leviza, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum USU.

6. Prof. Dr. H. Hasim Purba, SH. M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.

7. Ibu Rabiatul Syariah, S.H., M.Hum sebagai Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Prof. Dr. Tan Kamello SH., M.SselakuDosenPembimbing I, yang membimbingdanmendukungpenulisdalammasapenulisansampaipenyelesaians kripsiini.

9. BapakSyamsul Rizal SH., M.HumsebagaiDosenPembimbing II, yang membimbingdanmendukungpenulisdalammasapenulisansampaipenyelesaians kripsiini.

10. Para Guru Besar, Dosen dan Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu selama penulis menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. PT. Perioritas Rakyat Sejahtera Multifinance sebagai tempat penulis bertanya dan mengumpulkan data-data yang membantu penulisan skripsi ini.

Yang saya kasihi :

1. Bapak dan Ibu yang teramat saya cintai, Ignatius Dewanto dan Rini Purwanti yang telah melahirkan, mengasihi, membesarkan, mendidik dan membimbing penulis serta dukungan dan doa yang luar biasa sejak perkuliahan sampai akhirnya dalam penyelesaian skripsi ini. Dan kakak saya yang saya sayangi, Bernadeth Ayu Damayanti S.P, serta adik saya yang sangat saya sayangi Bennidict Christanto Trihartanto yang selalu memberi semangat melewati segala tantangan selama masa perkuliahan.

2. Kepada teman yang selalu membantu saya dalam hal perkuliahan Daniel Sitohang SH, Dedi Ginting, Arnold PrayogaSitepu, dan Tania GracellaPinem.


(4)

3. Kepadateman – teman GMKI Komisariat Fakultas Hukum USU yang selalumelayanidenganbaikdalamkeadaanbaikmaupunsulit,

danPemerintahanMahasiswaHukum USU periode 2015 – 2016.

4. Seluruh teman – teman penulis khususnya Angkatan 2012, yang telah banyak memberi semangat dan dukungan kepada penulis hingga akhirnya penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat digunakan bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang akan datang.

Medan,8 Juni 2016

Penulis,

Bennidict Bagus Rianto NIM : 120200379


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Permasalahan ... 6

C. Tujuan dan manfaat penelitian ... 6

D. Keaslian penulisan ... 7

E. Metode penelitian ... 9

F. Sistematika penulisan ... 13

BAB IITINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN ... 15

A. Pengertian Hukum Jaminan ... 15

B. Pengertian Jaminan dan Jenis – Jenis Jaminan ... 19

C. Ketentuan – Ketentuan Dasar Hukum Jaminan ... 26

D. Asas – Asas Hukum Jaminan ... 31

BAB III GADAI SEBAGAI SALAH SATU JAMINAN DALAM HUKUM JAMINAN DI INDONESIA ... 34

A. Pengertian Gadai ... 34

B. Subjek, Objek, Dan Sifat – Sifat Gadai ... 37

C. Hak Dan Kewajiban Pemberi Gadai ... 42

D. Terjadinya Hak Gadai dan Hapusnya Hak Gadai ... 48

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR GADAI DALAM PERJANJIAN GADAI ... 63

A. Tanggung Jawab Kreditur terhadap Barang yang Digadaikan ... 63


(6)

C. Bentuk Penyelesaian Sengketa Jika Salah Satu Pihak Melakukan

Wanprestasi dalam Perjanjian Gadai ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA