Jepang Dalam Masa Feodalisme

digulingkan Ashikaga Takauji pada 1336. Keshogunan Ashikaga gagal membendung kekuatan penguasa militer dan tuan tanah feodal daimyo dan pecah perang saudara pada tahun 1467 Perang Ōnin yang mengawali masa satu abad yang diwarnai peperangan antarfaksi yang disebut masa negeri-negeri saling berperang atau periode Sengoku. Sengoku jidai atau yang disebut juga zaman sengoku dalam sejarah Jepang adalah masa pergolakan sosial, intrik politik, dan konflik militer hampir konstan yang berlangsung sekitar dari pertengahan abad ke-15 ke awal abad ke-17. Zaman ini disebut juga zaman Azuchi-Momoyama atau zaman Shokuho. Sejarah Jepang sangatlah panjang dan penuh dengan perebutan kekuasaan antar kaisarnya. Sampai sekarang sistem pemerintahan Jepang masih dipegang oleh Kaisar. Jepang menganut sistem negara monarki konstitusional yang sangat membatasi kekuasaan Kaisar Jepang. Sebagai kepala negara seremonial, kedudukan Kaisar Jepang diatur dalam konstitusi sebagai simbol negara dan pemersatu rakyat. Kekuasaan pemerintah berada di tangan Perdana Menteri Jepang dan anggota terpilih Parlemen Jepang, sementara kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat Jepang. Kaisar Jepang bertindak sebagai kepala negara dalam urusan diplomatik. Jepang sangat menghargai sejarahnya. Walaupun mereka sekarang merupakan Negara Maju, tetapi mereka masih tidak melupakan budaya-budaya mereka. Itu terlihat dengan penghormatan mereka terhadap Dewa-Dewa yang mereka percayai, perayaan terhadap hari-hari besar, dan banyak hal lainnya.

2.2 Jepang Dalam Masa Feodalisme

Universitas Sumatera Utara Feodalisme adalah sebuah sistem pemerintahan dimana seorang pemimpin yang biasanya dari kaum bangsawan memiliki anak buah banyak yang juga masih dari kalangan bangsawan, tetapi lebih rendah yang disebut vazal. Setiap vazal wajib membayar upeti ke pemimpinnya. Dan pola hubungan seperti ini tidak berhenti hanya dua tingkat saja, tetapi setiap vazal juga menjadi pemimpin bagi vazal – vazal yang lain. Awal munculnya Feodalisme di Jepang ditandai dengan pembagian kekuasaan antara Tennou Kaisar yang hanya memegang kekuasaan simbolik semata dan kekuasaan Shogun yang memegang keuasaan praktis. Selama hampir 700 tahun feodalisme di Jepang berkembang sampai ke ranah masyarakat yaitu pembentukan strata masyarakat yang sangat tegas dan kaku. Sejak pemerintahan militer berdiri di Jepang, yaitu pada masa Kamakura, babak baru sejarah Jepang yang disebut zaman feodalisme dimulai. Karakteristik terpenting dalam sistem politik pada zaman itu adalah adanya dikotomi kekuasaan yaitu pemerintahan sipil dan agama yang berpusat di istana tennou di Kyouto yang mempunyai kekuasaan sangat kecil dan pemerintahan militer, yang saat itu dibentuk oleh Yoritomo di Kamakura. Sistem politik ini terus dijalankan hampir selama 700 tahun sampai pada masa kekuasaan Tokugawa. Dalam kurun waktu 700 tahun, sampai akhir abad ke 16 ini feodalisme berkembang secara alami di Jepang, dan semakin berkembang dari satu wilayah ke wilayah lain. Antara tempat satu dan yang lain hanya ada perbedaan rincian dan perbedaan pemakaian istilah saja. Maka dari itu, saat itu pemerintah mengambil kebijakan untuk menstaratifikasi masyarakat secara jelas dan tegas. Selain ditujukan untuk menertibkan dan menyeragamkan tatanan sosial, kebijakan ini juga ditujukan Universitas Sumatera Utara sebagai antisipasai terhadap gekokujo yang sering muncul pada masa lalu. Gekokujo adalah penumbangan kekuasaan penguasa yang dilakukan oleh masyarakat kelas bawah. Alasan populer pemerintah Jepang menerapkan pembagian kelas masyarakat dari mulai kelas yang paling suci sampai kelas yang paling bawah, salah satunya adalah antisipasi pemberontakan kelas bawah. Namun, pemantapan posisi bakufu dan pengkerdilan kekuasaan kaisar juga mungkin bisa dijadikan alasan. Fakta – fakta menunjukkan bahwa hal tersebut mungkin terjadi. Tennou dan bangsawan – bangsawan kaisar yang digaji oleh bakufu, Tennou yang hanya boleh setahun sekali mengunjungi rakyatnya, sampai pengangkatan pejabat kaisar yang harus dengan persetujuan bakufu adalah bukti nyata bahwa bakufu berusaha mendominasi pada saat itu. Kelas – kelas sosial pada masa Edo juga membuat masyarakat terkotak – kotak. Hal ini secara tidak langsung juga akan menjauhkan masyarakat dari Kaisar. Masyarakat yang berada di kelas bawah telah terdoktrin bahwa dirinya tidak pantas menemui Kaisar, dan Kaisar yang berada di kelas paling atas mungkin juga akan merasa tercemar jika menemui rakyatnya. Hal ini secara alami akan mengurangi peran Kaisar dalam proses kehidupan sosial masyarakat dan penentuan kebijakan. Bisa dikatakan pada saat itu, memang benar bahwa Kaisar tidak dapat diganggu gugat tetapi pada saat itu pula Kaisar hampir seperti tidak punya kekuasaan. Dalam kondisi masyarakat yang terkotak – kotak seperti itu pula pemerintah dalam hal ini bakufu lebih leluasa melakukan apa saja kepada rakyatnya. Kasus yang terjadi pada saat itu orang – orang dari kelas samurai dapat membunuh seseorang yang kelasnya lebih rendah, walaupun hanya karena alasan sepele. Universitas Sumatera Utara Kondisi pemerintahan dan masyarakat yang bisa dikatakan tidak sehat ini akhirnya menemui keruntuhannya. Tidak adanya perang membuat kekuasaan para samurai mulai dipertanyakan. Samurai – samurai yang saat itu menganggur mulai banyak yang terlilit hutang. Hal ini secara tidak langsung merusak kepercayaan masyarakat kepada kaum samurai. Selain masalah tersebut juga terjadi pemberontakan yang justru tidak muncul dari rakyat jelata, tetapi dilakukan oleh kaum samurai sendiri. Konflik horizontal yang terjadi di kalangan samurai ini semakin membuat situasi kacau dan melemahkan bakufu. Akhirnya kekacauan – kekacauan yang terjadi tersebut membawa bakufu ke titik kulminasi.Yaitu ketika Kaisar sebagai kepala negara sudah tidak percaya lagi kepada bakufu dan meminta kekuasaan pemerintahan kembali diambil oleh istana. Meskipun pengaruh feodalisme amat kental, namun tidak berarti bangsa ini tidak mau merintis jalan menuju alam kehidupan yang lebih maju dengan impian untuk menjadi Negara yang jaya dan dpat menguasai Dunia, terutama lewat jalur perekonomian dan perdagangan. Memasuki awal abad XVII, Bangsa Jepang di bawah Tokugawa Shogun bahkan sudah demikian giat membangun jaringan untuk menciptakan hubungan internasional, khususnya dibidang perdagangan dengan bangsa-bangsa lain, mulai Cina sebagai tetangga dekatnya sampai Bangsa Eropa, terutama Prancis dan Belanda. Ini banyak dilakukan secara diam-diam oleh para padagang Jepang yang menyadari negaranya hanya akan bias maju bila perdagangannya dengan dunia luar juga maju. Padahal sebelum itu, justru Bangsa Jepang seolah-olah terisolasi, karena di bawah Tokugawa Shogun, mereka tak bisa menjalin hubungan perdagangan dengan Bangsa Universitas Sumatera Utara manapun. Para pedagang dari Cina dan Eropa bahkan yang menguasai sebagian dari pelabuhan Nagasaki. Di masa pemerintahan Meiji, barulah Jepang membuka diri sebagai wilayah yang siap untuk menjalin hubungan perdagangan dengan luar negeri. Apa yang dilakukan oleh para pedagang Jepang melalui jalinan perdagangan dengan Dunia luar secara diam-diam di masa kekuasaan Tokugawa, mulai bersifat terbuka, karena mulai diakui manfaatnya bagi kepentingan masa depan Bangsa Jepang. Ketika itu mulai muncul cita-cita agar Bangsa Jepang dapat menjadi Bangsa yang lebih kaya, lebih maju industrinya, dengan angkatan perang lebih kuat sebagai perlindungan. Dan untuk mencapai semua cita-cita itu, tak ada pilihan lain kecuali membuka hubungan dengan Negara luar. Membicarakan feodalisme Jepang, sangat erat hubungannya dengan fasisme. Munculnya fasisme Jepang tidak dapat dipisahkan dari Restorasi Meiji. Berkat Restorasi Meiji, Jepang berkembang menjadi negara industri yang kuat. Majunya industri tersebut membawa Jepang menjadi negara imperialis. Jepang menjadi negara fasis dan menganut Hakko I Chiu. Fasisme di Jepang dipelopori oleh Perdana Menteri Tanaka, masa pemerintahan Kaisar Hirohito dan dikembangkan oleh Perdana Menteri Hideki Tojo. Seusai Perang Dunia I, dimana Jepang terlibat, negeri ini dengan politik fasisme yang mulai dijalankannya memperlihatkan keunggulan dengan diperolehnya mandat atas pulau-pulau yang semula menjadi milik Jerman di Samudera Pasifik. Dengan mudah Jepang berhasil menduduki Manchuria dan mendirikan Negara boneka di sana yang disebut Manchukuo. Jepang juga unggul dalam Perang Cina-Jepang I 1894-1895 dan Perang Cina-Jepang II 1937 dan mulai mendirikan pakta militer dengan Jerman dan Italia1940. Universitas Sumatera Utara Perang Cina-Jepang I adalah sebuah perang antara Dinasti Qing Cina dan Meiji Jepang dalam perebutan kendali atas Korea. Perang Cina-Jepang merupakan simbol kemerosotan Dinasti Qing dan juga menunjukkan kesuksesan modernisasi Jepang sejak Restorasi Meiji dibandingkan dengan Gerakan Penguatan Diri di Cina. Peperangan ini berakhir dengan kekalahan Dinasti Qing dan penandatanganan Perjanjian Shimonoseki pada tahun 1895 yang berakibat pada ganti rugi 30 miliar tael kepada Jepang. Pengaruh selanjutnya dari perang ini adalah pergantian dominansi regional Asia dari Cina kepada Jepang dan merupakan pukulan telak untuk Dinasti Qing dan tradisi Cina kuno. Perang Cina-Jepang II adalah perang besar antara Cina dan Jepang, sebelum dan selama Perang Dunia II. Perang ini adalah perang Asia terbesar pada abad ke-20. Walaupun kedua negara telah sebentar-sebentar berperang sejak tahun 1931, perang berskala besar baru dimulai sejak tahun 1937 dan berakhir dengan menyerahnya Jepang pada tahun 1945. Perang ini merupakan akibat dari kebijakan imperialis Jepang yang sudah berlangsung selama beberapa dekade. Jepang bermaksud mendominasi Cina secara politis dan militer untuk menjaga cadangan bahan baku dan sumber daya alam yang sangat banyak dimiliki Cina. Pada saat yang bersamaan, kebangkitan nasionalisme Cina dan kebulatan tekad membuat perlawanan tidak bisa dihindari. Sebelum tahun 1937, kedua pihak sudah bertempur dalam insiden-insiden kecil dan lokal untuk menghindari perang secara terbuka. Invasi Manchuria oleh Jepang pada tahun 1931 dikenal dengan nama insiden Mukden. Bagian akhir dari penyerangan ini adalah insiden Jembatan Marco Polo tahun 1937 yang menandai awal perang besar-besaran antara kedua negara. Sejak tahun 1937 sampai 1941, China berperang sendiri melawan Jepang. Setelah peristiwa Universitas Sumatera Utara penyerangan terhadap Pearl Harbor terjadi, Perang Cina-Jepang II pun bergabung dengan konflik yang lebih besar, Perang Dunia II. Seperti yang sudah kita ketahui, Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II setelah dijatuhkannya bom atom yang meluluh lantakkan dua pusat ekonomi dan industri Jepang yaitu Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Akibat perang itu bukan hanya merusak bangunan dan rumah-rumah warganya, tetapi juga banyak rakyatnya yang menjadi korban luka bahkan korban jiwa. Namun hal itu tidak lantas mampu menyurutkan cita-cita Bangsa Jepang untuk menguasai dunia. Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II dijadikan pelajaran berharga bagi Jepang untuk membangun bangsanya lebih maju dan lebih baik lagi. Universitas Sumatera Utara BAB III PEMBANGUNAN NEGARA JEPANG PASCA PERANG DUNIA II

3.1 Pembangunan Jepang Di Lihat Dari Kekuatan Teknologi dan Ekonomi