KEASLIAN PENULISAN Metode Penelitian

Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana di bidang illegal logging.

D. MANFAAT PENULISAN

Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. secara toritis diharapkan menjadi bahan untuk pengembangan wawasan dan untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah dan melengkapi perbendaharaan dan koleksi ilmiah serta memberikan kontribusi pemikiran yang menyoroti dan membahas mengenai peran Penyidik Pegawai Negri Sipil, yang diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembanagan hukum pidana Indonesia. 2. Secara praktis a. sebagai masukan atau pedoaman bagi aparat penegak hukum maupun praktisi hukum dalam menentukan kebijakan untuk menangani dan menyelesaikan perkara-perkara tindak pidana illegal logging khususnya b. Memberikan sumbangan pikiran dan kajian tentang peran Penyidik, terutama Penyidik Pegawai Negri Sipil di bidang kehutanan. c. Memberikan sumbangan pemikian bagi masyarakat khususnya memberikan informasi ilmiah mengenai wewenang penyidik di bidang tindak pidana kehutanan.

E. KEASLIAN PENULISAN

Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 Skripsi ini berjudul “ Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging” Penulisan ini dilakukan oleh peneliti dimulai dengan mengumpulkan bahan- bahan yang berkaitan dengan tindak pidana illegal logging, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan di samping itu juga diadakan penelitian. Dan sehubungan degan keaslian judul skripsi ini, pada saat penulis menulis skripsi ini belum ada judul yang sama, walaupun ada judul yang berbicara tentang “illegal logging” namun judul dan objek pembahasan yang dibicarakan tidak sama. Bila di kemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi, maka hal itu menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.

F. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Peyidikan 1.1 Pengertian Penyidikan Sebelum sampai pada tahap Penyidikan terhadap suatu peristiwa yang daianggap sebagai tindak pidana terlebih dahulu harus dilakukan suatu proses yang disebut penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini Pasal 1 angka 5 KUHAP. Dengan kata lain penyelidikan tersebut dilakukan untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan terhadap suatu peristiwa yang dianggap sebagai tindak pidana. Sedangkan yang berwenang melakukan penyelidikan adalah setiap Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia POLRI seperti yang termuat dlam pasal 4 KUHAP. Pada tahap penyelidikan ini penyelidik berusaha atas inisiatif sendiri menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana adalah benar merupakan tindak pidana sehingga dapat diproses lebih lanjut. Berita Acara Penyelidikan dan melaporkannya kepada Penyidik untuk diproses lebih lanjut. Berita Acara Penyelidikan ini akan dijadikan Penyidik sebagai dasar dalam rangka proses Penyidikan. Terutama dalam menentukan tindakan-tindakan apa yang diperlukan untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan sehingga menjadi jelas tindak pidananya criminal act dan siapa pelaku yang akan bertanggung jawab terhadap tindak pidana yang terjadi tersebut.criminal responsibility 2 1 Penyidik adalah : . Dalam pasal 1 angka1 KUHAP dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan penyidik adalah Pejabat Polisi Negara atau Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. Dalam pelaksanaanya lebih lanjut pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menentukan bahwa: a. pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertenti sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi. b. Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I golongan IIb atau yang disamakan dengan itu. 2 dalam hal di suatu tempat sektor Kepolisian tidak ada Pejabat Penyidik sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf a, maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena jabatannya adalah Penyidik 2 Djoko Prakoso,Eksistensi Jaksa Di Tengah-Tengah Masyarakat, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, 1985,hal 48 Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 3 Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a, ditunjuk oleh kepala Kepolisian Republik Indonesia sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 4 Wewenang peunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dapat dilimpahkan kepada Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 5 Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b, diangkat oleh mentri atas usul dari Departemen yang membawahkan Pegawai Negri tersebut. Mentri sebelum melaksanakan pengangkatan terlebih dahulu mendengar pertimbangan Jaksa Agung dan Kepolisian Republik Indonesia. 6 Wewenang Pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 5 dapat dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Mentri 3 Berdasarkan Pasal 6 ayat 1 jo Pasal 1 angka 1 KUHAP ada dua badan yang berhak dan berwenang melakukan penyidikan yaitu: . a. Pejabat Polisi Negara republik Indonesia b. Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. Namun selain kedua penyidik di atas ada dikenal juga penyidik perwira TNI- AL dan kewenangan melakukan penyidikan oleh Kejaksaan terhadap tindak pidana khusus sepertiTindak Pidana Ekonomi, Tindak Pidana Subversi, dan Tindak Pidana Korupsi. Hal ini didasarkan pada Pasal 284 ayat 2 KUHAP yang menyatkan bahwa dalam dua tahunsetelah berlakunya KUHAP masih diberi wewenang untuk melakukan penyidikan. 4 Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa Polisi memiliki tugas ganda yaitu selain dibebanitugas sebagai Penyidik, polisi juga dibebani tugas sebagai seorang penyidik. Dari Pengertian Penyelidikan dan Peyidikan yang tercantum dalam KUHAP menunjukkan bahwa antara Penyelidikan dan Penyidikan adalah merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dan saling menunjang 3 M.Yahya Harahap,Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hal 97 4 IGM Nurjana,dkk,Korupsi dan Illegal Logging DAlam Sistem Desentralisasi, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2005,cetakan I,hal 131. Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 antara satu dengan yang lain. Proses Penyelidikan yang baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku akan memperlancar proses Penyidikan terhadap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Di samping pejabat Penyidik sebagaimana dimaksud Pasal 6 KUHAP, dalam Pasal 10 KUHAP ditentukan pula tentang pejabat Penyidik pembantu. Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983, ditentukan penyidik pembantu adalah : 1 Penyidik Pembantu adalah: a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi. Serda. b. Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu dalam Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia atas usul Komandan atau Pimpinan Kesatuan Masing- masing.

c. Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat

dilimpahkan kepada Pejabat Kepolisian Negara Reublik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 5 Dengan demikian istilah “Kepolisian Sebagai Penyidik Tunggal” tidaklah tepat dan idak lebih tepat lagi bila istilah tersebut dihubungkan dengan ketentuan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 yang menyatakan : “ Penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 284 ayat 2 KUHAP dilaksanakan oleh penyidik yang berwenang lainnya” 6 1.2 kewenanagan penyidikan Dari pengertian penyidikan yang tercantum dalam pasal 1 angka 2 KUHAP: “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya” Dari rumusan pengertian penyidikan di atas maka tugas utama penyidik adalah : 5 M. Yahya Harahap, Op.Cit,hal.98 6 Ibid, hal.102 Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 a. Mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti-bukti tersebut membuat terang tindak pidana yang terjadi. b. Menemukan tersangka Demi tercapainya tugas utama penyidik diberikan kewenangan-kewenangan dalam melaksanakan kewajibannya yang diatur dalam pasal 7 KUHAP yaitu: 1 Penyidik sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat 1 huruf a karena kewjibannya mempunyai wewenang “ a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana ; b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian ; c. menyuruh berhenti seorang tersangka atau memeriksa tanda pengenal diri tersangka ; d. melakukan penangkapan,penahanan,penggeledahan,dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; g. memanggil orang untuk didengar atau didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubunganya dengan pemeriksaan perkara; i. mengadakan penghentian penyidikan; j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab. 2 Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1 huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-Undang Yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat 1 huruf a. 3 Dealam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2, penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Secara umum hak seorang Penyidik pegawai Negri Sipil dengan Penyidik Polri itu adalah sama, hanya saja ruang lingkup dan kewenangan masing-masing yang berbeda. Kewenangan Penyidik Pegawai Negri Sipil itu terbatas pada kejahatan tertentu dalam ruang lingkup tugas instansi di tempat pejabat tersebut berada. Ketentuan mengenai penyidikan terhadap kejahatan di bidang kehutanan diatur secara khusus dalam Pasal 77 UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Dimana dalam pasal 77 ayat 1 UU No. 41 Tahun1999 dinyatakan bahwa: Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 “ Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi pengurusan hutan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagai penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana” 7 a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan ,dan hasil hutan; Pasal 77 ayat 1 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ini adalah merupakan penjabaran dari Pasal 6 ayat1 KUHAP. Dalam penjelasan Pasal 77 ayat 1 UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu meliputi Pejabat Pegawai Negri Sipil di tingkat pusat maupun tingkat daerah yag mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pengurusan hutan. Mengenai kewenangan dari PPNS Kehutanan tersebut diatur dalam Pasal 77 ayat 2 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagai bentuk penjabaran dari Pasal 7 ayat 2 KUHAP yang menyatakan bahwa wewenang PPNS diatur dalam Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Pasal 77 ayat 2 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan : Pejabat Penyidik Pegawai Negri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berwenang untuk : b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; c. Memeriksa tanda pengenal seorang yang berada dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; d. Melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutansesuai dengan peraturan perundangn yang berlaku; e. Menerima keterangan dan barang bukti dari orang atau badan huklum sehubungan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan kawasan hutan,dan hasil hutan; 7 Undang-Undang Kehutanan No.41 Tahun 1999, Penerbit Eko Jaya, Jakarta,2004.hal 92 Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 f. Menangkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana; g. Membuat dan menendatangani berita acara; h. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. 8 Sedangkan mengenai kewenangan yang lainnya adalah berbeda. Perbedaan- perbedaan itu ditemukan di dalam melakukan penahanan dan penangkapan. Penyidik Pegawai Negri Sipil tertentu dikatakan sebagai seorang penyidik apabila telah memenuhi syarat yang antara lain harus sehat jasmani dan rohani serta sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I IIb. setelah memenuhi syarat-syarat tersebut maka penyidik tersebut haruslah mempunyai surat pengangkatan dari Mentri Kehakiman atas usul Departemen yang membawahi pejabat tersebut, dengan terlebih dahulu mendengar Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Selain PPNS Kehutanan dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ada juga dikenal Polisi Hutan polhut yang bertugas melakukan perlindungan hutan yang dahuklu dikenal dengan istilah “jagawana”. Mengenai kewenangan Polhut ini diatur dalam Pasal 51 ayat 1 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu disebutkan bahwa : “ Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaanya diberikan wewenang kepolisin khusus”. Kewenangan Polisi Kehutanan polhut ini diatur dalam Pasal 51 ayat 2 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Yaitu: 8 Ibid, hal 92-93 Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 a. mengadakan Patroli perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya b. memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; c. menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; d. mencari keterangan dan baranag bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; e. dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang. f. Membuat laporan dan menendatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. Bila dibandingkan dengan kewenangan penyidik yang dimuat dalam pasal 7 KUHAP, maka PPNS Kehutanan dan Polisi Hutan Polhut tidak mempunyai kewenangan : a. melakukan penangkapan dan penahanan b. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat c. mengambil sidik jari dan memotret seseorang d. mendatangi seorang ahli e. mengadakan tindakan lain yang menurut hukum bertanggungjawab. Mengenai mekanisme tata kerja PPNS Kehutanan diatur juga secara khusus dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu dimuat dalam Pasal 77 ayat 3 : Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 “ Pejabat Pegawai Negri Sipil sebagaimana dimaksud ayat 1 memberitahukan dimulainya penyidikandan menyerahkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana” Bila kita perhatikan rumusan dari pasal 77 ayat 3 ini agak menyimpang dari apa yang diatur dalam pasal 7 ayat 2 KUHAP menngenai mekanisme tat kerja PPNS. Di dalam pasal 7 ayat 2 KUHAP dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya PPNS berada di bawah pengawasan dan koordinasi penyidik Polri namun dalam pasal 77 ayat 3 UU No. 41 Tahun 1999 secara tegas memberikan kewenangan kepada PPNS kehutanan dalam melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus Kehutanan yang langsung diserahkan berkasnya kepada Penuntut Umum untuk proses hukum lebih lanjut, ini berarti dapat dilakukan penyidikan tanpa koordinasi dengan Polri. Tumpang tindihnya kebijakan ini akan membawa dampak negatif yaitu akan muncul arogansi masing-masing penyidik yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang untuk melakukan perlindungan dan penanggulangan tindak pidana di bidang kehutanan. Selain Penyidik Polri dan Penyidik PPNS Kehutanan dan Polisi Hutan Polhut penyidik perwira TNI-AL atas dasar kerjasama dengan departemen kehutanana juga diberikan kewenangan dalam rangka peyidikan terhadap penyeludupan kayu illlegal yang merupakan bagian dari kejahatan illegal logging 9 2 TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING . Kondisi seperti ini tentu memungkinkan sekali terjadi tumpang tindih penyidikan terhadap satu tersangka tindak pidana illegal loggiong masing-masing berjalan sendiri-sendiri dan tidak terintegrasi ke dalam suatu lembaga penyidikan yang terpadu sehingga berpotensi menciptakan konflik antar penyidik tersebut. 9 IGM Nurjana.dkk, Op Cit, hal 11 Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 2.1 Pengertian tindak pidana Pidana berasal dari Bahasa Belanda yaitu straf, yang kadang-kadang disebut dengan istilah hukuman. Walaupun istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari recht. Pidana dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh negara kepada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum sanksi baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah asing terdapat di dalam hukum pidana Belanda WvS yang dikenal dengan istilah “stafbaarfeit”, dimana seperti kita ketahui bahwa WvS Hindia Belanda yangsekarang menjadi KUHP kita adalah merupakan terjemahan dari WvS Belanda. Tetapi tidak ada penjelasan resmi mengenai arti dan isi dari istilah tersebut, baik dalam WvS Belanda maupun dalam WvS Hindia Belanda KUHP. Tindak pidana adalah prilaku yang ada pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya dianggap tidak dapat ditolerir dan harus diperbaiki dengan mendayagunakan sarana-sarana yang disediakan oleh hukum. 10 1. Straf diterjemahkan sebagai pidana atau hukuman Istilah stafbaarfeit ini terdiri dari 3 tiga kata yaitu : 2. Barr diterjemahkan sebagai dapat atau boleh 3. Feit diterjemahkan sebagai perbuatan Jadi istilah Strafbaar feit secara etiomologi dapat diartikan sebagai perbuatan yang dapat dipidana atau dihukum. 10 Jan Remelink, Hukum Pidana Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Undang-Undang Hukum Pidana Belandadan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Penerbit Pt Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2003, hal 61 Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 Istilah lain yang sering dipergunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strsfbaarfeit adalah : a. tindak pidana, yang merupakan istilah resmi dalam perundang-undangan kita yang sering digunakan. Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum. Peristiwa tidak saja menunjuk pada perbuatan manusia, melainkan mencakup pada seluruh kejadian yang tidak saja disebabkan oleh adanya perbuatan manusia semata, tetapi juga oleh alam, seperti matinya seorang karena disambar petir atau tertimbun tanah longsor yang tidak penting dalam hukum pidana, baru menjadi penting dalam hukum pidana,apabila kematian orang itu diakibatkan oleh perbuatan manusia baik aktif maupun pasif. Tindak pidana menunjuk pada hal kelakuan manusia dalam arti positif atau aktif. Perbuatan aktif maksudnya suatu bentuk perbuatn untk mewujudkannya diperlukan atau disyaratkan adanya suatu gerakan atau gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh manusia, misalnya mengambil yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP. b. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin “delictum” juga digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan starfbaarfeit. Delik merupakan perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana 11 c. Pelanggaran Pidana. . 11 Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan dan Satwa, Erlangga,Jakarta,hal 9 Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 d. Perbuatan yang boleh dihukum e. Perbuatn yang dapat dihukum f. Perbuatan Pidana Karena tidak adanya penjelasan yang resmi mengenai arti dan isi dari istilah “straffbaarfeit” tersebut maka beberapa ahli hukum berusaha memberikan pendapat mereka mengenai defenisi dari istilah “straffbaarfeit” tersebut antara lain: Pompe, ia merumuskan bahwa strafbaarfeit itu sebenarnya adalah titindak lain dari pada suatu tindakan yang menurut suatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. 12 Sedangkan R. Tresna merumuskan bahwa peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. 13 1. Harus merupakan suatu perbuatan manusia Dari rumusan defenisi strafbaarfeit tindak pidana yang dikemukakan oleh beberapa ahli hukum maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan strafbaarfeit tindak pidana adalah perbuatan manusia yang dilarang oleh undang-undang ataupun peraturan perundang- undangan lainnya yang berlaku dimana perbuatan tersebut diancam dengan hukuman dan atas perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan oleh pelaku. Jadi suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut, yaitu: 2. Perbuatan tersebut dilarang dan diberi ancaman hukuman baik oleh undang-undang maupun peraturan perundang-undangan lainnya. 12 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 72 13 Ibid Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 3. Perbuatan tersebut dilakukan oleh orang yang dapat dipersalahkan karena melakukan perbuatan tersebut. Simon 14 Dari sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang- undangan yang ada. Dalam KUHP terdapat adanya beberapa unsur dari tindak pidana, yaitu : a. Unsur tingkah laku b. Unsur melawan hukum c. Unsur kesalahan Di samping itu dalam ilmu hukum pidana dikenal beberapa jenis yindak pidana, diantaranya adalah: 1. Menurut dari sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan diatur dalam Buku II KUHP, dimana kejahatan dijatuhkan terhadap tindak pidana yang berat, misalnya pembunuhan. Pelanggaran diatur dalam Buku III KUHP, pelanggaran dijatuhkan terhadap tindak pidana ringan, seperti tidak memakai helm pada waktu berkendaraan di jalan raya. 2. Menurut cara perumusannya, dibedakan antara tindak pidana formil dan tindak pidana materil. Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya, dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang, jadi tindak pidana tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan yang dilarang sebagaimana yang dirumuskan dalam peraturan perundang- undangan pidana. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu perbuatan melarang 14 Satochid K, Hukum Pidana I, Balai Lektur Mahasiswa, hal 65 Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 untuk mengambil milik orang lain. Tindak pidana materil adalah tindak pidana yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang dilarang. Jadi tindak pidana ini baru selesai apabila akibat yang dilarang itu telah terjadi. Misalnya Pasal 338 KUHP, akibat yang dilarang tersebut adalah hilangnya nyawa orang lain. 3. Berdasarkan macam perbuatannya dibedakan, antara tindak pidana komisi dan tindak pidana omisi. Tindak pidana komisi adalah tindak pidana yang terjadi karena suatu perbuatan seseorang. Tindak pidana omisi adalah tindak pidana yang terjadi karena seseorang tidak berbuat sesuatu. Misalnya tidak menghadap sebagai saksi di pengadilan. 4. Berdasarkan bentuk kesalahannya dibedakan antara dolus dan culpa, dolus adalah tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja sedangkan culpa adalah tindak pidana yang dilakukan dengan kelalaian atau karena kealpaan. 5. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, dibedakan antara tindak pidana aduan klachtdelict dan tindak pidana biasa. Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang dilakukan itu baru dapat dilakukan penuntutan, apabila ada pengaduan. Misalnya Pasal 284 KUHP, mengenai tindak pidana perzinahan. Tindak pidana aduan ada dua macam, yaitu tindak pidana aduan mutlak atau absolut dan tindak pidana aduan relatif. Tindak pidana aduan mutlak, yaitu tindak pidana aduan yang setiap kejadian syarat pengaduan itu harus ada. Sedangkan tindak pidana aduan relatif adalah sebaliknya, Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 ialah hanya dalam keadaan tertentu atau jika memenuhi syarat maka tindak pidana itu menjadi aduan. Tindak pidana biasa maksudnya tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana terhadap pembuatnya tidak disyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak. 6. Berdasarkan sumbernya, tindak pidana dibagi dua, yaitu tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP, yaitu yang terdapat dalam Buku II dan Buku III KUHP, sedangkan tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang pengaturannya terdapat di luar KUHP, seperti Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Walupun sudah ada kodifikasi tetapi adanya tindak pidana di luar KUHP adalah suatu keharusan yang tidak dapat dihindari. Karena perbuatan-perbuatan tertentu yang dinilai merugikan masyarakat dan patut diancam dengan pidana itu terus berkembang, sesuai dengan perkembangan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan. 7. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya. Tindak pidana yang terjadi seketika, bahwa untuk terwujudnya atau terjadinya dalam waktu seketika atau dalam waktu singkat. Tindak pidana yang berlangsung lama,. Yakni setelah perbuatan dilakukan. Tindak pidana itu masih berlangsung terus, tindak pidana itu dapat disebut sebagai tindak pidana yang menciptakan keadaan terlarang. Pengertian illegal logging Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 Dalam peraturan Perundang-undangan yang berlakau tidak ada yang secara eksplisiy menyebutkan defenisi dari istilah illegal logging secara tegas. Bahkan di dalam peraturan perundang-undangan yang ada tidak pernah ada di temukan istilah illegal looging, istilah illegal logging ini pernah digunakandalam Inpres RI No. 5 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Illegal illegal logging dan Peredaran Hasil huutan ilegal di kawasan ekosis tem Leuser dan Taman Nasional Tanjung Putting dimana istilah Illegal logging ini disamakan dengan Penebangan Kayu Illegal tetapi dengan berlakunya Inpres No. 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia maka Inpres No. 5 Tahun 2001 tidak berlaku lagi. Dalam Inpres No. 4 tahun 2005 tersebut tidak ada menggunakan istilah “ Penebangan Kayu Secara Illegal” begitu pula halnya sdengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan juga tidak ada menggunakan istilah “illegal logging” Secara terminologi istilah illegal logging yang merupakan bahasa Inggris terdiri dari 2 kata : 1. illegal, yang artinya tidak sah, dilarang arau bertentangan dengan huku m, haram. 2. Log, yang artinya batang kayu, kayu bundar dan gelondongan. Sehingga kata logging berarti menebang kayu dan membawa ke tempat gergajian. 15 Dari pengertian “Illegal logging” tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari illegal logging adalah menebang kayu dan kemudian membawa ke 15 Jhon M Echols, An English-Indonesian Dictionary, Cetakan XXIII, Gramedia, Jakarta,1996, hal 363 Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 tempat gergajian yang bertentangan dengan hukum atau menebang kayu secara tidak sah menurut hukum. Forest Wacth Indonesia FWI dan Global Forest Wacth GFW menggunakan istilah :Pembalakan Illegal” sebagai sinonim dari “illegal logging”. Pembalakan kayu adalah semua praktek atau kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan pemanenan, pengelolaan dan perdagangan kayu yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Sementara menurut Drs. IGM. Nurdjana Illegal logging adalah rangkaian kegiatan dalam bidang kehutanan dalam rangka pemanfatan dan pengelolaan hasil hutan hingga kegiatan ekspor kayu yang tidak mempunyai izin dari pihak yang berwenang sehingga tidak sah atau bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku oleh karena dipandang sebagai suatu perbuatan yang merusak hutan. Sedangkan Riza Suarga megatakan bahwa illegal logging adalah sebuah praktek eksploitasi hasil hutan berupa kyu dari kawasan hutan negara melalui aktifitas penebangan pohon atau pemanfaatan dan peredaran kayu atau olahannya yang berasal dari hasil tebanagn yang tidak sah. 16 Terkait dengan pengrusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang Esensi yang penting dalam praktek Illegal logging ini adalah perusakan hutan yang akan berdampak pada kerugian baik dari aspek ekonomi, ekologi dan sosial budaya. Oleh karena kegiatan itu tidak melalui perencanaan secara komprehensif, maka illegal logging mempunyai potensi merusak hutan yang kemudian berdampak pada pengrusakan lingkungan. 16 Riza Suarga, Pemberantasan Illegal Logging I, Wana Aksara, Jakarta, 2005,hal 7 Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang Pembangunan berkelanjutan. Dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dalam penjelasan Pasal 50 ayat 1 yaitu bahwa “Yang dimaksud dengan kerusakan hutan adalah terjadinya perubahan fisik, sifat fisik atau hayatinya yang menyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya”. Dari pengertian illegal logging di atas maka dapat dilihat bahwa kejahatan illegal logging tersebut bukan hanya sebatas menebang kayu secara illegal tetapi lebih luas lagi. Selain penebangan kayu, mengangkut kayu, pengelolaan kayu penjualan kayu, pembelian kayu yang tidak dilengkapi dengan surat izin dari pihak yag berwenang adalah merupakan bagian dari kejahatn illegal logging.

G. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian Dalam penulisan skripsi ini, metode yang digunakan adlah metode penelitian yuridis empiris sosiologis yang deskriptif. Dalam hal penelitian hukum yang sosiologis menggunakan Peraturan Perundang-undangan yang berhubungan dengan judul skripsi ini yang berjudul “ PERAN PPNS DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING” dan juga melekukan penelitian mengenai kendala-kendala apa saja yang di hadapi PPNS dalam Penanggulangan tindak pidana Illegal logging. 2. Lokasi Penelitian Adapun yang menjadi lokasi penelitian yang akan Penulis laksanakan adlah di Dina Kehutanan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 3. Sumber data Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 Data yang didapat dalam penulisan ini adalah bersumber dari : a. Data Primer, yang merupakan data pokok yang bersumber dari responden yang ada terkait dengan permasalahn dalam penulisan skripsi ini. b. Data Sekunder, data yang diperileh dari bahan baku pennjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap data Primer dan data yang diperoleh dari Peraturan PerUndang-Undangan yang berlaku. Yang berkaitan dengan Permasalahan dalam skripsi ini. 4. Metode Pengumpulan data Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adlah a. Studi Kepustakaan, yaitu dengan membaca dan mempelajari berbagai literatur yang berhubengan dengan judul skripsi ini. b. Wawancara Langsung, melakukan penelitian langsung ke lapangan dalam hal ini Penulis langsung mengadakan penelitian ke Kantor Dinas Kehutanan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan teknik wawancra secara lisan. 5. Analisis Data Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat tanpa menggunakan rumus-rumus statistik sehingga diperoleh gambatan yang jelas dan menyeluruh mengenai Peranan Penyidik PNS dalam menanggulangi tindak pidana Illegal logging. Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009

H. Sistematika Penulisan

Dokumen yang terkait

PERAN PPNS DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING (Studi Di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara).

0 3 29

PERANAN DINAS KEHUTANAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING Peranan Dinas Kehutanan Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri).

0 1 16

SKRIPSI PERANAN DINAS KEHUTANAN DALAM MENANGGULANGI Peranan Dinas Kehutanan Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri).

0 4 13

PENDAHULUAN Peranan Dinas Kehutanan Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri).

0 2 9

KEBIJAKAN PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING KEBIJAKAN PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING (Studi tentang Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).

1 1 11

PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING.

1 4 64

EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM DALAM MENANGGULANGI ILLEGAL LOGGING DI PROVINSI GORONTALO

1 5 70

BAB II LANDASAN TEORI A. Tindak Pidana Illegal Logging Dalam Perspektif Hukum di Indonesia 1. Peraturan Mengenai Tindak Pidana Illegal - PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGRI SIPIL (PPNS) DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISL

0 0 40

PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGRI SIPIL (PPNS) DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi pada Dinas Kehutanan Propinsi Lampung) - Raden Intan Repository

0 0 18

BAB IV ANALISIS DATA A. Peran Penyidik Pegawai Negri Sipil Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Dalam Perspektif Hukum Indonesia. 1. Kendala-kendala - PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGRI SIPIL (PPNS) DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

0 0 8