Penyidikan tindak Pidana Illegal logging

Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 Modus ini banyak dilakukan dalam transaksi perdagangan kayu illegal baik di dalam maupun di luar negri, bahkan terhadap kayu-kayu hasil illegal logging yang nyata- nyata diketahui oleh para pelaku baik penjual maupun pembeli. Ancaman pidana dalam Pasal 480 ini adalah paling lama empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900 sembilan ratus rupiah

B. Penyidikan tindak Pidana Illegal logging

Untuk dimulainya suatu Penyidikan Polisi harus mengetahui terlebih dahulu adanya suatu peristiwa pidana yang terjadi. Pasl 106 KUHAP merumuskan sebagi berikut: “ Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa pidana yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.” Sebelum suatu penyidikan dimulai dengan konskoensi penggunaan upaya paksa, terlebih dahulu perlu ditentukan secara cermat berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penyelidikan bahwa suatu peristiwa yang semula diduga sebagai sutau tindak pidana adalah benar-benar merupakan tindak pidana. 19 19 Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, Penerbit Rineka Cipta 1991,hal 87 Dimulainya penyidikan secara formal prosedural dengan di keluarkannya suatu perintah penyidikan oleh pejabat yang berwenang di instansi penyidik. Bahwa suatu peristiwa pidana telah terjadi dapat diketahui dari 4 kemungkinan yaitu : 1 adanya laporan atau pemberitahuan; 2 pengaduan; 3 tertangkap tangan; 4 media massa. Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 Tiap-tiap orang terhadap siapa suatu tindak pidana dilakukan atau mengetahui hal itu berhak mengajukan pengaduan atau memberitahukan kepada pejabat yang berwenag untuk menindaknya menurut hukum. Pasal 1 butir 25 KUHAP, yang dimaksud dengan pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya Laporan berbeda dengan pengaduan, dimana perbedaan tersebut sebagai berikut: 1. Laporan dilakukan terhadap tindak pidana biasa, sedangkan pengaduan dilakukan terhadap tindak pidana aduan. 2. Untuk melakukan penentutan suatu delik biasa atau tindak pidana biasa, laporan tidak merupakan syarat, artinya walau tidak ada laporan, tetapi diketahui oleh penyidik atau tertangkap basah dapat dilakukan penentutan. 3. Laporan dapat dilakukan atau diajuakn oleh siapa saja atau setiap orang, sedangkan pengaduan hanya dapat diajukan oleh orang yang berhak mengadu yaitu orang yang dirugikan. 4. Penyampaian laporan tidak terikat pada jangka waktu tetentu, sedangkan pengaduan hanya dapat disampaikan dalam jangka waktu tertentu. Menurut Pasal 74 ayat 1 KUHAP ditentukan jangka waktu pengajuan pengaduan yaitu enam bulan setelah yang berkepentingan menegetahui tindak pidana itu apabila pengadu berdiam di Indonesia, sedangkan bagi orang yang berkepentingan Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 yang berdiam di luar Indonesia, jangka waktu pengajuan pengaduan itu adalah sembilan bulan sejak saat diketahuinya tindak pidana itu. 5. laporan yang sudah disampaikan kepada penyelidik atau penyidik tidak dapat dicabut kembali, sedangkan pengaduan yang telah disampaikan kepada penyelidik atau penyidik dapat mencaabut kembali pengaduannya dalam jangka waktu tiga bulan sejak diajukan pengaduan itu. 6. Dalam laporan tidak perlu ditegaskan bahwa pelapor menghendaki agar terhadap pelaku diambil tindakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam delik aduan, dengan adanya pengaduan baru dapat dilakukannya penuntutan terhadap delik tersebutu, karena suatu delik yang merupakan delik aduan hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Tetapi pengaduan dalam delik yang bukan aduan, tidak merupakan syarat untuk dapat dilakukan penuntutan. Bila hal tersebut mengenai delik aduan, maka perlu diperhatiakn antara delik aduan absolut atau delik aduan relatif. Delik aduan absolut adalah peristiwa pidana yang penentutannya hanya dapat dilakukan bila ada pengaduan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Akan tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan dilakukannya penyidikan untuk menjaga jangan sampai hilangnya bukti-bukti jika di kemudian hari ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, misalnya. Sedangkan delik aduan relatif adalah suatu peristiwa pidana yang biasanya bukan merupakan delik aduan, tetapi dalam keadaan tertentu merupakan delik aduan. Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 Dalam ketentuan yang diatur dalam KUHAP maupun dalam peraturan perundang-undangan hukum acara pidana di luar KUHAP tidak terdapat ketentuan yang memberikan wewenang kepada penyidik untuk menolak laporan atau pengaduan dari seseorang atau warga masyarakat tentang terjadinya peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana. Laporan atau pengaduan dapat dilakukan secara lisan maupun secara tulisan oleh setiap orang yang mengalami atau yang menjadi korban tindak pidana atau mengetahuimelihatmenyaksikan terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga sebagai tindak pidana. Maka merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan bahkan dapat dikualifikasikan sebagai tindakan yang brtentangan dengan tugas dan kewajibannya apabila terjadi ada penyidik yang bersikap atau bertindak menolak atau tidak bersedia menerima laporan atau pengaduan dengan berbagai macam alasan, misalnya dengan alasan bahwa materi laporan atau pengaduan itu bukan merupakan tindak pidana atau perkara itu sudah kadaluwarsa atau nebis in idem. Penyidikan terhadap tindak pidana illegal logging, dilakukan oleh pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, selain itu pejabat pegawai negri sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi pengurusan hutan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 77 ayat 1 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Wewenang pejabat Pegawai Negri sipil kehutanan sebagai penyidik diatur dalam Pasal 77 ayat 2 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 yaitu: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; c. memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; d. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; f. menagkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana; g. membuat dan menandatangani berita acara; h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan. Menurut ketentuan hukum acara pidana yang berlaku tugas dan kewajiban penyidik setelah menerima laporan atau pengaduan adalah memberikan “ Surat Tanda Penerimaan LaporanPengaduan” kepada orang yang menyampaikan laporan pengaduan penyidik yang bersangkutan wajib segera menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan. Menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP yang dimaksud dengan tertangkap tangan adalah: “Tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau mebantu melakukan tindak pidana itu” Tertangkap tangan disebut juga dengan tertangkap basah, dan menurut HIR meyebutkan kedapatan tengah berbuat, yaitu bila kejahatan atau tindak pidana kedapatan sedang dilakukan, atau dengan segera kedapatan sesudah dilakukan, atau bila dengan segera kedapatan sesudah itu ada orang diserukan oleh suara ramai sebagi orang yang melakukannya atau bila ada padanya kedapatan barang-barang, Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 senjata-senjata alat perkakas atau surat-surat yang menunjukkan bahwa kejahatan atau pelanggaran itu ia yang melaksanakan atau membantu melakukannya. Penyidik dalam melakukan penyidikan menurut ketentuan KUHAP kadang- kadang diawali dengan tindakan penyelidikan oleh seorang penyelidik, dan dalam hal tertentu dilakukan oleh penyidik pembantu. Namun dalam tahap pertama sebelum penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum penyempurnaan berita acara pada tingkat penyidikan sebagai tahap pemeriksaan pendahuluan. Dalam melakukan penyidikan adakalanya penyidikan ini dihentikan atau tidak dilanjutkan karena suatu alasan. Pasal 102 ayat 2 KUHAP menetapkan alasan- alasan penghentian penyidikan yaitu: 1. Tidak terdapat cukup bukti 2. Peristiwa tersebut ternyata bukan peristiwa pidana 3. Penyidikan dihentikan demi hukum Selanjutnya setelah penyidikan selesai dilakukan maka penyidik dalam hal ini wajib segera menyerahkan berkas-berkas kepada penuntut umum, dalam hal penyidikan dilakukan oleh penyidik PNS maka penyerahan berkas harus melalui Penyidik Polri. Dan penuntut umum juga berhak mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut kurang lengkap, dengan disertai petunjuk-petunjuk untuk dilengkapi. Hal inilah yang dikatakan penyidikan tambahan oleh Polisi dalam KUHAP. Setelah penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum maka menurut Pasal 110 ayat 4 KUHAP bahwa dalam tempo 14 hari setelah penyerahan berkas tersebut, penuntut umum tidak mengembalikan kepada penyidik atau sebelum 14 Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007. USU Repository © 2009 hari penuntut umum telah memberitahukan bahwa hal penyidikan dianggap selesai, maka barulah penyidikan telah selesai. Jadi dapat dikatakan bahwa penyidikan dianggap selesai atau tuntas apabila segala berkas perkara yang diperlukan telah diserahkan kepada penuntut umum oleh penyidik beserta dengan si tersangka dengan tidak mengandung kekurangan- kekurangan lagi untuk selanjutnya diajukan penuntutan di depan sidang pengadilan oleh penuntut umum. Artinya bahwa pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara saja dan jika penyidikan sudah dianggap selesai oleh jaksa, maka penyidik menyerahkan tanggungjawab atas tersangka dan barang- barang bukti kepada jaksa atau penuntut umum. Pasal 8 ayat 3 KUHAP

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana illegal

Dokumen yang terkait

PERAN PPNS DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING (Studi Di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara).

0 3 29

PERANAN DINAS KEHUTANAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING Peranan Dinas Kehutanan Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri).

0 1 16

SKRIPSI PERANAN DINAS KEHUTANAN DALAM MENANGGULANGI Peranan Dinas Kehutanan Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri).

0 4 13

PENDAHULUAN Peranan Dinas Kehutanan Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri).

0 2 9

KEBIJAKAN PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING KEBIJAKAN PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING (Studi tentang Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).

1 1 11

PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING.

1 4 64

EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM DALAM MENANGGULANGI ILLEGAL LOGGING DI PROVINSI GORONTALO

1 5 70

BAB II LANDASAN TEORI A. Tindak Pidana Illegal Logging Dalam Perspektif Hukum di Indonesia 1. Peraturan Mengenai Tindak Pidana Illegal - PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGRI SIPIL (PPNS) DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISL

0 0 40

PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGRI SIPIL (PPNS) DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi pada Dinas Kehutanan Propinsi Lampung) - Raden Intan Repository

0 0 18

BAB IV ANALISIS DATA A. Peran Penyidik Pegawai Negri Sipil Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Dalam Perspektif Hukum Indonesia. 1. Kendala-kendala - PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGRI SIPIL (PPNS) DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

0 0 8