Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
antara satu dengan yang lain. Proses Penyelidikan yang baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku akan memperlancar proses Penyidikan terhadap
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Di samping pejabat Penyidik sebagaimana dimaksud Pasal 6 KUHAP, dalam
Pasal 10 KUHAP ditentukan pula tentang pejabat Penyidik pembantu. Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983, ditentukan
penyidik pembantu adalah : 1
Penyidik Pembantu adalah: a.
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi. Serda.
b. Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu dalam Lingkungan Kepolisian Negara
Republik Indonesia atas usul Komandan atau Pimpinan Kesatuan Masing- masing.
c. Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat
dilimpahkan kepada Pejabat Kepolisian Negara Reublik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
5
Dengan demikian istilah “Kepolisian Sebagai Penyidik Tunggal” tidaklah tepat dan idak lebih tepat lagi bila istilah tersebut dihubungkan dengan ketentuan Pasal 17
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 yang menyatakan : “ Penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 284 ayat
2 KUHAP dilaksanakan oleh penyidik yang berwenang lainnya”
6
1.2 kewenanagan penyidikan
Dari pengertian penyidikan yang tercantum dalam pasal 1 angka 2 KUHAP: “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya” Dari rumusan pengertian penyidikan di atas maka tugas utama penyidik adalah :
5
M. Yahya Harahap, Op.Cit,hal.98
6
Ibid, hal.102
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
a. Mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti-bukti tersebut
membuat terang tindak pidana yang terjadi. b.
Menemukan tersangka Demi tercapainya tugas utama penyidik diberikan kewenangan-kewenangan dalam
melaksanakan kewajibannya yang diatur dalam pasal 7 KUHAP yaitu:
1 Penyidik sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat 1 huruf a karena kewjibannya
mempunyai wewenang “ a.
menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana ;
b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian ;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka atau memeriksa tanda pengenal
diri tersangka ; d.
melakukan penangkapan,penahanan,penggeledahan,dan penyitaan; e.
melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f.
mengambil sidik jari dan memotret seseorang; g.
memanggil orang untuk didengar atau didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubunganya dengan
pemeriksaan perkara; i.
mengadakan penghentian penyidikan; j.
mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab. 2
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1 huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-Undang Yang menjadi dasar hukumnya
masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat 1 huruf a.
3 Dealam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat
2, penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Secara umum hak seorang Penyidik pegawai Negri Sipil dengan Penyidik Polri itu adalah sama, hanya saja ruang lingkup dan kewenangan masing-masing yang
berbeda. Kewenangan Penyidik Pegawai Negri Sipil itu terbatas pada kejahatan tertentu dalam ruang lingkup tugas instansi di tempat pejabat tersebut berada.
Ketentuan mengenai penyidikan terhadap kejahatan di bidang kehutanan diatur secara khusus dalam Pasal 77 UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Dimana dalam pasal 77 ayat 1 UU No. 41 Tahun1999 dinyatakan bahwa:
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
“ Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi pengurusan
hutan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagai penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”
7
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
yang berkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan ,dan hasil hutan;
Pasal 77 ayat 1 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ini adalah merupakan
penjabaran dari Pasal 6 ayat1 KUHAP. Dalam penjelasan Pasal 77 ayat 1 UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
Pejabat Pegawai Negri Sipil tertentu meliputi Pejabat Pegawai Negri Sipil di tingkat pusat maupun tingkat daerah yag mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam
pengurusan hutan. Mengenai kewenangan dari PPNS Kehutanan tersebut diatur dalam Pasal 77
ayat 2 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagai bentuk penjabaran dari Pasal 7 ayat 2 KUHAP yang menyatakan bahwa wewenang PPNS diatur dalam
Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Pasal 77 ayat 2 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan :
Pejabat Penyidik Pegawai Negri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berwenang untuk :
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
c. Memeriksa tanda pengenal seorang yang berada dalam kawasan
hutan atau wilayah hukumnya; d.
Melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil
hutansesuai dengan peraturan perundangn yang berlaku;
e. Menerima keterangan dan barang bukti dari orang atau badan
huklum sehubungan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan kawasan hutan,dan hasil hutan;
7
Undang-Undang Kehutanan No.41 Tahun 1999, Penerbit Eko Jaya, Jakarta,2004.hal 92
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
f. Menangkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan
penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
g. Membuat dan menendatangani berita acara;
h. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti
tentang adanya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.
8
Sedangkan mengenai kewenangan yang lainnya adalah berbeda. Perbedaan- perbedaan itu ditemukan di dalam melakukan penahanan dan penangkapan.
Penyidik Pegawai Negri Sipil tertentu dikatakan sebagai seorang penyidik apabila telah memenuhi syarat yang antara lain harus sehat jasmani dan rohani serta
sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I IIb. setelah memenuhi syarat-syarat tersebut maka penyidik tersebut haruslah mempunyai surat
pengangkatan dari Mentri Kehakiman atas usul Departemen yang membawahi pejabat tersebut, dengan terlebih dahulu mendengar Jaksa Agung dan Kepala
Kepolisian Republik Indonesia. Selain PPNS Kehutanan dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
ada juga dikenal Polisi Hutan polhut yang bertugas melakukan perlindungan hutan yang dahuklu dikenal dengan istilah “jagawana”. Mengenai kewenangan Polhut ini
diatur dalam Pasal 51 ayat 1 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu disebutkan bahwa :
“ Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaanya diberikan wewenang
kepolisin khusus”. Kewenangan Polisi Kehutanan polhut ini diatur dalam Pasal 51 ayat 2 UU
No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Yaitu:
8
Ibid, hal 92-93
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
a. mengadakan Patroli perondaan di dalam kawasan hutan atau
wilayah hukumnya b.
memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah
hukumnya; c.
menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan;
d. mencari keterangan dan baranag bukti terjadinya tindak pidana
yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; e.
dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang.
f. Membuat laporan dan menendatangani laporan tentang
terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.
Bila dibandingkan dengan kewenangan penyidik yang dimuat dalam pasal 7 KUHAP, maka PPNS Kehutanan dan Polisi Hutan Polhut tidak mempunyai
kewenangan : a.
melakukan penangkapan dan penahanan b.
melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat c.
mengambil sidik jari dan memotret seseorang d.
mendatangi seorang ahli e.
mengadakan tindakan lain yang menurut hukum bertanggungjawab. Mengenai mekanisme tata kerja PPNS Kehutanan diatur juga secara khusus dalam
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu dimuat dalam Pasal 77 ayat 3 :
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
“ Pejabat Pegawai Negri Sipil sebagaimana dimaksud ayat 1 memberitahukan dimulainya penyidikandan menyerahkan hasil penyidikannya kepada Penuntut
Umum, sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana” Bila kita perhatikan rumusan dari pasal 77 ayat 3 ini agak menyimpang dari apa
yang diatur dalam pasal 7 ayat 2 KUHAP menngenai mekanisme tat kerja PPNS. Di dalam pasal 7 ayat 2 KUHAP dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya
PPNS berada di bawah pengawasan dan koordinasi penyidik Polri namun dalam pasal 77 ayat 3 UU No. 41 Tahun 1999 secara tegas memberikan kewenangan
kepada PPNS kehutanan dalam melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus Kehutanan yang langsung diserahkan berkasnya kepada Penuntut Umum untuk
proses hukum lebih lanjut, ini berarti dapat dilakukan penyidikan tanpa koordinasi dengan Polri. Tumpang tindihnya kebijakan ini akan membawa dampak negatif
yaitu akan muncul arogansi masing-masing penyidik yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang untuk melakukan perlindungan dan penanggulangan tindak pidana
di bidang kehutanan. Selain Penyidik Polri dan Penyidik PPNS Kehutanan dan Polisi Hutan
Polhut penyidik perwira TNI-AL atas dasar kerjasama dengan departemen kehutanana juga diberikan kewenangan dalam rangka peyidikan terhadap
penyeludupan kayu illlegal yang merupakan bagian dari kejahatan illegal logging
9
2 TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING
. Kondisi seperti ini tentu memungkinkan sekali terjadi tumpang tindih penyidikan
terhadap satu tersangka tindak pidana illegal loggiong masing-masing berjalan sendiri-sendiri dan tidak terintegrasi ke dalam suatu lembaga penyidikan yang
terpadu sehingga berpotensi menciptakan konflik antar penyidik tersebut.
9
IGM Nurjana.dkk, Op Cit, hal 11
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
2.1 Pengertian tindak pidana Pidana berasal dari Bahasa Belanda yaitu straf, yang kadang-kadang disebut
dengan istilah hukuman. Walaupun istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari recht.
Pidana dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh negara kepada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum
sanksi baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah asing terdapat di dalam hukum
pidana Belanda WvS yang dikenal dengan istilah “stafbaarfeit”, dimana seperti kita ketahui bahwa WvS Hindia Belanda yangsekarang menjadi KUHP kita adalah
merupakan terjemahan dari WvS Belanda. Tetapi tidak ada penjelasan resmi mengenai arti dan isi dari istilah tersebut, baik dalam WvS Belanda maupun dalam
WvS Hindia Belanda KUHP. Tindak pidana adalah prilaku yang ada pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya dianggap tidak dapat ditolerir dan harus
diperbaiki dengan mendayagunakan sarana-sarana yang disediakan oleh hukum.
10
1. Straf diterjemahkan sebagai pidana atau hukuman
Istilah stafbaarfeit ini terdiri dari 3 tiga kata yaitu :
2. Barr diterjemahkan sebagai dapat atau boleh
3. Feit diterjemahkan sebagai perbuatan
Jadi istilah Strafbaar feit secara etiomologi dapat diartikan sebagai perbuatan yang dapat dipidana atau dihukum.
10
Jan Remelink, Hukum Pidana Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Undang-Undang Hukum Pidana Belandadan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Penerbit Pt
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2003, hal 61
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
Istilah lain yang sering dipergunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strsfbaarfeit
adalah : a.
tindak pidana, yang merupakan istilah resmi dalam perundang-undangan kita yang sering digunakan.
Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum. Peristiwa tidak saja menunjuk pada perbuatan manusia, melainkan mencakup pada
seluruh kejadian yang tidak saja disebabkan oleh adanya perbuatan manusia semata, tetapi juga oleh alam, seperti matinya seorang karena
disambar petir atau tertimbun tanah longsor yang tidak penting dalam hukum pidana, baru menjadi penting dalam hukum pidana,apabila
kematian orang itu diakibatkan oleh perbuatan manusia baik aktif maupun pasif. Tindak pidana menunjuk pada hal kelakuan manusia
dalam arti positif atau aktif. Perbuatan aktif maksudnya suatu bentuk perbuatn untk mewujudkannya diperlukan atau disyaratkan adanya suatu
gerakan atau gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh manusia, misalnya mengambil yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP.
b. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin “delictum” juga
digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan starfbaarfeit.
Delik merupakan perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana
11
c. Pelanggaran Pidana.
.
11
Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan dan Satwa, Erlangga,Jakarta,hal 9
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
d. Perbuatan yang boleh dihukum
e. Perbuatn yang dapat dihukum
f. Perbuatan Pidana
Karena tidak adanya penjelasan yang resmi mengenai arti dan isi dari istilah “straffbaarfeit” tersebut maka beberapa ahli hukum berusaha memberikan
pendapat mereka mengenai defenisi dari istilah “straffbaarfeit” tersebut antara lain:
Pompe, ia merumuskan bahwa strafbaarfeit itu sebenarnya adalah titindak lain dari
pada suatu tindakan yang menurut suatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.
12
Sedangkan R. Tresna merumuskan bahwa
peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya,
terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.
13
1. Harus merupakan suatu perbuatan manusia
Dari rumusan defenisi strafbaarfeit tindak pidana yang dikemukakan oleh beberapa ahli hukum maka
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan strafbaarfeit tindak pidana adalah perbuatan manusia yang dilarang oleh undang-undang ataupun peraturan perundang-
undangan lainnya yang berlaku dimana perbuatan tersebut diancam dengan hukuman dan atas perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan oleh pelaku.
Jadi suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut, yaitu:
2. Perbuatan tersebut dilarang dan diberi ancaman hukuman baik oleh
undang-undang maupun peraturan perundang-undangan lainnya.
12
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 72
13
Ibid
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
3. Perbuatan tersebut dilakukan oleh orang yang dapat dipersalahkan
karena melakukan perbuatan tersebut. Simon
14
Dari sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-
undangan yang ada. Dalam KUHP terdapat adanya beberapa unsur dari tindak pidana, yaitu :
a. Unsur tingkah laku
b. Unsur melawan hukum
c. Unsur kesalahan
Di samping itu dalam ilmu hukum pidana dikenal beberapa jenis yindak pidana, diantaranya adalah:
1. Menurut dari sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan dan pelanggaran.
Kejahatan diatur dalam Buku II KUHP, dimana kejahatan dijatuhkan terhadap tindak pidana yang berat, misalnya pembunuhan. Pelanggaran
diatur dalam Buku III KUHP, pelanggaran dijatuhkan terhadap tindak pidana ringan, seperti tidak memakai helm pada waktu berkendaraan di
jalan raya. 2.
Menurut cara perumusannya, dibedakan antara tindak pidana formil dan tindak pidana materil. Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang
perumusannya, dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang, jadi tindak pidana tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan yang
dilarang sebagaimana yang dirumuskan dalam peraturan perundang- undangan pidana. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu perbuatan melarang
14
Satochid K, Hukum Pidana I, Balai Lektur Mahasiswa, hal 65
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
untuk mengambil milik orang lain. Tindak pidana materil adalah tindak pidana yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang dilarang.
Jadi tindak pidana ini baru selesai apabila akibat yang dilarang itu telah terjadi. Misalnya Pasal 338 KUHP, akibat yang dilarang tersebut adalah
hilangnya nyawa orang lain. 3.
Berdasarkan macam perbuatannya dibedakan, antara tindak pidana komisi dan tindak pidana omisi. Tindak pidana komisi adalah tindak
pidana yang terjadi karena suatu perbuatan seseorang. Tindak pidana omisi adalah tindak pidana yang terjadi karena seseorang tidak berbuat
sesuatu. Misalnya tidak menghadap sebagai saksi di pengadilan. 4.
Berdasarkan bentuk kesalahannya dibedakan antara dolus dan culpa, dolus adalah tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja sedangkan
culpa adalah tindak pidana yang dilakukan dengan kelalaian atau karena kealpaan.
5. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, dibedakan
antara tindak pidana aduan klachtdelict dan tindak pidana biasa. Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang dilakukan itu baru dapat
dilakukan penuntutan, apabila ada pengaduan. Misalnya Pasal 284 KUHP, mengenai tindak pidana perzinahan.
Tindak pidana aduan ada dua macam, yaitu tindak pidana aduan mutlak atau absolut dan tindak pidana aduan relatif. Tindak pidana aduan
mutlak, yaitu tindak pidana aduan yang setiap kejadian syarat pengaduan itu harus ada. Sedangkan tindak pidana aduan relatif adalah sebaliknya,
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
ialah hanya dalam keadaan tertentu atau jika memenuhi syarat maka tindak pidana itu menjadi aduan.
Tindak pidana biasa maksudnya tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana terhadap pembuatnya tidak disyaratkan adanya
pengaduan dari yang berhak. 6.
Berdasarkan sumbernya, tindak pidana dibagi dua, yaitu tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana umum adalah semua
tindak pidana yang dimuat dalam KUHP, yaitu yang terdapat dalam Buku II dan Buku III KUHP, sedangkan tindak pidana khusus adalah
semua tindak pidana yang pengaturannya terdapat di luar KUHP, seperti Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Walupun sudah
ada kodifikasi tetapi adanya tindak pidana di luar KUHP adalah suatu keharusan yang tidak dapat dihindari. Karena perbuatan-perbuatan
tertentu yang dinilai merugikan masyarakat dan patut diancam dengan pidana itu terus berkembang, sesuai dengan perkembangan teknologi dan
kemajuan ilmu pengetahuan. 7.
Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya. Tindak pidana yang terjadi seketika, bahwa untuk terwujudnya atau terjadinya dalam waktu
seketika atau dalam waktu singkat. Tindak pidana yang berlangsung lama,. Yakni setelah perbuatan dilakukan. Tindak pidana itu masih
berlangsung terus, tindak pidana itu dapat disebut sebagai tindak pidana yang menciptakan keadaan terlarang.
Pengertian illegal logging
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
Dalam peraturan Perundang-undangan yang berlakau tidak ada yang secara eksplisiy menyebutkan defenisi dari istilah illegal logging secara tegas. Bahkan di dalam
peraturan perundang-undangan yang ada tidak pernah ada di temukan istilah illegal looging, istilah illegal logging ini pernah digunakandalam Inpres RI No. 5 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Illegal illegal logging dan Peredaran Hasil huutan ilegal di kawasan ekosis tem Leuser dan Taman Nasional
Tanjung Putting dimana istilah Illegal logging ini disamakan dengan Penebangan Kayu Illegal tetapi dengan berlakunya Inpres No. 4 Tahun 2005 tentang
Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia maka Inpres No. 5 Tahun 2001 tidak berlaku
lagi. Dalam Inpres No. 4 tahun 2005 tersebut tidak ada menggunakan istilah “ Penebangan Kayu Secara Illegal” begitu pula halnya sdengan UU No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan juga tidak ada menggunakan istilah “illegal logging” Secara terminologi istilah illegal logging yang merupakan bahasa Inggris terdiri
dari 2 kata : 1.
illegal, yang artinya tidak sah, dilarang arau bertentangan dengan huku m, haram.
2. Log, yang artinya batang kayu, kayu bundar dan gelondongan.
Sehingga kata logging berarti menebang kayu dan membawa ke tempat gergajian.
15
Dari pengertian “Illegal logging” tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari illegal logging adalah menebang kayu dan kemudian membawa ke
15
Jhon M Echols, An English-Indonesian Dictionary, Cetakan XXIII, Gramedia, Jakarta,1996, hal 363
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
tempat gergajian yang bertentangan dengan hukum atau menebang kayu secara tidak sah menurut hukum.
Forest Wacth Indonesia FWI dan Global Forest Wacth GFW menggunakan istilah :Pembalakan Illegal” sebagai sinonim dari “illegal logging”. Pembalakan
kayu adalah semua praktek atau kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan pemanenan, pengelolaan dan perdagangan kayu yang tidak sesuai dengan hukum
yang berlaku di Indonesia. Sementara menurut Drs. IGM. Nurdjana Illegal logging adalah rangkaian kegiatan dalam bidang kehutanan dalam rangka pemanfatan dan
pengelolaan hasil hutan hingga kegiatan ekspor kayu yang tidak mempunyai izin dari pihak yang berwenang sehingga tidak sah atau bertentangan dengan aturan
hukum yang berlaku oleh karena dipandang sebagai suatu perbuatan yang merusak hutan. Sedangkan Riza Suarga megatakan bahwa illegal logging adalah sebuah
praktek eksploitasi hasil hutan berupa kyu dari kawasan hutan negara melalui aktifitas penebangan pohon atau pemanfaatan dan peredaran kayu atau olahannya
yang berasal dari hasil tebanagn yang tidak sah.
16
Terkait dengan pengrusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang
Esensi yang penting dalam praktek Illegal logging ini adalah perusakan hutan yang akan berdampak pada kerugian baik dari aspek ekonomi, ekologi dan sosial
budaya. Oleh karena kegiatan itu tidak melalui perencanaan secara komprehensif, maka illegal logging mempunyai potensi merusak hutan yang kemudian berdampak
pada pengrusakan lingkungan.
16
Riza Suarga, Pemberantasan Illegal Logging I, Wana Aksara, Jakarta, 2005,hal 7
Obrika Simbolon : Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Studi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2007.
USU Repository © 2009
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang Pembangunan berkelanjutan.
Dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dalam penjelasan Pasal 50 ayat 1 yaitu bahwa “Yang dimaksud dengan kerusakan hutan adalah terjadinya
perubahan fisik, sifat fisik atau hayatinya yang menyebabkan hutan tersebut
terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya”.
Dari pengertian illegal logging di atas maka dapat dilihat bahwa kejahatan illegal logging tersebut bukan hanya sebatas menebang kayu secara illegal tetapi
lebih luas lagi. Selain penebangan kayu, mengangkut kayu, pengelolaan kayu penjualan kayu, pembelian kayu yang tidak dilengkapi dengan surat izin dari pihak
yag berwenang adalah merupakan bagian dari kejahatn illegal logging.
G. Metode Penelitian