pasal tersebut sudah jelas menentukan bahwa klaim asuransi yang diterima akan menjadi pengganti Objek Jaminan Fidusia.
Selain itu, Pasal 25 ayat 3 menyatakan ketentuan sebagai berikut, “Penerima Fidusia memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai
hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimanad dimaksud dalam ayat 1 dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak atau musnahnya
Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tersebut.” Ada prosedur tertentu yang harus ditempuh manakala suatu Jaminan Fidusia
hapus, yaitu harus dilakukan pencoretan pencatatan Jaminan Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia. Selanjutnya Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat
keterangan yang menyatakan bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam hal ini, pencatatan jaminan fidusia tersebut
dicoret dari buku daftar fidusia yang ada di Kantor Pendaftaran Fidusia.
58
F. Eksekusi Objek Jaminan Fidusia
Salah satu ciri Jaminan Fidusia yang kuat itu mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitur pemberi fidusia cedera janji. Walaupun
secara umum ketentuan mengenai eksekusi telah diatur dalam hukum acara perdata yang berlaku, namun dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan
58
Ibid, hlm. 50-51.
Universitas Sumatera Utara
tentang eksekusi dalam Undang-Undang Fidusia, yaitu yang mengatur mengenai lembaga parate eksekusi.
59
UUJF mengatur mengenai pelaksanaan eksekusi benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam Pasal 29 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut :
Apabila debitur atau Pemberi Fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:
a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal15 ayat
2 oleh Penerima Fidusia; b.
penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 29 ayat 1 UUJF, maka dapat diketahui eksekusi atas benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dibagi atas tiga cara,
yaitu : 1.
Eksekusi Berdasarkan Grosse atau Titel Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia
Seperti diketahui sebelumnya bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia memiliki ciri istimewa yaitu mengandung irah-irah “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang artinya mempunyai kekuatan eksekutorial sama seperti putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
59
Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 229.
Universitas Sumatera Utara
Pencantuman irah-irah sebagai yang dimungkinkan oleh undnag-undang membawa konsekuensi, bahwa pemegang akta grosse berkedudukan
seperti orang yang sudah memegang keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap. Yang perlu diingat adalah, bahwa akta
grosse tidak “sama” dengan suatu keputusan pengadilan, tetapi mempunyai kekuatan sebagai suatu keputusan pengadilan.
60
Jadi, untuk melakukan eksekusi melalui grosse atau titel eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia, harus terlebih dahulu mengikuti pelaksanaan
suatu putusan pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 200 HIR berdasarkan fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan.
2. Eksekusi Berdasarkan Parate Eksekusi Melalui Pelelangan Umum
Ketentuan dalam Pasal 15 ayat 3 UUJF menentukan apabila debitur melakukan wanprestasi, maka kreditur berhak untuk menjual benda yang
menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri. Ini adalah wujud dari ciri Jaminan Fidusia yang memberikan kemudahan dalam
pelaksanaan eksekusinya. Oleh karena itu UUJF telah mengatur eksekusi berdasarkan parate eksekusi melalui pelelangan umum.
Adanya ketentuan dalam Pasal 29 ayat 1 sub b UUJF, menghapuskan keragu-raguan sebelumnya seolah-olah setiap eksekusi lewat kantor
60
Vide surat M.A. kepada Direksi Bank Indonesia No. KMA237IX1988 tertanggal 3 SePT.ember 1088 sebagai dimuat dalam makalah Retnowulan Sutantio “Surat Hutang Notariil dan
Kuasa untuk Menjual”, dimuat dalam Media Notariat No. 12-No. 13, Tahun IV, Oktober 1989.
Universitas Sumatera Utara
pelelangan umum, haruslah dengan suatu penetapan pengadilan. Padahal anggapan ini tidak benar sama sekali.
61
3. Eksekusi Berdasarkan Kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia
Melalui Penjualan di Bawah Tangan Eksekusi melalui penjualan di bawah tangan ini dapat dilakukan,
sepanjang terdapat kesepakatan antara pemberi dan penerima fidusia. Oleh karena itu eksekusi dengan cara ini tidak membutuhkan suatu putusan
pengadilan ataupun melalui pelelangan umum. Adapun persyaratan untuk melakukan eksekusi melalui penjualan di
bawah tangan yang diatur dalam Pasal 29 ayat 1 huruf c dan Pasal 29 ayat 2 UUJF meliputi:
62
1. dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Pemberi dan Penerima
Fidusia; 2.
dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak; 3.
diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi danatau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan;
4. diumukan sedikitnya dalam 2 dua surat kabar yang beredar di
daerah yang bersangkutan; dan 5.
pelaksanaan penjualan di bawah tangan tersebut, dilakukan setelah lewat waktu 1 satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis
61
Munir Fuady, Op.cit, hlm. 60.
62
Rachmadi usman,Op.cit., hlm. 237.
Universitas Sumatera Utara
BAB III TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN