27
4. Wirausaha dalam Perspektif Islam
16
Mengenai masalah wirausaha, Islampun memandangnya sebagai konsep yang memang ada, dengan pendekatan substansinya berdasarkan ayat-ayat Allah.
Hal ini bisa dilihat pada suran an Nahl: 71.
Artinya: Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan rezkinya itu tidak mau
memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama merasakan rezki itu. Maka mengapa mereka
mengingkari nikmat Allah ?. QS. an Nahl: 71
Ayat di atas dapat dijadikan sebagai salah satu dasar untuk membangun konsep pemberdayaan wirausaha. Dalam pandangan ayat tersebut, orang kaya
atau orang miskin adalah sesuatu yang lumrah dan sejak dulu sudah menjadi kenyataan. Yang tidak lumrah adalah kesenjangan yang tajam antara si kaya dan
si miskin. Ini terjadi karena, orang kaya cenderung menahan kekayaan itu untuk keperluan sendiri. Seolah-seolah kekayaan itu datang dengan sendirinya dan
kesengsaraan juga sudah merupakan takdir dari langit. Padahal, kaya atau miskin bukan semata-semata menyangkut aspek spiritual, melainkan juga aspek
struktural. Islam memandang konsep wirausaha adalah bangunan usaha dalam
16
Lili Bariadi, Muhammad Zen, dan M. Hudri, Zakat dan Wirausaha, h.52-53.
28
aspek ekonomi yang menekankan daya upaya untuk mensejahterakan rakyat yang memiliki penghasilan berskala kecil dan menengah.
Untuk membangun tatanan wirausaha, Islam menawarkan dua asas. Pertama Tasyri landasan struktural, yaitu kebijakan ekonomi yang menjamin
terpenuhnya syarat-syarat minimal untuk tumbuh dan berkembang di tengah- tengah persaingan global adalah tidak wajar, kalau wirausaha dibiarkan bergelut
dan melawan usaha besar. Juga tidak adil kalau membiarkan usaha besar terjun bebas di sektor-sektor ekonomi kelas wirausaha. Artinya tasyri meniscayakan
campur tangan Negara, pada tingkat tertentu, agar persaingan berlangsung sehat. Kedua Taujih landasan kultural, yaitu ajaran kemuliaan, keluhuran, dan
kesalehan social untuk mensyukuri segala nikmat yang diberikan Allah. Dalam asas tasyri yang meniscayakan campur tangan Negara pada tingkat
tertentu, yaitu bahwa negara dalam Islam tidak boleh campur tangan dalam masalah ekonomi dengan memaksakan atau menghukum mereka bila
melanggarnya menyimpang. Imam Asy-Syaukani 1172-1250 H1759-1834 M menganjurkan pemerintah untuk memperhatikan ekonomi rakyat, wirausaha,
yaitu: “Instruksi pihak penguasa kepada para pedagang agar mereka tidak
menjual barang dagangannya, kecuali sesuai dengan ketentuan harga yang telah ditetapkan pemerintah dengan tujuan kemaslahatan bersama.
Sesuai dengan kandungan definisi tersebut, maka dalam sistem ekonomi Islam, adanya kesempatan seluas-luasnya pada mekanisme pasar, tapi tetap
memberikan peran pada pemerintah, kekuatan sosial, dan hukum, untuk
29
melakukan intervensi dan koreksi demi menjamin agar pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati oleh masyarakat banyak, juga menjamin kekuatan ekonomi tidak
terkonsentrasi pada sekolompok kecil pengusaha bemodal dan memberdayakan pengusaha bemodal kecil dan sedang, serta memberikan kesejahteraan lahir
bathin secara hakiki.
B. Konsep Kartu Kredit Syariah