Akta di bawah tangan Surat bukan akta

Kekuatan bukti yang sempurna yang bersifat akta party itu hanya berlaku antara kedua belah pihak atau ahli warisnya dan orang mendapat hak dari mereka. Terhadap pihak ketiga, akta otentik berkekuatan hanya sebagai bukti bebas, artinya penilainnya diserahkan kepada pertimbangan Hakim.

2. Akta di bawah tangan

Menurut Sudikno Mertokusumo, menyebutkan bahwa ” akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara pihak yang berkepentingan.” 39 Alat bukti di bawah tangan berbeda dengan akta otentik, yaitu bahwa akta di bawah tangan tidak dibuat dihadapan pegawai umum, berisi catatan dari suatu perbuatan hukum misalnya : kwitansi, faktur, surat-surat perjanjian tanpa dibubuhi materai. Dari ketentuan Pasal 1878 Kitab Undang-undang Hukum Perdata terdapat kekhususan akta dibawah tangan yaitu akta harus seluruhnya ditulis dengan tangan si penanda tangan sendiri. Ketentuan-ketentuan khusus tersebut dalam akta di bawah tangan yaitu mengenai hutang sepihak, untuk membayar sejumlah uang tunai atau menyerahkan suatu benda, dan lain sebagainya. Akta di bawah tangan hanya dapat diterima sebagai permulaan bukti tertulis Pasal 1871 Kitab undang-undang Hukum Perdata, namun menurut pasal tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan bukti tulisan itu. Di dalam Pasal 1902 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dikemukakan syarat-syarat bilamana terdapat permulaan bukti tertulis yaitu : 39 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hlm 125 Imelda : Analisis Yuridis Kekuatan Pembuktian Akta Perjanjian Musyarakah Yang Dibuat Notaris Studi Bank Sumut Syariah Medan, 2009 a. Harus ada akta b. Akta itu harus dibuat oleh orang terhadap siapa dilakukan tuntutan atau dari orang yang diwakilinya. c. akta itu harus memungkinkan kebenaran peristiwa yang bersangkutan. Jadi suatu akta di bawah tangan untuk dapat menjadi bukti yang sempurna dan lengkap dari permulaan bukti tertulis itu masih harus dilengkapi dengan alat- alat bukti lainnya.

3. Surat bukan akta

Untuk kekuatan pembuktian dari surat yang bukan akta di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak ditentukan secara tegas, walaupun surat-surat yang bukan akta ini disengaja dibuat oleh yang bersangkutan, tetapi pada asasnya tidak dimaksudkan sebagai alat pembuktian dikemudian hari. Oleh karena itu surat-surat yang demikian itu dapat dianggap sebagai petunjuk kearah pembuktian artinya surat-surat itu dapat dianggap sebagai alat bukti tambahan ataupun dapat pula dikesampingkan dan bahkan sama sekali tidak dapat di percaya. Jadi dengan demikian surat bukan akta untuk dapat mempunyai kekuatan pembuktian sepenuhnya bergantung pada penilaian Hakim sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1881 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa : ”Apabila surat-suratnya itu dengan tegas menyebutkan bahwa catatan yang telah dibuat adalah untuk memprbaiki suatu kekurangan didalam suatu alas hak bagi seseorang untuk keuntungan siapa surat itu menyebutkan suatu perikatan. Dalam segala hal lainnya, Hakim akan mempertimbangkan sebagaimana dianggap perlu.” Imelda : Analisis Yuridis Kekuatan Pembuktian Akta Perjanjian Musyarakah Yang Dibuat Notaris Studi Bank Sumut Syariah Medan, 2009

4. Salinan