Analisis Data Analisis Yuridis Kekuatan Pembuktian Akta Perjanjian Musyarakah Yang Dibuat Notaris Studi Bank Sumut Syariah Medan

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah 1. Studi dokumen yaitu dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori, buku-buku, hasil penelitian, buletin-buletin dan dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. 2. Daftar pertanyaan wawancara yang digunakan untuk responden dengan menggunakan sistem terbuka dan tertutup dan data yang berasal dari narasumber informan.

5. Analisis Data

Setelah semua data primer dan sekunder diperoleh, maka dilakukan pemeriksaan dan evaluasi untuk mengetahui validitasnya, kemudian data itu dikelompokkan atas data yang sejenis. Terhadap data yang sifatnya kualitatif dengan menggunakan metode induktif dan deduktif. Metode induktif maksudnya menarik diri generalisasi-generalisasi yang berkembang dalam praktek perjanjian pembiayaan musyarakah. Metode deduktif maksudnya melihat peraturan-peraturan yang berlaku secara deduksi walaupun tidak pasti mutlak, namun dijadikan dasar hukum dalam pembiayaan musyarakah. Dengan adanya metode induktif dan deduktif ini, maka diperoleh persesuaian tentang bagaimana sebenarnya perjanjian pembiayaan musyarakah menurut hukum yang terjadi di perbankan syariah. Dari hasil pembahasan dan analisis ini diperoleh kesimpulan yang memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. Imelda : Analisis Yuridis Kekuatan Pembuktian Akta Perjanjian Musyarakah Yang Dibuat Notaris Studi Bank Sumut Syariah Medan, 2009

BAB II KEKUATAN PEMBUKTIAN PERJANJIAN MUSYARAKAH YANG DIBUAT

NOTARIS

A. Pengertian Alat Bukti dan Pembuktian

Pengertian dari alat bukti, tanda bukti, membuktikan, dan pembuktian menurut W.J.S Poerwadarminta adalah sebagai berikut : 29 1. Bukti adalah sesuatu hal peristiwa atau sebagainya yang cukup untuk memperlihatkan kebenaran sesuatu hal peristiwa dan sebagainya. 2. Tanda bukti, barang bukti adalah apa-apa yang menjadi tanda sesuatu perbuatan kejahatan dan sebagainya. 3. Membuktikan, mempunyai pengertian-pengertian : a. Memberi memperlihatkan bukti b. Melakukan sesuatu bagi bukti kebenaran, melaksanakan cita-cita dan sebagainya c. Menandakan, menyatakan bahwa sesuatu benar d. Meyakinkan, menyaksikan 4. Pembuktian adalah perbuatan hal dan sebagainya membuktikan Dalam pengertian yuridis tentang bukti dan alat bukti R. Subekti menyatakan bahwa : ”Bukti adalah sesuatu untuk meyakinkan akan kebenaran suatu dalil atau pendirian. Alat bukti, alat pembuktian, upaya pembuktian, Bewijs middel Bid adalah alat-alat yang dipergunakan untuk dipakai membuktikan dalil- dalil suatu pihak di muka pengadilan, misalnya bukti-bukti tulisan, kesaksian, persangkaan, sumpah dan lain-lain.” 30 selanjutnya, R. Subekti mengemukan bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam persengketaan atau perkara di muka Hakim atau pengadilan, karena pengertian ”membuktikan” menurutnya sebagai berikut : 29 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1984 30 R. Subekti, dikutip dari Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hlm 2 Imelda : Analisis Yuridis Kekuatan Pembuktian Akta Perjanjian Musyarakah Yang Dibuat Notaris Studi Bank Sumut Syariah Medan, 2009 ”Yang dimaksud membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.” 31 Membuktikan dengan demikian berartimemberi kepastian yang bersifat mutlak dan karenanya berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Majelis Hakim dalam pemeriksaan perkara memerlukan pembuktian yang meyakinkannya agar Hakim dapat menerapkan hukum secara tepat, benar, dan adil. Dalam pembuktian secara yuridis, sering terjadi bahwa pengamatannya sebagai dasar dari pada pembuktian tidak bersifat langsung didasari atas penglihatan, tetapi didasari atas kesaksian oleh orang lain. Selain itu dipisahkan antara para pihak yang mengajukan alat-alat bukti dan pihak yang harus menetapkan bahwa sesuatu telah terbukti. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Soedikno Mertokusumo mengatakan bahwa : ”pembuktian secara yuridis tidak lain berarti memberi dasar-dasar yang cukup kepada Hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran yang diajukan.” 32 pembuktian akan berlaku apabila terjadi suatu perselisihan dimana terdapat hal-hal yang diajukan oleh pihak yang satu tetapi disangkal atau dibantah oleh pihak yang lain. Sebaliknya, hal-hal yang diajukan oleh satu pihak dan diakui oleh pihak lawan tidak perlu dibuktikan karena tidak ada perselisihan. Begitupun tidak usah 31 R. Subekti, Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hlm 1 32 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Liberti, Yogyakarta, 1998, hlm 128 Imelda : Analisis Yuridis Kekuatan Pembuktian Akta Perjanjian Musyarakah Yang Dibuat Notaris Studi Bank Sumut Syariah Medan, 2009 dibuktikan hal-hal yang diajukan oleh satu pihak dan meskipun tidak secara tegas dibenarkan oleh yang lain tetapi tidak disangkal. Ada lagi hal-hal yang tidak memerlukan pembuktian, yaitu segala apa yang kebenarannya dapat dianggap diketahui oleh umum, yang disebut fakta-fakta notoir notoir feiten, noticeable facts. Setiap orang pasti mengetahuinya, sehingga majelis Hakim harus yakin demikian adanya.

B. Maksud dan Tujuan Pembuktian

Pembuktian diperlukan karena ada bantahan atau sangkalan dari pihak lawan mengenai apa yang digugatkan, atau untuk membenarkan suatu pihak. Pada umumnya, yang menjadi sumber sengketa adalah suatu peristiwa atau hubungan hukum yang mendukung adanya hak. Jadi yang perlu dibuktikan adalah mengenai peristiwa atau hubungan hukum, bukan mengenai hukumnya. Abdul Kadir Muhammad mengatakan : ”Kebenaran pristiwa ada hubungan hukum itulah yang wajib dibuktikan. Jika pihak lawan tergugat sudah mengakui atau mengiyakan apa yang digugatkan oleh penggugat, maka pembuktian tidak diperlukan lagi.” 33 Adapun maksud dari pembuktian adalah usaha untuk memperoleh kepastian yang layak dengan jalan pemeriksaan dan penalaran dari Hakim mengenai pertanyaan apakah peristiwa atau perbuatan tertentu sungguh pernah terjadi. Pembuktiannya terdiri dari penunjukan peristiwa-peristiwa yang dapat diterima oleh panca indera, 33 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm 115 Imelda : Analisis Yuridis Kekuatan Pembuktian Akta Perjanjian Musyarakah Yang Dibuat Notaris Studi Bank Sumut Syariah Medan, 2009 pemberian keterangan tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi tersebut dan penggunaan pikiran logis. Dalam persengketaan antara pihak yang bersangkutan, masing-masing pihak mengajukan dalil-dalil yang saling bertentangan, maka hakim harus memeriksa dan menetapkan dalil-dalil manakah yang tidak benar dan dalil-dalil manakah yang dianggap benar berdasarkan ”duduk perkaranya”. Pada prinsipnya setiap pihak yang mengajukan dalil harus dapat membuktikan bahwa dalil yang diajukannya adalah benar.

C. Macam-macam Alat Bukti

Alat-alat yang ditentukan oleh undang-undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 1866 Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau Pasal 165 HIR, yaitu terdiri dari : a. Alat bukti tulisansurat Alat bukti tulisan surat ini di atur dalam Pasal 1867 – 1894 Kitab Undang- undang Hukum Perdata, pertama, pada ketentuan Pasal 1867 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa : ”Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.” 34 Selanjutnya Sudikno Mertokusumo mengatakan : 34 R. Subekti, Op.Cit. hlm 475 Imelda : Analisis Yuridis Kekuatan Pembuktian Akta Perjanjian Musyarakah Yang Dibuat Notaris Studi Bank Sumut Syariah Medan, 2009 ”Alat bukti tulisan surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan ini hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan digunakan sebagai pembuktian.” 35 Sebaliknya, sepucuk surat yang berisikan curahan hati yang diajukan di muka sidang pengadilan ada kemungkinannya tidak berfungsi sebagai alat bukti tulisan atau surat tetapi sebagi benda untuk meyakinkan saja, karena bukan kebenaran isi atau bunyi surat itu yang harus dibuktikan atau digunakan sebagai alat bukti melainkan eksistensi surat itu sendiri yang menjadi bukti. Namun demikian alat bukti tulisan yang diajukan dalam acara perdata harus dibubuhkan denganmaterai untuk memenuhi Pasal 23 Undang-Undang Bea Materai tahun 1921, sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 13 Maret 1971 No. 589 KSip1970, berpendapat bahwa ”surat bukti yang tidak di beri materai tidak merupakn alat bukti yang sah.” Ketentuan Bea Materai tersebut saat ini diatur lebih lanjut dalam Undang- Undang No. 13 tahun 1985 tentang Be Materai. Sanksi apabila tidak diberi matrai atau kurang melunasi bea materai yaitu apabila dokumen yang terutang atau dikenakan Bea Materai yang tidak atau kurang dilunasi sebagimana mestiya dikenakan denda administrasi sebesar 200 dua ratus persen dari Bea Matrai yang tidak atau kurang dibayar. Pemegang dokumen atas dokumen yang tidak atau kurang dibayar Bea Matrainya harus melunasi Bea Materai yang terutang berikut dendanya dengan cara pemateraian kemudian. 35 Sudikno Merokusumo, OP.Cit, hlm 140 Imelda : Analisis Yuridis Kekuatan Pembuktian Akta Perjanjian Musyarakah Yang Dibuat Notaris Studi Bank Sumut Syariah Medan, 2009 Alat-alat bukti tulisan surat terdiri dari :

1. Akta Otentik