Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus.

(1)

Efektivitas Madu terhadap Penyembuhan Luka Gangren

Diabetes Mellitus di RSUP H. Adam Malik Medan

Lisbet L Situmorang

Skripsi

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara

Medan, 2009


(2)

Judul : Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus

Peneliti : Lisbet Lasmawati Situmorang

NIM : 041101044

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2008/2009

Abstrak

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin. Penyakit ini menjadi beban besar bagi pelayanan kesehatan dan perekonomian di Indonesia baik secara langsung melalui komplikasi-komplikasinya. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak yaitu luka. Luka diabetes yang tidak dirawat dengan baik akan berkembang menjadi ulkus gangren. Gangren diabetes memiliki laju amputasi yang cukup tinggi berkisar antara 15-30% sedangakan angka kematian berkisar antara 17-32%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren diabetes mellitus dengan menggunakan desain quasi eksperimen. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan jumlah sampel 4 orang masing-masing kelompok intervensi dan kontrol terdiri dari 2 responden. Data demografi disajikan dalam bentuk distribusi dan frekuensi. Untuk mengidentifikasi efektivitas madu pada luka gangren pre dan post terapi madu dianalisa dengan menggunakan statistik non parametrik yaitu sign rank test (Wilcoxon). Tidak ada perbedaan hasil uji wilcoxon dan Mann-Whitney pada penelitian ini yaitu Ho diterima yaitu madu tidak efektif digunakan dalam penyembuhan luka gangren diabetes dimana p value > 0,05. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa madu efektif digunakan dalam perawatan luka gangren diabetes. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan terapi madu, mulai hari kesepuluh terjadi proses penyembuhan yang ditandai dengan tumbuhnya jaringan granulasi diikuti jaringan epitel kemudia pada hari 13 luka mulai tertutup.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan perawat perlu melakukan terapi alternatif seperti madu karena kenyataan sebenarnya yang terjadi pada pasien adalah luka diabetes dapat sembuh dengan cepat.


(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Allah Bapa di surga karena berkat dan kasih karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul “Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus ”.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran USU, Bapak Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A (K) selaku Pembantu Dekan I Fakultas Kedokteran USU, dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan USU dan juga selaku dosen penguji II saat sidang proposal penelitian. Terima kasih juga diucapkan kepada Bapak Ikhsanuddin Ahmad H., S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran serta kritik yang bermanfaat bagi skripsi ini, kepada Bapak Dudut Tanjung S.Kp, M.Kep yang telah memberikan masukan dalam penyusunan proposal penelitian sekaligus sebagai dosen penguji II dalam sidang skripsi, kepada Ibu Rika Endah S.Kp selaku dosen penguji III yang telah memberikan masukan yang berharga bagi penulis, kepada Ibu Ellyta Aizar S.Kp selaku dosen pembimbing akademik, seluruh staf dosen PSIK FK USU yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat sebagai bekal dalam penyusunan skripsi ini, dan seluruh staf administratif kampus PSIK FK USU yang telah memberikan bantuan administrasi dalam penyelesaian skripsi ini.


(4)

Terima kasih juga diucapkan kepada pihak RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan izin untuk penelitian ini, buat seluruh perawat di Ruang Rawat Inap (Rindu A1 dan A2) yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian, serta kepada pasien yang bersedia menjadi responden dan keluarga pasien yang turut berpartisipasi dalam penelitian ini.

Terima kasih kepada seluruh keluargaku tercinta, Ayahanda A. Situmorang, Ibunda R. Manurung, adik-adikku tersayang (Pamri, Marta, Jennis) yang selalu memberikan semangat serta dukungan doa, daya, dan dana selama proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih buat kekasihku tercinta Charles Lamsihar Hutabarat yang selalu menemani dengan penuh kesabaran, mencurahkan segenap cinta, memberi semangat serta dukungan doa, daya, dan dana, yang begitu berarti buat penulis. Serta semua teman-teman PSIK USU stambuk 2004 tanpa terkecuali, terima kasih buat dorongan semangat yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih buat Martalena Siahaan, Mika V. Aritonang, Rotua Pestauli Marbun, terima kasih buat doa dan semangat yang telah diberikan, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu terima kasih buat dukungan yang diberikan.

Biarlah Allah Bapa di surga yang mencurahkan berkat dan kasih-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi yang berharga bagi dunia keperawatan.

Medan, Juli 2007 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... ... i

KATA PENGANTAR ... ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR SKEMA ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 5

3. .. Pertanyaan Penelitian ... 5

4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Diabetes Mellitus ... 7

1.1 Defenisi ... 7

1.2 Patofisiologi ... 8

1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Diabetes Mellitus ... 11

1.4 Komplikasi Diabetes Mellitus ... 13

2. Luka Diabetik ... 14

2.1 Defenisi Luka Diabetik ... 15

2.2 Patofisiologi ... 18

2.3 Perawatan Luka Diabetik ... 20

3. Proses Penyembuhan Luka ... 22

3.1 .Tahap Penyembuhan Luka ... 22

3.2 .Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luka Gangren DM 27 3.3 Kriteria Luka Sembuh ... 29


(6)

4. Madu ... 30

4.1 Kandungan Madu ... 30

4.2 Pemanfaatan madu ... 30

4.3 Terapi Madu pada Luka Gangren Diabetik ... 32

BAB III KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ... 35

2. Kerangka Penelitian ... 36

3. Defenisi Operasional ... 36

4. Hipotesa Penelitian ... 37

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 38

2. Populasi Penelitian dan Sampel Penelitian ... 38

3. Lokasi Penelitian ... 39

4. Pertimbangan Etik ... 40

5. Instrumen Penelitian ... 41

6. Alat dan Bahan ... 41

7. Pengumpulan Data ... 42

8. Rencana Analisa Data ... 43

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 45

1.1 Karakteristik Demografi Responden ... 45


(7)

1.3 Uji Perbedaan Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka

Gangren Diabetes Mellitus dengan Kelompok Kontrol ... 47

2. Pembahasan ... 48

2.1 Karakteristik Demografi Responden ... 48

2.2 Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus Pre dan Post Terapi Madu ……….48

2.3 Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes pada Kelompok Intervensi dan Kontrol ... 49

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan ……….. ... ..50

2. Rekomendasi …… ... 50

2.1 Bagi Praktek Keperawatan ... 50

2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan ... 51

2.3 Bagi penelitian Keperawatan ... 51


(8)

LAMPIRAN

1. Formulir Persetujuan Menjadi Responden Penelitian 2. Instrumen Penelitian

3. Protokol Perawatan Luka Diabetes dengan Madu

4. Protokol Perawatan Luka Dibetes Tanpa Menggunakan Madu 5. Format Pengkajian

6. Hasil Analisa Data

7. Surat Izin Penelitian dari PSIK FK USU

8. Surat Izin Penelitian dari RSUP H. Adam Malik Medan 9. Curriculum Vitae


(9)

DAFTAR SKEMA

1. Kerangka Penelitian Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes


(10)

DAFTAR TABEL

1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Responden Kelompok Intervensi dan Kontrol (N=4)

2. Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Pre dan Post Terapi Madu

3. Analisa Data Penelitian dengan Menggunakan Uji Non-Parametrik Sign Rank Test (Wilcoxon) dan Uji Mann-Whitney


(11)

Judul : Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus

Peneliti : Lisbet Lasmawati Situmorang

NIM : 041101044

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2008/2009

Abstrak

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin. Penyakit ini menjadi beban besar bagi pelayanan kesehatan dan perekonomian di Indonesia baik secara langsung melalui komplikasi-komplikasinya. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak yaitu luka. Luka diabetes yang tidak dirawat dengan baik akan berkembang menjadi ulkus gangren. Gangren diabetes memiliki laju amputasi yang cukup tinggi berkisar antara 15-30% sedangakan angka kematian berkisar antara 17-32%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren diabetes mellitus dengan menggunakan desain quasi eksperimen. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan jumlah sampel 4 orang masing-masing kelompok intervensi dan kontrol terdiri dari 2 responden. Data demografi disajikan dalam bentuk distribusi dan frekuensi. Untuk mengidentifikasi efektivitas madu pada luka gangren pre dan post terapi madu dianalisa dengan menggunakan statistik non parametrik yaitu sign rank test (Wilcoxon). Tidak ada perbedaan hasil uji wilcoxon dan Mann-Whitney pada penelitian ini yaitu Ho diterima yaitu madu tidak efektif digunakan dalam penyembuhan luka gangren diabetes dimana p value > 0,05. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa madu efektif digunakan dalam perawatan luka gangren diabetes. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan terapi madu, mulai hari kesepuluh terjadi proses penyembuhan yang ditandai dengan tumbuhnya jaringan granulasi diikuti jaringan epitel kemudia pada hari 13 luka mulai tertutup.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan perawat perlu melakukan terapi alternatif seperti madu karena kenyataan sebenarnya yang terjadi pada pasien adalah luka diabetes dapat sembuh dengan cepat.


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin ( ADA, 2003 dikutip dari Soegondo, 2007). Penyakit ini dapat mengenai banyak orang pada semua lapisan masyarakt diseluruh dunia. Diabetes mellitus seperti juga penyakit tidak menular lainnya akan berkembang menjadi suatu penyebab utama kesakitan dan kematian di Indonesia. Penyakit ini juga menjadi beban yang besar bagi pelayanan kesehatan dan perekonomian di Indonesia baik secara langsung melalui komplikasi-komplikasi (Sukaton, 1985 dikutip dari Waspadji, 1987).

Gangguan kesehatan akibat komplikasi DM dapat berupa gangguan mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan pembuluh darah (vaskulopati) dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak (Irwanashari, 2008). Salah satu perubahan patologis yang terjadi pada anggota gerak ialah timbulnya luka. Luka yang bila tidak dirawat dengan baik akan berkembang menjadi ulkus gangren (Suyono, 2004). Pada gangren, kulit dan jaringan disekitar luka akan berwarna kehitaman dan menimbulkan bau. Untuk mencegah gangren meluas, dokter dapat mengambiltindakan operasi untuk memotong jari kaki atau bagian dari kaki yang terinfeksi (nita-medicastore.com).

Beberapa penelitian di Indonesia melaporkan bahwa angka kematian ulkus gangren pada penyandang diabetes mellitus berkisar antara 17-32%, sedangkan


(13)

laju amputasi berkisar antara 15-30%. Para ahli diabetes memperkirakan ½ sampai ¾ kejadian amputasi dapat dihindarkan dengan perawatan kaki yang baik (Monalisa, 2004). Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada penyandang luka diabetes khususnya diakibatkan oleh gangren diseluruih dunia (nita-medicastore.com).

Pengelolaan kaki diabetik mencakup pengendalian gula darah, debridemen/membuang jaringan yang rusak, pemberian antibiotik, dan obat-obat vaskularisasi serta amputasi. Komplikasi kaki diabetik adalah penyebab amputasi eksterimitas bawah non tarumatik yang peling sering terjadi di dunia. Sebagian besar komplikasi kaki diabetik mengakibatkan amputasi yang dimulai dengan pembentukan ulkus di kulit. Risiko amputasi ekstrimitas bawah 15-46 kali lebih tinggi pada penderita diabetik dibandingkan dengan orang yang tidak menderita diabetes mellitus. Komplikasi kaki diabetik adalah alasan yang paling sering terjadinya rawat inap pasien dengan prevalensi 25% dari seluruh rujukan diabetes di Amerika Serikat dan Inggris (Yunizone, 2008).

Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas dari tingginya kadar glukosa darah penyandang pada penyandang diabetes. Kadar gula darah yang tidak ditangani dengan baik dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan masalah pada kaki penyandang diabetes, yakni kerusakan saraf. Masalah pertama yang timbul adalah kerusakan saraf ditangan dan kaki. Saraf yang rusak telah membuat penyandang diabetes tidak dapat merasakan sensasi sakit, panas, atau dingin, pada tangan dan kaki. Luka pada kaki dapat menjadi buruk karena penyandang diabetes tidak menyadari adanya luka tersebut. Hilangnya sensasi


(14)

rasa ini disebabkan kerusakan saraf yang disebut sebagai neuropati diabetik (Merry, 2007).

Neuropati diabetik terjadi pada lebih dari 50% penyandang diabetes. Gejala yang umum terjadi adalah rasa kebas dan kelemahan pada kaki dan tangan (nita-medicastore.com). Masalah kedua adalah terjadinya gangguan pada pembuluh darah, sehingga menyebabkan tidak cukupnya aliran darah ke kaki dan tangan. Aliran darah yang buruk ini akan menyebabkan luka dan infeksi sukar sembuh. Ini disebut penyakit pembuluh darah perifer yang umum menyerang kaki dan tangan. Penyandang diabetes yang merokok akan semakin memperburuk aliran darah. Hal itu dapat mengakibatkan darah menjadi lebih kental sehingga sirkulasi darah menjadi terganggu, terutama ke bagian-bagian ekstremitas tubuh. Luka menjadi sulit sembuh karena oksigen dan zat-zat yang diperlukan tubuh sebagai regenerasi luka sulit sampai ke daerah luka (Merry, 2007).

Penanganan luka gangren diabetes dapat dilakukan dengan terapi non farmakologis. Madu merupakan terapi non farmakologis yang biasa diberikan dalam perawatan luka diabetes mellitus (Suriadi, 2004). Berbagai penelitian ilmiah membuktikan bahwa kandungan fiskal dan kimiawi dalam madu, seperti kadar keasaman dan pengaruh osmotik, berperan besar membunuh kuman-kuman (Dixon, 2003). Madu memiliki siafat anti bakteri yang membantu mengatasi infeksi pada luka dan anti inflamasinya dapat mengurangi nyeri serta meningkatkan sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan (Hamad, 2008).

Dalam Ann Plast. Surg, edisi bulan Februari 2003, dilakukan sebuah uji coba terhadap 60 orang Belanda yang terkena luka dengan berbagai jenis tipe


(15)

luka. Hasil penelitian tersebut menegaskan bahwa penggunaan madu efektiv bagi setiap orang yang sakit atau luka. Madu cepat membereskan luka dan tidak menimbulkan efek samping ketika digunakan untuk menyembuhkan luka (Syafaka, 2008).

Dalam The Journal of Family Practise (2005) dikatakan bahwa proses penyembuhan luka terjadi lebih cepat bila dibandingkan dengan terapi farmakologis, terbukti dalam waktu dua minggu jaringan granulasi pada luka diabetik tumbuh. Muhilal pakar gizi dari pusat penelitian dan pengembangan gizi Bogor (2000, dalam Wati, 2004) mengatakan bahwa dalam madu banyak terdapat kandungan vitamin, asam, mineral, dan enzim, yang sangat berguna sekali bagi tubuh sebagai pengobatan secara tradisional, antibodi, dan penghambat pertumbuhan sel kanker atau tumor. Selain asam organik, dalam madu juga terdapat kandungan asam amino yang berkaitan dalam pembuatan protein tubuh (asam amino non essensial). Selain asam amino non essensial ada juga asam amino essensial diantaranya lysine, histadin, triptofan, dll.

Selain itu, madu juga mengandung antibiotika sebagai antibakteri dan antiseptik menjaga luka. Bahkan madu sarang segera menyembuhkan luka bakar akibat tersiram air mendidih atau minyak panas (Suranto, 2007). Molan (1997, dalam Saptorini, 2003) mengatakan sifat antibakteri dari madu membantu mengatasi infeksi pada perlukaan dan aksi anti inflamasinya dapat mengurangi nyeri serta meningkatkan sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan. Madu juga merangsang tumbuhnya jaringan baru, sehingga selain mempercepat penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada kulit (Saptorini, 2003).


(16)

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti merasa tertarik untuk menyelidiki efektivitas kompres madu pada pasien diabetes mellitus dengan luka gangren, mengingat adanya penelitian-penelitian dan percobaan-percobaan yang dilakukan sebelumnya yang hasilnya efektiv terhadap penyembuhan luka dengan menggunakan madu. Secara khusus dalam hal ini peneliti ingin meneliti efektifitas penggunaan madu terhadap penyembuhan luka gangren diabetes yang diadakan di RSUP H. Adam Malik, mengingat rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan sehingga kemungkinan banyak ditemukan kasus luka gangren diabetes mellitus.

2. Tujuan Penelitian

2.1 Mengetahui proses penyembuhan luka gangren pada pasien kelompok intervensi.

2.2 Mengetahui proses penyembuhan luka gangren pada pasien kelompok kontrol.

2.3 Membandingkan perbedaan proses penyembuhan luka gangren antara kelompok kontrol dan intervensi.

3. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah :

3.1Bagaimana proses penyembuhan luka gangren diabetes pada pasien kelompok intervensi ?

3.2 Bagaimana proses penyembuhan luka gangren diabetes pada pasien kelompok kontrol ?


(17)

3.3Bagaimana perbedaan proses penyembuhan luka gangren antara kelompok kontrol dengan intervensi ?

4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat antara lain bagi : 4.1Praktek Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan strategi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih komprehensif pada pasien dengan luka DM.

4.2Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan yang berharga tentang penggunaan kompres madu sebagai obat alternatif pada penyembuhan luka gangren diabetes mellitus, sehingga dapat merupakan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian dimasa mendatang. Selain itu juga untuk menyediakan informasi awal untuk penelitian keperawatan.

4.3Bagi Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya, untuk meneliti efektifitas kompres madu pada pasien diabetes mellitus khususnya pada pasien gangren diabetes.


(18)

BAB 2 Tinjauan Pustaka

Adapun konsep yang terkait dalam penelitian ini adalah : diabetes mellitus, penyembuhan luka diabetes, dan manfaat madu. Konsep-konsep yang dipaparkan sebagai berikut :

1. Diabetes Mellitus

1.1 Defenisi

Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 1995).

Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh adanya hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Istilah diabetes mellitus sebenarnya mencakup 4 kategori yaitu tipe I (insulin dependen diabetes mellitus atau IDDM), diabetes mellitus sekunder dan diabetes mellitus yang berhubungan dengan nutrisi. Selain itu, terdapat dua kategori lain tentang abnormalitas metabolisme glukosa yaitu kerusakan toleransi glukosa dan diabetes mellitus gestasional (Sukaton, 1985 dikutip dari Waspadji, 1988).

Diabetes mellitus tipe II lebih banyak dijumpai di Indonesia. Faktor resiko diabetes mellitus tipe II antara lain usia, obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes mellitus tipe II, etnis, penyebaran lemak adroid (tubuh bagian atas atau tipe apel). Kebiasaan diet dan kurang berolahraga. Pada diabetes mellitus tipe II


(19)

keterbatasan respon sel beta pankreas yang memproduksi insulin terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor utama berkembangnya penyakit ini. Klien dengan diabetes mellitus tipe II mengalami penurunan sensivitas terhadap kadar glukosa, yang berakibat pada pembukaan kadar glukosa tinggi. Keadaan ini disertai dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa, sehingga mekanisme ini menyebabkan meningkatnya resistensi insulin perifer (Tjokroprawiro, 1982). Komplikasi akut mayor diabetes mellitus adalah diabetik ketoasidosis (DKA), sindrom nekrotik hiperosmolar hiperglikemia (SKNH), dan hipoglikemia.

Pada diabetes mellitus tipe II komplikasi yang sering terjadi adalah penyakit mikrovaskuler dan neuropati. Gangguan kesehatan komplikasi diabetes mellitus antara lain gangguan mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan pembuluh darah (vaskulopati), dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang sering terjadi adalah perubahan patologis pada anggota gerak yang bisa menyebabkan luka ulkus, atau luka gangren yang bila tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan kecacatan bahkan berujung pada amputasi (Iqbal,2008).

1.2 Patofisiologi

Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Sumber energi bagi tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari, terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak.

Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian kelambung dan selanjutnya usus. Di dalam saluran pencernaan makanan diolah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein memjadi asam


(20)

amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu, akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai sumber energi. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan energi, zat makanan itu harus masuk terlebih dahulu kedalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan lemah karena tidak ada sumber energi didalam sel (Suyono, 2004).

Pada diabetes mellitus tipe I tidak ditemukan insulin karena pada jenis ini timbul reaksi autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitas bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Umumnya yang diserang pada insulitas itu adalah sel beta, dan biasanya sel alfa dan delta tetap utuh (Suyono, 2004).


(21)

Penyebab resistensi insulin pada DM tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-faktor seperti obesitas, diet tinggi lemak, dan rendah karbohidrat, kurang aktivitas, dan faktor keturunan. Pada DM tipe II jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal, jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin. Baik pada DM tipe II kadar glukosa darah jelas meningkat bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa akan keluar melalui urin (Suyono, 2004).

1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Diabetes Mellitus 1.3.1 Gaya Hidup

Gaya hidup menjadi salah satu penyebab utama terjdinya diabetes mellitus. Diit dan olahraga yang tidak baik berperan besar terhadap timbulnya diabetes mellitus yang dihubungkan dengan minimnya aktivitas sehingga meningkatkan jumlah kalori dalam tubuh.

1.3.2 Usia

Peningkatan usia juga merupakan salah satu faktor risiko yang penting. Diabandingkan wanita pada usia 20-an, wanita yang berusia diatas 40 tahun berisiko enam kali lipat mengalami kehamilan dengan diabetes. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif.

1.3.3 Ras dan Suku Bangsa

Suku bangsa Amerika Afrika, Amerika Meksiko, Indian Amerika, Hawai, dan sebagian Amerika Asia memiliki resiko diabetes dan penyakit jantung yang lebih tinggi. Hal itu sebagian disebabkan oleh tingginya angka tekanan darah tinggi, obesitas, dan diabetes pada populasi tersebut.


(22)

1.3.4 Riwayat Keluarga

Meskipun penyakit ini terjadi dalam keluarga, cara pewarisan tidak diketahui kecuali untuk jenis yang dikenal sebagai diabetes pada usia muda dengan dewasa. Jika terdapat salah seorang anggota keluarga yang menyandang diabetes maka kesempatan untuk menyandang diabetes maupun meningkat. Ada empat bukti yang menunjukkan transmisi penyakit sebagai ciri dominal autosomal. Pertama transmisi langsung tiga generasi terlihat pada lebih dari 20 keluarga. Kedua didapatkan perbandingan anak diabetes dan tidak diabetes 1:1 jika satu orang tua menderita diabetes. Pengaruh genetik sangat kuat, karena angka konkordansi diabetes tipe 2 pada kembar monozigot mencapai 100 persen. Resiko keturunan dan saudara kandung pasien penderita NIIDM lebih tinggi dibanding diabetes tipe 1. Hampir empat persepuluh saudara kandung dan sepertiga keturunan akhirnya mengalami toleransi glukosa abnormal atau diabetes yang jelas.

1.3.5 Kegemukan (Obesitas)

Overweight dan obesitas erat hubungannya dengan peningkatan resiko sejumlah komplikasi yang dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Seperti yang telah disebutkan di awal, komorbiditas itu dapat berupa hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes tipe II, penyakit gallblader, disfungsi pernafasan, gout, osteoarthritis, dan jenis kanker tertentu. Penyakit kronik yang paling sering menyertai obesitas adalah diabetes tipe II, hipertensi, dan hiperkolesterolemia. NHANES III menyebutkan bahwa kurang lebih 12% orang dengan BMI 27 menderita dibetes tipe 2. Obesitas merupakan faktor resiko utama pada penderita diabetes tipe 2.


(23)

1.4 Komplikasi Diabetes Mellitus

Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju aliran saraf dan kulit. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk melalui pembuluh darah besar bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil bisa melukai mata, saraf, dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka. Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan, akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah. Gangguan saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk, misalnya jika satu saraf mengalami kelainan fungsi, maka sebuah lengan atau tungkai bisa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ketangan, dan tungkai mengalami kerusakan, maka pada lengan dan tungkai bisa merasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar


(24)

atau kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat merasakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah kekulit juga bisa menyebabkan ulkus atau borok diamana proses penyembuhannya akan berjalan secara lambat hingga menyebabkan amputasi (Soegondo, 2007).

2. Luka Diabetik

2.1 Defenisi

Luka diabetik adalah : luka yang terjadi pada pasien diabetik yang melibatkan gangguan pada saraf peripheral dan autonomik (Suryadi, 2004). Luka diabetik adalah luka yang terjadi karena adanya kelainan pada saraf, kelainan pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Bila infeksi tidak diatasi dengan baik, hal itu akan berlanjut menjadi pembusukan bahkan dapat diamputasi (Prabowo, 2007).

Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas dari tingginya kadar glukosa darah penyandang diabetes. Tingginya kadar gula darah berkelanjutan dan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan masalah ada kaki penyandang diabetes (nita-medicastore.com).

Komponen saraf yang terlibat adalah saraf sensori, autonomik dan sistem pergerakan. Kerusakan pada saraf sensori akan menyebabkan klien kehilangan sensasi nyeri sebagian atau keseluruhan pada kaki yang terlibat. Peripheral vascular disease ini terjadi karena arteriosklerosis dan aterosklerosis. Pada arteriosklerosis adalah terjadi penurunan elastisitas dinding arteri. Pada aterosklerosis adanya akumulasi ”plaques” pada dinding arteri berupa ; kolesterol,


(25)

lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit, dan kalsium (Suriadi, 2004). Kelangsungan hidup pasien dalam 5 tahun setelah amputasi adalah rendah, diperkirakan hanya sekitar 25%.

2.2 Klasifikasi Luka Diabetik

Wagner (1983) berdasarkan luas dan kedalaman luka membagi gangren diabetik menjadi 6 bagian yaitu, (1) kulit utuh tapi ada kelainan pada kaki akibat neuropati, (2) draft I : terdapat ulkus superfisial, terbatas pada kulit, (3) draft II : ulkus dalam, menembus tendon/tulang, (4) draft III : Ulkus dengan atau tanpa osteomilitis, (5) draft IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki, dengan tanpa selulitis (infeksi jaringan), (6) draft V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah (Misnadiarly, 2008). Sedangkan Brand dan Ward (1987) membagi gangren berdasarkan faktor pencetusnya menjadi 2 golongan yaitu : (1) kaki diabetik akibat iskemia (KDI), disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar di tungkai, terutama daerah betis. Gambaran klinis KDI adalah penederita mengeluh nyeri saat istirahat, pada perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah kurang kuat, didapatkan ulkus sampai gangren. (2) Kaki diabetik akibat neuropati (KDN), terjadi kerusakan saraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Pada klinis ini di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, edem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

2.2.1 Gangren Diabetik

Gangren diabetik adalah luka diabetik yang sudah membusuk dan bisa melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan membau karena diseratai pembusukan oleh bakteri (Ismayanti, 2007). Beberapa faktor


(26)

secara bersama-sama berperan pada terjadinya ulkus atau gangren diabetes. Banyak faktor yang mempengaruhi luka diabetes, dimulai dari faktor pengelolaan kaki yang tidak baik pada penderita diabetes, adanya neuropati , faktor komplikasi vaskuler yang memperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor kerentanan terhadap infeksi akibat respons kekebalan tubuh yang menurun pada keadaan DM tidak terkendali, serta kemudian faktor ketidaktahuan pasien sehingga terjadi masalah gangren diabetik (Rinne, 2006).

Secara umum, gangren diabetik biasanya terjadi akibat, (1) neuropati perifer, (2) insufisiensi vaskuler perifer (iskemik), (3) infeksi, (4) penderita yang berisiko tingi mengalami gangren diabetik yaitu pasien dengan lama penyakit diabetes yang melebiihi 10 tahun, usia pasien yang lebih dari 40 tahun, riwayat merokok, penurunan denyut nadi perifer, penurunan sensibilitas, deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion atau kalus), riwayat ulkus kaki atau amputasi, pengendalian kadar gula darah yang buruk (Rinne, 2006).

Rangkaian yang khas dalam proses timbulnya gangren diabetik pada kaki dimulai dari edem jaringan lunak pada kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau didaerah kaki kering, atau pembentukan kalus. Jaringan yang terkena mula-mula berubah warna menjadi kebiruan dan terasa dingin bila disentuh. Kemudian jaringan akan mati, menghitam dan berbau busuk. Rasa sakit pada waktu cedera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaannya sudah menghilang dan cedera yang terjadi bisa berupa cedera termal, cedera kimia atau cedera traumatik. Pengeluaran nanah, pembengkakan, kemerahan (akibat selulitis) pada gangren biasanya merupakan tanda-tanda pertama masalah kaki yang menjadi perhatian penderita (Rinne, 2006).


(27)

Prinsip dasar pengelolaan gangen diabetik, adalah (1) evaluasi keadaan kaki dengan cermat, keadaan klinis luka, gambaran luka radiologi (adakah benda asing, osteomielitis, gas subkutis), lokasi luka, vaskularisasi luka, (2) pengendalian keadaan metabolik sebaik-baiknya, (3) debridement luka yang adekuat dan radikal, sampai bagian yang hidup, (4) biakan kuman baik aerob maupun anaerob, (5) antibiotik yang adekuat, (6) perawatan luka yang baik, balutan yang memadai sesuai dengan keadaaan luka, (7) mengurangi edem, (8) non weight bearing : tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus, total contact casting, (9) perbaikan sirkulasi-vakuler, (10) tindakan bedah atau rehabilitatif untuk mencegah perluasan luka dan kecepatan penyembuhan, (11) rehabilitasi.

2.3 Patofisiologi

Penyakit neuropati dan vaskuler adalah faktor utama yang mengkontribusi terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik terkait dengan adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki dan biasanya dikenal sebagai neuropati perifer. Pada pasien dengan diabetik sering kali mengalami gangguan pada sirkulasi. Gangguan sirkulasi ini adalah yang berhubungan dengan “pheripheral vasculal diseases”. Efek sirkulasi inilah yang menyebabkan kerusakan pada saraf. Hal ini terkait dengan diabetik neuropati yang berdampak pada sistem saraf autonom, yang mengontrol fungsi otot- otot halus, kelenjar dan organ visceral.

Dengan adanya gangguan pada saraf autonom pengaruhnya adalah terjadinya perubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah. Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun pemberian anti


(28)

biotik tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, juga tidak memenuhi kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada autonomi neuropati ini akan menyebabkan kulit menjadi kering, antihidrosis; yang memudahkan kulit menjadi rusak dan mengkontribusi untuk terjadinya gangren. Dampak lain adalah karena adanya neuropati perifer yang mempengaruhi kapada saraf sensori dan sistem motor yang menyebabkan hilangnya sensasi nyeri, tekanan dan perubahan temparatur (Suryadi, 2004).

2.4 Perawatan luka diabetik

Luka diabetik terdiri dari luka ulkus dan gangren. Tujuan perawatan luka diabetik adalah mencegah terjadinya komplikasi dan mempercepat proses pemulihan luka. Ulkus yang tidak dirawat dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya luka gangren. Gangren adalah luka yang sudah membusuk dan sudah melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan membau disertai pembusukan oleh bakteri.

Gangren diabetik diklasifikasikan menjadi lima tingkatan yaitu (1) Tingkat 0, Resiko tinggi untuk megalami luka pada kaki, tidak ada luka. (2) Tingkat 1, luka ringan tanpa adanya infeksi, biasanya luka taerjadi akibat kerusakan saraf, kadang timbul kalus. (3) Tingkat 2 luka yang lebih dalam, sering kali dikaitkan dengan peradangan jaringan sekitarnya. Tidak ada infeksi pada tulang dan pembentukan abses. (4) Tingkat 3 luka yang lebih dalam hingga ketulang dan berbentuk abses. (5) Tingkat 4 gangren yang teralokasi, seperti pada jari kaki, bagian depan kaki atau tumit. (6) Tingkat 5, gangren pada seluruh kaki (Rinne, 2006).


(29)

Pasien dapat diberikan antiagregasi trombosit, hipolipidemik dan hipotensif bila membutuhkan. Antibiotik pun diberikan bila ada infeksi. Pilihan antibiotik berupa golongan penisilin spektrum luas, kloksasilin/diklosasilin dan golongan aktif seperti klindamisin atau metronidazol untuk kuman anaerob. Prinsip terapi bedah pada kaki diabetik adalah mengeluarkan semua jaringan nekrotik dan mengeliminasi infeksi sehingga luka dapat sembuh. Tindakan operatif pada luka diabetes dapat berupa tindakan bedah kecil seperti insisi dan pengaliran abses, debridement dan nekrotomi. Tindakan bedah dilakukan berdasarkan indikasi yang tepat. Prioritas tinggi harus diberikan untuk mencegah tejadinya luka baru, jangan membiarkan luka kecil, sekecil apapun luka tersebut dapat menjadi besar dan akhirnya mengarah pada luka gangren yang proses penyembuhannya membutuhkan waktu yang lama (Yumizone, 2008).

Penyembuhan luka terjadi melalui tahapan yang berurutan mulai proses inflamasi, proliferasi, pematangan dan penutupan luka. Pada gangren, tindakan debridement yang baik sangat penting untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang perawatan luka diabetik yang memuaskan dengan melihat kondisi luka terlebih dahulu, apakah luka yang dialami pasien dalam keadaan kotor atau tidak, ada apus atau ada jaringan nekrotik (mati) atau tidak. Setelah dikaji , barulah dilakukan perawatan luka. Untuk perawatan luka biasanya menggunakan antiseptik dan kassa steril. Jika ada jaringan nekrotik sebaiknya dibuang daengan cara digunting sedikit demi sedikit sampai kondisi luka mengalami granulasi (jaringan baru yang mulai tumbuh). Lihat kedalam luka, pada pasien diabetes dilihat apakah terdapat sinus (luka dalam yang sampai berlubang) atau tidak. Bila terdapat sinus, sebaiknya disemprot (irigasi) dengan NaCl sampai pada kedalaman luka, sebab


(30)

pada sinus terdapat banyak kuman. Lakukan pembersihan luka sehari minimal dua kali (pagi dan sore), setelah dilakukan perawatan lakukan pengkajian apakah sudah tumbuh granulasi, (pembersihan dilakukan dengan kassa steril yang dibasahi larutan NaCl). Setelah luka dibersihkan lalu tutup dengan kassa basah yang diberi larutan NaCl lalu dibalut disekitar luka, dalam penutupan dengan kassa jaga agar jaringan luar luka tertutup. Sebab jika jaringan luar ikut tertutup akan menimbulkan maserasi (pembengkakan). Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu tutup kembali dengan kassa steril yang kering untuk selanjutnya dibalut (Ismayati, 2007).

Jika luka sudah mengalami penumbuhan granulasi, selanjutnya akan ada penutupan luka (skin draw). Penanganan luka diabetik, harus ekstra agresif sebab pada luka diabetik kuman akan terus menyebar dan memperparah kondisi luka (Hermawati, 2007).

3. Proses Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena proses penyembuhan luka adalah kegiatan bio-seluler, bio-kimia yang terjadi berkesinambungan. Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka. Besarnya perbedaan mengenai penelitian dasar mekanisme penyembuhan luka dan aplikasi klinis saat ini telah dapat diperkecil dengan pemahaman dan penelitian yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan pemakaiaan bahan pengobatan yang berhasil memberikan kesembuhan.


(31)

Peran fibroblast sangat besar dalam proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses konstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal tanpa perlukan, pemaparan sel fibroblast sangat jarang dan biasanya tersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (Kolagen, elastin, Inyalruounc acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.

Sejumlah sel pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut berfungsi sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi fibroblas dengan aktivitas sintetiknya di sebut fibroblasia, migrasi, deposit jaringan matriks, kontraksi luka.

Angiogenesis suatu pembentukan pembuluh kapiler baru di dalam luka, mempunyai peran penting pada tahap proliferasi proses penyembuhan luka. Vaskularisai yang tidak lancar, penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi ke dalam luka merupakan suatu respon untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan


(32)

proses terintegrasi dan di pengaruhi oleh substansi yang di keluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors).

Proses selanjutnya adalah epitelasi, dimnana fibrobalas mengeluarkan “karatinocyle growth factor” (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epitel. Keratinasasi akan di mulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan leibh menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka. Minimal Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan di percepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk makrofag dan platelet.

Fase maturasi fase ini terjadi pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebihan, pengerutan sesuai dengan gravitasi, pada minggu ke 3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah penyempurnaan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karnea pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke 10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah di mulai sejak fase proliferasi akan di dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali


(33)

pembentukan kolagen muda (gelatinious collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal di perlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang di pecahkan. Kolagen yang berlebihan akan mengakibatkan terjadinya penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka di katakan sembuh apabila telah terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit sehingga mampu melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan yang kurang gizi, dan yang disertai oleh penyakit sistemik (diabetes mellitus) (Tawi, 2004).

3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi luka gangren diabetes mellitus

Faktor-faktor yang mempengaurhi penyembuhan luka gangren diabetes mellitus secara umum adalah faktor intrinsika yaitu; (1) usia, semakin tua aka semakin lama proses penyembuhan luka berlangsung. Hal ini dipengaruhi oleh adanya penurunan elastisitas dalam kulit dan perbedaan penggantian kolagen yang mempengaurhi penyembuhan luka, (2) status penyakit dan pengobatan, penderita yang mengalami penyakit seperti DM, yang dapat menyebabkan terjadinya mikroangiopai, neuropati dan masalah khusus yang terjadi pada penderita akan mempersulit penyembuhan, (3) status nutrisi, zat makanan yang masuk kedalam


(34)

tubuh seperti protein sangat dibutuhkan dalam proses neo-vaskularisasi, proliferasi fibroblast, sintesa kolagen dan remodelling luka. Asam amino adalah komponen struktural protein dan merupakan bagian penting dari deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA). Ini memberikan pola untuk mitosis sel dan enzim yuang dibutuhkan dalam pembentukan jaringan, (4) oksigenasi dan perfusi jaringan, oksigen berpengaruh dalam angiogenesis, fungsi fibroblast, epitelisasi dan resistensi terhadap infeksi. Perfusi jaringan saling terkait dengan oksigenasi jaringan.

Perfusi jaringan yang baik merupakan hal yang essensial untuk oksigenasi. Volume darah beredar yang adekuat membawa hemoglobin yang kaya 02 ke jaringan. Masalah yang berkaitan dengan perfusi jaringan dan oksigenasi dapat diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler, paru dan hipovolemia, (5) merokok, hal ini juga mengurangi perfusi dan oksitgenasi jaringan dan menimbulkan efek mergikan pad aproses penyembuhan luka. Kemudian faktor Ekstrinsika yaitu, (1) adanya teknik pembedahan yang buruk, jika jaringan di tangani secara kasar selama pembedahan, maka jaringan mengalami kerusakan yang luas, mengakibatkan hematom. Hal ini dapat meningkatkan resiko infeksi akibat hematom yang pecah. Ruang mati (dead space) mungkin juga terjadi jika jaringan tidak diperbaiki secara tepat selama pembedahan dan memberi peluang untuk berkembangnya infeksi luka, (2) drug treatment, obat juga mempengaruhi penyembuhan luka seperti steroid, obat anti inflamasi, obat antimitotik dan terapi radiasi. Steroid menghambat seluruh fase penyembuhan luka, menghambat fagositosis, sintesa kolagen dan angiogenesis, (3) manajemen luka yang tidak tepat, penggunaan teknik pembalutan yang tidak tepat, pemilihan dan penggunaan


(35)

bahan balutan yang kurang tepat atau penggunaan antiseptik solution yang semestinya tidak diperlukan dapat menghambat proses penyembuhan luka, (4) psikososial yang merugikan, berbagai jenis faktor psikososial dapat memberikan efek merugikan pada penyembuhan luka seperti: buruknya pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan atau kecemasan yang berkaitan dengan perubahan pada pekerjaan, penghasilan, hubungan pribadi dan body image (Morison, 1992), (5) infeksi, dari semua faktor yang memperlambat penyembuhan luka, infeksi adalah yang paling penting. Infeksi dapat terjadi jika selama persiapan pembedahan, selama pembedahan dan setelah pembedahan tidak dilakukan dengan prinsip aseptik dan antiseptik yang baik. Jenis luka dan lokasi pembedahan juga mempengaurhi resiko infeksi pada luka insisi.

3.3. Kriteria Luka Sembuh

Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera jaringan lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada tipa cedera jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan ulkus tungkai, luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar, atau luka akibat tindakan bedah. Push Score (length x widht, tissue type, exudate amount) adalah salah satu acuan dalam identifikasi proses penyembuhan luka. Luka dikatakan mengalami proses penyembuhan jika mengalami proses fase respon inflamasi akut terhadap cedera, fase destruktif, fase proliferatif, dan fase maturasi (Morison, 2004). Kemudian disertai dengan berkurangnya luasnya luka, jumlah exudate berkurang, jaringan luka semakin membaik (NPUAP, 1997).


(36)

4. Madu

Madu berasal dari nektar bunga yang disimpan oleh lebah dari kantung madu. Oleh lebah nektar tersebut diolah sebelum akhirnya menghasilkan madu dalam sarangnya. Madu dihasilkan oleh serangga lebah madu (Apis mellifera) termasuk dalam superfamili apoidea. Madu adalah obat alami karena tidak pelru diolah di laboratorium. Madu sudah ada di alam dan tinggal diolah dari sarangnya (Susan, 2008).

4.1. Kandungan Madu

Madu mengandung senyawa radikal hidrogen peroksida yang bersifat dapat membunuh mikroorganisme patogen. Berdasarkan hasil penelitian Kamaruddin (1997), peneliti dari fakultas kedokteran Universitas Malaysia, di Kuala Lumpur adanya senyawa organik yang bersifat antibakteri antara lain seperti polypenol, dan glikosida. Selain itu dalam madu terdapat banyak sekali kandungan vitamin, asam mineral, dan enzim yang sangat berguna bagi tubuh sebagai pengobatan secara tradisional, antibod, dan penghambat pertumbuhan sel kanker, atau tumor. Madu juga mengandung antioksidan, asam amino essensial, dan non essensial.

4.2 Pemanfaatan Madu

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa madu bermanfaat sebagai antiseptik dan antibakteri (mengatasi infeksi pada daerah luka dan memperlancar proses sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan luka) (Yudith, 2003). Madu juga merangsang pertumbuhan jaringan baru sehinga selain mempercepat penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada kulit. Medu memiliki efek osmotik dengan tinginya kadar gula dalam madu


(37)

terutama fruktosa, dan kadar air yang sangat sedikit menyebabkan madu memiliki efek osmotik yang tinggi. Dengan adanya efek tersebut memungkinkan mikroorganisme yang ada dalam tubuh sukar tumbuh dan berkembang. Madu memiliki kadar asam yang tingi dengan pH sekita antara 3.2-4.5 (sangat asam). Dengan adanya kadar asam yang tingi inilah mikroorganisme yang tidak tahan asam (seperti kuman TBC) akan mati. Madu mampu mengabsorbsi pus atau nanah atau luka, sehingga secara tidak langsung madu akan membersihkan luka tersebut. Madu menimbulkan efek analgetik (penghilang nyeri), mengurangi iritasi, dan dapat mengeliminasi bau yang menyengat pada luka. Madu juga berfungsi sebagai antioksidan karena adanya vitamin C yang banyak terkandung pada madu. Secara tidak langsung madu mengeliminasi zat radikal bebas yang ada pada tubuh kita (Abdillah, 2008).

Dari beberapa penelitian yang dilakukan salah satunya oleh Dr. Jamal Burhan dari universitas Iskandariyah Mesir pada tahun 1991 menyebutkan madu sangat efektif untuk pengobatan luka dan telah dilakukan eksperimen pengobatan terhadap luka bakar dengan mengunakan madu dan setelah dilakukan perbandingan dengan pengobatan modern yaitu SS, hasilnya setelah 7 hari, kelompok yang diobati dengan madu 91% bebas dari infeksi sedangkan yang diobati dengan SS hanya 7% yang bebas infeksi. Setelah pengobatan berjalan 15 hari, 87% pasien yang diobati madu sembuh sedangkan yang diobati dengan SS hanya 10%yang sembuh. Penelitian pada tahun 1992 dan 1993 juga membuktikan bahwa pasien luka bakar yang diobati dengan madu, hanya 20% yang menyisakan luka luka ditubuhnya, sedangkan pengobatan modern dengan obat farmakologis menyisakan sekitar 65% pasien meninggalkan bekas luka (Suryadhine, 2007).


(38)

Pengobatan madu yang dicampur dengan minyak zaitun dan lilin lebah para dokter di Dubai Specialized Medical Centre dibawah pimpinan Noori Al Wali telah berhasil mencapai tingkat penyembuhan tertingi 86% untuk penyakit infeksi kulit karena jamur (Iqbal, 2008).

Peneliti Jennifer Edy dari Universitas Wisconsin menyebutkan madu efektif dalam mengobati luka diabetes karena kandungan airnnya rendah, juga pH madu yang asam serta kandungan hidrogen peroxidanya mampu membunuh bakteri dan mikroorganisme yang masuk kedalam tunuh kita (Iqbal, 2008).

Dalam perawatan luka diabetes madu dapat digunakan dengan cara madu ditaruh pada balutan, kemudian sebelum luka diabalut terlebih dahulu luka haruslah terlebih dahulu diolesi dengan madu sampai merata menutup seluruh permukaan luka. Setelah itu luka dibalut dengan balutan yang telah diolesi madu terlebih dahulu. Namun pada kondisi luka yang penuh dengan cairan cara ini tidak dianjurkan (Iqbal, 2008).

Untuk luka yang mengeluarkan cairan yang banyak, pembalut madu yang kedua dapat diterapkan diatas pembalut yang pertama untuk menampung rembesan cairan dari pembalut pertama. Madu aman untuk dioleskan langsung kedarerah luka yang terbuka karena madu selalu larut dalam air dan mudah dibersihkan.

4.3 Terapi Madu pada luka Gangren

Pengunaan madu pada luka gangren tergantung dari jumlah cairan yang keluar dari luka. Frekuensi penggantian pembalut madu tergantung dari beberapa cepat madu tercampur dengan cairan yang keluar dari luka. Luka yang tidak mengeluarkan cairan, penggantian pembalut dapat dilakukan 3 kali semingu. Cara


(39)

pemeberian madu yang baik adalah madu ditaruh dahulu pada pembalut yang dapat menyerap madu, karena apabila dituangkan langsung, madu akan menyebar kemana-mana dan tidak mengenai sasaran. Balutan yang digunakan harus yang berpori agar madu dapat mencapai bagian tubuh yang luka. Pembalut alginate yang diisi madu dapat juga diapakai sebagai pengganti pembalut dari selulosa karena alginate akan berubah menjadi gel yang lunak yang mengandung madu. Madu aman untuk dioleskan langsung ke daerah luka yang terbuka karena madu selalu larut dalam air dan mudah dibersihkan. Dianjurkan selama pengunaan madu ini, pasien tetap dalam pengawasan dokter (Iqbal, 2008) penerapan terapi madu pada luka gangren diabetes dapat dilihat pada protokol penelitian efektivitas madu terhadap penyembuhan luka DM.


(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Penelitian ini memiliki tujuan utama untuk mengetahui efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren DM. Penelitian ini mengunakan model konsep penyembuhan luka pada umumnya sebagai panduan dalam penelitian untuk mengetahui efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren DM. Sesuai dengan teori penyembuhan luka mka proses perawatan luka DM diawali dengan pengkajian kondisi luka, perencanaan, implementasi, evaluasi, dan monitoring, serta dokumentasi perawatan luka gangren DM. Proses perawatan yang disebutkan diatas menjadi dasar perawatan luka gangren diabetes dengan menggunakan madu. Pasien memerlukan bantuan perawat sebagai agen keperawatan yang melakukan sistem keperawatan, dalam hal ini perawatan luka gangren dengan menggunakan terapi madu untuk membantu pasien memenuhi komponen kebutuhan perawatan diri terapeutiknya, dan membantu pasien agar mampu menjadi agen perawatan diri sendiri sampai luka tersebut mengalami tanda-tanda penyembuhan.

Penelitian menggunakan kelompok intervensi dan kontrol, dimana kelompok kontrol adalah kelompok pembanding yang tidak diberi madu. Sedangkan kelompok intervensi adalah kelompok yang mendapat terapi madu.


(41)

2. Kerangka Konseptual

Kerangka penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

3. Defenisi Operasional

Defenisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :

3.1 Madu

Madu merupakan obat non farmakologis yang digunakan dalam merawat luka gangren diabetes mellitus dengan cara menggunakan balutan madu, kamudaian balutan tersebut digunakan menutup luka gangren, dengan memperhatikan bahwa luka tersebut keseluruhan harus terpapar oleh balutan madu.

Luka diabetik Kel Kontrol Luka diabetik Kel intervensi

Pre-test

Luka Diabetik Kel kontrol Luka Diabetik Kel Intervensi

Post-test

Kriteria penyembuhan Luka gangren Push Score :

-lenght×widht -Exudate amount -Tissue type

Kriteria penyembuhan Luka gangren Push Score :

-lenght×widht -Exudate amount -Tissue type


(42)

3.2 Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus

Proses penyembuhan luka gangren diabetes merupakan suatu fase penyembuhan yang dilihat berdasarkan karakteristik push score (luas luka, tipe jaringan, dan jumlah eksudat).

4. Hipotesa

Berdasarkan masalah penelitian, maka hipotesa penelitian ini adalah :

Ho = yaitu madu tidak efektif digunakan pada penyembuhan luka gangren diabetes mellitus

Ha = Madu efektif digunakan pada proses penyembuhan luka gangren diabetes mellitus.

Peneliti berharap bahwa hasil penelitian ini adalah Ho ditolak, dan Ha diterima.


(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan desain quasi eksperiment, untuk mengetahui efektivitas madu dalam penyembuhan luka gangren diabetes mellitus dengan adanya keterlibatan peneliti dalam melakukan manipulasi terhadap variabel.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah control group pre and post test design yang melibatkan kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi akan diberikan perlakuan yaitu perawatan dengan menggunakan balutan madu, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. Kemudian setelah dilakukan perawatan luka gangren dengan menggunakan madu dilakukan pengukuran untuk mengetahui akibat perlakuan. Hasilnya kemudian dibandingkan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.

2. Populasi dan Sampel

2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus dengan luka gangren diabetes yang berada di RSUP H. Adam malik Medan. Populasi tersebut diketahui dari studi pendahuluan yang bersumber dari buku rawatan bulan Mei-Juni 2009 ruangan bagian penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan, dari buku tersebut diketahui bahwa jumlah pasien yang mengalami luka


(44)

gangren di RSUP H. Adam Malik Medan setiap bulannya berjumlah rata-rata 7 orang.

2.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi untuk layak diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu : pasien diabetes mellitus dengan luka diabetik, pasien sadar dan kooperatif.

Besar sampel adalah berapa banyak subjek penelitian yang dibutuhkan (Wilson, 1987). Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan formula penentuan jumlah sampel Notoatmodjo (2005) yaitu n= N/1+N(d²) karena populasi dapat diketahui. Berdasarkan formulasi tersebut, jumlah sampel yang dalam penelitian ini sebanyak orang dengan jumlah sampel kelompok kontrol dan intervensi adalah masing-masing 2 orang.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, mengingat rumah sakit ini adalah rumah sakit pemerintah, dan merupakan Rumah Sakit pendidikan yang memungkinkan peneliti untuk melakukan penelitian dan juga merupakan rumah sakit rujukan daerah Medan sehingga memungkinkan mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu yaitu bulan Mei-Juni 2009.


(45)

Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan oleh peneliti setelah mendapatkan rekomendasi atau persetujuan dari program studi ilmu keperawatan Universitas Sumatera Utara yang selanjutnya mengirimkan surat permohonan untuk mendapatkan izin. Setelah mendapatkan izin, peneliti memulai pengumpulan data dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada pasien dengan luka gangren diabetes mellitus yang akan diteliti. Sebelum pasien dengan luka gangren diabetes mellitus mengisi dan menandatangani lembar persetujuan, peneliti terlebih dahulu menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian. Jika pasien menolak, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya tanpa ada tekanan fisik ataupun psikologis. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden baik itu resiko fisik maupun psikis.

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama lengkap tetapi hanya mencantumkan inisial nama responden atau memberi kode pada masing-masing lembar pengumpulan data. Kerahasiaan informasi responden dijamin keamanan oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Selama proses pengambilan data, peneliti tidak menimbulkan sakit secara fisik dan tekanan pada psikologis pada responden yang akan diteliti dan tidak ada efek yang merugikan bagi tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan luka gangren diabetes mellitus.

Selama proses penelitian ini berlangsung, terjadi beberapa masalah etik yang timbul namun bukan dari responden , melainkan dari rekan kerja sesama pelaku tenaga kesehatan. Masalah yang terjadi adalah, setelah 2 hari proses penelitian dilakukan terjadi penundaan intervensi (penerapan terapi madu pada


(46)

pasien) selama 2 hari yang diakibatkan oleh dokter supervisor secara mendadak tidak mengizinkan pasien yang menjadi responden penelitian untuk diteliti, dengan alasan bahwa dikhawatirkan penelitian ini tidak aman untuk kesehatan pasien itu sendiri, walaupun penelitian ini telah mendapat izin dari komisi etik yang menyatakan bahwa penelitian ini aman untuk dilakukan pada pasien karena tidak memiliki bahaya apapun. Namun setelah diadakan komunikasi dengan dokter supervisor tersebut, akhirnya penelitian boleh dilanjutkan kembali.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini bentuk tabel observsi yang dibuat peneliti berdasarkan konsep yang ada pada tinjauan pustaka. Instrumen terdiri dari dua bagian yaitu :

5.1Data Demografi

Terdiri dari inisial nama responden, jenis kelamin, usia, suku bangsa, pendidikan, status nutrisi, dan kadar gula darah.

5.2 Bagian instrumen yang kedua berisi data observasi penyembuhan luka gangren diabetes mellitus. Sesuai dengan prosedur, bahwa pelaksanaannya telah sesuai dengan protokol penelitian.

6. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

6.1 Protokol perawatan luka gangren diabetes mellitus dengan madu disusun berdasarkan daftar pustaka yaitu dengan menggunakan proses perawatan luka gangren diabetes mellitus dengan menggunakan madu yang


(47)

bersumber dari UW Medical Education and Research Committee American Academy of Family Physician (2008) dan dimodifikasi isinya dengan Standar Asuhan Keperawatan Luka Departemen Kesehatan R.I (2005) tentang perawatan luka. Untuk lebih jelasnya lembar protokol perawatan luka gangren pada diabetes mellitus dengan madu dapat dilihat pada lampiran 3.

6.2 Madu Nusantara yang telah diproduksi sejak tahun 1963, dapat ditemukan atau diperoleh dari apotik.

6.3Set peralatan perawatan luka gangren diabetes mellitus yang terdiri dari pembalut atau kassa steril, madu nusantara, sepasang sarung tangan steril, pinset anatomi 1 buah, pinset cirurgis 1 buah, gunting jaringan, kapas lidi, gunting balutan, bensin, plester, NaCl 0,9%, bengkok.

7. Pengumpulan Data

Prosedur pengambilan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

7.1Permohonan ijin pelaksanaan penelitian didapatkan dari institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan).

7.2Permohonan ijin yang diperoleh dikirim ke tempat penelitian (RSUP H. Adam Malik Medan).

7.3Peneliti bekerjasama dengan perawat di ruangan rawat inap bagian penyakit dalam untuk melaksanakan pengumpulan data setelah mendapat ijin dari pihak RSUP H. Adam Malik Medan.

7.4Peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan, manfaat penelitian, dan prosedur pengumpulan data


(48)

7.5Peneliti meminta responden menandatangani informed consent sebagai bentuk persetujuan bersedia menjadi responden.

7.6Peneliti melakukan tindakan perawatan luka gangren diabetes dengan menggunakan terapi madu setelah responden menandatangani informed consent.

7.7Peneliti ini mengobservasi hasil perawatan luka gangren diabetes mellitus setelah dilakukan terapi dengan menggunakan madu, tepatnya dimulai pada hari kedua sampai hari keempat belas berdasarkan kriteri push score, yaitu length×widht (luas luka), exudate amount (jumlah eksudat), tissue type ( tipe jaringan) (NPUAP, 1998).

7.8Peneliti mengolah/menganalisa data yang terkumpul.

8. Analisa Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka dilakukan analisa data, yaitu sebagai berikut :

8.1 Statistik Deskriptif

Analisa deskriptif statistik akan digunakan untuk menyajikan data-data tentang usia , jenis kelamin, pendidikan, suku bangsa, kadar gula darah, status nutrisi. Data-data tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan persentase.

8.2Statistik Inferensial

Rancangan analisa data hasil penelitian diformulasikan dengan menempuh langkah-langkah yang dimulai dengan editing untuk mengevaluasi kelengkapan data, kemudian data yang sesuai diberi kode. Kemudian data akan diolah secara


(49)

statistik dengan menggunakan sistem komputerisasi untuk mengetahui besar nilai probabilitas.

Untuk menilai efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren diabetes mellitus maka akan dilakukan uji Wilcoxon nonparametrik dimana madu efektif dalam peneyembuhan luka diabetes jika nilai p pada kolom sig(2-tailed) yaitu p value < 0.05. Uji Mann-Whitney digunakan untuk membandingkan efektivitas madu pada penyembuhan luka gangren diabetes dengan perawatan luka gangren diabetes tanpa menggunakan madu. Kolom hasil uji Mann-Whitney dengan membandingkan nilai p pada kolom sig (2-tailed) dengan probabilitas (α = 0,05) dimana jika p value < 0,05 maka Ho ditolak dengan kesimpulan adanya efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren diabetes mellittus.


(50)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Penelitian ini menguraikan karakteristik demografi responden, dan efektivitas madu terhadap perawatan luka gangren diabetes mellitus.

1.1Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik responden penelitian ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu responden yang diberi intervensi dan kelompok yang tidak mendapat intervensi. Data demografi mencakup usia, jenis kelamin, suku, pendidikan, kadar gula darah, status nutrisi.

Responden yang diberi terapi madu pada luka gangren diabetes berusia 55 dan 61 tahun sebanyak 2 orang (50%) dengan selururuh responden adalah laki-laki (100%), sedangkan responden yang tidak mendapat terapi madu berusia 44 dan 55 tahun sebanyak 2 orang (50%) yang terdiri dari laki-laki (50%) dan perempuan (50%). Responden yang mendapat terapi madu adalah masing-masing suku melayu (50%) dan suku jawa (50%), sedangkan responden yang tidak mendapat terapi madu juga masing-masing terdir dari suku melayu (50%) dan suku jawa (50%). Responden yang mendapat terapi madu seluruhnya adalah berpendidikan SD (100%), sedang yang tidak mendapat terapi madu adalah SD (50%) dan SMP (50%).

Berkaitan dengan luka gangren diabetes mellitus pada kelompok intervensi masing-masing responden memiliki kadar gula darah 160 mg/dl (50%) dan 176 mg/dl (50%), sedang pada kelompok kontrol masing-masing 150 mg/dl (50%) dan


(51)

160 mg/dl (50%). Status nutrisi pada kelompok intervensi adalah merupakan gizi buruk (50%) dan gizi normal (50%), sedangkan pada kelompok intervensi semua responden adalah gizi normal (100%).

Data demografi responden dapat dilihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Responden (N=4)

Karakteristik Eksperiment Non Ekperiment

Frekuensi % Frekuensi %

1. Usia

44 1 50

50 1 50

55 1 50

61 1 50

2. Jenis Kelamin

Laki-laki 2 100 1 50

Perempuan 1 50

3. Suku

Batak

Melayu 1 50 1 50

Jawa 1 50 1 50

4. Pendidikan

SD 2 100 1 50

SMP 1 50

5. Kadar Gula darah

150 1 50

160 1 50 1 50

176 1 50

6. Status Nutrisi

Gizi Buruk 1 50 Gizi kurang


(52)

1.2 Penyembuhan Luka Gangren Pre dan Post Terapi Madu

Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain quasi eksperimen dimana responden penelitian diberikan terapi madu sesuai dengan protokol yang dibuat lalu dinilai keefektivan penggunaan terapi madu pre dan post pada luka gangren diabetes mellitus.

Berkaitan dengan keterbatasan penelitian yaitu jumlah sampel yang kurang memadai, maka peneliti menggunakan uji non-parametrik sign rank test (Wilcoxon) untuk mengidentifikasi perbedaan keefektivan terapi madu pre dan post pada kelompok intervensi luka gangren diabetes mellitus. Hasil uji Wilcoxon dengan jumlah sampel 2 orang menyimpulkan bahwa Ho diterima

Dari tabel push score diperoleh bahwa luka gangren mengalami proses penyembuhan dengan menggunakan terapi madu dimana luas luka, jumlah eksudat, dan tipe jaringan mengalami perubahan yang mengarah pada terjadinya penyembuhan luka gangren diabetes. Dari tabel push score dapat dilihat luas luka responden intervensi pertama berubah dari skor 7 menjadi 6, jumlah eksudat dari skor 2 menjadi 0, dan tipe jaringan dari skor 3 menjadi 0. Sedangkan pada responden penelitian yang kedua luas luka berubah dari skor 8 menjadi 7, jumlah eksudat berubah dari skor 2 menjadi 1, dan tipe jaringan dari skor menjadi 3 setelah dilakukan terapi madu.


(53)

Tabel Push Score Pre and Post terapi madu kelompok intervensi pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.2

Tabel Push Score Luka Diabetik Intervensi IA

Pre Post

Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

LengthxWidht 7 7 7 7 7 7 7 7 6 6 6 6 6 6 6

Exudate 2 2 2 2 2 2 2 1 0 0 0 0 0 0 0

Tissue Type 3 3 3 3 3 3 3 3 1 0 0 0 0 0 0

Total Push Score 12 12 12 12 12 12 12 11 7 6 6 6 6 6 6

Tabel Push Score Luka Diabetik Intervensi IB

Pre Post

Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

LengthxWidht 8 8 8 8 8 8 8 8 7 7 7 7 7 7 7

Exudate 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1

Tissue Type 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3

Total Push Score 14 14 14 14 14 14 14 13 12 11 11 11 11 11 11

Nilai rata-rata push score kelompok intervensi IA dan IB

Tabel Push Score Luka Diabetik Intervensi

Pre Post

Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

LengthxWidht 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 Exudate 2 2 2 2 2 2 2 1 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 Tissue Type 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 Total Push Score 13 13 13 13 13 13 13 12 9,5 8,5 8,5 8,5 8,5 8,5 8,5

Hasil analisa penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.3

Tabel 5.3 Hasil Uji Non-Parametrik Sign Rank Test (Wilcoxon) efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren diabetes mellitus

Variabel

z

score sig Efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren


(54)

1.3 Uji Perbedaan Efektivitas Madu Terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus dengan Kelompok Kontrol

Untuk mengidentifkasi efektivitas madu terhadap kriteria total push score (luas luka, jumlah eksudat, dan tipe jaringan) pada kelompok intervensi dan kontrol dilakukan uji Mann-Whitney dengan membandingkan nilai probabilitas yang didapat untuk total push score. Hasil analisa penelitian didapatkan nilai t hitung sebesar -1,225 dan nilai signifikansi 0,221 yang berarti bahwa nilai signifikansi (p value > 0.05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima.

Tabel Push Score Pre and Post terapi madu penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.4

Tabel Push Score Luka Diabetik Intervensi IA

Pre Post

Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

LengthxWidht 7 7 7 7 7 7 7 7 6 6 6 6 6 6 6

Exudate 2 2 2 2 2 2 2 1 0 0 0 0 0 0 0

Tissue Type 3 3 3 3 3 3 3 3 1 0 0 0 0 0 0

Total Push Score 12 12 12 12 12 12 12 11 7 6 6 6 6 6 6

Tabel Push Score Luka Diabetik Intervensi IB

Pre Post

Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

LengthxWidht 8 8 8 8 8 8 8 8 7 7 7 7 7 7 7

Exudate 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1

Tissue Type 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3

Total Push Score 14 14 14 14 14 14 14 13 12 11 11 11 11 11 11

Tabel Push Score Luka Diabetik Kontrol IA

Pre Post

Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

LengthxWidht 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8

Exudate 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Tissue Type 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4


(55)

Tabel Push Score Luka Diabetik Kontrol IB

Pre Post

Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

LengthxWidht 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7

Exudate 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Tissue Type 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Total Push Score 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13

Nilai rata-rata push score untuk kelompok kontrol

Hasil analisa penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.5

Tabel 5.4 Hasil Uji Non-Parametrik Uji Mann-Whitney efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren diabetes mellitus

Variabel

z

score sig Efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren

DM -1,225 0,221

2. Pembahasan

2.1 Karakteristik Demografi Responden

Pada penelitian ini seluruh responeden berada pada golongan usia dewasa madya. Keadaan ini menurut Hurlock (1999) responden yang berada pada usia dewasa madya mengalami penurunan fungsi fisik, dan beberapa organ tubuh yang vital sudah tidak mampu berfungsi dengan normal, sehingga mereka cenderung berhubungan dengan berbagai penyakit (Merril & Verbirugge, 1999 dalam Papalia, 2001). Selain itu Santrock (2002) menambahkan bahwa hal tersebut di

Tabel Push Score Luka Diabetik Kelompok Kontrol

Pre Post

Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

LengthxWidht 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 Exudate 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

Tissue Type 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4


(56)

atas juga terkait dengan gaya hidup seseorang ketika masih muda (dewasa awal), jika sewaktu masih muda mereka memiliki gaya hidup pribadi yang buruk, maka akibat negatifnya kemungkinan akan muncul baik pada dewasa awal lanjut atau pada dewasa madya.

Untuk kadar gula darah, seluruh responden memiliki kadar gula darah yang tinggi yaitu 150-170 mg/dl (medicastore.com, 2008). Kadar gula darah yang tinggi adalah salah satu penyebab lambatnya proses penyembuhan luka gangren (ADA, 2003 dikutip dari Soegondo, 2007). Selain kadar gula darah yang tinggi, status nutrisi juga turut mempengaruhi proses penyembuhan luka gangren diabetes mellitus, seperti terlihat dari hasil penelitian bahwa status nutrisi responden kelompok intervensi 50% berada pada status gizi buruk, sedang pada kelompok kontrol seluruhnya berstatus gizi normal (100%). Status nutrisi yang buruk dapat menghambat sekresi insulin sehingga meningkatkan kadar gula darah yang mengakibatkan terjadinya penipisan protein kalori.

2.2 Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus Pre dan Post Terapi Madu Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyembuhan luka gangren diabetes mellitus pre dan post terapi madu tidak efektif., terlihat dari signifikansi (p value > 0,05) yaitu signifikansi yang dihasilkan sesuai uji wilcoxon (0,180 > 0,005) . Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hipotesa alternative (Ha) pada penelitian ini gagal diterima (ditolak). Walaupun hasil uji statististik hitung memperlihatkan bahwa penyembuhan luka diabetes tidak efektif dengan menggunakan madu, namun hasil dilapangan memperlihatkan bahwa terjadi penyembuhan luka gangren yang signifikan dengan menggunakan madu. Proses penyembuhan luka diabetes dengan menggunakan madu mulai terlihat pada hari


(57)

ke-8 dimana mulai tumbuh jaringan granulasi dan pada hari ke-13 pada salah satu pasien terjadi penutupan luka (jaringan luka tertutup). Kondisi tersebut didukung oleh hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang memperlihatkan terapi madu efektif digunakan pada luka gangren diabetes. Setelah 3 minggu perawatan dengan menggunakan madu, luka gangren diabetes mengalami proses penyembuhan diamana luas luka berkurang, eksudat berkurang serta jaringan mengalami perubahan menuju granulasi bahkan jaringan tertutup (Eddy, 2005 dalam jfponline.com, 2005) . Dari hasil penelitian ini bahwa Ho gagal ditolak disebabkan oleh faktor jumlah sampel yang tidak memenuhi kriteria. Jumlah sampel yang tidak sesuai dengan kriteria menyebabkan hasil uji statistik hitung tidak sesuai dengan hipotesa yang diharapkan.

2.3 Efektivitas Madu terhadap Penyembuhan Luka Gangren Diabetes Mellitus pada Kelompok Intervensi dan kelompok Kontrol

Berdasarkan hasil uji hitung Wilcoxon dan Mann-Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan diantara kedua uji tersebut, dimana hasil kedua uji hitung penelitian ini adalah Ho diterima. Namun berdasarkan tabel push score penelitian ini menunjukkan terjadi proses penyembuhan pada luka gangren yang diberi terapi madu. Dari tabel tersebut proses penyembuhan mulai terlihat sejak hari ke-13 dimana luas luka berkurang pada kelompok intervensi yaitu responden pertama mendapat skor 7 berubah menjadi 6, untuk eksudat dari skor 2 menjadi 0, jenis jaringan dari skor 4 berubah menjadi skor 2. Sedangkan pada responden kedua proses penyembuhan luka mulai terlihat pada hari ke-8 dimana luas luka sebelum intervensi mendapat skor 8, setelah intervensi selesai skor berubah menjadi 7, jumlah eksudat sebelum intervensi adalah skor 2 setelah


(58)

intervensi selesai jumlah eksudat mendapat skor 1, dan tipe jaringan berubah dari 4 berubah menjadi skor 3. Dari hasil penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa madu efektif digunakan dalam proses penyembuhan luka gangren diabetes. Dalam The Journal of Family Practise (2005) dikatakan bahwa proses penyembuhan luka terjadi lebih cepat bila dibandingkan dengan terapi farmakologis dimana salah satunya dengan menggunakan madu. Molan (1997, dalam Saptorini, 2003) mengatakan sifat anti bakteri madu membantu mengatasi infeksi pada luka dan anti inflamasinya dapat mengurangi nyeri serta meningkatkan sirkulasi yang mempercepat proses penyembuhan luka. Dalam waktu 3 minggu luka diabetes mengalami penumbuhan jaringan granulasi hingga dalam waktu 6 bulan luka diabetes sembuh total dengan menggunakan terapi madu (Eddy, 2005 dalam Jfponline.com, 2005)

Hipotesa alternatif penelitian ini ditolak disebabkan kemungkinan oleh faktor jumlah sampel yang tidak memenuhi kriteria. Jumlah sampel yang tidak memenuhi kriteria menyebabkab perhitungan uji Mann-Whitney panelitian ini menghasilkan Ho gagal ditolak.


(59)

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan madu pada luka gangren diabetes mellitus tidak efektif. Hasil analisa penelitian didapatkan nilai signifikansi 0,221 yang berarti p value > 0,05. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Ho diterima.

2. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian maka penting dilakukan rekomendasi kepada berbagai pihak yaitu :

2.1Bagi Praktek Keperawatan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Ho diterima, namun berdasarkan kenyataan dilapangan penggunaan madu pada luka gangren diabetes pada penelitian menunjukkan hasil yang progresif bagi responden penderita luka diabetes, dimana luka diabetes tersebut mengalami proses penyembuhan berdasarkan criteria push score. Oleh karena itu, sebaiknya perawat di ruangan mencoba menerapkan terapi madu pada luka diabetes.

2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Dari hasil penelitian maka penting untuk memberikan materi tentang penelitian dengan menggunakan madu pada luka diabetes yang lebih bervariasi, sehingga hasil penelitian yang dilakukan sesuai dengan hipotesa yang diharapkan.


(60)

2.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan madu tidak efektif pada proses penyembuhan luka gangren diabetes. Hal ini disebabkan oleh jumlah sampel yang tidak memenuhi kriteria. Karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang memenuhi kriteria sehingga dapat dilihat hasil yang nyata tentang seberapa besar perbedaan efektivitas madu terhadap penyembuhan luka gangren pada kelompok intervensi dan kontrol.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Admin. (2007). Kaki Diabetik. Diakses dari

pada tanggal 15

Agustus 2008

Budiarto, Eko. (2001). Biostatika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC

Danang. (2008). Konsep Dasar Penyakit Diabetes Mellitus. Diakses dari Agustus 2008

Danim,Sudarwan. (2003). Riset Keperawatan : Sejarah dan Metodologi. Ed 1. Jakarta : EGC

Eddy, Jennifer J. (2008). Topical Honey for Diabetic Foot Ulcers. Diakses

dari

tanggal 22 maret 2009

Eddy J, Gideonsen M, Mack G. (2008). Practical Conciderations of Using Topical Honey for Nuropathic Diabetic Foot Ulcers : A Review. Diakses dari

Hammouri, Sahel K. (2003). The Role Of Honey in The Management of

Diabetic Foot Ulcers. Diakses dari

pada

tanggal 24 Maret 2009

Ismayanti. (2007). Luka Gangren pada Diabetik. Diakses dsri

pada

tanggal 20 Desember 2008

Iqbal. (2008). Rumah Madu. Diakses dari

pada

tanggal 15 Agustus 2008

Jong, Wim De. (2004). Buku Ajar : Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta : EGC Leslie, R.D.G. (1991). Diabetes. Jakarta : Arcan

Morison, Maya J. (2003). Seri Pedoman Praktis : Manajemen Luka. Jakarta : EGC


(1)

kadar gula darah

Frequenc

y Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 160 1 50.0 50.0 50.0

176 1 50.0 50.0 100.0

Total 2 100.0 100.0

status nutrisi

Frequenc

y Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid gizi buruk 1 50.0 50.0 50.0

gizi

normal 1 50.0 50.0 100.0

Total 2 100.0 100.0

Kelompok Kontrol

Statistik

Usia

Jenis

kelamin suku

pendidika n kadar gula darah status nutrisi

N Valid 2 2 2 2 2 2

Missin

g 0 0 0 0 0 0

Usia

Frequenc

y Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 44 1 50.0 50.0 50.0

50 1 50.0 50.0 100.0

Total 2 100.0 100.0

Jenis kelamin

Frequenc

y Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 1 50.0 50.0 50.0

Perempua

n 1 50.0 50.0 100.0


(2)

suku

Frequenc

y Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid melay

u 1 50.0 50.0 50.0

jawa 1 50.0 50.0 100.0

Total 2 100.0 100.0

pendidikan

Frequenc

y Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SD 1 50.0 50.0 50.0

SMP 1 50.0 50.0 100.0

Total 2 100.0 100.0

kadar gula darah

Frequenc

y Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 150 1 50.0 50.0 50.0

160 1 50.0 50.0 100.0

Total 2 100.0 100.0

status nutrisi

Frequenc

y Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid gizi


(3)

Analisa Data dengan Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

total push score - Total push score

Negative

Ranks 2(a) 1.50 3.00

Positive Ranks 0(b) .00 .00

Ties 0(c)

Total 2

a total push score < Total push score b total push score > Total push score c total push score = Total push score

Test Statistics(b) total push score - Total push score

Z -1.342(a)

Asymp. Sig.

(2-tailed) .180

a Based on positive ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test

Analisa Data dengan Mann-Whitney Ranks

Kelompo

k N

Mean Rank Sum of Ranks Total push Score Intervensi

2 1.75 3.50

Kontrol 2 3.25 6.50

Total 4

Test Statistics(b)

Total push Score Mann-Whitney U .500

Wilcoxon W 3.500

Z -1.225

Asymp. Sig.

(2-tailed) .221

Exact Sig.

[2*(1-tailed Sig.)] .333(a) a Not corrected for ties.


(4)

HASIL DOKUMENTASI PENYEMBUHAN LUKA GANGREN KELOMPOK INTERVENSI DAN KONTROL

Kelompok Intervensi IA Sebelum Terapi Madu

Intervensi IA Setelah Terapi Madu


(5)

Kelompok Intervensi IB Sesudah Terapi Madu

Kelompok Kontrol IIA Sesudah Perawatan Tanpa madu


(6)

CURRICULUM VITAE

Nama Lengkap : Lisbet Lasmawati Situmorang Tempat/Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 15 Februari 1986 Alamat : Jl. Gaperta Ujung no. 68 Helvetia Medan Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Kawin

Nama Orang Tua : A. Situmorang

Pendidikan : 1992-1998 SD Budi Mulia I Pematangsiantar 1998-2001 SLTP Budi Mulia Pematangsiantar 2001-2004 SMU Budi Mulia Pematangsiantar 2004-2009 PSIK FK USU