Pengaruh Stimulasi Otot Gastroknemius pada Proses Penyembuhan Luka Kaki Diabetes

(1)

PENGARUH STIMULASI OTOT GASTROKNEMIUS

PADA PROSES PENYEMBUHAN LUKA KAKI DIABETES

TESIS

Oleh

ASRIZAL

127046045/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH STIMULASI OTOT GASTROKNEMIUS

PADA PROSES PENYEMBUHAN LUKA KAKI DIABETES

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) Dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah Pada Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ASRIZAL

127046045/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 12 September 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.dr.Imam Budi Putra, MHA, Sp.KK Anggota : 1. Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS

2. Dr. dr. Ridha Darmajaya, Sp.BS 3. dr. Dedi Ardinata, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH STIMULASI OTOT GASTROKNEMIUS PADA

PROSES PENYEMBUHAN LUKA KAKI DIABETES

Tesis

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademis di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.


(6)

Judul Tesis : Pengaruh Stimulasi Otot Gastroknemius pada Proses Penyembuhan Luka Kaki Diabetes

Nama Mahasiswa : Asrizal

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah

Tahun : 2014

ABSTRAK

Stimulasi otot membantu proses penyembuhan luka dengan meningkatkan densitas kapiler, perfusi, dan meningkatkan oksigenasi ke luka untuk merangsang granulasi serta meningkatkan aktifitas fibroblas. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh stimulasi otot gastroknemius pada proses penyumbuhan luka kaki diabetes. Desain penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen pre dan post test kontrol grup. Proses penyembuhan luka dalam penelitian ini berdasarkan sirkulasi pembuluh darah vena diukur dengan Ankle Brachial Index (ABI) dan regenerasi jaringan luka diukur dengan Bates Jenses Wound Assessment Tool. Sejumlah 33 subjek penelitian untuk kelompok intervensi dan 29 subjek penelitian untuk kelompok kontrol yang dilibatkan dalam penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ditemukan perbedaan yang signifikan proses penyembuhan luka kaki diabetes berdasarkan sirkulasi pembuluh darah vena sebelum dan sesudah stimulasi otot gastroknemius kelompok intervensi: t= -13,12, p=0,000;


(7)

kelompok intervensi: t=38,25, p=0,000; kelompok kontrol: t=-12,12. Selanjutnya ditemukan perbedaan yang signifikan proses penyembuhan luka kaki diabetes berdasarkan sirkulasi pembuluh darah kelompok intervensi dengan kelompok kontrol: t=-3,49, p=0,000. Akan tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan proses penyembuhan luka kaki diabetes berdasarkan regenerasi jaringan luka kelompok intervensi dengan kelompok kontrol: t=-1,85; p=0,89. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa stimulasi otot gastroknemius dapat meningkatkan sirkulasi pembuluh darah vena ke jaringan luka sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka.


(8)

Thesis Title : The Effect of Gastrocnemius Muscle Stimulation on the Diabetic Foot Ulcer Healing Process

Name : Asrizal

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Medical-Surgical Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Muscle stimulation in the wound healing process is done by increasing capillary density, perfusion, and oxygenation to the wound in order to stimulate granulation and fibroblast activity. The objective of the research was to assess the influence of gastrocnemius muscle stimulation in the diabetic foot ulcer healing process. The research used quasi experiment of control-group pre and post test. The healing process in the research was based on the vein circulation, measured by using Ankle Brachial Index (ABI), and the regeneration of wound tissue was measured by using Bates Jenses Wound Assessment Tool. There were 33 research subjects for intervention group and 29 research subjects for the control group. The result of the research showed that there was significant disparity in the diabetic foot ulcer healing process, based on vein circulation before and after gastrocnemius muscle stimulation was done in the intervention group at t= -13.12 and p= 0.000; in the control group at t= 24.32 and p= 0.000. Based on the regeneration of wound tissue in the intervention group, t= 38.25 and p= 0.000 and


(9)

in the control group, t= -12.12. It was also found that there was significant disparity in the diabetic foot ulcer healing process, based on vein circulation between the intervention group and the control group at t= -3.49 and p= 0.000. On the other hand, there was no significant disparity in the diabetic foot ulcer healing process, based on the regeneration of wound tissue between the intervention group and the control group at t= 1.85 and p= 0.89. Based on the result of the research, it could be concluded that gastrocnemius muscle stimulation could increase vein circulation to the wound tissue so that it could accelerate wound healing process.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan usulan penelitian dengan judul “Pengaruh Stimulasi Otot Gastroknemius pada Proses Penyembuhan Luka Kaki Diabetes”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam proses penyelesaian studi pada Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan penelitian ini tidak dapat diwujudkan tanpa bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk melanjutkan studi ke jenjang Magister Keperawatan.

2. Setiawan, S.Kp., MNS, Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, Sp.KK selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memotivasi dan mengarahkan peneliti dengan penuh kesabaran sehingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.

4. Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp., MNS selaku pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.


(11)

5. Dr. dr. Ridha Darmajaya, Sp.BS selaku penguji I dan dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku penguji II yang telah meluangkan waktunya untuk menguji peneliti, saran dan kritikan yang membangun sangat peneliti harapkan untuk meningkatkan kualitas tesis ini.

6. Pusat Perawatan Luka “Asri Wound Care Centre Medan” yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

7. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) atas kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.

8. Orang tua dan adik-adik tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat yang sangat berarti bagi peneliti hingga akhirnya peneliti mampu menyelesaikan tesis ini.

9. Istri dan anak-anak tercinta yang setia memberikan motivasi dengan penuh harapan sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini.

10. Teman-teman angkatan pertama Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan saran, kritikan yang membangun dari semua pihak demi menyempurnakan tesis ini.

Medan, 12 September 2014 Peneliti


(12)

RIWAYAT HIDUP

N a m a : Asrizal

Tempat/Tanggal Lahir : Peureulak, 15 Oktober 1974

Alamat : Jln. Suluh Gang Mahmud No.41 Medan

No.Telp/HP : 081361712243

Riwayat Pendidikan :

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SDN. Pertamina Rt.Panjang 1987

SMP SMPN. Ranto Peureulak 1990

SMA SMAN. Peureulak 1993

D-III Keperawatan Akademi Keperawatan RS Haji Medan 1997

Ners Profesi Ners PSIK FK USU 2005

Magister Fakultas Keperawatan USU 2014

Riwayat Pekerjaan :

Tempat Kerja Tahun

Akper RS Haji Medan 1998-2000

Balai Pengobatan Jamsostek RS Haji Medan 2000-2002 Perawat Hemodialisa Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi

‘Rasyida” Medan

2002-2008


(13)

Fakultas Keperawatan USU 2010-Sekarang Pusat Perawatan Luka (Asri Wound Care Centre) 2010-Sekarang

Kegiatan Akademik Selama Studi :

Peserta pada acara “Seminar Penelitian Kualitatif Sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Disiplin Ilmu Kesehatan & Workshop Analisis Data dengan Content Analysis & Weft-QDA”, 31 Januari 2012, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta Seminar Keperawatan Nursing Leadership menyongsong Asean Community 2015, 30 Januari 2013 Fakultas Keperawatan, USU.

Peserta pada 2013 MEDAN INTERNATIONAL NURSING CONFERENCE

“The Application of Nursing Education Advanced Research and Clinical Practice”, 1 – 2 April 2013, Hotel Garuda Plaza, Medan, Sumatera Utara.

Presentasi poster pada Seminar Nasional "Peningkatan Kualitas Pelayanan Pada Neonatus melalui Implementasi Developmental Care" pada tanggal 10 Oktober 2013 di Aula Eikman RSUP Hasan Sadikin Bandung.

Peserta “Seminar & Workshop Diagnostic Reasoning NANDA dan ISDA Basic, 24 November 2014, Fakultas Keperawatan, USU.

Peserta “Symposium and Workshop Wound, Ostomy, Continence Enterostomal Therapy Nurse WCET 20th Bienniel Congress 16 - 20 Juni 2014, Gothenburg Swedia.


(14)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR GAMBAR ………. xii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xiii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Permasalahan ………. 6

1.3 Tujuan Penelitian ………... 6

1.4 Hipotesis ………. 8

1.5 Manfaat Penelitian ………. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 10

2.1 Luka Kaki Diabetes ……… 10

2.1.1 Definisi ………... 10

2.1.2 Penyebab ……….. 10

2.1.3 Tanda dan Gejala ………. 11

2.1.4 Gangguan Pembuluh Darah Luka Kaki Diabetes ... 12

2.1.5 Pengkajian Luka Diabetes ……… 13

2.1.6 Aplikasi Perawatan Luka Diabetes ……….. 19

2.2 Proses Penyembuhan Luka ……… 20

2.2.1 Definisi ……….... 20

2.2.2 Fisiologi Penyembuhan Luka ……….. 20

2.2.3 Tipe Penyembuhan Luka ………. 22

2.2.4 Faktor Penyembuhan Luka ………. 22

2.2.5 Konsep Baru Penyembuhan Luka ………... 28

2.3 Stimulasi Otot ……… 31

2.3.1 Definisi ………... 31

2.3.2 Manfaat Stimulasi Otot ………... 31

2.3.3 Tipe Stimulasi Otot ………... 32

2.3.4 Efek Fisiologi ………... 32

2.3.5 Metode Aplikasi Stimulasi Otot ………... 34

2.3.6 Indikasi dan Kontraindikasi ………. 34

2.4 Landasan Teori ………... 35

2.4.1 Model Konsep Adaptasi Roy Terkait Perawatan Luka …… 35

2.4.2 Kerangka Konsep ………. 38

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 39

3.1 Jenis Penelitian ……….. 39


(15)

3.2.1 Lokasi penelitian ……….. 39

3.2.2 Waktu penelitian ……….. 40

3.3 Populasi dan Sampel ……….. 40

3.3.1 Populasi ……… 40

3.3.2 Sampel ……….. 40

3.4 Metode Pengumpulan Data ……… 42

3.4.1 Kerangka Penelitian ... 45

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ………. 46

3.6 Metode Pengukuran ………... 47

3.6.1 Uji Validitas ………. 49

3.6.2 Uji Reliabilitas ……… 49

3.7 Metode Analisis Data ………. 50

3.8 Pertimbangan Etik ……….. 52

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 54

4.1 Data demografi responden ... 54

4.2 Sirkulasi pembuluh darah vena subjek penelitian sebelum dan sesudah stimulasi otot gastroknemius ... 57

4.3 Regenerasi jaringan luka subjek penelitian sebelum dan sesudah stimulasi otot gastroknemius ... 58

4.4 Perbedaan sirkulasi pembuluh darah vena antara data awal dan data akhir ... 59

4.5 Perbedaan regenerasi jaringan luka subjek penelitian antara data awal dan data akhir ... 61

BAB V PEMBAHASAN ... 63

5.1 Sirkulasi pembuluh darah vena subjek penelitian ... 63

5.2 Regenerasi jaringan luka subjek penelitian ... 65

5.3 Perbedaan sirkulasi pembuluh darah vena subjek penelitian ... 67

5.4 Perbedaan regenerasi jaringan luka subjek penelitian ... 70

5.5 Keterbatasan penelitian ... 71

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

6.1 Kesimpulan ... 73

6.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ……… 77


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Tabel Ankle Brachial Index ... 18 Tabel 4.1 Tabel distribusi subjek penelitian berdasarkan usia ... 55 Tabel 4.2 Tabel distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis

kelamin ...

55

Tabel 4.3 Tabel distribusi subjek penelitian berdasarkan derajat luka ...

56

Tabel 4.4 Tabel distribusi subjek penelitian berdasarkan indeks masa tubuh ...

56

Tabel 4.5 Tabel distribusi subjek penelitian berdasarkan kadar gula darah ...

57

Tabel 4.6 Tabel distribusi jumlah subjek penelitian berdasarkan sirkulasi pembuluh darah vena pre intervensi data awal dan akhir sirkulasi pembuluh darah vena pre dan post intervensi dan kontrol ...

58

Tabel 4.7 Tabel distribusi jumlah subjek penelitian berdasarkan data awal dan akhir regenerasi jaringan luka pre dan post intervensi dan kontrol ...

59

Tabel 4.8 Tabel perbedaan sirkulasi pembuluh darah vena awal dan akhir pre dan post intervensi dan kontrol ...

60

Tabel 4.9 Tabel perbedaan sirkulasi pembuluh darah vena kelompok intervensi dan kontrol ...

60

Tabel 4.10 Tabel perbedaan regenerasi jaringan luka awal dan akhir pre dan post intervensi dan kontrol ...

61

Tabel 4.11 Tabel perbedaan regenerasi jaringan luka kelompok intervensi dan kontrol ...


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Waktu Penyembuhan Luka ... 21

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual ……….... 38


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 81

a. Lembar Penjelasan tentang Penelitian ... 82

b. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 83

c. Daftar Isian Demografi ... 84

d. Bates-Jensen Wound Assessment Tool ... 85

e. Lembar Observasi Sirkulasi Pembuluh Darah ... 87

f. Lembar Prosedur Stimulasi Otot ... 89

Lampiran 2 Izin Penelitian ... 93

a. Surat Pengambilan Data dari Dekan Fakultas Keperawatan ... 94

b. Surat Persetujuan Etik Peneltian ... 95

c. Surat Ijin Pengambilan Data Pusat Perawatan Luka “Asri Wound care Centre Medan ... 96


(19)

Judul Tesis : Pengaruh Stimulasi Otot Gastroknemius pada Proses Penyembuhan Luka Kaki Diabetes

Nama Mahasiswa : Asrizal

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah

Tahun : 2014

ABSTRAK

Stimulasi otot membantu proses penyembuhan luka dengan meningkatkan densitas kapiler, perfusi, dan meningkatkan oksigenasi ke luka untuk merangsang granulasi serta meningkatkan aktifitas fibroblas. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh stimulasi otot gastroknemius pada proses penyumbuhan luka kaki diabetes. Desain penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen pre dan post test kontrol grup. Proses penyembuhan luka dalam penelitian ini berdasarkan sirkulasi pembuluh darah vena diukur dengan Ankle Brachial Index (ABI) dan regenerasi jaringan luka diukur dengan Bates Jenses Wound Assessment Tool. Sejumlah 33 subjek penelitian untuk kelompok intervensi dan 29 subjek penelitian untuk kelompok kontrol yang dilibatkan dalam penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ditemukan perbedaan yang signifikan proses penyembuhan luka kaki diabetes berdasarkan sirkulasi pembuluh darah vena sebelum dan sesudah stimulasi otot gastroknemius kelompok intervensi: t= -13,12, p=0,000;


(20)

kelompok intervensi: t=38,25, p=0,000; kelompok kontrol: t=-12,12. Selanjutnya ditemukan perbedaan yang signifikan proses penyembuhan luka kaki diabetes berdasarkan sirkulasi pembuluh darah kelompok intervensi dengan kelompok kontrol: t=-3,49, p=0,000. Akan tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan proses penyembuhan luka kaki diabetes berdasarkan regenerasi jaringan luka kelompok intervensi dengan kelompok kontrol: t=-1,85; p=0,89. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa stimulasi otot gastroknemius dapat meningkatkan sirkulasi pembuluh darah vena ke jaringan luka sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka.


(21)

Thesis Title : The Effect of Gastrocnemius Muscle Stimulation on the Diabetic Foot Ulcer Healing Process

Name : Asrizal

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Medical-Surgical Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Muscle stimulation in the wound healing process is done by increasing capillary density, perfusion, and oxygenation to the wound in order to stimulate granulation and fibroblast activity. The objective of the research was to assess the influence of gastrocnemius muscle stimulation in the diabetic foot ulcer healing process. The research used quasi experiment of control-group pre and post test. The healing process in the research was based on the vein circulation, measured by using Ankle Brachial Index (ABI), and the regeneration of wound tissue was measured by using Bates Jenses Wound Assessment Tool. There were 33 research subjects for intervention group and 29 research subjects for the control group. The result of the research showed that there was significant disparity in the diabetic foot ulcer healing process, based on vein circulation before and after gastrocnemius muscle stimulation was done in the intervention group at t= -13.12 and p= 0.000; in the control group at t= 24.32 and p= 0.000. Based on the regeneration of wound tissue in the intervention group, t= 38.25 and p= 0.000 and


(22)

in the control group, t= -12.12. It was also found that there was significant disparity in the diabetic foot ulcer healing process, based on vein circulation between the intervention group and the control group at t= -3.49 and p= 0.000. On the other hand, there was no significant disparity in the diabetic foot ulcer healing process, based on the regeneration of wound tissue between the intervention group and the control group at t= 1.85 and p= 0.89. Based on the result of the research, it could be concluded that gastrocnemius muscle stimulation could increase vein circulation to the wound tissue so that it could accelerate wound healing process.


(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kaki diabetes adalah suatu bentuk kelainan tungkai kaki bawah akibat tidak terkontrolnya nilai kadar gula darah pada penderita diabetes. Kelainan tungkai bawah penderita diabetes yang paling umum terjadi adalah luka (ulkus) kaki diabetes. Luka kaki diabetes merupakan kelainan kaki bagian bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali (Tarwoto, 2012).

Litzelman (1993 dalam Ekaputra, 2013) menyatakan bahwa pasien diabetes sangat beresiko mengalami komplikasi kronis terutama luka kaki diabetes akibat tidak terkontrolnya gula darah. Selanjutnya, Litzelman juga menjelaskan bahwa luka kaki diabetik tersebut sukar untuk disembuhkan.

Hartono (2013) menyatakan bahwa terdapat 3 faktor yang terjadi pada pasien diabetes yang akan mengakibatkan terjadinya luka diabetes yaitu 1) gangguan neuropati sensori, antara lain kematian atau kerusakan saraf akibat iskemia menyebabkan gangguan rasa nyeri, 2) Gangguan neuropati motorik, antara lain ditandai dengan atropi otot permukaan plantar kaki, meningkatkan risiko luka, 3) Gangguan pembuluh darah arteri atau vena. Sependapat dengan Hartono, Rice (2005) menyatakan bahwa luka kaki diabetes dapat disebabkan oleh faktor gangguan vaskuler dan saraf atau kombinasi keduanya, dimana komplikasi neuropati sebesar 50-64% merupakan faktor yang paling sering menimbulkan perlukaan.


(24)

Di Asia, Samson (2013) menyatakan bahwa di Hongkong, angka kejadian luka kaki diabetes terus meningkat meningkat. Samson memaparkan bahwa angka kejadian luka kaki diabetes mencapai 3,55 per 1000 populasi dengan prevalensi luka kaki diabetes mencapai 11,6 %. Sedangkan di Singapore, Nather, Xian, Ho, dan Ling (2013) melaporkan bahwa berkisar 700 penderita kaki diabetes harus menjalani amputasi dan diperkirakan setiap 20 detik terjadi satu kasus amputasi. Sementara itu, Wijeyaratne (2013) melaporkan bahwa di Colombo Sri Langka, diperkirakan dari 2 juta penderita diabetik yang teridentifikasi, 5 % (100.000 orang) diantaranya mengalami luka kaki diabetes.

Di Indonesia, Angka kejadian luka kaki diabetes belum ada pelaporan yang akurat. Waspaji (2008) memperkirakan 80 % penderita luka kaki diabetes memerlukan perawatan khusus di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sementara itu, di RS Haji Adam Malik Medan angka kejadian luka kaki diabetes dalam kurun waktu satu tahun terakhir Januari-Desember 2013 berkisar 203 kasus. Berdasarkan data jumlah kunjungan periode Januari sampai Desember 2013 di Asri Wound Care Center Medan, ditemukan terdapat 480 kasus kunjungan pasien dengan luka kaki diabetes.

Bryan dan Nix (2007, dalam Tarwoto, 2012) menyatakan penyebab luka kaki diabetes selain gangguan pembuluh darah perifer, juga dapat disebabkan oleh bendungan aliran darah vena yang stasis sehingga meningkatkan terjadinya oedema. Sependapat dengan hal tersebut, Schaper, Prompers dan Huijebert (2007, dalam Tarwoto, 2012) juga menyatakan bahwa adanya neuropati otonomi pada kaki pasien diabetes melitus mengakibatkan peningkatan aliran darah sehingga


(25)

berdampak pada peningkatan tekanan vena pada kaki yang akan mempengaruhi oksigen dan nutrisi.

Adanya gangguan sirkulasi vena dapat mengakibatkan terhambatnya arus balik darah sehingga menimbulkan stasis vena. Stasis vena yang berlangsung lama (kronik) akan menimbulkan penurunan penghantaran oksigen melintasi membran kapiler sehingga kebutuhan oksigen jaringan untuk proses penyembuhan akan terhalang dan proses pertumbuhan jaringan pada luka kaki diabetes akan memanjang. Kejadian luka kaki diabetes dengan gangguan sirkulasi vena mencapai 70 hingga 90% dari keseluruhan kejadian luka kaki diabetes (Hartono, 2013).

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi stasis vena antara lain dengan cara meningkatkan sirkulasi aliran darah vena dengan teknik stimulasi otot. Stimulasi otot/kontraksi otot dapat meningkatkan penyembuhan luka kaki diabetes. Stimulasi elektrik sangat efektif untuk penyembuhan luka kronis arteri ulcer, venous ulcer, pressure ulcer dan termasuk luka kaki termasuk diabetes 2,5 kali lebih cepat dengan perawatan lembab dibandingkan dengan perawatan kering. Pada 42 sampel yang dilakukan stimulasi elektrik pada dua grup dengan teknik random dilakukan dengan waktu 45 menit 3 kali setiap minggu selama satu bulan maka didapatkan hasil penyembuhan luka kaki diabetes lebih cepat dengan kondisi ukuran luka mengecil dan slough menurun 50%, setelah 17 hari perawatan jaringan granulasi 100% (Moore, 2007).

. Sedangkan Kloth (2002) menyatakan bahwa stimulasi otot membantu proses penyembuhan luka dengan meningkatkan densitas kapiler, perfusi, dan


(26)

meningkatkan oksigenasi ke luka untuk merangsang granulasi serta meningkatkan aktifitas fibroblas.

Stimulasi otot memegang peranan penting dalam membantu proses penyembuhan luka kaki diabetes. Baker, Chambers, Demuth, dan Villar (1997) mengatakan tingkat keefektifan stimualsi otot dalam penyembuhan luka kaki diabetes mencapai angka 60%.

Stimulasi otot/kontraksi otot direkomendasikan untuk digunakan pada perawatan luka kaki kronis dengan tujuan untuk meningkatkan pengembangan penyembuhan luka kaki. Umumnya dilakukan pada perawatan luka kaki dengan insufisiensi vena, diabetes melitus, penyakit pembuluh darah kecil. Rata-rata luka kaki kronis berkisar 70%-90% (Houghton et al, 2003).

Kontraksi otot-otot betis (gastrocnimeus) pada penderita luka kaki diabetes sangat diperlukan. Kontraksi otot gastrocnimeus dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan meningkatkan pompa otot betis (calf pumping). Pada akhirnya, pompa otot betis akan memfasilitasi venous return yang akan berdampak terhadap peningkatan proses penyembuhan luka kaki diabetes (Tarwoto, 2012).

Stimulasi otot merupakan terapi tambahan yang dipakai untuk mempercepat proses penyembuhan luka karena dengan stimulasi otot tersebut akan mengalihkan energi ke luka dengan menempatkan elektroda pada otot gastroknemius dekan dengan luka memungkinkan suplai darah masuk ke jaringan luka dengan menempatkan dua buhah elektroda pada kedua otot betis kaki selama 30 menit hingga 2 jam setiap hari (Rahmawati, Arifin, Guritno, & Aziz, 2009).


(27)

Penelitian yang dilakukan oleh Baker et al (2007), dari 114 pasien dengan luka kaki diabetik dengan stimulasi elektrik dengan waktu 30 menit 3 kali seminggu selama satu bulan menunjukkan 90% granulasi pada penyembuhan luka kaki diabetik.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba mengkombinasikan dan mengaplikasikan konsep model adaptasi Roy dalam penelitian dengan pendekatan 4 elemen yaitu : 1) keperawatan 2) manusia 3) lingkungan dan 4) kesehatan yang terkait dengan penelitian ini. Model konsep yang digunakan adalah yang berkaitan dengan mode fisiologis dan proteksi tubuh manusia, dimana keterkaitan dengan fungsi tubuh manusia berdasarkan fungsi oksigenasi yang terkait dengan sirkulasi oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh terutama berhubungan dengan luka kaki diabetes yang membutuhkan oksigenasi yang cukup untuk proses penyembuhan luka kaki diabetes. Sedangkan berhubungan dengan proteksi pada tubuh sebagai pertahanan kulit yang berhubungan luka adalah memproteksi kulit dari agen infeksi yang akan menyebabkan terjadinya luka, kemudian menghindari trauma pada jaringan luka sehingga luka juga dapat lebih cepat disembuhkan (Roy & Andrew 1991).

Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di Asri Wound Care Canter Medan berkaitan dengan luka diabetes terhadap 20 pasien luka kaki diabetes dengan gangguan vena (venous ulcer), penulis menemui proses penyembuhan luka lebih lama dibandingkan dengan luka kaki diabetes yang tidak mengalami gangguan pembuluh darah vena, maka dengan fenomena yang muncul diperlukan upaya untuk memperbaiki gangguan pembuluh darah vena pada luka


(28)

kaki diabetes, upaya yang akan dilakukan yaitu dengan menggunakan stimulasi otot gastroknemius pada luka kaki diabetes, berdasarkan fenomena diatas maka sangatlah perlu dilakukan penelitian berkaitan stimulasi otot gastroknemius pada penyembuhan luka kaki diabetes.

1.2 Permasalahan

Apakah stimulasi otot gastroknemius berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka kaki diabetes?

1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh stimulasi otot gastroknemius pada proses penyumbuhan luka kaki diabetes.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menilai proses penyembuhan luka kaki diabetes berdasarkan sirkulasi pembuluh darah vena sebelum stimulasi otot gastroknemius pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

2. Menilai proses penyembuhan luka kaki diabetes berdasarkan sirkulasi pembuluh darah vena sesudah stimulasi otot gastroknemius pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.


(29)

3. Menilai proses penyembuhan luka kaki diabetes berdasarkan regenerasi jaringan luka sebelum stimulasi otot gastroknemius pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

4. Menilai proses penyembuhan luka kaki diabetes berdasarkan regenerasi jaringan luka sesudah stimulasi otot gastroknemius pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

5. Menilai perbedaan proses penyembuhan luka kaki diabetes berdasarkan sirkulasi pembuluh darah vena antara data awal dan data akhir sebelum dan sesudah stimulasi otot gastroknemius dan perawatan luka lembab pada kelompok intervensi dan kontrol.

6. Menilai perbedaan proses penyembuhan luka kaki diabetes berdasarkan sirkulasi pembuluh darah vena sebelum dan sesudah stimulasi otot gastroknmeius dan perawatan luka lembab pada kelompok intervensi dengan kontrol.

7. Menilai perbedaan proses penyembuhan luka kaki diabetes berdasarkan regenerasi jaringan luka antara data awal dan data akhir sebelum dan sesudah stimulasi otot gastroknemius pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. 8. Menilai perbedaan proses penyembuhan luka kaki diabetes berdasarkan

regenerasi jaringan luka sebelum dan sesudah stimulasi otot gastroknemius dan perawatan luka pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.


(30)

1.4 Hipotesis

1. Stimulasi otot gastroknemius dapat meningkatkan sirkulasi pembuluh darah vena ke jaringan luka pada proses penyembuhan luka kaki diabetes. 2. Stimulasi otot gastroknemius dapat meningkatkan regenerasi jaringan luka

pada proses penyembuhan luka kaki diabetes.

1.5 Manfaat penelitian

1.5.1 Pendidikan keperawatan

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian keperawatan untuk melakukan stimulasi otot gastroknemius pada penyembuhan luka kaki diabetes sebagai intervensi dalam perawatan luka kaki diabetes

1.5.2 Praktik keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi baru bagi praktik klinik perawatan luka kaki diabetes dengan menggunakan stimulasi otot gastroknemius.

1.5.3 Subjek penelitian

Hasil penelitian ini dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas sirkulasi pembuluh darah vena dalam proses penyembuhan luka kaki diabetes sehingga mempercepat terjadinya proses penyembuhan.

1.5.4 Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk menambah wawasan dalam pengembangan perawatan luka kaki diabetes yang menggunakan


(31)

stimulasi otot gastroknemius sebagai data awal untuk melanjutkan penelitian selanjutnya terkait dengan perawatan luka kaki diabetes.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Luka Kaki Diabetes 2.1.1 Definisi

Luka kaki diabetes adalah luka kakiyang terjadi pada pasien diabetes yang melibatkan gangguan saraf perifer dan otonom sehingga menyebabkan terganggunya integritas jaringan kulit diakibatkan oleh neuropati sensori, neuropati motorik dan terganggunya aliran darah ke tungkai bawah (Driver, Landowski & Madsen, 2006).

Menurut Parmet, (2005) dan Frykberg et al, (2006 dalam Tarwoto 2013) luka kaki diabetes adalah : kerusakan sebagian atau keseluruhan pada kulit yang dapat meluas ke jaringan dibawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada pasien diabetes melitus yang diakibatkan peningkatan kadar gula darah yang tinggi.

2.1.2 Penyebab

Luka kaki diabetes dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti tidak terkontrolnya kadar gula darah, neuropati, trauma jaringan kulit, gangguan pembuluh darah arteri dan vena, saraf motorik dan saraf sensorik (Tanneberg et al, 2001).


(33)

Luka kaki diabetes adalah penyebab hilangnya anggota tubuh pada pasien diabetes yang disebabkan oleh banyak faktor, termasuk deformitas, neuropati sensori, kondisi kulit yang tidak sehat dan infeksi

Luka kaki diabetes dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : diabetes yang tidak tergontrol, neuropati kaki diabetes, iskemia kaki diabetes, perawatan kaki diabetes yang buruk, trauma kaki diabetes (Srigitarja, 2008).

(Pei, 2013).

Menurut Oguejiofor, Oli, Odenigbo & Benbow, (2009 dalam Tarwoto, 2013) menjelaskan bahwa penyebab luka kaki diabetes banyak disebabkan oleh neuropati sensori perifer (sensorik, motorik, otonomik), trauma, deformitas, iskemia, pembentukan kalus, infeksi dan edema, penyebab lain adalah : penyakit pembuluh darah perifer (mikro dan makro angiopati). Faktor lain yang berkontribusi terhadap kejadian luka kaki diabetes adalah : deformitas kaki (yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada plantar), usia tua, kontrol gula darah yang buruk, hiperglikemia yang berkepanjangan dan kurangnya perawatan kaki.

2.1.3 Tanda dan Gejala

Adapun tanda dan gejala dari luka kaki diabetes adalah : umumnya pada area plantar kaki, hilang atau berkurangnya sensasi nyeri (baal), kering pada kulit kaki, pembentukan kalus pada area kaki yang tertekan, eksudat luka sedang dan banyak, luka yang berlubang dan dalam, sekeliling luka dapat terjadi selulitis, kelainan bentuk kaki, berjalan yang tidak seimbang (Maryunani, 2013).


(34)

2.1.4 Gangguan Pembuluh Darah Luka Kaki Diabetes

Menurut Clayton, Warren & Elasy, (2009 dalam Tarwoto 2013) gangguan pembuluh darah pada luka kaki diabetes dapat terjadi antara lain gangguan pembuluh darah arteri dan vena. Gangguan pembuluh darah arteri perifer merupakan faktor yang berkonstribusi terhadap perkembangan luka kaki diabetes sampai 50% kasus. Kondisi ini akan berpengaruh pada arteri tibialis dan arteri peroneal otot betis. Disfungsi sel endotel dan abnormalitas sel otot polos berkembang pada pembuluh darah arteri sebagai konsekuensi status hiperglikemia yang persisten. Terjadi penurunan fungsi matriks ekstraseluler pembuluh darah yang memicu terjadinya stenosis lumen arteri akhirnya mengakibatkan iskemia pada ekstremitas bawah dan meningkatkan risiko luka kaki diabetes.

Menurut Bryant & Nix (2007 dalam Tarwoto 2013) menyatakan bahwa selain adanya gangguan pembuluh arteri perifer pasien luka kaki diabetes disebabkan oleh bendungan akibat aliran stasis pada vena berkisar antara 70 – 90 %. Stasis vena biasanya timbul diakibatkan fungsi fisiologi pengembalian darah dari ekstremitas bawah menuju jantung terganggu. Mekanisme pengembalian darah kembali kejantung meliputi adanya tonus otot polos pada dinding vena, adanya kontraksi pada otot-otot betis (otot gastroknemius).

Carville (2013), menyatakan evaluasi status vaskuler pasien dengan luka kaki diabetes dapat dilakukan dengan pemeriksaan non invasif seperti menggunakan doppler vaskuler untuk menilai ABI (ankle brachial index)

sirkulasi pembuluh darah arteri dan vena. Untuk pemeriksaan non invasif adalah


(35)

2.1.5 Pengkajian Luka Diabetes 2.1.5.1 Keluhan utama

Pada kasus luka diabetes hampir sebagian besar pasien datang dengan keluhan utama adanya luka yang tiba-tiba membengkak dan mereka tidak sadar kapan terjadi luka pada awalnya.

2.1.5.2 Riwayat kesehatan

Perlu diperhatikan riwayat kesehatan pasien yang lalu yang berkaitan dengan penyakitnya sekarang, selain riwayat kesehatan pasien dan keluarga perlu juga dikaji kebiasaan sehari-hari yang merupakan faktor pencetus terjadinya luka diabetes dan bagaimana penanganannya selama ini atau tindakan apa saja yang sudah dilakukan.

2.1.5.3 Pengkajian luka diabetes

Pengkajian luka diabetes dapat dilakukan berdasarkan beberapa hal antara lain :

a. Lokasi dan letak luka

Indikator terhadap kemungkinan penyebab terjadinya luka, sehingga luka dapat diminimalkan. Misal pasien datang dengan letak luka pada ibu jari kaki, penyebab tertinggi letak luka pada ibu jari kaki adalah akibat penekanan karena penggunaan sepatu yang terlalu sempit, angka kejadian luka diminimalkan dengan tidak lagi menggunakan sepatu yang sempit.


(36)

b. Stadium luka

Stadium Wagner untuk luka kaki diabetik :

1) Superficial ulcers

a) Stadium 0 : tidak terdapat lesi. Kulit dalam keadaan baik, tapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol (charcot arthropathies)

b) Stadium 1 : hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan kadang-kadang tampak tulang menonjol

2) Deep Ulcer

a) Stadium 2 : lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon (dengan goa)

b) Stadium 3 : penetrasi hingga dalam, osteomielitis, plantar abses atau infeksi hingga tendon

3)Gangren

a) Stadium 4 : gangren sebagian, menyebar hingga sebagian dari jari kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangren lembab/kering

b) Stadium 5 : Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik dan gangren.

c) Luas luka

Pengukuran luka dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang tepat seperti penggaris dengan mengkaji panjang, lebar dan kedalaman luka dan untuk luka dengan adanya terowongan


(37)

(goa/undermining) mengukur dengan mengikuti putaran arah jarum jam (Gitarja, 2008)

d) Status vaskuler

Menurut Arisanty (2013) untuk menilai status vaskuler berhubungan erat dengan pengangkutan atau penyebaran oksigen yang adekuat keseluruh lapisan sel yang merupakan unsur penting dalam proses penyembuhan luka. Pengkajian status vaskuler meliputi : perlakuan palpasi, capilari refil, edema dan temperatur kulit, ankle brachial index.

1) Palpasi : dilakukan untuk menilai ada tidaknya denyut nadi, perabaan pada daerah tibial dan dorsal pedis. Tingkatan denyut nadi : a) Tidak teraba, b) Teraba kemudian hilang, c) Norma,l d) sangat jelas kemungkinan ada bendungan.

2) Capillary refill :waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan memberi tekanan pada ujung jari, setelah tampak kemerahan, segera lepaskan tekanan dan lihat apakah ujung jari segera kembali ke kulit normal. a) Normal 10 – 15 detik, b). Iskemia sedang 16 – 25 detik, c). Iskemia berat 26 – 40 detik, d). Iskemia sangat berat > 40 detik

3) Edema : pengkajian ada tidaknya edema dilakukan dengan mengukur lingkar pada midcalf, ankle dan dorsum kaki kemudian dilanjutkan dengan menekan jari pada tulang menonjol ditibia atau medial maleolus. Kulit yang edema akan


(38)

tampak lebih mengkilat, seringkali merupakan tanda adanya gangguan darah balik vena. Tingkatan edema a) 0 – ¼ inc 1+ (mild), b). ¼ - ½ inc 2+ (moderate), c). ½ - 1 inch 3+ (severe) 4) Temperatur kulit : temperatur kulit memberikan informasi

tentang kondisi perfusi jaringan dan fase inflamasi, serta merupakan variabel penting dalam menilai adanya peningkatan atau penurunan perfusi jaringan terhadap tekanan. Cara melakukan penilaian dengan menempelkan punggung tangan pada kulit disekitar luka dan membandingkan dengan kulit pada bagian lain yang sehat.

5) Ankle brachial index (ABI), dopler ultrasound/dopler vaskuler adalah alat yang dipakai untuk memeriksa aliran darah arteri dan vena. Pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi tingkat gangguan pembuluh darah arteri, vena. Dalam keadaan normal tekanan sistolikpada kaki sama dengan di tangan, pada kondisi terjadi gangguan diarea kaki, vena dan arteri akan menghasilkan tekanan sistolik yang berbeda. Cara melakukan ABI dan menilai tekanan sistolik pada ankle sebagai berikut : a) Baringkan pasien kurang lebih selama 20 menit.

b) Pastikan area arteri dan vena tidak ada hambatan dari pakaian atau posisi saat pemeriksaan.

c) Tutup area luka dengan lapisan plastik untuk melindingi cuff tensimeter.


(39)

d) Tempatan cuff melingkar di atas ankle.

e) Letakkan dopler probe di arteri drosalis pedis dan anterior tibialis dengan konekting gel, letakkan probe 45

f) Tekan cuff hingga bunyi pulsasi menghilang. 0

g) Tekan cuff perlahan untuk menurunkan tekanan sampai terdengan bunyi pulsasi kembali, segera catat sistolik ankle. Cara menilai tekanan sistolik brachial :

h)Pindahkan cuff ke lengan disisi yang sama dengan ekstremitas bawah.

i) Cari pulsasi brachial dengan dopler probe j) Tekan cuff hingga pulsasi menghilang.

k) Turunkan tekanan perlahan hingga bunyi pulsasi terdengar lagi ,kemudian segera lepaskan cuff.

Hasil kalkulasi :

(1) Hitung ABI dengan membagi hasil sistolik ankle dengan hasil sistolik brachial.

���

=

TekananSistolikAnkle

TekananSistolikBrachial

(2) Hasil perhitungan interpretasi ABI menurut Carville (2012) pada tabel 2.1 :


(40)

Tabel 2.1 Tabel nilai ABI (ankle brachial index)

0.5 mmHg 0.5-0.7 mmHg 0.8-1.0 mmHg 1.1-1.2 mmHg >1.2 mmHg Arterial Mixed Arterial- Venous Ulcer Normal Calcified

Ulcer Venous Ulcer

Gangguan Gangguan Gangguan Normal Pemeriksaan

Pembuluh Pembuluh Pembuluh Ulang

Arteri Arteri-Vena Vena

e. Status neurologi : pengkajian status neurologi terbagi dalam pengkajian fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi autonom.

1) Fungsi motorik : berhubungan dengan adanya kelemahan otot secara umum yang memperlihatkan adanya perubahan bentuk tubuh terutama pada kaki seperti jari kaki yang mencengkeram

(clawed toes).

2) Fungsi sensorik : berhubungan dengan penilaian terhadap adanya kehilangan sensasi pada ujung-ujung ekstremitas, untuk menilai dapat dilakukan dengan uji monofilament tes 10 gr.

3) Fungsi autonom : pada pasien diabetes dilakukan untuk menilai tingkat kelembaban kulit, bila ditemui penurunan kelmbaban kulit akan menandakan terjadinya lecet atau pecah-pecah (terutama pada ekstremitas) atau kulitnya kering.

f. Infeksi : kejadian infeksi dapat diidentifikasi dengan adanya tanda-tanda infeksi secara klinis seperti peningkatan suhu tubuh dan jumlah hitungan leukosit yang meningkat, eritema yang makin meluas, edema, cairan berubah purulen, nyeri yang lebih sensitif, peningkatan temperatur tubuh dan timbul bau yang khas. Bila infeksi terus


(41)

memanjang maka perlu dilakukan pemeriksaan kultur luka dengan cara : 1) Siapkan alat pengambilan kultur, 2) Cuci tangan, 3) Buka balutan luka lama, 4) Cuci luka dengan larutan normal salin, 5) Keringkan dengan kasa steril, 6) tunggu 2 – 5 menit eksudat keluar, 7) Lakukan pengambilan kultur dengan cara zig zag, 8) Sampel diirim ke laboratorium (Gitarja, 2008).

2.1.6 Aplikasi Perawatan Luka Kaki Diabetes

Menurut Gitarja (2008), aplikasi perawatan luka kaki diabetes dapat dilakukan seperti berikut :

1. Pengkajian : catat riwayat pasien dan keluhan utama

2. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dalam melakukan pengkajian dan perawatan luka.

3. Cuci tangan

4. Buka balutan perlahan dengan tangan yang sudah mengenakan sarung tangan, hindari perdarahan/trauma pada luka

5. Cuci luka dengan normal salin 0,9%, hati-hati mencuci luka jangan sampai trauma

6. Luka dikaji dengan seksama sesuai dengan cara mengkaji luka, jika harus dilakukan kultur sesuaikan dengan prosedur pengamblan kultur.

7. Lakukan debridemen bila sudah diautolisis, ganti sarung tangan untuk memilih terai topikal dan memilih balutan luka yang sesuai.


(42)

8. Tutup luka dengan balutan luka secara seksama, jangan sampai luka kelihatan dari luar, buat suasana luka moistur balance (seimbang kelembaban).

9. Perhatikan kualitas hidup pasien

10. Jelaskan pada pasien kapan ia harus kembali untuk merawat luka. 11. Rapikan semua alat-alat balutan lukal.

12. Dokumentasi

2.2 Proses Penyembuhan Luka 2.2.1 Definisi

Proses penyembuhan luka merupakan suatu proses yang sangat komplek dimana berbagai kegiatan bioseluler dan biokimia tubuh yang saling berkesinambungan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada tubuh (Carville, 2012).

2.2.2 Fisiologi Penyembuhan Luka

Fisiologi penyembuhan luka terdiri atas tiga fase :

1. Fase inflamasi : terjadi pada awal terjadinya luka (hari ke 0 – hari ke 4). Pada fase ini terjadi dua kegiatan yang paling utama yaitu respon pembuluh darah dan respon inflamasi. Respon pembuluh darah diawali dengan respon hemostasis tubuh selama lima detik pasca terjadinya luka (kapiler berkontraksidan trombus untuk memfasilitasi hemostatis), sekitar


(43)

luka mengalami iskemia sehingga merangsang pelepasan histamin dan zat vasoaktif yang menyebabkan vasodilatasi dan pembentukan lapisan fibrin 2. Fase proliferasi : terjadi mulai hari ke 2 – 24 hari. Pada fase ini terjadi

proses destruksi dimana sel polimorf dan makrofag membunuh bakteri dan proses debris luka. Fase ini makrofag juga berfungsi menstimulasi fibroblas untuk sintesa kolagen dan elastin sehingga terjadi prose angiogenesis (pembentukan pembuluh darah). Proses ini adalah proses granulasi (tumbuhnya sel-sel baru). Epitelisasi sel terjadi setelah tumbuh jaringan granulasi dimulai dari tepi luka yang mengalami proses migrasi membentuk lapisan tipis (merah muda) menutupi luka.

3. Fase remodeling/maturasi terjadi pada hari ke 24 hingga 1 tahun atau 2 tahun, fase penguatan kulit baru/jaringan bekas luka dengan aktifitas kolagen dan elastin pada kulit (Carville, 2012).

Gambar 2.1 Waktu penyembuhan luka mulai fase inflamasi-maturasi


(44)

2.2.3 Tipe Penyembuhan Luka

Luka berdasarkan tipe atau cara penyembuhannya diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :

1. Penyembuhan luka secara primer : luka tidak banyak kehilangan jaringan kulit, luka ditutup dan dirapatkankembali dengan menggunakan jahitan luka sehingga bekas luka tidak ada atau minimal, contoh luka sayatan, luka operasi.

2. Penyembuhan luka secara sekunder : Kulit mengalami kerusakan jaringan yang banyak sehingga memerluka proses granulasi (pertumbuhan sel), kontraksi dan epitelisasi untuk menutup luka, contoh luka diabetes, luka dekubitus.

3. Penyembuhan luka secara tersier atau delayed wound : terjadi bila penyembuhan luka secara primer mengalami infeksi atau ada benda asing sehingga penyembuhannya terhambat (Arisanty, 2013).

2.2.4 Faktor Penyembuhan Luka

Ada beberapa faktor yang sangat berperan dalam mendukung penyembuhan luka yaitu :

1. Faktor umum

Faktor umum yang dapat menghambat penyembuhan luka adalah :

a. Faktor usia : terjadi penurunan fungsi tubuh, jumlah fibroblas menurun, begitu juga kemampuan proliferasi sehingga terjadi penurunan respon terhadap growth factor, jumlah dan ukuran sel juga menurun. Kondisi


(45)

kulit yang cenderung keriput dan tipis sangat mudah mengalami luka karena gesekan dan tekanan. Hal ini menyebabkan luka pada usia lanjut akan lebih lama sembuhnya.

b. Penyakit penyerta : penyakit diabetes, jantung, ginjal dan gangguan pembuluh darah (penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh darah arteri dan vena). Kondisi penyakit ini dapat memperberat kerja sel dalam memperbaiki luka sehingga penting sekali melakukan tindakan kolaborasi untuk mengatasi penyebab lambatnya aliran darah ke sel.

c. Vaskularisasi : vaskularisasi yang baik dapat menghantar oksigen dan nutrisi ke bagian sel terujung. Pembuluh darah arteri terhambat dapat menurunkan asupan nutrisi dan oksigen ke sel untuk mendukung penyembuhan luka sehingga luka cenderung nekrotik. Gangguan pembuluh darah vena dapat menghambat pengembalian darah ke jantung sehingga terjadi pembengkakan atau penumpukan cairan yang berlebihan sehingga mengganggu proses penyembuhan luka.

d. Nutrisi : asupan makanan sangat mempengaruhi penyembuhan luka, nutrisi yang buruk akan menghambat proses penyembuhan luka, nutrisi yng penting dan dibutuhkan adalah asam amino yang berfungsi sebagai revaskularisasi, proliferasi fibroblas, sintesis kolagen dapat ditemukan pada daging, ikan dan putih telur. Lemak juga dibutuhkan sebagai energi sel, karbohidrat berperan sebagai energi sel dari leukosit serta sintesis DNA – RNA dapat ditemukan pada minyak,


(46)

kacang-kacangan, ikan dan daging. Vitamin C sangat berperan dalam produksi fibroblas, angiogenesis dan respon imum dapat ditemukan pada kiwi, stroberi, jeruk. Vitamin B kompleks berperan dalam metabolisme sel yang mendukung epitelisasi, penyimpanan kolagen dan kontraksi sel dapat ditemukan pada sereal, hati. Asam folat membantu metabolisme protein dan pertumbuhan sel biasanya dapat ditemukan pada susu, ikan salmon Viamin A mendukung epitelisasi dan sintesis kolagen yang berfungsi sebagai antioksidan dan dapat ditemukan pada sayuran hijau, cold liver oil. Vitamin D membnatu metabolisme kalsium didapat dari ikan salmon, ikan sarden. Vitamin K membantu sintesis protrombin dan faktor pembekuan darah didapat dari bayam, kacang kedelai. Vitamin E sebagai antioksidan didapat pada minyak sayur, minyak kacang, dan minyak zaitun.

e. Kegemukan : obesitas dapat menghambat penyembuhan luka terutama luka dengan penyembuhan primer karena lemak tidak banyak pembuluh darah, lemak yang berlebihan dapat mempengaruhi aliran darah ke sel.

f. Gangguan sensasi dan pergerakan : gangguan sensasi dapat memperburuk kondisi luka karena tidak mengalami rasa sakit, begitu juga gangguan pergerakan dapat menghambat aliran darah dari dan ke perifer.

g. Psikologis : stres, cemas dan depresi menurunkan efisiensi kerja sistem imun tubuh sehingga penyembuhan luka dapat terhambat.


(47)

h. Terapi radiasi : tidak hanya merusak sel kanker tetapi juga merusak sel-sel disekitarnya, kulit rentan, kemerahan dan panas pada area luka. i. Obat-obatan : yang menghambat penyembuhan luka adalah nonsteroid

anti-inflamatory drug (NSAID) yang akan menghambat sintesis prostaglandin, obat sitotoksik (merusak sel sehat), kortikosteroid (menekan produksi makrofag, kolagen,mneghambat angiogenesis dan epitelisasi) (Arisanty, 2013).

j. Merokok : meningkatkan vasokonstriksi pembuluh darahdan meningkatkan agregasi platelet, juga menurunkan oksigen dan perfusi jaringan, menurunkan sintesa kolagen, menurunkan fungsi makrofag (Carville, 2012).

2. Faktor lokal yang dapat mendukung penyembuhan luka :

a. Hidrasi luka : kondisi kelembaban luka yang seimbang yang sangat mendukung penymebuhan luka , luka terlalu kering atau terlalu basah kurang mendukung penyembuhan luka. Luka yang terlalu kering menyebabkan luka membentuk fibrin yang mengeras terbentu keropeng atau nekrosis kering, luka terlalu basah menyebabkan luka cenderung rusak dan merusak sekitar luka (maserasi)

b. Penatalaksanaan luka : bila penatalaksanaan luka yang tidak tepat akan menghambat penyembuhan luka, kebersihan luka dan sekitar luka harus diperhatikan, kumpulan lemak dan kotoran pada sekitar luka harus selalu dibersihkan. Saat pencucian luka dapat memilih cairan pencuci luka yang tidak korosif terhadap jaringan granulasi yang sehat.


(48)

Pemilihan balutan luka dan topikal terapi harus disesuaikan dengan fungsi dan manfaat balutan terhadap luka.

c. Temperatur : efek temperatur pada penyembuhan luka menunjukkan bahwa temperatur stabil 370

d. Tekanan dan gesekan : hal ini penting diperhatikan untuk mencegah terjadinya hipoksia jaringan yang akan menyebabkan kematian jaringan, pembuluh darah sangat mudah rusak karena sangat tipis. Tekanan dan gesekan dapat ditimbilkan akibat penggunaan balutan elastis yang kurang tepat atau luka yang tisak ditutup dengan baik.

C dapat meningkatkan proses mitosis 100% pada luka, oleh sebab itu dianjurkan untuk menggunakan balutan luka untuk mempertahankan temperatur luka.

e. Benda asing : dapat menghalangi proses granulasi dan epitelisasi bahkan dapat menyebabkan infeksi, benda asing harus dibersihkan dari luka seperti sisa jahitan luka, sisa kasa, kapas yang tertinggal, rambut harus dibersihkan dari luka supaya luka dapat menutup (Carville, 2012)

3. Faktor degenerasi dan regenerasi jaringan luka

Faktor degerasi dan regenerasi jaringan luka terdiri dari :

a. Ukuran luka : luasnya luka yang dapat diukur dengan menggunakan ukuran panjang luka dikali lebar luka dan dikali kedalam luka. Hasil ukurnya dengan satuan sentimeter.

b. Kedalaman luka : kedalaman luka dapat diukur berdasarkan anatomi jaringan yang rusak terdiri dari : derajat superficial thickness,


(49)

superficial partial thickness, deep parcial thickness dan full thicness

dan sampai ketulang jaringan yang rusak.

c. Tepi luka : dapat diamati dengan melihat kondisi luka seperti samar, tidak jelas terlihat, batas tepi terlihat, menyatu dengan dasar luka, jelas, tidak menyatu dgn dasar luka, jelas, tidak menyatu dgn dasar luka, tebal jelas, fibrotic, parut tebal/ hyperkeratonic.

d. Goa, goa atau undermining dapat diukur dengan menggunakan probe undermining/cotton swab untuk menilai kedalaman goa nya antara lain tidak ada goa, goa < 2 cm di area manapun, goa 2-4 cm < 50 % pinggir luka, goa 2-4 cm > 50% pinggir luka, goa > 4 cm di area manapun.

e. Tipe nekrotik, dapat dilihat dengan :tidak ada nekrotik, putih kekuning-kuningan, kuning, kuning kehitaman dan nekrotik disertai keras area nekrotik.

f. Jumlah jaringan yang nekrotik, dapat diukur dengan : tidak ada jaringan yang nekrotik, nekrotik < 25%, nekrotik 25% - 50%, nekrotik >50% - < 75%, nekrotik 75% - 100%.

g. Tipe eksudat/cairan luka, ini terdiri dari : tidak ada eksudat, bloody

(berdarah), serosanguineous(berdarah dengan plasma darah), serous

(bening), purulent (pus/nanah).

h. Jumlah eksudat terdiri dari : kering, moist (lembab), sedikit, sedang, banyak.


(50)

i. Warna kulit sekitar luka terdiri dari : pink atau normal, merah terang jika di tekan, putih atau pucat atau hipopigmentasi, merah gelap / abu-abu, hitam atau hyperpigmentasi

j. Jaringan tepi yang edema : no swelling atau tidak ada edema, non pitting edema kurang dari < 4 cm disekitar luka, non pitting edema > 4 cm disekitar luka, pitting edema kurang dari < 4 cm disekitar luka krepitasi atau pitting edema > 4 cm

k. Indurasi jaringan tepi luka, indurasi 2 cm sekitar luka, indurasi 2-4 cn dengan luas < 50 cm sekitar luka, indurasi 2-4 cn dengan luas > 50 cm sekitar luka, indurasi 4 cm dengan luas pada area sekitar luka, jaringan granulasi, kulit utuh atau stage 1, terang 100 % jaringan granulasi, terang 50 % jaringan granulasi, granulasi 25 %, tidak ada jaringan granulasi

l. Epitelisasi, 1= 100 % epitelisasi, 75 % - 100 % epitelisasi, 50 % - 75% epitelisasi, 25 % - 50 % epitelisasi, < 25 % epitelisasi

(Jensen, 2001).

2.2.5 Konsep Baru Penyembuhan Luka

Studi pertama berkaitan dengan penyembuhan luka menggunakan konsep baru pertama sekali dikemukan oleh George Winter tahun 1962 adalah Moist Balance Wound Healing Concept dalam publikasi ilmiahnya pada pada jurnal Nature (1962) (p. 293-295) yang menyatakan penyembuhan luka lembab : laju


(51)

epitelisasi 90% setelah 3 hari sedangkan konvensional laju epitelisasi 0% setelah 3 hari.

1. Keuntungan penyembuhan luka dengan seimbang kelembaban

Penyembuhan luka dengan seimbangnya kelembaban memberikan beberapa keuntungan yaitu :

a. Meningkatkan penyembuhan lebih cepat b. Meningkatkan epitelisasi

c. Mengurangi infeksi

d. Meningkatkan sintesa kolagen e. Makrofag lebih banyak pada luka f. Balutan luka tidak lengket

g. Tidak mengalami perdarahan saat membuka balutan h. Tidak mengalami nyeri

i. Menghemat waktu dan biaya.

2. Alasan pentingnya Moisture Balance dalam penyembuhan luka

Saat ini perawatan luka dengan keseimbangan kelembaban yang menggunakan balutan luka tertutup memiliki beberapa alasan yang rasional pada teori perawatan luka lembab seperti yang dikemukan oleh Darwis (1998) dalam Maryunani (2013) sebagai berikut :

a. Fibrinolisis : fibrin yang terbentuk pada luka dapat dengan cepat membentuk neutrofil dan sel endotel


(52)

b. Angiogenesis : merangsang angiogenesis lebih cepat dan meningkatkan mutu pembuluh kapiler, angiogenesis akan lebih cepat dengan terbentuknya

tumor necrotic factor alpha (TNF-alpha).

c. Kejadian infeksi : lebih rendah dibandingkan dengan luka kering

d. Pembentukan faktor tumbuh : epidermal growth factor (EGF) fibroblas growth factor (FGF) dan Intreleukin 1(inter-1) adalah substansi yang dikeluarkan oleh makrofag yang berpern pada angiogenesis dan pembentukan stratum korneum. Platelet derived growth factor (PDGF) dan

Transforming Growth Factor Beta (TGF-Beta) yang dibentuk oleh platelet berfungsi pada proliferasi fibroblas.

Stimulasi elektrik juga mampu mengaktifkan fibroblas setelah 6 jam stimulasi dan juga mneingkatkan faktor tumbuh dengan mensekresi lebih cepat Fibroblas Growth Factor 1 (FGF-1) dan Fibroblas Growth Factor 2 (FGF-2) sehingga mmepromosikan penyembuhan luka dengan baik (Rouabhia, Park, Meng, Derbali, Zhang, 2013).

e. Percepatan pembentukan sel aktif : invasi neutrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini (Maryunani, 2013).

Perawatan luka lembab dapat mempercepat tumbuhnya jaringan baru dengan berbagai cara yang dilakukan oleh perawat yaitu dengan cara topical negative pressure (TPN), terapi larva, madu, bio-electrical stimulation, dan silver containing dressing (Benbow & Maureen, 2008)


(53)

2.3 Stimulasi Otot

Menurut Tenneberg (2001), stimulasi otot dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : dengan melakukan pijatan pada otot-otot betis, melalui fisioterapi otot, stimulasi elektrik otot, infra red, gelombang elektromagnetik otot. Dalam penelitian ini stimulasi otot dilakukan dengan menggunakan stimulasi elektrik pada otot.

2.3.1 Definisi

Stimulasi otot adalah sebuah terapi fisik pada otot gastroknemius dengan memindahkan gelombang getar elektrik ke otot gastroknemius untuk meningkatkan sirkulasi pembuluh darah pada jaringan luka untuk mendukung proses penyembuhan luka, hal ini dilakukan dengan menggunakan dua aplikasi elektroda yang dilekatkan pada otot gastroknemius (Bryant, Nix, 2007).

2.3.2 Manfaat Stimulasi Otot

Stimulasi otot memiliki banyak manfaat pada penyembuhan luka dimana elektroda dilekatkan pada kedua belah otot gastroknemius kaki atau pada satu otot gastroknemius kaki dengan menimbulkan rangsangan pada otot gastroknemius. Ketika elektroda direkatkan pada otot gastroknemius pasien akan merangsang ion natrium, kalium, dan hidrogen pada jaringan sehingga meningkatkan perubahan sel, secara positif (mengaktifkan neutrofil dan fibroblast untuk migrasi ke arah stimulasi, sedangkan secara negatif (mengaktifkan epidermal, neutrofil dan makrofag migrasi ke arah stimulasi (Bryant, Nix, 2007).


(54)

Stimulasi otot sangat efektif untuk penyembuhan luka kaki diabetes 2,5 kali lebih cepat dengan perawatan lembab dibandingkan dengan perawatan kering. Pada 42 sampel yang dilakukan stimulasi otot pada dua grup dengan teknik random dilakukan dengan waktu 45 menit 3 kali setiap minggu selama satu bulan maka didapatkan hasil penyembuhan luka kaki diabetes lebih cepat dengan kondisi ukuran luka mengecil dan slough menurun 50%, setelah 17 hari perawatan jaringan granulasi 100% (Moore, 2007).

2.3.3 Tipe Stimulasi Otot

Pada umumnya ada dua tipe dari stimulasi otot : (1) Direct current (DC)

dan (2) Alternating current(AC). Direct current parameter yang digunakan adalah untuk menstimulasi penyembuhan luka dengan tipikal 200-300 µA atau voltase rendah kurang dari 100 volts). Wolcott et. al (1969) dengan subjek manusia pada 75 pasien dengan luka iskemik dilaporkan bahwa penggunaan stimulasi otot dengan tipe DC dilaporkan bahwa 34 pasien penyembuhan komplet 100% dan 41 pasien sembuh 97%. Rerata proses penyembuhan luka dengan menggunakan stimulasi otot pada luka kronik membutuhkan waktu 30 hari. Sedangkan

alternating current dipakai pada voltase lebih tinggi diatas 100 volts. (Bryant, Nix, 2007).

2.3.4 Efek Fisiologi

Secara fisiologis dari beberapa investigasi yang dilakukan pada stimulasi elektrik menunjukkan potensial pada permukaan kulit yang luka dimana


(55)

tranepitelial meningkat pada natrium untuk mengaktifkan epidermal sel pada luka, yang paling penting adalah akan memproduksi lebih cepat proses inflamasi, dan proliferasi pada penyembuhan luka.

Efek fisiologi stimulasi otot dapat di deskripsikan melalui beberapa hal antara lain :

1. Galvanotaxic effect : rangsangan positif dan negatif pada sel dari sebuah stimulasi elektrik dimana dalam waktu 30 menit stimulasi akan meningkatkan neutrofil dalam luka hal ini dipengaruhi oleh signal bioelektrik dalam fase penyembuhan luka.

2. Stimulatory effect on Cells : rangsangan ini menimbulkan efek fibroblas meningkatkan DNA dan protein/sintesa kolagen pada partial thickness wound, kontraksi sel pada luka.

3. Blood flow and tissue oxygen effect : stimulasi otot akan mempengaruhi

pada aliran darah dan oksigen jaringan, selama 30 menit stimulasi akan meningkatkan mikrosirkulasi kapiler darah pada jaringan serta meningkatkan temperatur dan penyembuhan luka (Bryant, Nix, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Baker et al (2007), dari 114 pasien dengan luka kaki diabetik dengan stimulasi otot dengan waktu 30 menit 3 kali seminggu selama satu bulan menunjukkan 90% granulasi pada penyembuhan luka kaki diabetik.


(56)

2.3.5 Metode Aplikasi Stimulasi Elektrik

Stimulator otot dengan baterai 9V yang memberikan frekuensi spesifik yang rendah dan stimulasi bertegangan rendah. Daya input kurang dari 0,3 W dan daya output kurang dari 0,05 W. Kecepatan stimulasi denyut pada otot disebabkan oleh stimulasi yang berkisar antara 60 - 105 denyut/menit dan mengikuti kecepatan denyut alami jantung, stimulasi ini berlangsung selama 20 menit, dapat dilakukan 5-7 kali seminggu dan tergantung perkembangan luka.

Stimulator otot mengaktifkan pompa otot betis yang bertanggung jawab untuk 80% dari aliran balik vena. Kontraksi betis yang teratur akan mengaktifkan pembuluh darah dalam dan memompa darah vena melawan gravitasi ke jantung. Stimulasi otot dihasilkan oleh aktivitas hemodinamik yang khusus untuk memperbaiki gejala-gejala terjadinya penyakit vena. Stimulasi otot direkomendasikan untuk mengurangi sensasi nyeri dan bengkak pada kaki/ edema, mengurangi vena stasis, mengobati gejala-gejala insufisiensi vena atau sindrom paska thrombosis (PTS) dan menyembuhkan vena ulcer pada pasien-pasien insufisiensi vena kronik (CVI) (Bryant, Nix, 2007).

Houghton, Kincaid, Lovelli dan Campbell beserta kolega (2003), menyatakan bahwa perkembangan luka semakin baik setelah dilakukan stimulasi otot selama 3 (tiga) kali seminggu selama 4 (empat) minggu.

2.3.6 Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi stimulasi otot ini dapat diterima sebagai terapi komplementer untuk mentritmen luka derajat 3 – 4 pada luka vena, luka diabetik, luka arteri.


(57)

Stimulasi elektrik dapat dilakukan selama 30 hari sesuai standar terapi luka. Kontraindikasi stimulasi elektrik ini adalah pada kasus luka kanker, pasien dengan gangguan jantung (Bryant, Nix, 2007).

2.4 Landasan Teori

2.4.1 Model Konsep Adaptasi Roy Terkait Perawatan Luka

Model konseptual merupakan suatu kerangka kerja konseptual, sistem atau skema yang menerangkan tentang serangkain ide global tentang keterlibatan individu, kelompok, situasi atau kejadian terhadap suatu ilmu dan pengembangannya. Roy dengan fokus adaptasinya pada manusia terdapat 4 elemen esensial yaitu keperawatan, manusia, kesehatan dan lingkungan.

Berikut akan kami jelaskan definisi dari keempat elemen esensial menurut Roy : 1. Keperawatan : menurut Roy keperawatan di definisikan sebagai disiplin

ilmu dan praktek. Keperawatan sebagai disiplin ilmu mengobservasi, mengklasifikasikan dan menghubungkan proses yang berpengaruh terhadap kesehatan. Keperawatan menggunakan pendekatan pengetahuan untuk menyediakan pelayanan bagi orang-orang. Keperawatan meningkatkan adaptasi individu untuk meningkatkan kesehatan, jadi model adaptasi keperawatan menggambarkan lebih khusus perkembangan ilmu keperawatan dan praktek keperawatan. Dalam model tersebut keperawatan terdiri dari tujuan perawat dan aktifitas perawat. Tujuan keperawatan adalah mempertinggi interaksi manusia dengan lingkungannya, peningkatan adaptasi dilakukan melalui empat cara yaitu fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan


(58)

interdependensi. Tujuan keperawatan diraih ketika stimulus fokal berada dalam wilayah dengan tingkatan adaptasi manusia. Adaptasi membebaskan energi dari upaya koping yang tidak efektif dan memungkinkan individu untuk merespon stimulus yang lain, kondisi seperti ini dapat meningkatkan penyembuhan dan kesehatan. Meningkatkan penyembuhan ini artinya pasien dengan luka kaki diabetes dapat disembuhkan dengan syarat perawatan maksimal sehingga dapat tercipta kesehatan yang optimal.

2. Manusia.

Menurut Roy manusia adalah sebuah sistem adaptif, sebagai sistem yang adaptif manusia digambarkan secara holistic sebagai satu kesatuan yang memiliki input, control, output dan proses umpan balik. Lebih khusus manusia didefinisikan sebagai sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan adaptasi, empat cara adaptasinya yaitu fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Sebagai sistem yang adaptif mausia digambarkan dalam istilah karakteristik, jadi manusia dilihat sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan antar unit secara keseluruhan atau beberapa unit untuk beberapa tujuan. Secara fisiologis memiliki beberapa keterkaitan dengan penyembuhan luka kaki diabetes yaitu dari fungsi oksigenasi yang terkait dengan sirkulasi oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh terutama berkaitan dengan luka kaki diabetes yang membutuhkan oksigenasi yang cukup untuk proses penyembuhan luka kaki diabetes. Nutrisi juga merupakan hal penting perawatan luka kaki diabetes yang berperan aktif pada


(59)

faktor tumbuh dan perbaikan jaringan luka. Stimulasi elektrik pada pasien luka diabetes juga membantu suplai oksigen ke jaringan luka (Solis et al, 2011). Sedangkan berkaitan dengan proteksi pada tubuh sebagai pertahanan kulit yang berhubungan luka adalah memproteksi kulit dari agen infeksi yang akan menyerang luka, kemudian menghindari trauma pada jaringan luka sehingga luka juga dapat lebih cepat disembuhkan (Roy & Andrew 1991).

3. Kesehatan

Kesehatan didefinisikan sebagai keadaan dan proses menjadi manusia secara utuh dan terintegrasi secara keseluruhan. Dalam model keperawatan konsep sehat dihubungkan dengan konsep adaptasi. Adaptasi adalah komponen pusat dalam model keperawatan, dalam hal ini manusia digambarkan sebagai suatu sistem yang adaptif. Proses adaptasi termasuk semua interaksi manusia dengan lingkungan ysng terdiri dari dua proses, proses yang pertama dimulai dengan perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal dan proses yang kedua adalah mekanisme koping yang menghasilkan respon adaptif dan inefektif. Untuk meningkatkan respon adaptif pasien pada penyembuhan luka kaki diabetes dapat ditingkatkan dengan dengan meningkatkan kemampuan hidup sehat dan akan menurunkan angka kesakitan yang dialami.

4. Lingkungan

Lingkungan digambarkan sebagai suatu keadaan yang ada di dalam dan di luar manusia. Lingkungan merupakan input bagi manusia sebagai suatu sistem yang adaptif. Lingkungan untuk penyembuhan luka kaki diabetes dengan memerlukan dukungan penuh keluarga (faktor internal) merupakan hal yang


(60)

sangat mendesak diperlukan begitu juga dari faktor lingkungan eksternal pasien dengan menghindari konflik psikologis untuk meningkatkan penyembuhan.

2.4.2 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka konseptual Callista Roy untuk Penyembuhan luka kaki diabetes Fisologi

Oksigenasi

Proteksi Sirkulasi O2 ke

jaringan luka

Proteksi kulit dari infeksi dan trauma jaringan luka

Stimulasi otot gastroknemius

Pengukuran sirkulasi jaringan luka dengan ABI (ankle brachial

index)

Menilai penyembuhan luka kaki diabetes dengan

Bates Jensen-Wound Assessment Tool

Penyembuhan luka (regenerasi jaringan luka) Perawatan luka kaki diabetes dengan metode seimbang kelembaban Penyembuhan luka (regenerasi jaringan luka)


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy eksperiment dengan desain pre test dan post test non equivalent control group. Desain ini melibatkan dua kelompok grup yaitu kelompok intervensi (perlakuan) dan kelompok kontrol. Penelitian ini dilakukan dengan memberikan intervensi pada kelompok eksperimen, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan. Kedua kelompok sama-sama diberikan perlakuan pada saat pre test sebelum dilakukan intervensi dan penilaian setelah diberikan intervensi (Post Test)

(Dharma, 2011). Pada penelitian juga peneliti ingin mengidentifikasi pengaruh pemberian stimulasi elektrik pada perawatan luka kaki diabetes.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Pusat perawatan luka Asri Wound Care Centre Medan Jln. Suluh Gg. Mahmud No.41 Medan Tembung Medan. Alasan memilih penelitian di tempat ini adalah metode perawatan luka kaki diabetes dengan menggunakan metode moist balance. Metode moist balance adalah salah satu metode perawatan yang efektif dalam perawatan luka kaki diabetes (Sardina, 2009). Oleh karena itu, perlakukan perawatan luka kaki diabetes responden untuk kedua kelompok (intervensi dan kontrol) homogen.


(62)

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dari bulan Januari s/d Agustus 2014. Pengambilan data penelitian untuk kelompok intervensi dimulai pada tanggal 23 Juni s/d 5 Juli 2014, sedangkan pengambilan data penelitian untuk kelompok kontrol dimulai pada tanggal 07 s/d 19 Juli 2014.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Burns & Grove, 2005), populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien luka kaki diabetes derajat 3 – 5 yang mengalami gangguan pembuluh darah vena yang berkunjung ke Pusat Perawatan Luka Asri Wound Care Centre Medan selama satu tahun terakhir dari bulan Januari sampai dengan Desember 2013 sebanyak 480 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian kecil atau wakil dari populasi yang akan diteliti (Burns & Grove (2005). Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Convenient Sampling. Convenient sampling adalah metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria sampling sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi. Kriteria sampel yang akan diambil oleh peneliti berdasarkan kriteria inklusi sebagai berikut :


(63)

1. Pasien berusia dewasa dengan rentang usia 21 – 65 tahun 2. Pasien luka kaki diabetes dengan gangguan aliran darah vena 3. Pasien luka kaki diabetes derajat 3 – 5

4. Pasien mengkonsumsi obat gula darah dengan teratur dimana gula darah terkontrol dengan baik.

5. Pasien dengan kadar gula darah sewaktu > 200 Mg/dL

6. Pasien dengan hasil pemeriksaan doppler vaskuler 0.8 – 1.0 mmHg Sedangkan kriteria ekslusi sebagai berikut :

1. Pasien tidak menyelesaikan perawatan luka dengan baik. 2. Pasien mengkonsumsi obat diluar program pengobatan.

Sampel yang diambil berdasarkan power analysis dan effect size for Test of Difference of Two Means, with α = 0,05, power = 0,80, estimated effect size

0,60. Untuk menentukan jumlah sampelnya dilakukan dengan melihat standar deviasi penelitian terdahulu dimana pada kelompok intervensi stimulasi otot ditemukan standar deviasi 64.3% SD=10.8% dan pada kelompok kontrol stimulasi otot ditemukan standar deviasi 26% SD=9.9%.

� =µ1− �2 σ � =

61.1−26

0.5

= 70.2 = 70 t-tabel

Dengan t-tabel 80 maka dalam daftar estimated effect size 0.70, maka jumlah sampel yang dapat diambil berdasarkan power analysis tersebut adalah 33 sampel tiap kelompok yaitu untuk kelompok intervensi berjumlah 33 sampel dan


(64)

untuk kelompok kontrol berjumlah 29 sampel, total sampel 62 responden (Polit & Beck, 2012). Sampel penelitian ini direncanakan 33 orang tiap grup, tetapi pada pengumpulan data pada grup kontrol hanya daiambil 29 orang dari 33 responden, 4 responden penelitian dikeluarkan untuk menjaga homogenitas dimana 4 responden yang dikeluarkan tersebut dilakukan pengukuran oleh asisten penelitian.

Teknik pengambilan sampel diambil berdasarkan alokasi waktu yang ditentukan masing-masing kelompok selama 2 minggu, bila diwaktu 2 minggu untuk kelompok intervensi memenuhi jumlah sampel yang diinginkan maka pengambilan sampel dihentikan, bila selama 2 minggu sampel tidak memenuhi, maka jumlah sampel diambil sesuai yang didapatkan selama 2 minggu tersebut, begitu juga sebaliknya untuk kelompok kontrol.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu meminta izin untuk mengambil data pasien luka kaki diabetes. Peneliti, menjelaskan tentang prosedur penelitian yang akan dilakukan, tujuan penelitian, manfaat penelitian sehingga responden bersedia mengisi lembar persetujuan penelitian (informed concent). Pengumpulan data penelitian dilakukan selama 2 minggu untuk kelompok intervensi dan 2 minggu untuk kelompok kontrol. Teknik pengambilan sampel diambil berdasarkan alokasi waktu yang ditentukan masing-masing kelompok selama 2 minggu, bila diwaktu 2 minggu untuk kelompok intervensi memenuhi jumlah sampel maka pengambilan sampel dihentikan, bila selama 2


(65)

minggu sampel tidak memenuhi, maka jumlah sampel diambil sesuai yang didapatkan selama 2 minggu tersebut, begitu juga sebaliknya untuk kelompok kontrol.

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner data demografi yang mencakup inisial, umur, jenis kelamin, suku, derajat luka kaki diabetes, tinggi badan diukur dengan menggunakan meteran tinggi badan, berat badan diukur dengan menggunakan berat badan manual dengan merek OneMed tipe 154 dengan registrasi Kemenkes AKL 21562006971, kadar gula darah diukur dengan menggunakan alat pengukur digital dengan merek GlucoDr tipe D-144 dengan registrasi Kemenkes AKL 21302114257, penyakit penyerta.

Pengumpulan data untuk penyembuhan luka digunakan lembar observasi

Bates-Jensen Wound Assessment Tools/BWAT 2001 yang telah dipublikasikan, yang terdiri dari 13 item diukur dengan 5 skala likert : dimana skor 13 menunjukkan jaringan mengalami regenerasi sempurna, sedangkan 14-59 menunjukkan proses regeneratif jaringan, sedangkan 60 menunjukkan jaringan degeneratif.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi ABI

(ankle brachial index) dengan beberapa tahap pada kelompok perlakuan (pre test)

dengan menggunakan alat Vascular Doppler dan dinilai dengan teknik ABI untuk menilai pembuluh darah pasien luka diabetik, tahap berikut perawatan luka moist balance, kemudian dilakukan stimulasi elektrik pada otot gastroknemius selama 20 menit, pada post test dinilai kembali ABI nya dengan Vascular Doppler setelah 10-15 pasca stimulasi otot. Pada kasus kelompok kontrol (pre test) dengan


(66)

menggunakan Vascular Doppler dengan teknik ABI untuk menilai pembuluh darah pasien luka diabetik, tidak dilakukan stimulasi elektrik dan perawatan luka

moist balance, setelah perawatan luka dilakukan pemeriksaan Vascular Doppler

kembali.

Alat ukur yang lain dipakai pada penelitian ini adalah Vascular Doppler

merek Bistos HI-dop Model BT-200, ultrasound frequency 8 MHz, battery type

1,5 V x 2 (AA Type) dan Ultrasound Transmission Gel 60 gr merek Bistos serta

Probe Vascular 8.0 MHz dan vascular doppler ini dikalibrasi setiap satu tahun oleh BISTOS Co., Ltd Jakarta atas lisensi BISTOS Co., Ltd Seoul Korea.

Vascular Doppler telah dapat sertifikasi : certified ISO 9001:2007 atas lisensi BISTOS Co., Ltd Seoul Korea. Kemudian untuk mendukung pelaksanaan

Vascular doppler digunakan juga Sphygmomanometer Aneroid Type Tensi 200 merek OneMed dengan izin Depkes RI AKL 20501906481 untuk mengukur tekanan sistolik ankle dan brachial. Sphygmomanometer dikalibrasi setiap 6 bulan sekali oleh PT Royal Alkes Medan atas lisensi PT. Jayamas Medica Industri Jakarta.

Stimulasi otot dalam penelitian ini akan menggunakan alat stimulasi otot elektrik dengan merek VeinoPlus dengan battery type 9V dan menggunakan elektroda yang ditempel pada otot gastroknemius kiri dan kanan atau salah satu otot gastroknemius yang bermasalah. VeinoPlus ini dikalibrasi setiap satu tahun sekali oleh PT Soho Industri Pharmasi Indonesia atas lisensi AD Rem Technology Paris, France. VeinoPlus ini juga telah distandarisasi oleh Certified ISO 9001:2008 serta Kemenkes RI AKL 21403113247. (Dowsett, 2005).


(67)

3.4.1 Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka penenelitian

Ket. : a. I.1 – I.6 = Intervensi ke-1 s/d 6 K.1 – K.6 = Kontrol ke-1 s/d 6 b. ABI = Ankle brachial index

c. BWAT = Bates-Jensen Wound Assessment Tool

Pemeriksaan : a. ABI b. BWAT

Kelompok Intervensi

n = 33

Kelompok Kontrol

n = 29

Pemeriksaan : a. ABI b. BWAT

Hari ke 1 Perawatan luka lembab

dan Stimulasi otot (I.1)

Hari ke 1 Perawatan luka

Lembab (K.1)

Hari ke 3 Perawatan luka lembab

dan Stimulasi otot (I.2)

Hari ke 6 Perawatan luka lembab

dan Stimulasi otot (I.3)

Hari ke 9 Perawatan luka lembab

dan Stimulasi otot (I.4)

Hari ke 12 Perawatan luka lembab

dan Stimulasi otot (I.5)

Hari ke 15 Perawatan luka lembab

dan Stimulasi otot (I.6)

Hari ke 3 Perawatan luka

Lembab (K.2)

Hari ke 6 Perawatan luka

Lembab (K.3)

Hari ke 9 Perawatan luka

Lembab (K.4)

Hari ke 12 Perawatan luka

Lembab (K.5)

Hari ke 15 Perawatan luka


(68)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel yang harus diukur, bagaimana mengukurnya dan skala pengukurannya sehingga peneliti dapat melakukan observasi atau mengukur secara cermat objek penelitian. Definisi operasional ditentukan berdasarkan beberapa parameter antara lain :

1. Luka kaki diabetes adalah luka kaki yang dialami pasien yang diakibatkan oleh penyakit diabetes melitus yang ditandai dengan pasien mengalami penyakit diabetes melitus, riwayat makan obat diabetes melitus, kadar gula diatas normal >200 Mg/dL, alat ukur yang dipakai Bates-Jensen Wound Assessment Tools/BWAT 2001 dengan skala ukur interval, dan hasil ukur 1-12 = jaringan sehat, 13-59= regenerasi jaringan luka, 60 = luka tidak sehat (degenerasi)

2. Stimulasi elektrik (stimulasi otot gastroknemius) adalah rangsangan pada otot gastroknemius yang dilakukan dengan menempelkan elektroda yang berarus listrik pada otot betis pasien luka diabetes sehingga menimbulkan kontraksi positif yaitu bila kontraksi otot maksimal pada masing-masing elektroda yang ditempelkan pada otot betis.dan bila kontraksi negatif stimulasi pada luka kaki diabetes dikatakan memiliki nilai negatif bila kontraksi otot tidak ada atau minimal pada masing-masing elektroda yang ditempelkan pada otot betis dan bila pada otot gastroknemius yang mengalami luka kaki diabetes tidak berkontraksi maksimal maka elektroda akan ditempelkan keduanya pada otot gastroknemius yang bermasalah. Rangsangan otot ini dilakukan sebanyak 6 kali selama penelitian. Setiap


(69)

dilakukan stimulasi akan berlangsung selama 20 menit dengan 9 voltase.

Veino plus dan ABI dengan skala ukur Interval Nilai ABI dan hasil ukur 0,9-1,1 mmHg

3. Penyembuhan luka kaki diabetes adalah melakukan perawatan luka kaki diabetes dengan menggunakan konsep seimbang kelembaban pada luka diabetes derajat 3 sampai 5 sehingga akan mendapat hasil perawatan yang maksimal dengan terlihatnya perkembangan luka mulai fase degenerative sampai fase regenerasi sel. Alat ukur yang dipakai adalah Bates-Jensen Wound Assessment Tool , skala ukur interval dengan hasil ukur 1 = jaringan sehat, 13= regenerasi jaringan luka, 60 = luka tidak sehat (degenerasi)

3.6 Metode Pengukuran

Menjelaskan kepada responden secara lengkap tentang penelitian yang akan dilakukan pada saat penelitian, memberikan informed concent untuk diisi oleh responden sebagai syarat persetujuan untuk menjadi responden penelitian, bila responden setuju untuk dijadikan sebagi responden penelitian, maka responden berhak menandatangani lembar persetujuan penelitian.

Tahap pelaksanaan peneliti memulai melakukan tindakan pada kelompok intervensi :

Langkah pertama : Mengukur tinggi badan, berat badan, mengukur sirkulasi pembuluh darah, responden dibaringkan ditempat tidur, diukur kadar gula darah, memasang tensimeter (sphygmomanometer) pada lengan atas, memberikan gel ultrasound pada area arteri brachialis dengan meletakkan probe ultrasound pada


(70)

area arteri brachialis, menghidupkan Doppler vaskuler. Kemudian memompa tensimeter sampai suara detak arteri hilang, dimana secara bersamaan probe ultrasound diletakkan pada posisi arteri brachialis, bila suara arteri tidak kedengaran lagi maka curf tensimeter diturunkan sampai kedengaran kembali bunyi arteri (maka lihat sistoliknya saat bunyi arteri muncul kembali dan dicatat hasilnya). Kemudian tensimeter dipindahkan kebagian kaki dan dipasang dipergelangan kaki, probe ultrasound diberi gel letakkan di posisi arteri dorsalis pedis, tensi meter dipompa kembali sampai suara arteri dorsalis pedis tidak kedengaran lagi, curf tensimeter diturunkan sampai kedengaran suara arteri muncul kembali (maka lihat sistolik saat bunyi arteri dorsalis pedis dan dicatat hasilnya), lalu hasil pengukuran pada arteri dorsalis pedis dibagikan dengan hasil pengukuran pada arteri brachialis, hasilnya adalah nilai ABI.

Langkah kedua : merawat luka dengan metode perawatan luka lembab, luka dicuci dengan bersih menggunakan cairan normal saline 0,9%, membuang jaringan yang tidak berfungsi, memberikan topikal terapi.

Langkah ketiga : melakukan stimulasi otot dengan menggunakan alat stimulator elektrik, tempelkan elektroda pada otot betis kaki responden kiri dan kanan, koneksikan kabel elektroda ke kabel mesin, hidupkan mesin, secara otomatis mesin akan menstimulasi selama 20 menit. Buka elektroda otot betis kiri dan kanan, tindakan stimulasi selesai.

Langkah keempat : 15 menit setelah stimulasi otot, diukur kembali sirkulasi pembuluh darah vena dengan menggunakan Doppler vaskuler seperti pada langkah satu (nilai hasil penghitungan).


(71)

Langkah kelima : luka dibalut menggunakan balutan luka modern yang telah disiapkan.

Langkah keenam : melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan pada responden. Data penyembuhan luka kaki diabetes yang berhubungan dengan sirkulasi vena akan menggunakan instrumen lembar observasi ABI dengan alat Vasculer Doppler (Dowsett, 2005). Adapun skor ABI > 1,2 mmHg=Kalsified, 1,1 – 1,2 mmHg=Normal dan 0,8-1,0 mmHg= Venous Ulcer.

3.6.1 Uji Validitas

Alat ukur lembar observasi Bates-Jensen Wound Assessment Tool adalah alat ukur yang umum dipakai pada penelitian sejenis. Kedua alat ukur ini mengacu pada parameter anatomi dan fisiologi tubuh sehingga tidak akan dilakukan uji validitas, ditambah lagi bahwa peneliti sudah memiliki pengalaman kurang lebih 4 tahun menggunakan alat ukur tersebut yang dipakai untuk perawatan luka kaki diabetes.

3.6.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas instrumen penelitian ini adalah menggunkan uji Interrater Reliability dengan melibatkan satu orang observer sekaligus sebagai asisten penelitian yang akan dilatih menggunakan alat Veinoplus dan Vaskuler doppler

serta lembar observasi ABI dan Bates-Jensen Wound Assessment Tool.

Hal ini digunakan untuk menyamakan persepsi antara peneliti dengan petugas pengumpul data (observer) sehingga tidak terjadi perbedaan-perbedaan


(72)

yang menyimpang dari lembar observasi ini. Alat yang digunakan untuk uji

interrater reliability ini adalah uji statistik Kappa, prinsip uji ini adalah bila hasil uji Kappa signifikan/bermakna maka persepsi antara peneliti dengan numerator sama, sebaliknya bila hasil uji Kappa tidak signifikan/bermakna, maka persepsi antara peneliti dengan observer terjadi perbedaan. Bila nilai koefisien kappa > 0,6 atau p value & alpha (0,05), maka persepsi antara peneliti dengan si pengumpul data sama dan bila nilai koefisien kappa < 0,6 atau p value & alpha (0,05), maka persepsi antara peneliti dengan observer terjadi perbedaan (Hastono, 2006).

3.7 Metode Analisis Data 1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan menggunakan analisa deskriptif yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan hasil penelitian melalui tabel distribusi frekuensi dan persentase terhadap data demografi yang mencakup : usia, jenis kelamin, suku, derajat luka, tinggi badan, berat badan, adar gula darah sewaktu dan penyakit penyerta yang berkaitan dengan stimulasi otot sebelum dan sesudah intervensi (Plichta & Garzon, 2009).

2. Analisis Bivariat

Sebelum melihat ada tidaknya pengaruh stimulasi otot gastroknemius pada proses penyembuhan luka kaki diabetes maka terlebih dahulu data di uji normalitasnya dengan menggunakan fasilitas komputerisasi.


(1)

7. Jika kontraksi terlalu kuat atau tidak nyaman. Anda dapat mengurangi intensitas dengan menekan sebentar tombol "-".

8. Stimulasi elektrik secara otomatis akan mati setelah 20 menit pengggunaan


(2)

Letakkan elektroda kedalam plastik pelindung (dengan posisi "ON" diatas) dan letakkan dalam kantong tertutup yang sudah disediakan


(3)

LAMPIRAN 2

IZIN PENELITIAN


(4)

(5)

(6)