BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi ini pertumbuhan perusahaan semakin pesat. Perusahaan yang merupakan salah satu instrumen perekonomian, dinegara
manapun sangat besar peranannya dalam gerak ekonomi. Namun, disisi lain perusahaan tidak terlepas dari masalah-masalah sosial yang ada, yang perlu dikaji
dari sudut sosiologis. Permasalahan yang ditimbulkan dalam perusahaan tidak hanya segala
sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan kinerja atau proses produksi, akan tetapi banyak juga hal lain secara tidak langsung akan mempengaruhi aktivitas
kerja dalam perusahaan tersebut. Misalnya masalah upah atau gaji, kesejahteraan, peraturan organisasi yang ada dalam perusahaan, dan lain-lain. Perusahaan
didirikan dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam mencapai tujuan tersebut, perusahan selalu berinteraksi dengan lingkungannya sebab
lingkungan memberikan andil dan kontribusi bagi perusahaan. Di ingris, misalnya dari 350 unit perusahaan besar yang tergabung dalam
The Financial Times Stock Exchange’ s FTSE’s, ternyata hanya 79 unit perusahaan yang telah membuat laporan tentang dampak sosial dan lingkungan
dari praktek ekonomi perusahaanya. Selanjutnya, dari 61.000 unit perusahaan internasional, ternyata hanya sejumlah 2000 unit atau 3,2 persen yang mempunyai
laporan tentang dampak sosial dan lingkungan Grifth dalam Siagian, 34 :2012.
Menurut Azheri 2012:45 perubahan paradigma ini memberikan makna bahwa perusahaan bukan lagi sebagai entitas yang mementingkan diri sendiri,
aliensi dan eksklusive dari lingkungan masyarakat, melainkan sebuah entitas badan hukum yang wajib melakukan adaptasi sosio-kultural dengan lingkungan
dimana ia berada, serta dapat dimintai pertanggung jawaban layaknya subjek hukum. Sebuah perusahaan tidak hidup diruang steril. Perusahaan dibangun diatas
pertemuan sejumlah kepentingan perusahaan tidak boleh mengabaikan kepentingan stakeholdernya. Menjaga keseimbangan diantara kepentingan-
kepentingan itu dapat memicu konflik antara perusahaan dengan lingkungannya atau masyarakat sebagai stakeholders perusahaan. Kehadiran perusahaan dewasa
ini dikaitkan dengan isu permasalahan, yaitu isu lingkungan dan isu kemiskinan ataupun kesenjangan sosial.
Menurut fischler dalam Siagian, 28-29 :2012. Didalam perusahaan ada tiga asas pokok yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha, yaitu
1. Perusahaan harus memberikan perhatian penuh pada pengembangan
fungsi-fungsi ekonomi masyarakat. 2.
Perusahaan perlu menyadari eksitensi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat setempat dengan segala perubahan yang terjadi pada nilai-
nilai tersebut. 3.
Perusahaan perlu menyadari tentang pentingnya keprihatinan kepada keadaan lingkungan dan gaji pekerja yang wajar, pemecahan masalah
kemiskinan dan pembangunan pedesaan. Konflik di kawasan industri biasanya melibatkan banyak aktor intelektual
dan juga pemegang modal. Apabila ditelaah, maka dapat dikatakan bahwa konflik
bisa terjadi pada dua tataran yaitu tataran makro dan tataran mikro. Pada tataran makro, konflik terjadi pada lingkup horizontal yang lebih luas, mencakup konflik
antar departemen pemerintah, lembaga kehutanan dan LSM, dengan pemerintah pusat dan daerah. Pada tataran mikro, konflik terjadi antara masyarakat setempat
dengan perusahaan dan pemerintah setempat, atau dengan oknum spekulan dan aparat Prasetyo, 2012.
Konflik pada tataran mikro ini, umumnya terjadi pada tataran lokal yang melibatkan perusahaan dengan masyarakat lokal, contoh konflik PT.Newmont
Minahasa Raya PT. NMR dengan masyarakat sekitar Teluk Buyat, Konflik pemanfaatan mineral timahantara PT. Indumuro Kencana dengan masyarakat
Tambang Ilegal TI di Bangka Belitung, konflik di kawasan pertambangan emas antara PT. Palu Citra Mineral PT.CPM dengan penambang lokal di Kelurahan
Poboya Palu, dan konflik Penambang Tanpa Izin PETI batubara di Kalimantan Selatan
http:radyanprasetyo.blogspot.com201207konflik-di-kawasan -
pertambangan.html diakses pada tangga 04 April 2015 pukul 19.00 WIB . Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Sumatera Utara antara lain
dengan Pembangunan PLTPB Sarulla. PLTPB Sarulla adalah proyek yang tertunda selama hampir 15 tahun. Bersama dengan Pertamina, UNOCAL, sebuah
perusahaan minyak Amerika yang pernah dituntut di pengadilan karena pelanggaran HAM saat membangun pipa LNG dengan junta militer Birma
tahun1994 itu telah mulai proyek eksploitasi. Proyek ini kemudian dibuka kembali dengan Keppres No.15 tahun 2002 tetapi karena biaya pengembangannya
semakin membengkak, UNOCAL secara resmi menyatakan berhenti dari proyek. Pada bulan Juli 2003 UNOCAL menjual proyek ini ke PLN dan menyatakan
bahwa sebagai gantinya investasi yang telah dikeluarkan sebesar 60 juta dolar Amerika akan diganti oleh PLN.
Kesimpangsiuran proyek ini akhirnya terjawab pada tangga 14 desember 2007 Dalam pelaksanaan Pengembangan Lapangan Panas Bumi dan
Pembangunan PLTP Sarulla dengan kapasitas 330 MW, Konsorsium dan Sarulla Operations Ltd. SOL telah ditandatangani Presiden Republik Indonesia, Bapak
Susilo Bambang Yudhoyono, dan Perdana Menteri Jepang, Bapak Shinzo Abe, menyaksikan penandatanganan HOA tersebut yang ditanda tangani oleh Eddie
Widiono, Presiden Direktur PLN, Ari Sumarno, Presiden Direktur Pertamina, dan Konsorsium yang diwakili oleh Hilmi Panigoro, Presiden Direktur Medco Energi,
David Citrin, Vice President Ormat,dan Akira Yokota, Executive Vice President Itchu, pada acara Japan-IndonesiaBusiness Forum. Deed of Assignment dengan
PT. PLN persero; Joint Operation Contract JOC dengan PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY; dan Energy Sales Contract ESC dengan PT
PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY1 – dan PT. PLN. Namun Sejak dibukanya areal PLTP Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Bumi , keresahan masyarakat bisa mendapatkan pekerjaan terutama para pemudi dan kaum laki-lakinya semakin mencuat karena banyaknya pekerja berasal dari
luar daerah . Mereka merasakan perusahaan bersikap tidak adil karena mayoritas karyawan perusahaan berasal dari luar daerah. Kalau pun ada penerimaan tenaga
kerja lokal, itu pun mesti didahului dengan aksi tuntutan dari masyarakat dan hanya menempati posisi sebagai satpamwakar, cheker, tenaga survai dan sedikit
sekali sebagai operator apalagi staf kantor dan manajemen. Sedangkan dalam ketentuan AMDAL dikatakan perusahaan sebagian besar akan merekrut tenaga
kerja lokal tertera Pasal 22 Ayat 1 Undang undang Nomor 32 Tahun 2009 yaitu : “Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha danatau
kegiatan” Keberadaan PT Sarulla Operation Limited SOL sebagai konsorsium
perusahaan pembangkit listrik tenaga panas bumi memunculkan berbagai konflik dan kecemburuan sosial mengenai pembebasan lahan, kembali mendapat kecaman
warga. Konflik dimulai dari persoalan analisis masalah dampak lingkungan Amdal serta pengakomodiran hak hak warga sekitar yang dinilai di abaikan
pihak perusahaan disikapi dengan aksi demo. Pasalnya, permasalahan ini disebut pantas untuk menjadi sebuah poin utama yang harus di jadikan Asian
Development Bank ADB sebagai lembaga keuangan untuk menunda pencairan kredit pinjaman atas perusahaan dimaksud.
Secara umum munculnya masalah kepemilikan tanah di desa Simataniari dan desa Sibaganding Sumatera Utara berawal dari perbedaan persepsi dalam
menafsirkan hak kepemilikan atas tanah oleh pemerintah dan perusahaan Sarulla Operation Ltd SOL dengan masyarakat setempat. Hal ini sangat dimungkinkan
karena pada satu pihak persepsi hak kepemilikan atas tanah atau lahan didasarkan atas persepsi dari ketentuan pokok agraria sementara pada pihak yang lain,
masyarakat melihat masalah hak kepemilikan atas tanah atau lahan menggunakan acuan hukum adat yang secara turun temurun ada dan telah menjadi tata nilai
dalam kehidupan masyarakat. Kompleksitas persoalan diatas ditambah lagi dengan tidak berfungsinya lembaga adat sebagai institusi masyarakat yang
legitimet dan muncul dari tata nilai masyarakat setempat. Ketidak berfungsian
lembaga adat yang ada justru disebabkan karena pemberlakuan UU No. 5 Tahun 1979 yang berkaitan dengan pembentukan kelembagaan pemerintah desa.
Dari hasil observasi menunjukkan, upaya-upaya penyelesaian konflik yang dilakukan oleh birokrasi setempat justru tidak menyentuh substansi
persoalan yang sebenarnya. Persoalan ganti rugi seringkali teridentifikasi sebagai penyebab munculnya konflik, sehingga upaya penyelesaian yang dilakukan hanya
sebatas pemberian ganti rugi atas lahan masyarakat yang terpakai. Sementara substansi persoalan adalah pada persepsi kepemilikan tanah yang berbeda antara
masyarakat dan pemerintah maupun perusahaan, disamping persoalan hilangnya sumber penghidupan masyarakat yang disebabkan karena tidak tersubtitusi
sumber penghidupan masyarakat dengan pilihan-pilihan lain yang semestinya diberikan oleh pihak perusahaan.
Masyarakat yang sebelumnya merasa dirugikan dan tidak mendapatkan keuntungan dari adanya eksploitasi PLTP ini di beberapa daerah membuat portal-
portal atau menutup jalan umum untuk pengangkutan barang milik perusahaan. dipimpin oleh desa melalui aparat desa atau kesepakatan kampung dan ada juga
yang dikelola oleh kelompok tertentu. Tidak jarang hal ini menimbulkan konflik antara para sopir pengangkutan dengan para penarik pungutan atau penutup jalan
tersebut. Beberapa aksi demonstrasi di lakukan sedikitnya seratus warga
mendatangi kantor SOL di Desa Pangaloan Pahae Jae, menolak beroperasinya Sarulla Operation Limited SOL sebagai pengembang Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi PLTP. Pengunjuk rasa yang tergabung dalam aliansi masyarakat luat Pahae itu, menyampaikan 7 tuntutan, yang intinya mendesak PT. SOL
memperhatikan lingkungan dan melibatkan warga Luat Pahae. seluruh masyarakat Pahae akan mendesak penghentian operasional PLTP ini. Sebab
dampak aktivitasnya terhadap lingkungan, nyata tidak di perhitungkan dengan akurat oleh perusahaan. Bahkan, soal analisa dampak lingkungan Amdal saja
juga tidak pernah di perdulikan pihak perusahaan. Selain itu, disekitar pembuatan jalur pipa saja melewati rumah rumah penduduk, Bahkan, untuk desakan
penghentian aktivitas PT SOL ini, dirinya mengancam akan menggelaraksi demonstrasi lanjutan serta memblokade jalan masuk kelokasi PLTP.
http:batakpos-online.com diakses pada tanggal 02 April 2015 , pukul 18:45 WIB.
Sekitar dua ratusan warga Luat Pahae dari dua desa, yakni Desa Simataniari dan Desa Sigompulon, Kecamatan Julu datang menemui mantan
Bupati Taput Torang Lumbantobing Toluto di Vanana Garden, Siarang-arang, Kamis 234. Mereka menagih janji PT SOL untuk mempekerjakan masyarakat
putra daerah sebagai mana tertuang dalam MoU kesepakatan Pemkab Taput dengan PT SOL .
Ratusan warga yang didominasi orang tua itu tiba di Vanana Garden milik Toluto sekitar pukul 11.32 WIB. Mereka membawa sejumlah poster bertuliskan
sejumlah staitmen antara lain, masyarkat Pahae tidak diberikan pekerjaan di PT SOL. Amang Toluto, mana realisasi janji SOL mempekerjakan putra daerah
TaputPahae. Mereka juga membawa sebuah spanduk besar yang bertuliskan tolak
kontraktor dan pekerja asing Hyunday dan Haliburton di proyek SOL. Utamakan kontraktor dan pekerja putra daerah. Dalam pertemuan itu, secara bergantian
perwakilan warga menyampaikan kedatangan mereka adalah memberi tahu kesepakatan PT SOL dan Pemkab Taput untuk mempekerjakan dan
mengutamakan putra daerah tidak terealisasi alias bohong. Dulu dijanjikan putra daerah untuk tenaga kerja, ternyata sejak dimulai
proyek hingga kini janji itu tidak direalisasikan,” ujarnya diamini Poltak Tampubolon, Marihot Simajuntak dan Tigor Sitompul perwakilan warga yang
dituakan di daerah itu. Selain menagih janji memperkerjakan putra daerah, pihaknya juga menagih janji PT SOL atas perbaikan infrastruktur jalan.
Kemudian masalah limbah agar disosialisasikan. www.metrosiantar.com20150424187538 tagih-janji-pt-sol-pekerjakan-putra-
daerah diakses pada tanggal 05 April 2015 pada pukul 18.00 WIB
Masyarakat Negeri Sibaganding Tua, Kecamatan Pahae Julu, Tapanuli Utara mempertanyakan AMDAL terkait rencana pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi PLTPB oleh PT. Sarulla Operation Limited PT.SOL, karena banyak terdapat kejanggalan data maupun analisa. Ketua
Umum Masyarakat Negeri Sibaganding Tua, Vargo Sitompul dalam pertemuan rapat besar dengan masyarakat Negeri Sibaganding Tua, yang terdiri dari 3 desa,
Sibaganding, Lumban Jaean, dan Simataniari, Jumat 16 Agustus 2013 di Sibaganding mengatakan menghasilkan kesimpulan mendesak agar perusahaan
merevisi AMDAL. Harian SIB , 2013 Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melihat
“Pengaruh Kehadiran PT Sol Sarulla Operational Limitted Panas Bumi Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Di Kecamatan Pahae Julu Kabupaten
Tapanuli Utara Sumatera Utara”.
1.2. Perumusan Masalah