Salam Salam terhadap non-muslim perspektif hadis

2. Etika Salam Islam sebagai agama yang mengajarkan tentang pentingnya cara hidup yang Islami sesuai dengan garis ketetapan Ilahi, di samping mengajarkan tata cara beribadah kepada Allah swt. juga mengatur pola berinteraksi sosial antar sesama manusia. Secara lebih praktis kita diajarkan untuk banyak mengucapkan salam kepada Allah ta ḥ iyyah, salam kepada Nabi Muhammad dan kepada semua Nabi dan Rasul ṣ alawat dan kepada semua umat Islam. Dalam kehidupan sehari-hari, ucapan salam sebagai penghormatan serta tegur sapa kepada orang Mukmin dengan Mukmin lainnya agar selalu mendapat keselamatan dan kedamaian, tergambar dalam al-Quran surat al-Nur [24] ayat 61: ...                      Maka apabila kamu memasuki suatu rumah dari rumah- rumah ini hendaklah kamu memberi salam kepada penghuninya yang berarti memberi salam kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatNya bagimu, agar kamu memahaminya . Ulama mutaqaddimīn berbeda pendapat tentang arti buyūtun jamak dari kata baitun pada ayat dia atas. Sebagian mereka, Ibrahim al-Nakha ʻ i dan Hasan mengartikan dengan masjid, sementara Ibn ‘Arabi mengartikan kata umum untuk semua rumah, tidak hanya untuk masjid. Ibn ‘Abbas menyatakan “jika seseorang memasuki mesjid atau masuk ke dalam rumah yang tidak dihuni, maka hendaknya mengucapkan assalāmu ʻ alainā wa ‘alā ‘ibādillāhi al-ṣ ālihīn” yang artinya “kedamaian atau keselamatan atas kita dan atas hamba-hamba-Nya yang baik. Sedangkan Ibn ‘Umar mengatakan “jika masuk ke rumag kosong maka ucapkan assalāmu ʻ alainā wa ‘alā ‘ibādillāhi al-ṣ ālihīn, jika ada penghuninya maka ucapkanlah assalāmu ʻ alaikun wa rahmatullāhi”. 9 Salam juga diucapkan sebelum masuk ke rumah orang lain dan meminta izin untuk memasuki rumah tersebut kepada penghuninya, sebagaimana firman Allah QS al-Nur [24] ayat 27:                     Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat. Kalimat salam yang dicontohkan oleh Nabi adalah ucapan “assalāmu ‘alaikum wa rahmatullāhi wa barakātuh” yang berarti “semoga keselamatan, rahmat dan barakah Allah tercurahkan kepadamu”. Doa yang diajarkan didalamnya tidak hanya tentang keselamatan, keamanan dan kedamaian dalam hidup saja, melainkan juga rahmat atau kasih sayang dan barakah atau bertambahnya aneka kebajikan dalam hidup dari-Nya juga. 10 9 Abu ‘Abd Allah Muhammad Ibn Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al-Jami‘ li A ḥ kam al- Quran, Beirut: Dar al-Fikr, 1993, jilid 6 juz 11-12, h. 209 10 Ahmad Rifai, Konsep al-Quran tentang al- Salām, TESIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005 h. 138 Kata “semoga” dapat berarti “saya berharap” atau “harapan saya”. Satu ungkapan yang terlahir dari hati nurani yang tulus dan dalam agar seseorang mendapatkan kedamaian, keselamatan, rahmat dan barakah dari Allah Swt ketika seorang mulsim akan mengawali interaksinya dengan orang lain atau berpisah dengan mereka. 11 Oleh karenanya, berdasarkan isi kandungan makna salam seseorang akan menjadi Muslim yang sejati ketika seorang Muslim yang lain mendapat ketenangan, keamanan dan kedamaian dari segala ucapan-ucapan yang dapat menyakitkan hati serta aman dari tingkah laku dan perbuatan yang dapat membuat perasaan tak aman, serta resah pada diri saudaranya. Sebagai mana Nabi saw telah bersabda: 12 Dari ‘Abd Allah ibn; Amr RA. dari Nabi SAW. telah bersabda: “Muslim sejati adalah orang yang apabila orang Islam lainnya merasa aman dari gangguan lisan dan tangannya.” Nabi SAW. juga mendidik adab seorang Muslim dalam mengucapkan salam dengan sabdanya: 11 Ahmad Rifai, Konsep al-Quran tentang al- Salām, TESIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005 h. 138 12 Al-Bukhari, Ṣ a ḥ i ḥ Bukhori, kitab al-Iman no indeks 9 indeks dalam program CD Lidwa Rasullah SAW. telah bersabda: “Orang yang berada di atas kendaraan memberi salam kepada orang yang berjalan kaki, orang yang berjalan memberi salam kepada orang yang sedang duduk, dan kelompok yang sedikit memberi salam kepada yang banyak”. Dalam riwayat lain dijelaskan orang yang lebih muda memberi salam kepada yang lebih tua ”. 3. Hikmah Salam Allah telah mengatur jalan-jalan kedamaian tersebut secara kaffah yang diwujudkan melalui pola hidup Islami. Dengan berpegang kepada kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, mencari hidayah atau bimbingan Allah, selalu bertawakkal kepada-Nya diawali dari berpikir Islami, berkata-kata sambil menyebarkan dan membudayakan salam kepada siapa saja agar tumbuh perasaan saling mencintai, kemudian bertindak mengambil langkah dan kebijakan yang tidak merugikan diri dan orang lain, seraya mengharap keridhaan-Nya. 13 Suatu ketika Rasulullah SAW. pernah ditanya tentang amal perbuatan yang utama dalam Islam. “Perbuatan apakah yang lebih baik dalam Islam?”. Maka beliau menjawab: “Engkau memberi makan kepada orang-orang yang lapar dan mengucapkan salam kepada orang yang kalian kenal maupun tidak kau kenal. 14 13 Ahmad Rifai, Konsep al-Quran tentang al-Salam, Tesis UIN Syarif Hidayatullah, 2005 h. 189-190 14 Al-Bukhari, Ṣ a ḥ i ḥ Bukhari, kitab al-Iman no indeks 12 Indeks dalam program CD Lidwa Abu Umamah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Siapa y ang mengucapkan, ‘Assalāmu ‘alaikum,” maka di catat 10 kebajikan untuknya; siapa yang mengucapkan, ‘Assalāmu ‘alaikum wa rahmatullāh’, maka dicatat 20 kebajikan untuknya; dan siapa yang mengucapkan, ‘assalāmu ‘alaikum wa rahmatu llāh wa barakātuh,’ maka dicatat 30 kebajikan untuknya.” 15 Al-Quran, dengan hukum dan arahnya yang agung, meletakan pilar-pilar asasi untuk membangun masyarakat yang saling mencintai sesama sebagaimana mencintai diri sendiri. Rasa cinta demikian ini mungkin terwujud manakala hati mereka bersih dari sifat permusuhan dan dengki. 16 Tidak diragukan lagi, seorang Muslim yang memulai salam kepada Muslim lainya yang kemudian menjawab dengan salam yang lebih baik, pada dasarnya sedang berusaha untuk saling mempererat ikatan cinta dan kasih sayang. 17 Tidak sampai di situ, Allah tidak menjadikan kehidupan ini hanya berhenti di dunia saja, akan tetapi ada kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Fase interval antara hidup di dunia dan di akhirat disebut kehidupan alam kubur atau barzakh. Orang yang sudah wafat sekalipun masih mendapatkan ucapan salam dari mereka yang masih hidup. Ucapan salam untuk orang-orang yang sudah wafat adalah: 15 Ensiklopedi Tematis al-Quran, terj. Ahmad Fawaidz Syadzili, Jakarta: PT Kharisma Ilmu, tt jilid 3, h. 24 16 Ensiklopedi Tematis al-Quran, terj. Ahmad Fawaidz Syadzili, Jakarta: PT Kharisma Ilmu, tt jilid 3, h. 28 17 Ensiklopedi Tematis al-Quran, terj. Ahmad Fawaidz Syadzili, Jakarta: PT Kharisma Ilmu, tt jilid 3, h. 28 Telah menceritakan kepada kami Al Qanabi dari Malik dari Al Ala` bin Abdurrahman, dari ayahnya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam keluar menuju sebuah kuburan kemudian mengucapkan: “al-salāmu ‘alaikum dāra qaumin mukminīn, wa innā inshaa al lāhu bikum lāhiquun” Semoga keselamatan terlimpah kepada kalian wahai penghuni kampung kaum mukminin, sesungguhnya insya All ah kami akan menyusul kalian.” 18 Nabi SAW. Bersabda dalam sebuah hadis: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Auf, telah menceritakan kepada kami Al Muqri`, telah menceritakan kepada kami Haiwah, dari Abu Shakhr Humaid bin Ziyad dari Yazid bin Abdullah bin Qusai ṭ dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW. berkata: “Tidaklah seseorang memberikan salam kepadaku melainkan Allah akan mengembalikan nyawaku hingga aku membalas salamnya. ” 19 Na ṣ ini menunjukan bahwa orang yang sudah terbujur kaku di dalam kuburnya masih bisa mengetahui kedatangan dan menjawab salam orang yang masih 18 Abu Daud, Sunan Abu Daud, Kitab al- Janāiz, no indeks 2818 Indeks dalam program CD Lidwa 19 Abu Daud, Sunan Abu Daud, Kitab : Manasik, Bab : Ziarah kubur, No. Hadis : 1745 Indeks dalam program CD Lidwa hidup. Dalam salah satu riwayat dijelaskan bahwa satu ketika Nabi saw. pernah memerintahkan para sahabat untuk mengumpulkan para korban perang Badr musyrikin Quraisy dan melemparkannya ke dalam lubang bekas sumur. 20 Nabi SAW. bersabda: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Al Mundzir telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fulaih bin Sulaiman dari Musa bin ‘Uqbah dari Ibnu Syihab dia berkata, ‘Ini berkenaan dengan peperangan yang dialami Rasulullah, kemudian ia menyebutkan hadis. Setelah melemparkan mereka ke dalam sumur badar, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada mereka: “Apakah kalian mendapati apa yang dijanjikan Rabb kalian adalah benar? ” Musa berkata, Nafi’ mengatakan, Abdullah berkata, “Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah engkau menyeru orang yang telah mati? ” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab: “Tidaklah kalian lebih mendengar ucapanku daripada mereka. ” Abu Abdullah mengatakan, “Kemudian orang-orang Quraisy yang 20 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al- Rūh, Beirut: Dār al-Kitab al-‘Arabi, 1999 h. 23 ikut serta dalam perang Badr dikumpulkan, dan yang diberi bagian harta rampasan perang berjumlah delapan puluh satu orang. ” Urwah bin Az Zubair berkata, Az Zubair berkata, “Bagian dari rampasan perang mereka dibagi- bagi, dan mereka diberi seratus bagian. Wallahu alam. ” 21 Dari riwayat-riwayat di atas menunjukan bahwa orang yang sudah wafat pun mendengar ucapan salam. Salam sebagai do ʻ a juga kiranya terlimpahkan secara langgeng dan mantap kepada mereka yang sudah berada di alam barzakh. Di sini seorang pengucap salam menaruh harapan agar si mayit mendapat ketenangan dan kedamaian hidup di alam barunya, serta terhindarnya si mayit dari siksa kubur. 22 Salam perdamaian yang diinginkan dalam Islam adalah tidak hanya sekedar berdamai dengan sesama manusia ketika hidup di dunia. Tetapi perdamaian yang di maksud adalah sikap untuk selalu berdamai dan melakukan perbaikan dalam rangka menjaga keharmonisan hidup dan keseimbangan alam. Perdamaian yang diusahakan ini tidak hanya berlangsung di dunia melainkan akan terbawa sampai ke akhirat. Fungsi salam dalam kehidupan adalah: pertama, menebarkan salam berarti mendoakan manusia supaya selamat dan sejahtera. Kedua, orang yang gemar mengucapkan salam adalah orang yang rendah hati dan orang yang rendah hati jauh dari kesombongan. Ketiga, salam dapat mempererat tali persaudaraan dan 21 Ṣ ahih al-Bukhari, Kitab : Peperangan, Bab : Malaikat ikut menyaksikan perang Badar, No. Hadis : 3722 22 Ahmad Rifai, Konsep al-Quran tentang al- Salām, TESIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005 h. 142 menjauhkan dari rasa permusuhan dan pertikaian. Keempat, menebarkan salam berarti menebarkan kasih sayang diantara sesama manusia. 23

B. Non-Muslim

1. Definisi Non-Muslim Definisi non-Muslim dapat dilihat dari pengertian Muslim dengan mendapat kata imbuhan non yang berarti tidak atau bukan. Maka non-Muslim berarti orang yang tidak atau bukan beragama Islam. 24 Dalam kajian sosiologi, non-Muslim adalah mereka yang berada di luar agama Islam. Termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang memeluk agama Katolik, Hindu, Budha,Yahudi, Konghucu, Sinto dan agama-agama lainnya. 25 Kelompok non-Muslim dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok. Abdullah Nashih ‘Ulwan membaginya menjadi empat kelompok, yaitu: kelompok Ahl al- Kitāb, kelompok atheis dan murtad, kelompok paganis dan musyrik, dan kelompok orang-orang munafik. 26 a. Kelompok Ahl al- Kitāb 23 Ahmad Kusaeri, Akidah Akhlak, Bandung: Grafindo Media Pratama, 2008 h. 68 24 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994 h. 692 25 Makalah Nikah Beda Agama, h.4 26 Abdullah Nashih ‘Ulwan, Konsep Islam Terhadap Non-Muslim, Penerjemah: Kathur Suhardi, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996 h. 46 Yang dimaksud dengan kelompok Ahl al- Kitāb adalah orang-orang yang beragama berdasarkan salah satu kitab samawi dan mengikuti salah seorang Nabi. Ahl al- Kitāb merupakan sebutan bagi kelompok orang yang mempercayai dan berpegang teguh kepada agama yang memiliki kitab suci yang berasal dari Tuhan, selain al-Quran. 27 Orang yang tetap berpegang teguh pada agama yang di bawa Nabinya sebelum kenabian Muhammad atau sesudah kedatangan beliau tapi dakwah Islam belum sampai kepadanya, maka dia adalah orang Mukmin. Sedangkan orang yang tetap pada agamanya, padahal ia mengetahui akan kerasulan Muhammad dan dakwah beliau, maka ia termasuk kelompok orang-orang kafir. Ahl al- Kitāb terdiri dari dua kelompok, yakni kelompok Yahudi yang berpegang teguh kepada syari‘at Nabi Musa yang menerima kitab Taurat, dan kelompok Nashrani yang berpegang teguh kepada syari‘at Nabi Isa yang menerima kitab Injil. b. Kelompok Atheis dan Murtad Murtad artinya perbuatan orang Muslim yang meninggalkan agama yang telah diridhai Allah, lalu memeluk agama lain, atau meyakini suatu akidah dan ideologi tertentu yang bertentangan dengan tatanan Islam. Sedangkan atheis adalah pengingkaran terhadap dzat Illahi, menolak risalah samawi yang telah diturunkan Allah kepada Rasul-rasul-Nya. Atau dengan pengertian lain bahwa atheis merupakan pengingkaran tentang hal-hal gaib 27 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid I, ed, Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, h. 46 yang dibawa dan disampaikan lewat para rasul. 28 Yang disebut atheis sebetulnya terdiri dari masing- masing ‘atheis praktis’, yaitu orang-orang yang tidak percaya Tuhan sebab tidak ada pewartaan tentang Tuhan kepadanya, dan ‘atheis teoritis’, yaitu orang-orang yang tidak percaya Tuhan sebab rasionya yang terbatas mencoba mewacanakan-Nya demikian di bawah kendali hatinya yang telah lebih dulu menyangkali-Nya. 29 c. Kelompok Paganis dan Musyrik Kelompok paganis adalah orang-orang yang membuat sesembahan selain Allah, atau mengambil tuhan di samping Allah. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah orang-orang yang menyembah api, bintang, orang- orang majusi, penyembah patung, dan lain-lain. Kelompok paganis terbagi dua, yaitu kelompok orang musyrik Arab, dan kelompok selain yang berasal dai bangsa Arab, seperti orang-orang Majusi. 30 Sedangkan kata mushrik berasal dari kata: ashraka yushriku ishrakan- shirkan yang berarti menyekutukan Allah dengan sesuatu baik dengan menyembah benda-benda maupun menyembah Allah sambil tetap menyembah benda-benda. 31 d. Kelompok orang-orang Munafik 28 Abdullah Nashih ‘Ulwan, Konsep Islam Terhadap Non-Muslim, Penerjemah: Kathur Suhardi, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996 h. 62 29 Remi Sylado, Mimi Lan Mintuna: Trafiking Perempuan Indonesia, h. 128 30 Abdullah Nashih ‘Ulwan, Konsep Islam Terhadap Non-Muslim, Penerjemah: Kathur Suhardi, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996 h. 55 31 Warson Munawir, Al-Munawir, cet ke 14 Surabaya: Pustaka Progressif, 1997 h:13 Kemunafikan adalah suatu sikap pada diri seseorang yang mengaku-ngaku Islam, tetapi jauh di lubuk hatinya menyimpan kekufuran dan tujuan-tujuan yang tidak baik. Sifat-sifat yang terdapat dalam diri orang munafik antara lain ialah: perkataannya selalu bohong, perbuatannya dipenuhi bahaya dan kerusakan, selalu memakai topeng yang berganti-ganti sesuai dengan kondisi yang dihadapinya. 32 Di samping pembagian tersebut, terdapat juga pembagian golongan non- Muslim menurut Endang Saefuddin Anshari, yaitu: 33 a. Kafir, yaitu orang yang menolak kebenaran dari Allah. Dalam literatur Islam, secara bahasa kata kafir berasal dari kata kafara-yakfuru-kufran yang berarti menutup sesuatu, 34 dan secara teminologis kafir adalah orang-orang yang menolak atau menentang agama Allah. Mereka disebut kafir karena akal dan hati mereka tertutup dari mengakui agama Allah atau secara singkatnya bisa berarti bahwa mereka yang berada di luar Islam non- Muslim disebut sebagai orang kafir. b. Musyrik, yaitu orang-orang yang menyekutukan Allah. Ciri-cirinya: menganggap adanya tuhan lain selain Allah, menganggap Allah beranak dan diperanakkan, menjadikan selain Allah sebagai tujuan terakhir pengabdian hidupnya. 32 Abdullah Nashih ‘Ulwan, Konsep Islam Terhadap Non-Muslim, Penerjemah: Kathur Suhardi, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996 h. 94