Hadis-hadis yang Berkaitan dengan Salam Terhadap non-Muslim
Ibn Ba ṭ al menukil dari al-Khatabi menyerupai apa yang dikatakan oleh Ibn
Habib, dia berkata, “riwayat orang yang meriwayatkannya dengan redaksi “’alaikum” tanpa huruf wawu adalah lebih baik daripada riwayat yang menyebutkan huruf wawu,
karena maknanya adalah “aku mengembalikan apa yang kalian katakana itu kepada diri kalian”. Sebab, dengan menyertakan huruf wawu, maka maknanya menjadi
“ʻ alaiya wa ‘alaikum” atasku dan atas kalian, karena huruf wawu adalah partikel penggabung yang berfungsi menyertakan.”
8
Sama halnya dengan hadis pertama, hadis ini berderajat ṣ aḥ iḥ , karena
diriwayatkan oleh Imam Muslim. c. Menjawab
dengan “ ‘alaika mā qulta”
Telah menceritakan kepada kami Abdu bin Humaid telah menceritakan kepada kami Yunus dari Syaiban dari Qatadah telah menceritakan kepada
kami Anas bin Malik bahwa seorang Yahudi datang kepada Nabi SAW. serta
8
Al-Nawawi, Sharah al-Nawawi ‘ala Muslim, CD al-Maktabah al-Syamilah, Global Islamic
Software, 1991-1997
para sahabatnya kemudian mengatakan; Al- sāmu alaikum. Kemudian orang-
orang menjawab. Lalu Nabi SAW. bertanya: “Tahukah kalian apa yang ia
katakan ini? ” Mereka berkata; Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui wahai
Nabi Allah. Beliau berkata: “Tidak, akan tetapi ia mengatakan demikian dan
demikian, tolong ringkuslah Yahudi itu kepadaku. ” Kemudian mereka pun
meringkus Yahudi dan diseret ke hadapan Rasulullah Saw. Beliau menginterogasinya dengan bertanya:
“Apakah engkau mengatakan; Al-sāmu ‘alaikum?” kematian untuk kalian? Ia berkata; ‘ya’. Nabi saw. berkata di
saat itu: “Apabila salah seorang dari ahli kitab mengucapkan salam kepada
kalian maka katakan; ‘alaika maa qulta.” bahkan untuk mu yang kau
ucapkan itu Beliau membaca ayat: “Dan apabila mereka datang kepadamu,
mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan ditentukan Allah untukmu.
” QS. Almujadilah 8, Abu Isa berkata; hadis ini adalah hadis hasan
ṣ ahih.
9
Anas bin Malik berkata “Datang orang Yahudi kepada Nabi dan para sahabat Nabi, mereka mengucapkan
“al-sāmu ‘alaikum” yang artinya kematian atas kalian, maka para sahabat menjawabnya, mereka mengira bahwa yang diucapakan Yahudi
adalah “al-salāmu ‘alaikum”. Nabi bertanya “Apakah kalian tahu apa yang Yahudi
itu katakan?” sahabat menjawab “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui akan hal itu.” Nabi berkata “Tidak, sesungguhnya dia mengatakan ‘al-
sāmu ‘alaikum’, bawalah Yahudi itu kepadaku” kemudian Nabi bertanya kepada Yahudi itu “Apakah kamu mengtakan ‘al-sāmu ‘alaikum’? dia menjawab “ya”. Nabi
berkata menganai ha l ini “Apabila salah seorang Ahl al-Kitāb mengucapkan salam
kepadamu, maka jawablah “atasmu apa yang engkau katakan”. Kemudian Nabi membacakan ayat “Dan apabila mereka Yahudi datang kepadamu, mereka
mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan ditentukan Allah untukmu, yaitu ucapa
‘al-sāmu ‘alaikum’. Al-Qurthubi berkata “Yahudi mendatangi
9
Sunan al-Tirmidzi, Kitab : Tafsir al Qur`an, Bab : Diantara surat al- Mujādilah, No. Hadis :
3223, CD Lidwa Pustaka
Nabi mengatakan ‘al-sāmu ‘alaikum’, secara ẓ ahir dia mengatakan ‘al-salāmu
‘alaikum’, tetapi dalam hatinya ia mendo‘akan kematian, maka nabi menjawab ‘alaikum’ dalam riwayat lain mengatakan ‘wa ‘alaikum’.”
10
Hadis ini merupakan asbāb al-wurūd dari al-Quran surat al-Mujadilah ayat 8:
Apakah tidak kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali mengerjakan larangan itu
dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. dan apabila mereka datang kepadamu,
mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. dan mereka mengatakan kepada diri
mereka sendiri: “Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan mereka masuki. dan
neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. Qs. Al-Mujadilah: 8 Pada ayat ke 7 surat al-Mujadilah telah dijelaskan bahwa segala bisikan,
desas-desus dan pertemuan rahasia pasti Allah mengetahuinya. Maka orang yang beriman akan berhati-hati akan hal itu. Tetapi bagi orang-orang yang bersifat
munafik, meskipun mereka telah diperingati supaya bergaul dengan jujur dan dilarang
10
Imam al-Hafi ẓ Abi al-‘ula Muhammad ‘Abdurrahman Ibn ‘Abdurrahim al-Mubarakfuriy,
Tuhfat al- Ahwadhi bi Sharh Jāmi‘ al-Tirmidhi, Beirut: Daar al-Kutb al-‘Alamiyah, 1410 H-1990 M
h. 136
melakukan pembicaraan rahasia, namun mereka tetap melakukannya. Mereka selalu mencari berbagai jalan supaya kewibawaan Rasul dapat dirusak.
Yang menjadi bisikan rahasia mereka ada tiga hal, 1 dosa, yaitu memfitnah, mengada-ada, membalas dendam, 2 permusuhan, diantaranya mengatur siasat untuk
mengalahkan lawan. 3 menentang Rasul. Hasil dari pembicaraan rahasia mereka adalah mereka sengaja menemui Rasul
bukan dengan maksud yang baik, melainkan karena hendak mempertontonkan kebenciannya dengan mengucapkan kata-kata yang pada lahirnya seperti memberi
hormat, tetapi dalam batinnya berisi penghinaan dan kutukan. Yaitu dengan mengucapkan
“al-sāmu’alaikum” seperti dalam hadis di atas.
11
Mereka melakukan hal itu semata-mata untuk membuktikan kenabian Muhammad. Merka berkata dalam hati,
“Mengapa Allah tidak menyiksa kita diseba
bkan apa yang kita katakan itu?” artinya mereka berkata ‘jika benar Muhammad itu nabi, tentu kehormatannya dijaga oleh Tuhan, maka atas ucapan
seperti itu pastilah Allah tidak akan menangguhkan azab-Nya. Tetapi Allah tidak mengazab kami.” Dikatakan bahwa orang-orang Yahudi itu mengucapkan ‘dan
kematian tas kalian’ jika Muhammad benar seorang nabi, maka ucapannya atas kami akan langsung dikabulkan oleh Allah, dan mereka pasti akan segera mati. Di sinilah
letak keheranan mereka, padahal mereka Ahl al- Kitāb, semestinya mereka tahu
bahwa para nabi memang terkadang murka, tetapi kemurkaan mereka bukan berarti
11
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 28 Jakarta: Pustaka Panji Mas, 2000 h. 21-23
langsung diiringi azab Allah kepada orang-orang yang membuat para nabi murka. Selain itu juga mereka tidak mengerti bahwa Allah mempunyai sifat Maha Pemurah,
Dia tidak menyegerakan azab kepada mereka karena mencela-Nya, apalagi hanya karena mereka mencela nabi-Nya.
Maka di akhir ayat ini Allah berfirman, “Cukuplah bagi mereka Jahannam
.” Balasan bagi mereka adalah neraka Jahannam yang merupakan seburuk-buruknya tempat kembali.
12
Di akhir hadis ini dikemukakan pendapat dari Abu Isa bahwa hadis ini berkualitas
ḥ asan ṣ aḥ iḥ . Dari tema di atas, bisa disimpulkan bahwa di kalangan ulama ada perbedaan
pendapat tentang hukum menjawab salam dari non-Muslim. Diantaranya adalah: Menurut Imam Malik, sperti yang diriwayatkan oleh Asyhab dan Ibn Wahab
darinya, ia berpendapat bahwa menjawab salam kepada Ahl al- Kitāb bukanlah suatu
kewajiban, jika mereka mengucapkan salam kepadamu, maka jawablah: ‘alaika.
Sementara Ibn Ṭ awus memilih jawaban dalam menjawab salam mereka
adalah dengan mengucapkan ‘alāka al-salām, yakni salam tersebut terangkat darimu.
Ada pula yang memilih jawaban “al-silam” dengan menkasrahkan huruf sin yang berarti batu.
13
12
Syaikh Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, juz 18. Penerjemah; Dudi Rasyadi, dkk. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009 h. 165
13
Syaikh Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, juz 18. Penerjemah; Dudi Rasyadi, dkk. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009 h. 164
Menurut madzhab al-Shafi ʻ i, memberi salam kepada mereka, haram
hukumnya, tetapi menjawabnya adalah wajib dengan perkataan “wa ‘alaikum” saja.
Kebanyakan ulama salaf membolehkan kita memberi salam kepada orang kafir.
14
Dalam kitab Sharah Ṣ aḥ iḥ Muslim, Imam Nawawi mengatakan bahwa para
ulama berbeda pendapat tentang menjawab salam Ahl al- Kitāb dan memulai salam
kepada mereka. Imam Nawawi dan para ulama sepakat mengharamkan memulai salam atas Ahl al-
Kitāb dan mewajibkan menjawab salam mereka dengan ucapan “wa ‘alaikum” atau “ʻ alaikum” saja. Al-Mawardi berpendapat boleh menjawab
salam Ahl al- Kitāb dengan ucapan “wa ‘alaikum salam” tanpa “warahmatullah”,
apabila mereka mengucapkan salam yang benar yaitu “al-salāmu’alaikum”.
15
Ibn Qayyim berkata: jumhur ulama berpendapat wajib menjawab salam Ahl al-
Kitāb, dan menurutnya inilah pendapat yang benar. Sebagian ulama berpendapat tidak wajib menjawab salam mereka sebagaimana tidak wajib menjawab salam
kepada ahli bid’ah. Beliau berkata: “Jika orang yang mendengar yakin bahwa yang
diucapkan Ahl al-Dhimmi adalah “salāmun ‘alaikum” dan ia tidak ragu akan hal itu,
maka wajib menjawab “wa ‘alaika salam” dan sungguh ini termasuk balasan yang
adil. Hal ini tidak meniadakan sedikitpun kandungan hadis, karena Nabi hanya
memerintahkan untuk menjawab salam secara ringkas dengan mengucapkan “wa
14
Hasbi As Shidiqie, Mutiara Hadis, jilid VII, h. 228
15
Al-Nawawi, Shar
ḥ
al- Nawawi ‘alā Muslim, kitab al-salam no. 4024, CD al-Maktabah al-
Syamilah, Global Islamic Software, 1991-1997
‘alaikum”, Karena ada sebab yang telah disebutkan bahwa yang diucapkan mereka adalah umpatan
“al-sāmu ‘alaikum”.
16
Tentang hal ini, penulis setuju dengan pendapat al-Mawardi yang menyatakan boleh menjawab salam non-Muslim dengan ucapan
“wa ‘alaikum salam” tanpa “warahmatullāh”, apabila mereka mengucapkan salam yang benar
yaitu “al-salāmu’alaikum”.
2. Menjawab Salam non-Muslim dalam Surat Tema kedua yaitu membahas tentang bagaimana membalas surat dari non-
Muslim yang disertakan dengan salam. Hadisnya yaitu:
7
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Basyir ia berkata: “Telah mengabarkan kepada kami al-Hakim bin al-
Mubarak ia berkata: “Telah mengabarkan kepada kami ‘Ibad yakni Ibn ‘Ibad dari ‘Ᾱ ṣ im al-Ahwal dari
Abī ‘Uthman al-Nahdi ia berkata: “Abu Musa menulis surat kepada Dihqan, ia memberi salam dalam suratnya. Dikatakan kepadanya: “apakah aku harus
memberi salam sedangkan ia orang kafir?” dia berkata: “sesungguhnya dia memberi salam dalam suratnya, maka aku menjawabnya.”
18
16
Ibn Qayyim, Ahkamu Ahl al-Dhimmah, CD al-Maktabah al-Syamilah, Global Islamic Software, 1991-1997
17
Al-Imam al-Hafi ẓ Muhammad bin Isma‘il al-Bukhari, al-Ada al-Mufrad, Beirut: Dār al-
Kitab al- ‘Ilmiah, 1990 M 1410 H h. 322
18
Hadis ini merupakan hadis
ṣ
a
ḥ
i
ḥ
karena diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari.
Nabi memberi contoh, apabila ada seorang non-Muslim yang mengucapkan salam, beliau menjawab salam non-Muslim tersebut sesuai dengan yang mereka
ucapkan. Maka demikian pula halnya apabila menerima surat dari non-Muslim yang disertakan dengan salam, maka kita dianjurkan untuk membalas ucapan salamnya.
3. Larangan Memulai Salam kepada non-Muslim Hadis tentang larangan memulai salam kepada non-Muslim disertakan
dengan perintah untuk mendesaknya ke jalan yang sempit. Terdapat satu hadis yang termasuk ke dalam tema ini, yaitu:
9
Telah mencerita kan kepada kami Qutaibah bin Sa‘id; Telah menceritakan
kepada kami ‘Abdul ‘Aziz yaitu al-Darāwardi dari Suhail dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
SAW. bersabda: “Janganlah kalian mendahului
19
Ṣ
ahih Muslim, Kitab : Salam, Bab : Larangan memulai Ahl al- Kitāb dalam memberikan
salam, No. Hadis : 4030, CD Lidwa Pustaka
orang-orang Yahudi dan Nasrani memberi salam. Apabila kalian berpapasan dengan salah seorang di antara mereka di jalan, maka desaklah dia ke jalan
yang paling sempit.” Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna; Telah mencerita
kan kepada kami Muhammad bin Ja’far; Telah menceritakan kepada kami Syu’bah; Demikian juga diriwayatkan dari jalur
yang lain; Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib keduanya berkata; Telah menceritakan ke
pada kami Waki’ dari Sufyan; Demikian juga diriwayatkan dari jalur yang lain; Dan telah
menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb; Telah menceritakan kepada kami Jarir seluruhnya dari Suhail melalui sanad ini. Dan di dalam Hadis Waki disebutkan;
‘Apabila kalian bertemu dengan orang Yahudi.’ Sedangkan dalam Hadis Ibnu Jafar dari Syu’bah dia berkata mengenai Ahl al-Kitāb juga di dalam Hadis Jarir
dengan lafazh; ‘Apabila kalian bertemu dengan mereka.’ tanpa menyebutkan salah seorang di antara mereka.
20
Abu Umamah berkata, “Sesungguhnya Allah SWT. menjadikan salam sebagai
penghormatan bagi umat kami dan perlindungan bagi Ahl al-Dhimmi di tengah kami. Ibn Abi Syaibah meriwayatkan hadis melalui ‘Aun bin Abdul Aziz tentang memberi
salam lebih dulu kepada Ahl al-Dhimmi. Ia menjawab, “Kami hanya menjawab salam
mereka, tidak memberi salam lebih dulu kepada mereka.” ‘Aun berkata, “Saya bertanya kepadanya, ‘Bagaimana pendapatmu?’ menurut saya, tidak apa-apa
memberi salam lebih dulu kepada mereka.”
21
Larangan yang sangat jelas dari Nabi dalam hadis ini, juga dalam riwayat lain yaitu yang diriwayatkan oleh Muslim dan al-Bukhari dari jalur Abu Hurairah secara
marfu’, “Janganlah kalian memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan orang- orang Nasrani, dan pepetkanlah mereka ke jalan yang paling sempit. Dalam riwayat
Imam al-Bukhari dan al-Nasai dari hadis Abu Basrah al-Ghifari bahwa Nabi SAW.
20
Hadis ini merupakan hadis
ṣ
a
ḥ
i
ḥ
karena diriwayatkan oleh Imam Muslim.
21
Yusuf Qardhawi, Fiqh al-Jihad: Dirasah Muqaranah li A
ḥ
kamihi wa Falsafah fi Dha
ʻ
u al-Quran wa al-Sunnah, penerjemah: Irfan Maulana Hakim, dkk Bandung: Mizan Pustaka, 2010 h.
783
Bersabda: “Sesungguhnya besok aku akan berkendaraan kepada orang-orang Yahudi, maka janganlah kalian memulai salam
kepada mereka.”
22
Banyak ulama yang membenarkan untuk memulai salam kepada non-Muslim, paling tidak dalam pengertian damai pasif. Sahabat Nabi, Ibn ‘Abbas, dan
sekelompok ulama selain beliau berpendapat demikian. Larangan Nabi mereka pahami dalam konteks zamannya, yaitu ketika orang-orang Yahudi mengucapkan
“al-sāmu ‘alaikum” yang berarti kutukan atau kematian untuk kalian.
23
Ibn Abi Syaibah bertanya kepada Umar bin Abdul Aziz tentang memberi salam lebih dulu kepada dhimmi
. Ia menjawab, “Kami hanya menjawab salam mereka, tidak memberi salam lebih dulu kepada mereka.” Aun bekata, “Saya
bertanya kepadanya, ‘Bagaimana pendapatmu?’ Menurut saya, tidak apa-apa memberi salam lebih dulu kepada mereka.
24
Hadis mengenai larangan memberi salam lebih dulu kepada non-Muslim, menjelaskan latar belakang munculnya larangan tersebut, yang terkait dengan kondisi
perang dan pertemuan musuh di medan pertempuran, yaitu tempat yang biasanya tidak ada pemberian salam. Mungkin juga ucapan itu menegaskan kebolehan jika ada
motif yang menuntut pemberian salam, seperti kekerabatan, persahabatan,
22
Al-Asqalani, Ibn Hajar. Fath al-Baari Sharah:
Ṣ
ahih Bukhari, Juz 30, Penerjemah: Amiruddin. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 135
23
Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama al-Quran, Bandung: Mizan Pustaka, 2007 h. 432
24
Yusuf Qardhawi, Fiqh al-Jihad: Dirasah Muqaranah li A
ḥ
kamihi wa Falsafah fi Dha
ʻ
u al-Quran wa al-Sunnah, penerjemah: Irfan Maulana Hakim, dkk. Bandung: Mizan Pustaka, 2010,
h.783
ketetanggaan, perjalanan, atau keperluan. Al-Qurthubi telah menyebutkan hal tersebut dari al-
Nakha‘i. Ia berkata, “untuk menakwilkan hadis dari Abu Hurairah mengenai larangan memberi salam lenih dulu kepada non-Muslim, jika tidak ada alasan bagi
kalian untuk memulai salam kepada mereka, seperti memenuhi perlindungan, adanya keperluan kalian kepada mereka, suatu hak, ketetanggaan atau
dalam perjalanan.”
25
Mengenai penghormatan selain bacaan salam, seperti mengucapkan ‘selamat pagi’, ‘selamat sore’, atau ‘selamat datang’ tidak ada halangan akan hal itu.
26
4. Memberi Salam dalam Majlis yang Berisi Kaum Muslim dan Musyrik
Dalam tema ke empat ini hanya ditemukan satu hadis saja, yaitu peristiwa saat Nabi melewati majlis yang di dalamnya terdapat kaum Muslim, kaum musyrik,
penyembah berhala, dan orang-orang Yahudi.
25
Yusuf Qardhawi, Fiqh al-Jihad: Dirasah Muqaranah li A
ḥ
kamihi wa Falsafah fi Dha
ʻ
u al-Quran wa al-Sunnah, penerjemah: Irfan Maulana Hakim, dkk. Bandung: Mizan Pustaka, 2010,
h.783
26
Yusuf Qardhawi, Fiqh al-Jihad: Dirasah Muqaranah li A
ḥ
kamihi wa Falsafah fi Dha
ʻ
u al-Quran wa al-Sunnah, penerjemah: Irfan Maulana Hakim, dkk. Bandung: Mizan Pustaka, 2010,
h.783
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa telah mengabarkan kepada kami Hisyam dari Ma
’mar dari al-Zuhri dari ‘Urwah bin Zubair dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Usamah bin Zaid bahwa Nabi SAW.
mengendarai keledai milik beliau, di atasnya ada pelana bersulam beludru Fadaki, sementara Usamah bin Zaid membonceng di belakang beliau ketika
hendak menjenguk Sa‘ad bin ‘Ubadah di Bani al-Harits al-Khazraj, peristiwa itu terjadi sebelum perang Badar, lalu beliau berjalan hingga melewati suatu
majlis yang di majlis tersebut bercampur antara kaum Muslimin, orang-orang musyrik, para penyembah patung, dan orang-orang Yahudi, dan dalam majlis
tersebut terdapat pula
‘Abdullah bin Ubay bin Salul dan ‘Abdullah bin Rawahah, saat majlis itu dipenuhi kepulan debu hewan kendaraan,
‘Abdullah bin Ubai menutupi hidungnya dengan selendang sambil berkata:
“Jangan mengepuli kami dengan debu,
” kemudian Nabi SAW. mengucapkan salam
pada mereka lalu berhenti dan turun, Nabi SAW. mengajak mereka menuju Allah sambil membacakan al-Quran kepada mereka.
‘Abdullah bin Ubay bin Salul berkata kepada beliau:
“Wahai saudara Sesungguhnya apa yang kamu katakan tidak ada kebaikannya sedikit pun, bila apa yang kau katakan itu
benar, maka janganlah kamu mengganggu kami di majlis ini, silahkan kembali ke kendaraan anda, lalu siapa saja dari kami mendatangi anda, silahkan anda
bercerita padanya. ” ‘Abdullah bin Rawahah berkata; “Wahai Rasulullah,
bergabunglah dengan kami di majlis ini karena kami menyukai hal itu. ” Maka
Kaum Muslimin, orang-orang musyrik dan orang-orang Yahudi pun saling mencaci hingga mereka hendak saling menyerang, Nabi terus menenangkan
mereka hingga mereka semuanya diam, kemudian beliau naik kendaraan hingga masuk ke kediaman Sa
’d bin ‘Ubadah, lalu beliau bersabda: “Hai Sa
’d Apa kau tidak mendengar ucapan Abu Hubab?” maksud beliau tentang ucapan
‘Abdullah bin Ubay. Beliau bersabda: “Dia telah mengatakan ini dan ini.
” Sa’ad berkata; “Maafkan dia wahai Rasulullah dan berlapang dadalah kepadanya, demi Allah, Allah telah memberi anda apa yang telah diberikan
pada anda. dahulu Penduduk telaga ini penduduk Madinah bersepakat untuk memilihnya dan mengangkatnya, namun karena kebenaran yang
diberikan kepada anda itu muncul, sehingga menghalanginya ‘Abdullah bin
Ubay menjabat sebagai pemimpin, maka seperti itulah perbuatannya sebagaimana yang anda lihat.
” Akhirnya beliau pun memaafkannya.
27
Dalam hadis ini disebutkan, “Hingga beliau melewati suatu kumpulan orang yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum musyrikin” dan disebutkan juga “Lalu Nabi
memberi salam kepada mereka. Al- Nawawi berkata: “Sunnahnya, apabila melewati
suatu perkumpulan yang di dalamnya terdapat orang Islam dan orang kafir adalah mengucapkan salam dengan lafa
ẓ yang lebih umum namun yang dimaksud adalah orang Islam. Untuk pendapat ini, al-Nawawi berdalih dengan hadis bab ini, dan ini
merupakan cabang dari larangan mengucapkan salam lebih dulu kepada orang kafir.
28
27
Ṣ
ahih al- Bukhari, Kitab : Meminta Izin, Bab : Mengucapkan salam kepada majlis berisi orang Muslim dan musyrik, No. Hadis : 5784 CD Lidwa Pustaka
28
Al-Asqalani, Ibn Hajar. Fath al-Baari Sharah:
Ṣ
ahih Bukhari, Juz 30, Penerjemah: Amiruddin. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 134
Al- Ṭ abari berkata, “Tidak ada kontradiksi antara hadis Usamah yang
menyebutkan ucapan salam Nabi SAW kepada orang-orang kafir yang sedang bersama dengan orang-orang Islam, dengan hadis Abu Hurairah yang melarang
mengucapkan salam kepada orang kafir, karena hadis Abu Hurairah bersifat umum sedangkan hadis Usamah bersifat khusus. Oleh karena itu, hadis Abu Hurairah
khusus dalam kondisi apabila memulai salam tanpa sebab dan tanpa keperluan yang terkait dengan hak persahabatan, atau bertetangga atau membalas kebaikan dan
sejenisnya. Maksudnya adalah melarang memulai salam kepada mereka dengan salam yang disyari‘atkan. Adapun memberi salam kepada mereka dengan lafaẓ yang
tidak mencakup mereka, misalnya dengan mengucapkan “al-salāmu ‘alaina wa ‘alā
‘ibādi Allahi al-Ṣ alihīn” semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada kami dan kepada para hamba Allah yang
ṣ alih” maka hal itu di perbolehkan, sebagaimana yang dituliskan Nabi SAW. kepada raja Hiraklius dan raja lainnya.
29
Memberi salam kepada non-Muslim jika mereka berada di suatu tempat pertemuan yang di situ mereka berkumpul dengan orang-orang Muslim, tidak ada
silang pendapat mengenai bolehnya memberi salam kepada mereka. Abu Umamah berkata, “Sesungguhnya Allah menjadikan salam sebagai penghormatan bagi umat
kami dan perlindungan bagi dhimmi di tengah kami.”
30
29
Al-Asqalani, Ibn Hajar. Fath al-Baari Sharah:
Ṣ
ahih Bukhari, Juz 30, Penerjemah: Amiruddin. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 136
30
Yusuf Qardhawi, Fiqh al-Jihad: Dirasah Muqaranah li A
ḥ
kamihi wa Falsafah fi Dha
ʻ
u al-Quran wa al-Sunnah, penerjemah: Irfan Maulana Hakim, dkk. Bandung: Mizan Pustaka, 2010,
h.783
Hadis ini merupakan hadis ṣ aḥ iḥ dan boleh dijadikan hujjah karena
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari.
5. Bagaimana Menulis Surat Untuk non-Muslim Cara Nabi menulis surat kepada non-Muslim ditemukan hanya satu hadis,
yaitu Nabi memulai suratnya dengan menuliskan “Bi ismi Allah al-Rahmān al- Rahīm”.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muqatil Abu al-Hasan telah mengabarkan kepada kami
‘Abdullah telah mengabarkan kepada kami Yunus dari al-Zuhri dia berkata; telah mengabarkan kepadaku
‘Ubaidullah bin Abdullah bin
‘Utbah bahwa Ibnu Abbas telah mengabarkan kepadanya bahwa Abu Sufyan bin Harb telah mengabarkan kepadanya bahwa Heraklius raja
Ramawi pernah mengutusnya kepada sekelompok orang orang Quraisy yaitu para pedagang di Syam, setelah itu para pedagang tersebut menemuinya -lalu
31
Ṣ
ahih al-Bukhari, Kitab : Meminta Izin, Bab : Bagaimana surat untuk Ahl al- Kitāb, No.
Hadis : 5790, CD Lidwa Pustaka
perawi menyebutkan riawayat hadits, dia berkata; “Kemudian Heraklius
meminta surat Rasulullah SAW., ketika dibaca ternyata di dalamnya tertulis “Bi ismi Allah al-Rahmān al-Rahīm dengan nama Allah yang maha pengasih
lagi maha penyayang, dari Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya kepada Heraklius raja Ramawi, salam kesejahteraan bagi yang mengikuti petunjuk,
amma badu.
”
32
Pada bab ini, Imam al-Bukhari menyebutkan bagian hadis Abu Sufyan yang menceritakan kisah Heraklius. Ibn Ba
ṭ ṭ al berkata, “Hadis ini menunjukkan bolehnya menulis Bi ismi Allah al-
Rahmān al-Rahīm kepada Ahl Al-Kitāb, dan mencantumkan lebih dulu nama pengirim daripada nama penerima.
” Dia berkata: “Hadis ini juga berfungsi sebagai dalil bagi kalangan yang membolehkan berkirim
surat kepada Ahl Al- Kitāb dengan memberi salam jika diperlukan.
Ibn Hajar mengatakan: “Tentang bolehnya memberi salam secara mutlak perlu dicermati lebih lanjut. Yang ditunjukkan oleh hadis ini adalah salam yang
sifatnya terbatas, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat ini, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk,” atau boleh juga
dengan kalimat “semoga keselamatan dilimpahkan kepada orang yang berpegang teguh dalam kebenaran” atau kalimat lainnya yang serupa.
33
6. Mengucapkan Salam Kepada non-Muslim Ada dua hadis yang berkaitan dengan tema ini, yaitu tidak perlu menarik
kembali ucapan salam, dan meminta kembali salam yang telah diucapkan. a. Tidak Perlu Menarik Ucapan Salam Kepada non-Muslim
32
Hadis ini berkualitas
ṣ
a
ḥ
i
ḥ
karena diriwayatkan oleh Imam al-Bukari.
33
Al-Asqalani, Ibn Hajar. Fath al-Baari Sharah:
Ṣ
ahih Bukhari, Juz 30, Penerjemah: Amiruddin. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 165
Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari ‘Abdullah bin Dinar dari
‘Abdullah bin Umar berkata Rasulullah SAW. bersabda: “Jika salah seorang Yahudi
mengucapkan salam
kepada kalian,
hanyasanya mereka
mengucapkan; al- sāmu ‘alaikum kebinasaan atas kalian maka jawablah;
‘alaika juga atas kalian. ”Yahya berkata; “Malik ditanya tentang seseorang yang memberi salam kepada orang Yahudi atau Nasrani, apakah dia harus
menarik ucapannya? dia menjawab, “Tidak perlu.”
34
Ibn Arabi menukil dari Malik, “Bila memulai salam kepada seseorang yang diduganya sebagai Muslim namun ternyata kafir, maka Ibn Umar menarik kembali
salamnya. Menurut Malik, itu tidak perlu. Ibn al- ‘Arabi berkata, “Tidak ada gunanya
menarik salam saat itu, karena orang kafir itu tidak mendapatkan sesuatu dari salam itu, sebab salam yang ditunjukkan untuk orang Muslim.
35
Mengenai kualitas hadis ini, penulis tidak meneliti lebih lanjut karena skripsi ini tidak membahas takhrij hadis secara spesifik.
b. Meminta kembali ucapan salam
34
Muwa
ṭ ṭ
a al-Malik, Kitab : Lain-lain, Bab : Memberi salam kepada Yahudi dan Nashrani, No. Hadis : 1514, CD Lidwa Pustaka
35
Al-Asqalani, Ibn Hajar. Fath al-Baari Sharah:
Ṣ
ahih Bukhari, Juz 30, Penerjemah: Amiruddin. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 159
6
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Kathir ia berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abi Ja’far dari ‘Abdurrahman ia
berkata: Ibn ‘Umar melewati seorang Nasrnani, ia memberi salam kepadanya, aku memberi tahu bahwa orang itu adalah Nasrani, ketika mengetahui hal itu,
ia kembali kepada Nasrani dan berkata: “Kembalikan padaku salamku”
37
Hadis ini menceritakan bahwa Ibn ‘Umar melewati seseorang yang tidak ia kenal, kemudian ia member salam. Ternyata orang itu adalah seorang Nasrani, maka
Ibn ‘Umar meminta orang itu untuk mengembalikan salam yang telah ia ucapkan. Sebagian ulama berpendapat bahwa itu berguna sebagai pemberitahuan kepada orang
kafir tersebut bahwa ia tidak berhak mendapat salam lebih dulu.
38
7. Tidak mengucapkan dan juga tidak menjawab salam atas orang yang berdosa
Yang termasuk ke dalam tema ini ada satu hadis yang diriwayatkan dari beberapa jalur periwayatan. Diantaranya yang diriwatkan oleh Imam al-Bukhari:
36
Al-Imam al-Hafi ẓ Muhammad bin Isma‘il al-Bukhari, al-Ada al-Mufrad, Beirut: Dār al-
Kitab al- ‘Ilmiah, 1990 M 1410 H h. 325
37
Hadis ini merupakan hadis
ṣ
a
ḥ
i
ḥ
karena diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari.
38
Al-Asqalani, Ibn Hajar. Fath al-Baari Sharah:
Ṣ
ahih Bukhari, Juz 30, Penerjemah: Amiruddin. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 159
9
Telah menceritakan kepada kami Abu Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari
‘Uqail dari Ibnu Syihab dari Abdurrahman bin Abdullah bin Kab bahwa Abdullah bin Ka
’b berkata; saya medengar Ka’b bin Malik bercerita ketika dia tidak mengikuti perang tabuk tanpa udzur, Rasulullah melarang
berbicara kepada kami, kemudian aku mendatangi Rasulullah, aku memberi salam kepadanya, dalam hatiku berkata;
“Apakah beliau menggerak-gerakkan bibirnya untuk menjawab salam ataukah tidak, hingga hal itu berlangsung
genap lima puluh malam, setelah itu barulah Nabi mengumumkan penerimaan Allah atas taubat kami setelah shalat subuh.
”
40
Hadis ini menjelaskan larangan mengucapkan dan menjawab salam kepada orang yang berdosa selama lima puluh hari, atau selama orang itu belum bertaubat
akan dosa yang telah dilakukannya. Al-
Nawawi berkata, “Bila terpaksa harus mengucapkan salam, karena jika tidak mengucapkan dikhawatirkan dapat menimbulkan kerusakan pada agama atau
duniawi, maka boleh mengucapkan salam.” Demikian juga yang dikatakan oleh Ibn al-
Arabi, dia menambahkan, “Dengan meniatkan bahwa al-Salām adalah salah satu asma’ Allah, jadi dengan begitu, dia mengucapkan, “Allah mengawasi kalian.” Al-
Muhallab berkata, “Tidak mengucapkan salam pada pelaku maksiat adalah sunnah yang dilakukan ulama salaf.” Ibn Wahab berkata, “Boleh memulai salam kepada
39
Ṣ
ahih al-Bukhari, Kitab : Meminta Izin, Bab : Tidak mengucapkan dan juga tidak menjawab salam atas orang yang berdosa, No. Hadis : 5785, CD Lidwa Pustaka
40
Hadis ini berkualitas
ṣ
a
ḥ
i
ḥ
karena diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari.
setiap orang, sekalipun kepada orang kafir.” Ia berdalil dengan firman Allah Qs al- Baqarah aya
t 83, “Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada setiap manusia.”
41
8. Larangan Membunuh Ahl Al- Kitāb yang Memberi Salam
Tema terakhir ini hanya terdapat satu hadis yang merupakan asbab al- wurud dari al-Quran surat al-
Nisā ayat 94.
Telah menceritakan kepadaku ‘Ali bin ‘Abdullah Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Amru dari ‘Atha dari Ibnu ‘Abbas RA. mengenai firman
Allah: “Dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan salam kepada
mu: ‘Kamu bukan seorang mu’min.” Qs. Al-Nisā: 94 Ibn ‘Abbas berkata; “Beberapa orang Muslim menemui seseorang yang tengah
berada di kambing-kambing miliknya lalu ia mengucapkan: “al-salāmu
‘alaikum.” Namun mereka menangkapnya lalu membunuhnya kemudian mengambil kambing-kambing tersebut, hingga ayat;
“dengan harapan kalian mendapatkan kekayaan dunia, yaitu kambing-kambing itu. Ibn Abbas
membacanya; “al-Salāma.”
43
Hadis ini merupakan asbab al-wurud dari Surat Al- Nisā ayat 94. Dalam suatu
penyerangan ke salah satu negeri musuh, terdapatlah seorang laki-laki dengan harta
41
Al-Asqalani, Ibn Hajar. Fath al-Baari Sharah:
Ṣ
ahih Bukhari, Juz 30, Penerjemah: Amiruddin. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 139
42
Ṣ
ahih al-Bukhari, Kitab : Tafsir Al Qur`an, Bab : [Bab] Surat al- Nisā` ayat 94, No. Hadis :
4225, CD Lidwa Pustaka
43
Hadis ini merupakan hadis
ṣ
a
ḥ
i
ḥ
karena diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari.
bendanya. Orang itu mengucapkan “Al-salāmu ‘alaikum.” Tetapi pasukan Muslim
tidak mempedulikan salam dari orang itu, dia langsung dibunuh. Hal ini disampaikan kepada Rasulullah dan harta bendanya diserahkan kepada beliau. Maka turunlah ayat
ini, di antaranya yang menyinggung harta itu: “Karena karena kamu mengharapkan
harta dunia.” Surat Al-
Nisā ayat 94 ini merupakan himbauan agar tidak semberono dan terburu nafsu, tetapi hendaklah teliti dan hati-hati. Jangan sampai orang yang tidak
bersalah menerima akibat dari hawa nafsu semata. Apabila orang kafir mengucapkan salam, tandanya dia telah meminta damai,
tetapi dia tetap dibunuh dan diambil harta bendanya. Bisa saja orang itu sebenarnya telah masuk Islam, tetapi karena alasan tertentu dia menyembunyikan ke-Islam-
annya. Bukankah dulu juga orang-orang Muslim ini kafir, lalu mereka diberi petunjuk untuk masuk Islam dengan alasan yang beragam.
44
Ayat ini merupakan celaan yang keras tetapi dilakukan dengan cara halus oleh Allah. Yaitu janganlah kamu terburu-buru membunuh orang yang telah mengucapkan
salam kepadamu lalu menuduhnya belum Islam, karena kamu mengharapkan dengan sebab kematiannya itu hendak merampas harta bendanya. Sebab di dalam peperangan
halal mengambil harta rampasan ghanimah dari musuh. Jangan sampai terburu menghilangkan jiwa karena mengharapkan hartanya, karena harta hanyalah kekayaan
sementara dunia, tidak bersifat kekal. Yang kekal hanyalah takwa dan amal salih. Harta tidak hanya didapatkan dari ghanimah saja, Allah dapat membukakan banyak
44
Hamka. Tafsir al-Azhar, Juz V. Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985 h. 213
pintu lain sebagai sumber harta, yang bisa di dapatkan dengan usaha yang sungguh- sungguh.
45
45
Hamka. Tafsir al-Azhar, Juz V. Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985 h. 212
59
BAB IV PENUTUP