menunjukkan bahwa proses produksi tanaman TBN cukup efisien, sehingga mempunyai daya saing di pasar bebas.
2.2. Kajian Pustaka
2.2.1. Tembakau Bawah Naungan TBN
Menurut Badan Pengawasan dan Pemasaran Tembakau Indonesia di luar negeri 1996 dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Tembakau Besuki 2001 mengemukakan bahwa perkembangan produksi tanaman Bes NO Besuki Na Oogst cenderung mengalami penurunan,
baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, terutama disebabkan karena faktor luar yang relatif tidak dapat dikendalikan faktor air, kesuburan
tanah dan iklim mikro, sebagai akibatnya dirasakan semakin sulit untuk memperoleh bahan dekblad wrapper pembungkus cerutu sebagaimana
yang dikendaki oleh para pembeli tembakau, yang umumnya juga sebagai produsen cerutu pabrikan
Uraian PTPN 10 dalam ”Pertembakauan PTPN 10 ditinjau dari beberapa aspek” 2004 menjelaskan bahwa Tembakau Bawah Naungan
TBN merupakan tanaman tembakau Na Oogst yang ditanam lebih awal daripada sistem budidaya tembakau konvensional diarahkan untuk
menghasilkan produksi tembakau yang memenuhi syarat untuk ”dekblad” Hal demikian disebabkan minimnya tembakau ”dekblad” yang dapat
dihasilkan dari tanaman tembakau konvensional. Tembakau yang dihasilkan dari tanaman TBN akan lebih tipis, elastis dengan warna lebih
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
cerah, dihasilkan melalui aplikasi rekayasa iklim mikro dengan pemanfaatan teknologi terapan. Perlakuan yang diberikan aadalah
dengan pemakaian naungan waring plastik untuk mengurangi intensitas sinar matahari, serta perlakuan irigasi curah untuk memanipulasi
kelembaban lingkungan, disamping lebih mudah dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman – dari faktor sekitar lahan. Uji coba tanaman
TBN dimulai tahun 1984 pada luasan 12 Ha dan berkembang menjadi 2.000 Ha pada tahun 2000. Teknologi budidaya dan pengolahan tanaman
TBN ditetapkan oleh Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Balitas bekerjasama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan
perusahaan. Sekilas gambaran tanaman tembakau TBN dapat dilihat pada Lampiran 2.
2.2.2. Produk Tanaman TBN
Tembakau yang dihasilkan dari tanaman TBN dipergunkan sebagai bahan baku pembuatan cerutu, merupakan salah satu komoditas ekspor,
sehingga mengutamakan kualitas. Tuntutan dan kebutuhan tembakau sebagai bahan pembuatan cerutu yang berkualitas tiap tahun semakin
meningkat dan kebutuhan tersebut belum dapat dipenuhi. Secara umum tanaman tembakau bawah naungan TBN
mempunyai jumlah daun yang layak petik sebanyak 22 lembar. Kriteria petik daun tembakau dilakukan secara bertahap pada periode 2 harian,
sebanyak 1 – 2 lembar daun, disesuaikan dengan sifat agronomis,
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
kemasakan daun tembakau, karena petik daun yang tidak tepat waktu, baik terlalu muda atau terlambat petik, berakibat pada tidak tercapainya
standart mutu yang diharapkan. Menurut Hartana 1978 dalam “Budidaya tembakau cerutu”, buku I,
klasifikasi daun berdasarkan letaknya pada batang tembakau, untuk tembakau Besuki adalah :
1. Daun Koseran KOS
: helai ke 1 – ke 4,
2. Daun Kaki KAK
: helai ke 5 – ke 12,
3. Daun Tengah I TNG
: helai ke 13 - ke 18,
4. Daun Tengah II PUT
: helai ke 19 – dst. Tembakau dikatakan masak petik apabila telah memenuhi kriteria,
sebagai berikut : •
Umur tanaman 42 – 45 hari •
Telah mengalami pertumbuhan generatif •
Kenampakan fisik tanaman agak kekuningan •
Kandungan khlorofil berkisar 280 – 300. Rukmadi Prasetyo dalam “Budidaya tembakau di Indonesia
Lembaga Tembakau Jawa tengah menyebutkan bahwa untuk tembakau Vorstenlanden dan Besuki, bahan dekblad dihasilkan dari daun–daun
tanah atau koseran, daun kaki dan daun tengah bagian bawah. Sedangkan untuk Omblad , terutama dihasilkan dari–daun tengah.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Pemetikan daun tengah ini harus memperhatikan tingkat kemasakan daun. Untuk bahan filler diperoleh dari daun tengah bagian atas dan daun
pucuk. Dari daun bagian bawah dan tengahpun juga dapat menghasilkan filler.
Hartana 1978 dalam Budidaya Tanaman tembakau menjelaskan, produk tanaman tembakau secara garis besar menghasilkan tiga produk
utama, sesuai kebutuhan pembuatan cerutu, yaitu : 1.
Dekblad Wrapper atau pembalut cerutu, bagian terluar dari Cerutu, mempunyai harga jual yang paling tinggi, mengingat syarat kualitas
yang ditentukan, terbagi menjadi beberapa klasifikasi yang mencerminkan kualitas tembakau, yaitu :
NW natural wrapper LPW light painting wrapper
PW painting wrapper RFU ready for use
PD pendek 2.
Omblad Binder atau pembungkus cerutu, bagian kedua cerutu, harga jual menengah. Hanya terdapat satu katagori kelas BND
Bawah Naungan Dua 3.
Filler Vuser Isi , bagian dalam dalam cerutu, kualitas hanya ada dua macam, filler baik dan filler kurang baik, yang akan menentukan
harga jual produk. Secara umum harga filler cukup rendah.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Pada Lampiran 11 diberikan uraian persyaratan masing-masing klasifikasi produk tembakau tersebut. Tabel 3 berikut memberikan gambaran
hubungan antara posisi petik dan produk tembakau yang dihasilkan.
Tabel 3. No
Posisi Petik Daun Mutu Produk dihasilkan
1. KOS
NW – LPW – PW – RFU - Filler
2. KAK
NW – LPW – PW – RFU - Filler
3. TNG I
PW – RFU – BND -Filler
4. TNG II
Filler Sumber : Hartana, 1978
Dengan mengabaikan kegiatan tanpa petik daun TNG II, berarti mengurangi jumlah produksi filler, dengan kata lain dapat disimpulkan
bahwa dengan perlakuan tanpa petik TNG II merupakan upaya untuk menekan produksi filler dapat dilakukan.
2.2.3. Fungsi Biaya
Biaya produksi adalah pengeluaran yang diadakan untuk mengorganisir dan melaksanakan produksi. Besarnya biaya produksi
yang dikeluarkan produsen ditentukan oleh kondisi fisik produksi, harga faktor produksi, dan efisiensi pengusaha dalam mengelola perusahaan
Ferguson, 1972. Jadi biaya produksi merupakan semua pengeluaran
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
yang harus dikeluarkan oleh produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan dalam proses produksi sehingga diperoleh
output produk yang direncanakan. Biaya produksi terdiri dari biaya variabel variable cost dan biaya
tetap fixed cost. Biaya variabel adalah biaya produksi yang berubah- ubah sesuai dengan tingkat produksi yang dihasilkan, dan biaya tetap
adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung daripada besar kecilnya produksi Debertin, 1986; Mubyarto, 1982.
Analisa biaya produksi jangka pendek didasarkan pada dua hal yaitu : a. kondisi fisik dari produksi menentukan besarnya biaya produksi
pada masing-masing tingkat output yang dapat dihasilkan; b biaya produksi total TC yang dapat dibagi kedalam dua komponen yaitu biaya
produksi tetap total TFC dan biaya produksi variabel total TVC Ferguson, 1972. Biaya produksi tetap total adalah seluruh biaya-biaya
yang tetap dibayar produsen berapapun tingkat produksinya. Jumlahnya adalah tetap untuk setiap tingkat output. Sedangkan biaya variabel adalah
jumlah biaya-biaya yang berubah menurut tinggi rendahnya output yang diproduksi. Biaya produksi total TC merupakan penjumlahan dari biaya
tetap total dengan biaya variabel total atau TC = TVC + TFC Boediono, 1980.
Biaya produksi tetap rata-rata AFC merupakan biaya tetap yang dibebankan pada setiap unit output atau dirumuskan sebagai
AFC=TFCQ. Biaya produksi variabel rata-rata merupakan jumlah
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
pengeluaran dari biaya variabel yang dibebankan pada setiap unit output atau dirumuskan sebagai AVC=TVCQ. Biaya total rata-rata ATC
merupakan total biaya dari semua sumberdaya yang digunakan per unit output yang dihasilkan, atau dirumuskan sebagai ATC=TCQ atau ATC =
TVC + TFCQ. Biaya produksi marjinal MC adalah tambahan dari total biaya yang diakibatkan oleh diproduksinya tambahan satu unit output.
Dan karena tambahan produksi satu unit tidak menambah atau mengurangi TFC, sedangkan TC=TVC + TFC, maka kenaikan TC ini
sama dengan kenaikan TVC yang diakibatkan oleh produksi satu unit output tambahan atau dirumuskan sebagai : MC=
∆ TC
∆ Q=
∆ TVC
∆ Q.
2.2.4. Fungsi Produksi
Prinsip ekonomi dalam proses produksi sangat penting, karena proses produksi tanpa diikuti prinsip ekonomi tidak akan berarti. Setiap
produsen dalam usaha tani akan selalu berusaha untuk selalu mengalokasikan faktor produksi yang dimilikinya seefisien mungkin untuk
memperoleh hasil produksi yang maksimal. Ada dua pendekatan dalam memaksimalisasi keuntungan yaitu : 1 pendekatan keuntungan maksimal
profit maximization, yaitu pendekatan untuk mencapai keuntungan maksimal dengan cara mengalokasikan faktor produksi yang dimilikinya
seefisien mungkin, 2 pendekatan meminimalisasi biaya cost minimization adalah pendekatan yang didasarkan pada kendala biaya
yang ada yaitu bagaimana dengan biaya yang tertentu dapat memberikan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
keuntungan yang maksimal. Jadi kedua pendekatan tersebut pada prinsipnya sama yaitu memaksimumkan keuntungan.
Untuk dapat memahami kedua pendekatan tersebut , maka kita harus memahami konsep fungsi produksi . Fungsi produksi adalah
hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan Y dan variabel yang menjelaskan X. Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan
variabel yang menjelaskan berupa input. Dalam pembahasan teori ekonomi, maka telaahan yang banyak diminati dan dianggap penting
adalah telaahan fungsi produksi. Hal tersebut disebabkan karena beberapa hal, antara lain :
1. Dengan fungsi produksi maka dapat diketahui hubungan antara
faktor produksi input dan produksi output secara langsung dan hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti.
2. Dengan fungsi produksi, maka dapat diketahui hubungan antara
variabel yang dijelaskan dependent variabel, Y, dan varibel yang menjelaskan independent variabel, X, serta sekaligus mengetahui
hubungan antar varibel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Y = f X
1
, X
2
, ……., X
i………..
X
n
Dengan fungsi produksi tersebut diatas, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X
1………
X
n
dan X lainnya dapat
diketahui Soekartawi, 1994. Selanjutnya menurut Kartasapoetra 1988
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
menyatakan bahwa pengertian fungsi produksi dapat diperinci lagi sebagai berikut : a Fungsi produksi menggambarkan hukum proporsi,
tercukupinya masukan-masukan yang diperlukan maka proses produksi yang telah direncanakan untuk suatu waktu tertentu akan dapat diujudkan
dengan baik, b Fungsi produksi menunjukkan teknologi penggabungan dan pemanfaatan masukan-masukan agar usaha pemcapaian output yang
telah direncanakan untuk suatu kurun waktu dapat terwujudkan c fungsi produksi merupakan hubungan teknis bahwa dengan teknologi tertentu
masukan-masukan yang diperlukan bagi suatu rencana dapat
digabungkan sehingga dapat menghasilkan produk yang diharapkan. Dalam usahatani, ada empat sumber daya yang merupakan faktor
produksi penting dalam usahatani, yaitu 1 tanah, meliputi kuantitas dan kualitas 2 tenaga kerja meliputi kuantitas dan kualitas 3 modal, meliputi,
meliputi modal tetap tanah, mesin-mesin, inventaris dan modal kerja untuk pembelian input variabel, dan 4 ketrampilan manajemen dari
pengusaha petani Soekartawi, 1994. Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan
produksi. Menurut Soekartawi 1994, kalau misalnya y produksi dan xi adalah masukan ke i, maka besar kecilnya Y tergantung dari besar
kecilnya xi, secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut :
Y = f x
1,
x
2
,x
3
,……..x
m
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Persamaan tersebut disebut fungsi produksi, dengan m masukan, masukan dapat dkategorikan menjadi dua yaitu : 1 yang dapat dikuasai
petani dan 2 yang tidak dapat dikuasai petani dan tidak semua masukan dipakai dalam analisis. Hal ini tergantung dari penting tidaknya pengaruh
masukan itu terhadap produksi. Pada umumnya hubungan input masukan dengan output
produksi dari tiap produksi akan cenderung berbentuk kombinasi dari kenaikan hasil yang semakin bertambah dan berkurang. Terdapat tiga
kemungkinan yang menggambarkan hubungan tersebut, yaitu : 1.
Kenaikan produksi dengan pertambahan yang semakin meningkat. 2.
Kenaikan produksi dengan pertambahan yang konstan. 3.
Kenaikan produksi dengan pertambahan yang semakin menurun. Sedangkan yang dimaksud dengan fungsi produksi adalah
hubungan teknik atau mentransformasi input sumber daya menjadi output kondisi Dubertin, 1992. Menurut Teken dan Asnawi 1977,
fungsi produksi adalah hubungan teknis antara jumlah faktor produksi input yang dipakai dengan jumlah produk output yang dihasilkan per
satuan waktu tanpa memperhatikan harga, baik harga faktor produksi maupun harga produksi yang dicapai.
2.2.5. Efisiensi Biaya
Efisiensi mengandung pengertian pencapaian biaya produksi yang minimal untuk memperoleh nilai tambah yang maksimal melalui
pemanfaatan teknologi, pengelolaan skala produksi dan kombinasi faktor
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
produksi atau sumberdaya secara optimal. Jadi ada hubungan fisik antara input biaya yang digunakan dengan produk yang dihasilkan. hubungan
fisik tehnis merupakan syarat keharusan necessary condition bagi penentu efisiensi dan tingkat produksi optimal. Jika dilihat dari sudut
tehnis, maka syarat keharusan itu saja telah mencukupi untuk menentukan efisiensi dan tingkat produksi yang optimal yang hendak
dicapai. Efisiensi tercapai pada saat produk rata-rata Average product mencapai maksimum atau APP = MPP. Debertin 1986 menyatakan
pada saat APP = MPP adalah tahap produksi yang relevan, karena paling efisien. Selanjutnya Mubyarto 1982 menyatakan bahwa untuk mencapai
efisiensi ekonomi, maka perlu diketahui harga-harga baik harga hasil produksi maupun harga faktor produksi yang digunakan dalam
melakukan usaha dari awal proses produksi sampai akhir produksi secara ekonomis.
Produksi optimum dalam konsep efisiensi tehnis merupakan syarat keharusan belum cukup, masih ada satu syarat lagi yang harus dipenuhi
yaitu syarat kecukupan sufficient condition yaitu suatu indikator pilihan choice indicator. Hubungan antara input dengan produk yang banyak
dipakai sebagai indikator pilihan adalah rasio harga-harga dari input dan produk. Efisiensi ekonomis merupakan syarat kecukupan untuk
menentukan produksi optimum, yaitu adanya indikator pilihan yang merupakan perbandingan harga-harga input dan output.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
2.2.6. Biaya dan Keuntungan Perusahaan
Biaya produksi memegang peranan penting di dalam melakukan analisa terhadap perilaku produsen Sri Adiningsih, 1991, adalah semua
biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk. Pada dasarnya terdapat dua macam biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variable.
Selanjutnya Sri Adiningsih 1991 menjelaskan pengertian pasar yang diartikan sebagai tempat pertemuan antar penjual dan pembeli.
Perilaku penjual dan pembeli dipengaruhi oleh struktur pasar yang dihadapi, antara lain :
1. Jumlah dan luas distribusi pasar 2. Jenis produk, apakah homogen atau heterogen
3. Kemampuan penjual mempengaruhi pasar 4. Pengetahuan penjual dan pembeli akan pasar yang dihadapi
5. Mudah atau sulitnya perusahaan baru untuk masuk ke pasar. Nilai jual produk mutu Dekblad dan Omblad mempunyai nilai jual
berkisar 5 sampai 10 kali lipat nilai jual produk mutu Filler, secara umum biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh produk tersebut relatif
sama.
2.2.7. Fungsi Pemasaran
Menurut Lembaga Tembakau Cabang Jatim II – Jember 1999 menyatakan bahwa peluang peningkatan pangsa pasar tembakau
Indonesia, terutama bahan cerutu masih terbuka lebar selama tembakau
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Indonesia mampu meningkatkan daya saing di pasaran internasional, melalui peningkatan mutu sesuai selera pasar, keseimbangan antara
“supply dan demand” pada tingkat harga yang wajar. Hartana 1980 menyatakan, keadaan pasar tembakau di Besuki
menjurus bersifat oligopsoni, dimana demikian banyak petani yang terlibat dalam perdagangan dengan jumlah pembeli yang sedikit., pada kondisi
demikian pembeli menjadi dominant dalam penetapan harga. Menghadapi kondisi demikian maka Philip Kotler 1997
menjelaskan perusahaan yang beroperasi di satu atau beberapa pasar luar negeri harus memutuskan seberapa banyak mengadaptasi bauran
strategi pemasarannya pada kondisi lokal. Menurut Kabul Santoso 1991, peranan tembakau bagii
masyarakat cukup besar. Jenis tembakau dengan berbagai kegunaannya diusahakan di Indonesia, baik oleh rakyat maupun oleh perusahaan.
Secara garis besar terdiri dari Tembakau Cerutu, Rokok Putih dan Rokok Kretek. Mengingat tembakau yang di tanam di PTPN 10 adalah jenis
tembakau cerutu, maka semua produk yang dihasilkan semuanya di ekspor, sehingga pemasarannya adalah ke luar negeri.
Penjual tembakau cerutu di Indonesia antara lain PTPN II, PTPN 10, Perusahaan Swasta, sedangkan para pembeli tembakau cerutu, antara
lain pabrikan cerutu dan pedagang perantara brooker. Secara Matematis perhitungan nilai pendapatan :
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
TR = P.Q
dimana : TR = Total Revenue
P =
Price, harga jual produk per unit Q =
Quantity, jumlah produk yang dijual. Untuk produk tembakau cerutu, secara sederhana dapat dituliskan :
P = D x k + O x l + F x m
dimana : P =
Nilai Penjualan, dalam Rupiah D
= Jumlah Dekblad, dalam Kg
O =
Jumlah Omblad, dalam Kg F
= Jumlah Filler, dalam Kg
k =
Hargai jual Dekblad, dalam Rp Kg l
= Harga jual Omblad, dalam Rp Kg m
= Harga jual Filler, dalam Rp Kg
Harga penjualan sangat tergantung kepada berapa jumlah produk tembakau siap jual yang diminati dan ada kepastian untuk dibeli oleh
pembeli, dasar utamanya adalah ”LoI” letter of intent. Badan Pengawasan dan Pemasaran Tembakau Indonesia di Luar
Negeri 1996 menyatakan bahwa selain penjualan dengan sistem lelang, akhir-akhir ini sistem penjualan tembakau eksport menganut sistem ”direct
selling system”. Hal ini merupakan tanggapan langsung pihak pembeli terhadap kegiatan promosi maupun hubungan kedekatannya dengan
penjual, bukan hanya sebagai hubungan kemitraan, tetapi menjurus
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
kepada hubungan sebagai ”big family”, dengan didasarkan atas faktor saling percaya.
PT Perkebunan
Nusantara X
Persero 2004
dalam ”Pertembakauan PTPN 10 ditinjau dari beberapa aspek menegaskan bahwa pemesaran tembakau berdasarkan ”letter of intent’
dari masing-masing pembeli yang menyebutkan tentang jumlah dan kualitas tembakau yang dikehendaki. Pada tahun panen pembeli akan
datang untuk melihat contoh produk, terutama persyaratan kualitas, apabila sesuai pembeli akan membeli tembakau sesuai ”letter of intent” –
nya, namun apabila tidak sesuai pembeli akan menurunkan jumlah pembeliannya. Penekanan pada faktor kualitas produk sangat dominan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
3.1.Kerangka Pemikiran
Tembakau Bawah Naungan mulai ditanam di daerah Jember pada tahun 1984, sebagai salah satu upaya untuk menanam tanaman
tembakau Besuki NO dengan melakukan pengendalian terhadap lingkungan dan hama penyakit. Uji coba tanaman TBN merupakan
terobosan untuk meningkatkan daya saing dengan negara produsen tembakau lain, terutama dalam mengantisipasi permintaan konsumen
cerutu yang menghendaki cerutu yang mempunyai pembalut dekblad yang bersifat alami dan berwarna terang.
Sekalipun pembelian produk tembakau didasarkan kepada kesepakatan awal dalam bentuk “letter of intent”, hal demikian tidak
sepenuhnya sebagai jaminan bagi PTPN 10 untuk menjual produk tembakaunya setelah proses produksi dalam satu musim tanam
diselesaikan. Pencapaian sasaran penjualan tembakau, sesuai kesepakatan
dengan pembeli, dipersiapkan oleh kebun dengan tetap memperhatikan sasaran
kualitas dan
kuantitas yang
dikehendaki. Mengingat
kecenderungan biaya produksi meningkat, terutama biaya tenaga kerja hubungannya dengan Upah Minimum Regional yang selalu naik setiap
tahun dan harus dibayarkan, disamping biaya produksi lainnya bahan waring dan obat-obatan pestisida , dipandang perlu suatu upaya untuk
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber