Analisis Ekonomi Pada Petik Daun Tengah Tembakau Bawah Naungan Di Kebun Ajong Gayasan Di Jember.

(1)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S – 2

PROGRAM STUDI

MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS

SLAMET WIRAWAN 0164020004

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN“

JAWA TIMUR

SURABAYA

2006


(2)

KATA PENGANTAR

Pudji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberi limpahan nikmat, rakhmat dan hidayah NYA, akhirnya tesis penelitian dengan judul : “Analisis Ekonomi Pada Petik Daun Tengah Tembakau Bawah Naungan Di Kebun Ajong Gayasan Di Jember, sebagai salah satu persyaratan kelulusan Program Studi Magister Manajemen Agribisnis pada Program Pascasarjana UPN “Veteran” Jawa Timur dapat diselesaikan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Zainal Abidin, MS, selaku Pembimbing Utama dan Ir. Effi Damaijati, MS, selaku Pembimbing Pendamping, atas semua dukungan, sumbangan pemikiran dan waktu serta bantuan yang telah diberikan sehingga penulis dapat meyusun tesis ini.

Ucapan terima kasih juga ingin penulis sampaikan kepada :

1. Bapak MayJen (Purn) Dr.(HC) H.Warsito, SH, MM , sebagai Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr.Ir. Zainal Abidin, MS , selaku Direktur Program Pascasarjana UPN “Veteran” Jawa Timur, beserta staf dan karyawannya.

3. Bapak Ir. Teguh Sudarto, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Agribisnis Program Pascasarjana UPN “Veteran” Jawa Timur, beserta staf dan karyawannya yang telah memberikan pelayanan dan kemudahan selama proses kuliah.

4. Bapak / Ibu para dosen Program Studi MMA – Pascasarjana UPN “Veteran” Jawa Timur, yang telah memberikan pengetahuan dan arahan dalam kuliah.

5. Direksi PT Perkebunan Nusantara X (Persero), atas perkenan izin untuk kami melakukan penelitian di UUS Tembakau di Jember.


(3)

6. Administratur dan jajaran Karyawan Kebun Ajong Gayasan – PTPN 10 Jember yang telah banyak membantu dalam proses penelitian di lapang.

7. Rekan – rekan Mahasiwa Angkatan IV, Prodi MMA – Pascasarjana UPN “Veteran” Jawa Timur. yang memicu semangat kebersamaan untuk melakukan studi secara bersama-sama.

8. Ratih Kanti Trisniwaty, isteri kami tercinta, yang telah mengorbankan waktu dan demikian kuat mendorong kami, baik dengan doa dan dukungan moril agar kami dapat secepatnya menyelesaikan studi. 9. Angga dan Asti, anak-anak kami tersayang yang memberikan

semangat bersaing untuk sama-sama belajar dengan motivasi tinggi agar kami segera menyelesaikan studi.

10. R. Winarno, ayahanda kami dan Almh. Ny. Srimangastuti, yang memberi restu dan doa agar kami mampu menyelesaikan studi kami. 11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna dan perlu penyempurnaan, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan implementasi dari hasil penelitian ini. Mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat bermanfaaat bagi semua pihak, khususnya manajemen PTPN 10. Penulis mohon maaf kepada semua pihak yang merasa dirugikan dalam kami menyelesaikan penelitian dan proses penulisan tesis ini.

Surabaya, Desember 2006 Penulis.


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN... i

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1. Penelitian Terdahulu ... 10

2.2. Kajian Pustaka ... 15

2.2.1. Tembakau Bawah Naungan (TBN) ... 15

2.2.2. Produk Tanaman TBN ... 16

2.2.3. Fungsi Biaya ... 19

2.2.4. Fungsi Produksi ... 21

2.2.5. Efisiensi Biaya ... 24

2.2.6. Biaya dan Keuntungan Perusahaan ... 26

Fungsi pemasaran ... 26

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS... 30

3.1. Kerangka Pemikiran... 30


(5)

IV. METODE PENELlTIAN... 33

4.1. Penentuan Lokasi ... 33

4.2. Penentuan Sampel... 33

4.3. Pengumpulan Data ... 33

4.4. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ... 34

4.5. Analisis Data ... 35

V. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ... 37

5.1. Landasan Hukum ... 37

5.2. Kegiatan Bisnis Perusahaan ... 37

5.3. Visi, Misi, Filosofi, Budaya dan Tujuan Perusahaan ... 40

5.4. Arah Pengembangan Perusahaan ... 41

5.5.Unit Usaha Kebun Ajong Gayasan... 42

VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 44

Perkembangan Kebun Ajong Gayasan (1999 – 2002)... 44

Produksi Tembakau Kebun Ajong Gayasan... 44

Biaya Produksi Tembakau Kebun Ajong Gayasan .. 47

Harga Jual Tembakau Kebun Ajong Gayasan ... 51

Penjualan dan Penerimaan Tembakau Kebun Ajong Gayasan ... 53

Pendapatan Kebun Tembakau Kebun Ajong Gayasan ... 55

Perlakukan Tanpa Petik Daun TNG II di Kebun Ajong Gayasan (1999 – 2002) ... 56

Asumsi Yang Dipergunakan dalam Analisis Perlakukan Standart dan Tanpa Petik Daun TNG II di Kebun Ajong Gayasan (1999 – 2002)... 58

Produksi Tanpa Petik Daun TNG II di Kebun Ajong Gayasan (1999 – 2002)... 59

Biaya Produksi Tanpa Petik Daun TNG II di Kebun Ajong Gayasan (1999 – 2002) ... 62


(6)

Penerimaan Tanpa Petik Daun TNG II di Kebun

Ajong Gayasan (1999 – 2002) ... 66

Pendapatan Kebun Tembakau Tanpa Petik TNG II di Kebun Ajong Gayasan Tahun 1999 – 2002 ... 68

Kondisi Kebun Ajong Gayasan Tahun 2003 – 2006 ... 69

Pembahasan ... 74

VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 78

7.1. Kesimpulan ... 78

7.2. Saran... 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi Kualitas Tembakau TBN UUS Jember – PTPN 10... 3

2. Jumlah Produksi menurut Kelas Daun Tembakau TBN (Kg/Ha) ... 14

3. Komposisi Mutu Produk Tembakau dari Perlakuan Posisi Pertik Daun ... 19

4. Produksi Daun Hijau , Hasil Petik Daun Tembakau, Kebun Ajong Gayasan , tahun 1999 – 2002... 44

5. Produksi Tembakau Kering Rompos, Kebun Ajong Gayasan , Tahun 1999 – 2002 ... 45

6. Rincian Biaya Produksi Per Hektar (Dalam Ribu Rp) ... 48

7. Rerata Harga Pokok Produksi Tembakau (Dalam Rp/Kg) ... 50

8. Harga Jual berdasar Kuallitas Tembakau ... 51

9. Total Penerimaan Kebun Ajong Gayasan Tahun 1999 – 2002 (Dalam Ribu Rupiah) ... 54

10. Pendapatan Kebun Ajong Gayasan Tahun 1999 – 2002 (Dalam Ribu Rupiah) ... 55

11. Presentase Penurunan Biaya Produksi Per Kegiatan Proses Produksi Tembakau TBN Kebun Ajong Gayasan. ... 59

12. Perbandingan Rerata Produksi Tembakau 1999 – 2002, Atas Dasar Perhitungan Hipotetis Antara Perlakuan Standar Dan Tanpa Petik TNG II Kebun Ajong Gayasan ... 60

13. Rincian produksi 1999 – 2002 atas dasar perhitungan hipotetis tanpa petik daun TNGII Kebun Ajong Gayasan. ... 61

14. Biaya Produksi, Tanpa Petik TNG II di Kebun Ajong Gayasan Tahun 1999 – 2002, (dalam ribu rupiah) ... 63

15. Perhitungan Hipotetis Perbedaan Perlakuan Standar dan Perlakuan Tanpa petik daun TNG II di Kebun Ajong Gayasan Tahun 1999 – 2002 (Dalam Ribu Rupiah) ... 64


(8)

16. Perbandingan Rerata Biaya Produksi Perlakuan Standart dan Tanpa Petik TNG II di Kebun Ajong Gayasan Tahun 1999 –

2002, (Rp/Kg) ... 66 17. Total Penerimaan Kebun Ajong Gayasan Tanpa Perlakukan

Petik TNG II Tahun 1999 – 2002, (dalam ribu rupiah) ... 67 18. Perhitungan Hipotetis Rerata Penerimaan Kebun Ajong

Gayasan (1999 – 2002) akibat Perbedaan Perlakuan Standar

dan Perlakuan Tanpa petik daun TNG II, (dalam ribu rupiah) ... 67 19. Perhitungan Hipotetis Pendapatan Kebun Ajong Gayasan,

antara perlakuan standar dan perlakuan Tanpa Petik TNG II ,

rerata Tahun 1999 – 2002, (dalam ribu rupiah) ... 68 20. Perbandingan Rerata Produksi Tembakau Periode Tahun

1999-2002 dengan 2003-2006 di Kebun Ajong Gayasan

(dalam kilo gram) ... 70 21. Perbandingan Rerata Analisa Biaya Tembakau Periode Tahun

1999-2002 dengan 2003-2006 di Kebun Ajong Gayasan ... 72 22. Perbandingan Rerata Harga Jual Tembakau Periode Tahun

1999-2002 dengan 2003-2006 di Kebun Ajong Gayasan,

(dalam ribu rupiah) ... 72 23. Perbandingan Rerata Penerimaan Periode Tahun 1999-2002

dengan 2003-2006 di Kebun Ajong Gayasan, (dalam ribu

rupiah) ... 73 24. Perbandingan Rerata Pendapatan Periode Tahun 1999-2002

dengan periode tahun 2003-2006 di Kebun Ajong Gayasan


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Bagian Memanjang Batang Cerutu ... 2

Bagan Kerangka Pemikiran ... 31

Trend Produksi Dekblad / Omblad dan Filler Kebun ... 46

Persentase Komponen Biaya Produksi ... 47

Trend Biaya Produksi Kebun Ajong Gayasan ... 49

Harga Tembakau D/O dan Filler ... 52

Pendapatan Kebun Ajong Gayasan (1999 – 2002) ... 56

Trend Produksi Dekblad / Omblad dan Filler, Tanpa Petik TNG II ... 62

Persentase Komponen Biaya Produksi dengan perlakuan Tanpa petik TNG II... 63

Trend Biaya Produksi Tanpa Petik TNG II ... 65

Perbedaan trend pendapatan Kebun Ajong Gayasan, periode tahun 1999-2002 dan tahun 2003-2006 ... 76


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Outline Tanaman Tembakau Bawah Naungan Kebun Ajong

Gayasan ... 83

2. Gambar Tanaman Tembakau Bawah Naungan ... 84

3. Pola Pemetikan Berdasar Letak Daun ... 85

4. Rumus Petik Daun TBN... 86

5. Potensi Produksi Tembakau ... 87

Produksi TBN Kebun Ajong Gayasan, Tahun 1999 – 2006 ... 88

7. Perkembangan Harga Jual Tembakau di Kebun Ajong Gayasan ... 89

8. Perbandingan Produksi, Biaya Produksi, Harga Tembakau, Penerimaan dan Pendapatan antara Perlakuan Standar dan Perlakuan tanpa Petik TNG II Kebun Ajong Gayasan (Hasil pengamatan di lapang berdasar potensi tanaman )... 90

9. Perbandingan antara perlakuan standar dan tanpa petik daun TNG II , tahun 1999 – 2002 Kebun Ajong Gayasan (Perhitungan Hipotetis) ... 92

10. Perbandingan Analisa Pendapatan antara Perlakuan Standar dan Perlakuan Tanpa Petik TNG II Kebun Ajong Gayasan (periode 1999 – 2002 dan periode 2003 – 2006) ... 94


(11)

Slamet Wirawan, NPM : 0164020004. Analisis Ekonomi Pada Petik Daun Tengah Tembakau Bawah Naungan Di Kebun Ajong Gayasan Jember. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Zainal Abidin, MS dan Pembimbing Pendamping : Ir. Effi Damaijati, MS

RINGKASAN

Kebun Ajong Gayasan di Jember, merupakan salah satu unit usaha PTPN 10, mengelola tanaman tembakau untuk cerutu, pola tanaman TBN (Tembakau Bawah Naungan), merupakan inovasi dari pengelolaan tanaman tembakau Bes NO, dengan pemasangan naungan (waring) di atas lahan tanaman, dengan maksud untuk mengendalikan lingkungan mikro, terutama kelembaban udara, sehingga mampu menghasilkan tembakau dengan kualitas yang baik, yaitu Dekblad dan Omblad.

Kampanye anti rokok berdampak terhadap perubahan perilaku penikmat cerutu yang cenderung memilih cerutu jenis kecil (cigarillos), berakibat terhadap menurunnya kebutuhan tembakau untuk cerutu, terutama tembakau Filler. Biaya produksi semakin meningkat, tuntutan akan mutu tembakau semakin tinggi, harga jual tembakau relatif stabil, secara langsung berakibat pada pendapatan perusahaan.

Untuk mengatisipasi menurunnya pendapatan perusahaan, perlu upaya terobosan, salah satu diantaranya adalah memperkecil produksi tembakau Filler.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Perkembangan produksi tanaman TBN PTPN 10 di kebun Ajong Gayasan – Jember, pada tahun 1999 – 2006. (2) Pengaruh perlakuan tidak dilakukan petik daun tembakau bagian atas (TNG II) terhadap produksi, komposisi kualitas tembakau, biaya dan penerimaan serta pendapatan kebun.

Penelitian ini dilakukan di PTPN 10 Kebun Ajong Gayasan Jember, pada tahun 2003. Data sekunder diperoleh di lapangan, meliputi (1) produksi tembakau, (2) Biaya, (3) Penerimaan, (4) Harga jual tembakau (5) Pendapatan kebun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Dalam kurun waktu tahun 1999 – 2002. trend produksi tembakau Dekblad / Omblad mengalami penurunan dan trend produksi tembakau Filler mengalami peningkatan (2) Terjadi trend kenaikan Biaya Produksi, berakibat penurunan trend pendapatan. (3) Dari analisis menggunakan data hipotetis meliputi produksi, biaya dan harga jual tembakau, mampu memberikan peluang kenaikan pendapatan sebesar Rp. 2.144.000 / Ha. (4). Ternyata sejak tahun 2003 Kebun Ajong Gayasan telah menetapkan kebijakan untuk tidak melakukan petik daun TNG II. Hasil analis, menunujukkan bahwa dengan perlakuan tanpa petik daun TNG II pada periode tahun 2003 – 2006, terdapat peluang peningkatan pendapatan sebesar Rp 1.359.000 / Ha, setara peluang kenaikan pendapatan sebesar Rp.380.520.000 / tahun, untuk luasan tanaman TBN 280 Ha tiap tahun.


(12)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Salah satu Unit Usaha Strategis (UUS) PT Perkebunan Nusantara X (Persero) , disingkat PTPN 10, adalah Kebun Ajong Gayasan di Jember, mempunyai komposisi tanaman Tembakau Bawah Naungan (TBN) dan Besuki Na Ogst (BesNo), merupakan salah satu Kebun PTPN 10 yang selama ini mampu memberikan kontribusi laba bagi perusahaan.

Tanaman TBN menghasilkan tembakau yang kesemuanya diekspor sebagai produk tembakau bagi bahan baku pembuatan cerutu. Produk cerutu ini merupakan “fancy product”, yang dikonsumsi untuk dinikmati dan sangat mengutamakan kualitas, mempunyai pasar yang terbatas . Oleh karena itu untuk menghasilkan cerutu yang berkualitas, dibutuhkan bahan baku tembakau yang berkualitas juga. Tuntutan terhadap tembakau berkualitas setiap tahun meningkat, sedangkan kebutuhan tembakau belum sepenuhnya terpenuhi.

Membuat tembakau berkualitas baik dan dapat memenuhi kebutuhan pasar merupakan peluang bagi perusahaan untuk meraih pendapatan sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu perbaikan-perbaikan teknbis operasional melalui terobosan teknologi senantiasa dilakukan. Penanganan pra panen selama ini telah dapat diatasi, namun pencapaian produk akhir yang berkualitas belum tercapai secara maksimal.


(13)

Pengusahaan tembakau cerutu perlu dikelola dengan baik, muai tahap pemilihan lahan, penanaman, panen, pengeringan sampai tahap pengolahan untuk dapat menghasilkan mutu produk yang siap jual, sesuai keinginan pembeli tembakau. Mutu produk merupakan salah satu faktor utama yang menentukan harga dari suatu partai penjualan tembakau. Pengertian mutu pada tembakau juga merupakan suatu pengertian yang sulit dinyatakan secara pasti. Abdalah (1970) menyatakan bahwa pengertian kualitas tembakau adalah gabungan sifat – sifat fisik, organoleptik (pancaindera), ekonomis dan kimiawi.

Gambar 1. Bagian Memanjang Batang Cerutu

Gambar 1 menjelaskan secara umum contoh satu batang cerutu dan kebutuhan bahan baku tembakau berdasarkan klasifikasi mutu tembakau, terdiri dari :

1. Dekblad / Wrapper (untuk pembalut cerutu, bagian terluar dari cerutu, mempunyai harga jual yang paling tinggi), berdasarkan mutunya terbagi dalam beberapa klasifikasi , masing-masing adalah : NW

Dekblad / wrapper

Omblad / Binder

Filler / Vusel


(14)

(Natural Wrapper), LPW (Light Painting Wrapper), PW (Painting Wrapper) dan RFU (Ready for Use).

2. Omblad / Binder (untuk pembungkus cerutu, bagian pembungkus dalam, harga jual tidak terlalu tinggi / mahal), hanya terdapat satu klasifikasi omblad yaitu BND (Bawah Naungan Dua)

3. Filler / Vusel, (untuk isi cerutu, bagian yang paling dalam dari cerutu, harga jual rendah / murah).

Tabel 1. Komposisi Kualitas Tembakau TBN UUS Jember – PTPN 10 Perkembangan Tahun (%)

Kualitas

1999 2000 2001 2002 Keterangan

NW 21.8 20.2 22.6 20.2 Daun warna rata dan

masak

LPW 27.2 31.5 29.0 29.0 Daun warna kurang rata,

agak kotor dan masak

PW 25.5 22.2 22.8 20.0 Daun warna tidak rata,

belang, kotor dan masak

RFU 4.2 4.4 6.9 3.4 Daun warna kurang rata,

masak satu sisi

BND 4.0 3.7 0.9 3.2 Daun Tengah, warna rata,

masak dan agak tebal

Total

D/O 82.7 82.0 82.2 75.8

FILLER 17.3 18.0 17.8 24.2 Warna variasi, tebal, agak gelap, kotor.

Jumlah 100.0 100.0 100.0 100.0

Sumber : Laporan UUS Tembakau - Jember, Tahun 2002

Tabel 1 menunjukkan perkembangan prosentase komposisi kualitas TBN di UUS Tembakau PTPN 10 di Jember sejak 1999 – 2002,, menggambarkan kecenderungan menurunnya persentase tembakau dekblad / omblad dari 82,7 % menjadi 75,8 % dan sebaliknya semakin


(15)

naiknya persentase filler dari 17,3 % menjadi 24,2 %. Apabila keadaan dibiarkan demikian dikhawatirkan akan menurunnya pendapatan perusahaan.

Dari satu batang pohon tembakau yang potensial untuk dipanen, tembakau Dekblad, Omblad dan Filler di peroleh dari hasil panen / petik daun tembakau bagian bawah berurutan sampai bagian atas pohon pada lembar daun ke 22, Dari sifat agronomis tanaman tembakau, setiap bagian daun mempunyai potensi untuk menghasilkan mutu produk tertentu, secara berturutan adalah :

1. Lembar daun ke 1 – 4 , petik daun KOS (koseran), 2. Lembar daun ke 5 – 12, petik daun KAK (kaki) dan 3. Lembar daun ke 13 – 19, petik daun TNG I

dapat menghasilkan Dekblad, Omblad dan Filler 4. Lembar daun ke 19 dst, petik daun TNG II hanya dapat menghasilkan Filler.

Lampiran menjelaskan mengenai klasifikasi produk tembakau berdasarkan kualitas dilengkapi dengan uraian tentang persyaratan masing-masing.

Untuk dapat menghasilkan tembakau yang siap jual melalui rangkaian proses sebagai berikut : dari kebun akan dihasilkan daun tembakau hijau, dilanjutkan dengan proses pelayuan daun (pengeringan) di gudang pengering yang menghasilkan produksi tembakau kering rompos, jumlah produksi (rendemen) berkisar 10 %. Produk tembakau


(16)

kering rompos dikirim ke gudang pengolah (fermentasi), melalui tahap sorasi ketat untuk menetapkan klasifikasi mutu produk (bakal produk NW–LPW), tembakau hasil proses fermentasi disebut produk tembakau siap ekspor, dikelompokkan sebagai Dekbald dengan berbagai klasifikasi mutu, Omblad dan Filler yang pada saatnya akan disajikan kepada pembeli tembakau. Berat tembakau siap jual ini berkisar 80 % berat tembakau kering rompos, penurunan berat tembakau dikarenakan sortasi dan seleksi, debu, kotoran dan berbagai unsur non daun tembakau yang terbawa dari proses produksi produksi sebelumnya.

Biaya produksi cenderung meningkat, harga jual produk, relatif tetap, terutama karena pasar tembakau cerutu yang terbatas. Harga jual tembakau Dekblad dan Omblad dapat mencapai 5 – 10 kali harga jual tembakau Filler, sedangkan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut relatif sama. Akan lebih menguntungkan apabila perusahaan menghasilkan tembakau berkualitas dengan harga jual yang cukup tinggi.

Produktifitas per hektar daun tembakau relatif tetap, berkisar 1,4 - 1,6 ton daun hijau per hektar atau 1,2 – 1,3 ton kering rompos, dihasilkan dari hasil panen / petik 22 lembar daun dari kebun tembakau . Pada Lampiran 3, 4 dan 5 menguraikan skema dan sistem petik daun tembakau, , yaitu petik KOS (koseran), KAK (kaki), TNG I ( tengah 1) dan TNG II (tengah 2 – pucuk), serta potensi persentase komposisi kualitas tembakaunya.


(17)

Pemasaran tembakau ekspor sangat dipengaruhi oleh fluktuasi perkembangan daya serap pasar internasional, salah satu diantaranya pengaruh kampanye anti merokok, perubahan perilaku, selera dan karakter konsumen yang beralih ke produk cerutu kecil – lazim dikenal sebagai “cigarillos”, kemampuan produksi tembakau negara pesaing, kebijakan perdagangan di negara importer tembakau.

Dalam lima tahun terakhir terdapat kecenderungan bahwa produk filler tidak diminati pembeli tembakau., akibatnya sisa persediaan produk filler bertambah dan secara berkelanjutan akan menyebabkan nilai persediaan produk tinggi, pada akhirnya dapat mengganggu likuiditas perusahaan. Untuk menjawab kekhawatiran perusahaan terhadap kemungkinan turunnya pendapatan akibat filler yang tidak menguntungkan, dan hubungannya dengan kegiatan panen, peneliti mengangkat penelitian dengan judul : “Analisis Ekonomi Pada Petik Daun Tengah Tembakau Bawah Naungan di Kebun Ajong Gayasan Jember, yang diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi manajemen PTPN 10 dipergunakan sebagai landasan dalam menetapkan kebijakan tentang pola petik daun di kebun-kebun tembakau PTPN 10.

1.2. Rumusan Masalah

Dengan pertimbangan bahwa produktifitas lahan relatif tetap, tetapi komposisi kualitas berubah, biaya produksi cenderung naik – terbesar pada upah pekerja / buruh, harga jual tembakau relatif tetap, timbul


(18)

pemikiran untuk melakukan upaya efisiensi dan meningkatkan daya saing melalui terobosan teknis di bidang budidaya tanaman, dengan sasaran utama tanaman TBN harus dapat meningkatkan produksi tembakau dekblad dan omblad serta menurunkan produksi tembakau filler.

Salah satu efisiensi kegiatan yang dapat dilakukan adalah mengelola kegiatan panen dengan perlakuan tanpa petik pada daun tembakau yang potensial menjadi filler. Pemahaman dari pemikiran tersebut adalah (1) Daun TNG II, lembar ke 19 – 22 potensial menjadi filler, sesuai sifat agronomis tanaman tembakau, (2) Efisiensi biaya melalui pengurangan beberapa kegiatan di kebun, gudang pengering dan gudang pengolah, akibat berkurangnya produksi tembakau, (3) Biaya produksi per kilogram filler cukup tinggi, sehingga berapapun besaran filler yang di panen, justru menimbulkan kerugian.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan

permasalahan penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana trend produksi daun tembakau yang dihasilkan oleh Kebun Ajong Gayasan selama empat tahun terakhir ?

2. Apakah akan terjadi perbedaan pada produksi, biaya, penerimaan dan pendapatan Kebun Ajong Gayasan, apabila dilakukan perlakuan stándar baku teknis panen (dengan petik daun tengah II) dan perlakuan tanpa petik daun TNG II ?


(19)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis perkembangan produksi, biaya, penerimaan dan pendapatan yang dihasilkan oleh Kebun Ajong Gayasan selama 4 tahun terakhir. (Periode 1999 – 2002)

2. Menganalisis perbedaan produksi, biaya, penerimaan dan

pendapatan Kebun Ajong Gayasan apabila dilakukan perlakuan tanpa petik daun tengah II dibanding dengan perlakuan standard yang berlaku di Kebun Ajong Gayasan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis

Sebagai tambahan pengalaman yang sangat berharga yang dapat dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Bagi dunia pendidikan

Sebagai tambahan khasanah ilmu pengetahuan di bidang manajemen, khususnya manajemen agribisnis pada tanaman Tembakau Bawah Naungan di Jember.

3. Bagi perusahaan

Sebagai acuan dalam pengambilan keputusan khususnya pen gelolaan kebun tembakau bawah naungan.


(20)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang lingkup dalam analisis tersebut dititik beratkan pada Kebun Ajong Gayasan di Jember.

2. Waktu / Pedriode data :

a. Periode tahun 1999 – 2002, dilanjutkan b. Periode tahun 2003 - 2006

3. Fokus : Pada kegiatan teknis di tanaman tembakau, terutama kegiatan panen / petik daun tembakau, karena dari hasil panen merupakan titik awal dari rangkaian proses kegiatan mulai dilakukan prediksi terhadap penerimaan perusahaan.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Masih sangat sedikit penelitian yang dilakukan pada tanaman tembakau cerutu di Jember, baik ditinjau dari aspek teknis (agronomis), aspek ekonomis (kaitan dengan pasar, laba rugi dsb), serta aspek sosial (utamanya permasalahan lahan, SDM maupun hal – hal yang terkait dengan lingkungan).

2.1. Penelitian Terdahulu

1. Sofyan Raz (1999), dalam penelitiannya berjudul “Prospek Agribisnis Perkebunan Tembakau – Suatu ‘case study’ PT Perkebunan Nusantara X (Persero)” mengangkat permasalahan langkah-langkah yang harus ditempuh perusahaan, Unit Usaha Tembakau apabila ingin mewujudkan salah satu misi perusahaan yaitu menjadi “world class company”, antara lain keinginan untuk menguasai pangsa pasar tembakau dunia. Beberapa tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan :

a. Sewa lahan :

- Selektifitas pemilihan lahan.

- Pengelolaan kebun tembakau seefisien mungkin. - Meningkatkan kualitas tembakau.

b. Kualitas dan kuantitas produksi : - penyerahan lahan yang tepat - memperhatikan ramalan iklim


(22)

- pengendalian hama dan penyakit tanaman

- ketepatan waktu dan sasaran pemeliharaan tanaman. - Peningkatan antisipasi kebutuhan pasar

- Keseimbangan antara penerimaan dan biaya yang

dikeluarkan.

Saran yang disampaikan adalah dalam melihat perubahan situasi segera melakukan revisi dan inovasi kegiatan untuk disesuaikan dengan keinginan pasar. Harapannya adalah SDM di Kebun tembakau harus tanggap terhadap perubahan dan mengambil langkah antisipasi untuk mengatasinya.

2. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Tembakau Besuki,

(2001) dalam “Kajian Permasalahan Tembakau Besuki

NO“ menegaskan bahwa tembakau merupakan fancy product, sehingga harga jualnya sangat tergantung pada kualitas. Disamping itu dari hasil kajian dikemukakan bahwa :

a. Fluktuasi harga di tingkat petani yang sangat fluktuatif. Data

statistik yang dihimpun selama 10 tahun terakhir menunjukkanharga Filler cenderung menurun, sedangkan

Dekblad dan Omblad cenderung naik.

b. Fluktuasi luas areal dan produksi, terutama sangat dipengaruhi oleh harga jual pada tahun sebelumnya.

c. Kualitas tembakau, dimana dari tiga macam produk tembakau : Dekblad – Omblad dan Filler, katagori Filler dikatakan sebagai


(23)

produk tembakau mutu rendah, sehingga harga jual Filler sangat rendah dibanding dengan kedua produk yang lain.

d. Tembakau Bawah Naungan, perkembangan produksi

cenderung meningkat dari 312,7 ton pada tahun 1990 menjadi 855,5 ton pada tahun 2000. Areal TBN dikendalikan sesuai dengan permintaan pasar, melalui Letter of Intent, sehingga pasarnya relatif terjamin. Disisi lain tuntutan konsumen cerutu cenderung memilih cerutu kecil, berdampak kebutuhan Filler berkurang.

3. Perantara GMBH Bremen, (1999) dalam laporannya “Situasi Pemasaran Tembakau Indonesia dan Keadaan Pertembakauan Negara Pesaing”, menyimpulkan:

a. Permintaan pasar terhadap tembakau berkualitas baik masih sangat kuat, sedangkan untuk Filler, sepanjang kualitasnya baik masih terdapat peluang pasar. PTPN 10 baru dapat memenuhi 60 % dari peluang pasar untuk tembakau kualitas baik (NW dan LPW).

b. Untuk meningkatkan daya saing tembakau Indonesia diperlukan ketajaman dalam menangkap persyaratan apa saja yang dibutuhkan oleh pasar dan mengimplementasikannya dalam proses produksi.

c. Dari segi cost of goods sold, tembakau Indonesia masih dapat berkompetisi dengan negara lain.


(24)

d. Peningkatan kualitas tembakau Indonesia perlu dilakukan secara intergral sejak dari sistem budidaya, manajemen produksi dan pengolahan tembakau.

4. Sutjipto (1976), dari hasil penelitiannya yang berjudul : “Masalah pemetikan dan Pengolahan hasil daun tembakau Vorstenland” antara lain menyatakan :

Untuk memeproleh daun yang serupa masak dan kualitasnya, maka petik daun tembakau harus dilakukan secara bertahap, sehelai demi sehelai.

Daun yang terlalu muda , setelah proses pengeringan akan menghasilkan daun dengan kualitas yang tidak baik, cenderung mempunyai daya baker yang kurang dan rasa pahit.

Perbedaan waktu pemetikan antara pagi dan siang hari akan berpengaruh pada warna yang ditimbulkan.

5. Muzakir dan Soeripno (2000), dalam “ Pengelolaan Tembakau Bawah Naungan TTN, menjelaskan bahwa produksi TBN setiap hektar mencapai 1.000 kg., dengan kualitas pembalut sebanyak 79 % dan kualitas kunyah sebanyak 21 %. Secara rinci dari pengamatan hasil petik terhadap mutu produk tembakau adalah sebagai berikut :


(25)

Tabel 2. Jumlah Produksi menurut Kelas Daun Tembakau TBN (Kg / Ha)

Kelas Pembalut

Daun NW LPW PW Gelap Jumlah Kunyah Jumlah

KOS 120 75 30 0 225 25 250

KAK I 180 100 45 0 325 25 350

KAK II 0 60 60 60 180 60 240

TNG 0 0 0 60 60 100 160

Jumlah 300 235 135 120 790 210 1000 Sumber : Muzakir dan Soeripno (2000)

6. Adi Santoso (1999), dari penelitiannya berjudul “Analisis daya saing tembakau bawah naungan masa tanam 1996/1997 untuk menghadapi era perdagangan bebas (Studi kasus pada PT Perkebunan Nusantara X (Persero), menyatakan bahwa adanya permintaan pembeli tembakau yang mensyaratkan kualitas tembakau yang semakin tinggi . Hal demikian memang merupakan sesuatu yang wajar karena komoditas tembakau juga akan memasuki era perdagangan bebas, artinya persaingan antar produsen penjual tembakau akan semakin tajam. Dalam kesimpulannya ditegaskan bahwa :

a. Perdagangan bebas akan membentuk tingkat persaingan produk yang sangat tinggi, sehingga hanya produk yang efisien dan

berkualitas yang dapat memenangkan persaingan dalam

perdagangan bebas.

b. Efisiensi biaya produksi yang dilakukan harus diimbangi pula dengan peningkatan kualitas tembakau TBN.

c. Dengan kekuatan yang dimiliki, antara lain menggunakan biaya domestik dan harga jual valuta asing (Deutch Mark maupun Euro),


(26)

menunjukkan bahwa proses produksi tanaman TBN cukup efisien, sehingga mempunyai daya saing di pasar bebas.

2.2. Kajian Pustaka

2.2.1. Tembakau Bawah Naungan (TBN)

Menurut Badan Pengawasan dan Pemasaran Tembakau Indonesia di luar negeri (1996) dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Tembakau Besuki (2001) mengemukakan bahwa perkembangan produksi tanaman Bes NO (Besuki Na Oogst) cenderung mengalami penurunan, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, terutama disebabkan karena faktor luar yang relatif tidak dapat dikendalikan (faktor air, kesuburan tanah dan iklim mikro), sebagai akibatnya dirasakan semakin sulit untuk memperoleh bahan dekblad / wrapper / pembungkus cerutu sebagaimana yang dikendaki oleh para pembeli tembakau, yang umumnya juga sebagai produsen cerutu (pabrikan)

Uraian PTPN 10 dalam ”Pertembakauan PTPN 10 ditinjau dari beberapa aspek” (2004) menjelaskan bahwa Tembakau Bawah Naungan (TBN) merupakan tanaman tembakau Na Oogst yang ditanam lebih awal daripada sistem budidaya tembakau konvensional diarahkan untuk menghasilkan produksi tembakau yang memenuhi syarat untuk ”dekblad” Hal demikian disebabkan minimnya tembakau ”dekblad” yang dapat dihasilkan dari tanaman tembakau konvensional. Tembakau yang dihasilkan dari tanaman TBN akan lebih tipis, elastis dengan warna lebih


(27)

cerah, dihasilkan melalui aplikasi rekayasa iklim mikro dengan pemanfaatan teknologi terapan. Perlakuan yang diberikan aadalah dengan pemakaian naungan (waring plastik) untuk mengurangi intensitas sinar matahari, serta perlakuan irigasi curah untuk memanipulasi kelembaban lingkungan, disamping lebih mudah dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman – dari faktor sekitar lahan. Uji coba tanaman TBN dimulai tahun 1984 pada luasan 12 Ha dan berkembang menjadi 2.000 Ha pada tahun 2000. Teknologi budidaya dan pengolahan tanaman TBN ditetapkan oleh Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balitas) bekerjasama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan perusahaan. Sekilas gambaran tanaman tembakau TBN dapat dilihat pada Lampiran 2.

2.2.2. Produk Tanaman TBN

Tembakau yang dihasilkan dari tanaman TBN dipergunkan sebagai bahan baku pembuatan cerutu, merupakan salah satu komoditas ekspor, sehingga mengutamakan kualitas. Tuntutan dan kebutuhan tembakau sebagai bahan pembuatan cerutu yang berkualitas tiap tahun semakin meningkat dan kebutuhan tersebut belum dapat dipenuhi.

Secara umum tanaman tembakau bawah naungan (TBN) mempunyai jumlah daun yang layak petik sebanyak 22 lembar. Kriteria petik daun tembakau dilakukan secara bertahap pada periode 2 harian, sebanyak 1 – 2 lembar daun, disesuaikan dengan sifat agronomis,


(28)

kemasakan daun tembakau, karena petik daun yang tidak tepat waktu, baik terlalu muda atau terlambat petik, berakibat pada tidak tercapainya standart mutu yang diharapkan.

Menurut Hartana (1978) dalam “Budidaya tembakau cerutu”, buku I, klasifikasi daun berdasarkan letaknya pada batang tembakau, untuk tembakau Besuki adalah :

1. Daun Koseran (KOS) : helai ke 1 – ke 4,

2. Daun Kaki (KAK) : helai ke 5 – ke 12,

3. Daun Tengah I (TNG) : helai ke 13 - ke 18,

4. Daun Tengah II (PUT) : helai ke 19 – dst.

Tembakau dikatakan masak petik apabila telah memenuhi kriteria, sebagai berikut :

• Umur tanaman 42 – 45 hari

• Telah mengalami pertumbuhan generatif

• Kenampakan fisik tanaman agak kekuningan

• Kandungan khlorofil berkisar 280 – 300.

Rukmadi Prasetyo dalam “Budidaya tembakau di Indonesia (Lembaga Tembakau Jawa tengah) menyebutkan bahwa untuk tembakau Vorstenlanden dan Besuki, bahan dekblad dihasilkan dari daun–daun tanah atau koseran, daun kaki dan daun tengah bagian bawah. Sedangkan untuk Omblad , terutama dihasilkan dari–daun tengah.


(29)

Pemetikan daun tengah ini harus memperhatikan tingkat kemasakan daun. Untuk bahan filler diperoleh dari daun tengah bagian atas dan daun pucuk. Dari daun bagian bawah dan tengahpun juga dapat menghasilkan filler.

Hartana (1978) dalam Budidaya Tanaman tembakau menjelaskan, produk tanaman tembakau secara garis besar menghasilkan tiga produk utama, sesuai kebutuhan pembuatan cerutu, yaitu :

1. Dekblad / Wrapper atau pembalut cerutu, bagian terluar dari Cerutu, mempunyai harga jual yang paling tinggi, mengingat syarat kualitas yang ditentukan, terbagi menjadi beberapa klasifikasi yang

mencerminkan kualitas tembakau, yaitu : NW (natural wrapper)

LPW (light painting wrapper) PW (painting wrapper) RFU (ready for use) PD (pendek)

2. Omblad / Binder atau pembungkus cerutu, bagian kedua cerutu, harga jual menengah. Hanya terdapat satu katagori kelas BND (Bawah Naungan Dua)

3. Filler / Vuser / Isi , bagian dalam dalam cerutu, kualitas hanya ada dua macam, filler baik dan filler kurang baik, yang akan menentukan harga jual produk. Secara umum harga filler cukup rendah.


(30)

Pada Lampiran 11 diberikan uraian persyaratan masing-masing klasifikasi produk tembakau tersebut. Tabel 3 berikut memberikan gambaran hubungan antara posisi petik dan produk tembakau yang dihasilkan.

Tabel 3.

No Posisi Petik Daun Mutu Produk dihasilkan

1. KOS NW – LPW – PW – RFU - Filler

2. KAK NW – LPW – PW – RFU - Filler

3. TNG I PW – RFU – BND -Filler

4. TNG II Filler

Sumber : Hartana, 1978

Dengan mengabaikan kegiatan tanpa petik daun TNG II, berarti mengurangi jumlah produksi filler, dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa dengan perlakuan tanpa petik TNG II merupakan upaya untuk menekan produksi filler dapat dilakukan.

2.2.3. Fungsi Biaya

Biaya produksi adalah pengeluaran yang diadakan untuk mengorganisir dan melaksanakan produksi. Besarnya biaya produksi yang dikeluarkan produsen ditentukan oleh kondisi fisik produksi, harga faktor produksi, dan efisiensi pengusaha dalam mengelola perusahaan (Ferguson, 1972). Jadi biaya produksi merupakan semua pengeluaran


(31)

yang harus dikeluarkan oleh produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan dalam proses produksi sehingga diperoleh output (produk) yang direncanakan.

Biaya produksi terdiri dari biaya variabel (variable cost) dan biaya tetap (fixed cost). Biaya variabel adalah biaya produksi yang berubah-ubah sesuai dengan tingkat produksi yang dihasilkan, dan biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung daripada besar kecilnya produksi (Debertin, 1986; Mubyarto, 1982).

Analisa biaya produksi jangka pendek didasarkan pada dua hal yaitu : a). kondisi fisik dari produksi menentukan besarnya biaya produksi pada masing-masing tingkat output yang dapat dihasilkan; b) biaya produksi total (TC) yang dapat dibagi kedalam dua komponen yaitu biaya produksi tetap total (TFC) dan biaya produksi variabel total (TVC) (Ferguson, 1972). Biaya produksi tetap total adalah seluruh biaya-biaya yang tetap dibayar produsen berapapun tingkat produksinya. Jumlahnya adalah tetap untuk setiap tingkat output. Sedangkan biaya variabel adalah jumlah biaya-biaya yang berubah menurut tinggi rendahnya output yang diproduksi. Biaya produksi total (TC) merupakan penjumlahan dari biaya tetap total dengan biaya variabel total atau TC = TVC + TFC (Boediono, 1980).

Biaya produksi tetap rata-rata (AFC) merupakan biaya tetap yang dibebankan pada setiap unit output atau dirumuskan sebagai AFC=TFC/Q. Biaya produksi variabel rata-rata merupakan jumlah


(32)

pengeluaran dari biaya variabel yang dibebankan pada setiap unit output atau dirumuskan sebagai AVC=TVC/Q. Biaya total rata-rata (ATC) merupakan total biaya dari semua sumberdaya yang digunakan per unit output yang dihasilkan, atau dirumuskan sebagai ATC=TC/Q atau ATC = (TVC + TFC)/Q. Biaya produksi marjinal (MC) adalah tambahan dari total biaya yang diakibatkan oleh diproduksinya tambahan satu unit output. Dan karena tambahan produksi satu unit tidak menambah atau mengurangi TFC, sedangkan TC=TVC + TFC, maka kenaikan TC ini sama dengan kenaikan TVC yang diakibatkan oleh produksi satu unit output tambahan atau dirumuskan sebagai : MC= ∆TC/∆Q=∆TVC/∆Q.

2.2.4. Fungsi Produksi

Prinsip ekonomi dalam proses produksi sangat penting, karena proses produksi tanpa diikuti prinsip ekonomi tidak akan berarti. Setiap produsen dalam usaha tani akan selalu berusaha untuk selalu mengalokasikan faktor produksi yang dimilikinya seefisien mungkin untuk memperoleh hasil produksi yang maksimal. Ada dua pendekatan dalam memaksimalisasi keuntungan yaitu : (1) pendekatan keuntungan maksimal (profit maximization), yaitu pendekatan untuk mencapai keuntungan maksimal dengan cara mengalokasikan faktor produksi yang dimilikinya seefisien mungkin, (2) pendekatan meminimalisasi biaya (cost minimization) adalah pendekatan yang didasarkan pada kendala biaya yang ada yaitu bagaimana dengan biaya yang tertentu dapat memberikan


(33)

keuntungan yang maksimal. Jadi kedua pendekatan tersebut pada prinsipnya sama yaitu memaksimumkan keuntungan.

Untuk dapat memahami kedua pendekatan tersebut , maka kita harus memahami konsep fungsi produksi . Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan berupa input. Dalam pembahasan teori ekonomi, maka telaahan yang banyak diminati dan dianggap penting adalah telaahan fungsi produksi. Hal tersebut disebabkan karena beberapa hal, antara lain :

1. Dengan fungsi produksi maka dapat diketahui hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti.

2. Dengan fungsi produksi, maka dapat diketahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variabel), Y, dan varibel yang menjelaskan (independent variabel), X, serta sekaligus mengetahui hubungan antar varibel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, ……., Xi……….. Xn)

Dengan fungsi produksi tersebut diatas, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1……… Xn dan Xlainnya dapat


(34)

menyatakan bahwa pengertian fungsi produksi dapat diperinci lagi sebagai berikut : (a) Fungsi produksi menggambarkan hukum proporsi, tercukupinya masukan-masukan yang diperlukan maka proses produksi yang telah direncanakan untuk suatu waktu tertentu akan dapat diujudkan dengan baik, (b) Fungsi produksi menunjukkan teknologi penggabungan dan pemanfaatan masukan-masukan agar usaha pemcapaian output yang telah direncanakan untuk suatu kurun waktu dapat terwujudkan (c) fungsi produksi merupakan hubungan teknis bahwa dengan teknologi tertentu

masukan-masukan yang diperlukan bagi suatu rencana dapat

digabungkan sehingga dapat menghasilkan produk yang diharapkan. Dalam usahatani, ada empat sumber daya yang merupakan faktor produksi penting dalam usahatani, yaitu (1) tanah, meliputi kuantitas dan kualitas (2) tenaga kerja meliputi kuantitas dan kualitas (3) modal, meliputi, meliputi modal tetap (tanah, mesin-mesin, inventaris) dan modal kerja untuk pembelian input variabel, dan (4) ketrampilan manajemen dari pengusaha (petani) (Soekartawi, 1994).

Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi. Menurut Soekartawi (1994), kalau misalnya y produksi dan xi adalah masukan ke i, maka besar kecilnya Y tergantung dari besar kecilnya xi, secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut :


(35)

Persamaan tersebut disebut fungsi produksi, dengan m masukan, masukan dapat dkategorikan menjadi dua yaitu : 1) yang dapat dikuasai petani dan 2) yang tidak dapat dikuasai petani dan tidak semua masukan dipakai dalam analisis. Hal ini tergantung dari penting tidaknya pengaruh masukan itu terhadap produksi.

Pada umumnya hubungan input (masukan) dengan output (produksi) dari tiap produksi akan cenderung berbentuk kombinasi dari kenaikan hasil yang semakin bertambah dan berkurang. Terdapat tiga kemungkinan yang menggambarkan hubungan tersebut, yaitu :

1. Kenaikan produksi dengan pertambahan yang semakin meningkat. 2. Kenaikan produksi dengan pertambahan yang konstan.

3. Kenaikan produksi dengan pertambahan yang semakin menurun. Sedangkan yang dimaksud dengan fungsi produksi adalah hubungan teknik atau mentransformasi input (sumber daya) menjadi output (kondisi) (Dubertin, 1992). Menurut Teken dan Asnawi (1977), fungsi produksi adalah hubungan teknis antara jumlah faktor produksi (input) yang dipakai dengan jumlah produk (output) yang dihasilkan per satuan waktu tanpa memperhatikan harga, baik harga faktor produksi maupun harga produksi yang dicapai.

2.2.5. Efisiensi Biaya

Efisiensi mengandung pengertian pencapaian biaya produksi yang minimal untuk memperoleh nilai tambah yang maksimal melalui pemanfaatan teknologi, pengelolaan skala produksi dan kombinasi faktor


(36)

produksi atau sumberdaya secara optimal. Jadi ada hubungan fisik antara input (biaya) yang digunakan dengan produk yang dihasilkan. hubungan fisik (tehnis) merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi penentu efisiensi dan tingkat produksi optimal. Jika dilihat dari sudut tehnis, maka syarat keharusan itu saja telah mencukupi untuk menentukan efisiensi dan tingkat produksi yang optimal yang hendak dicapai. Efisiensi tercapai pada saat produk rata-rata (Average product) mencapai maksimum atau APP = MPP. Debertin (1986) menyatakan pada saat APP = MPP adalah tahap produksi yang relevan, karena paling efisien. Selanjutnya Mubyarto (1982) menyatakan bahwa untuk mencapai efisiensi ekonomi, maka perlu diketahui harga-harga baik harga hasil produksi maupun harga faktor produksi yang digunakan dalam melakukan usaha dari awal proses produksi sampai akhir produksi secara ekonomis.

Produksi optimum dalam konsep efisiensi tehnis merupakan syarat keharusan belum cukup, masih ada satu syarat lagi yang harus dipenuhi yaitu syarat kecukupan (sufficient condition) yaitu suatu indikator pilihan (choice indicator). Hubungan antara input dengan produk yang banyak dipakai sebagai indikator pilihan adalah rasio harga-harga dari input dan produk. Efisiensi ekonomis merupakan syarat kecukupan untuk menentukan produksi optimum, yaitu adanya indikator pilihan yang merupakan perbandingan harga-harga input dan output.


(37)

2.2.6. Biaya dan Keuntungan Perusahaan

Biaya produksi memegang peranan penting di dalam melakukan analisa terhadap perilaku produsen (Sri Adiningsih, 1991), adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk. Pada dasarnya terdapat dua macam biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variable.

Selanjutnya Sri Adiningsih (1991) menjelaskan pengertian pasar yang diartikan sebagai tempat pertemuan antar penjual dan pembeli. Perilaku penjual dan pembeli dipengaruhi oleh struktur pasar yang dihadapi, antara lain :

1. Jumlah dan luas distribusi pasar

2. Jenis produk, apakah homogen atau heterogen 3. Kemampuan penjual mempengaruhi pasar

4. Pengetahuan penjual dan pembeli akan pasar yang dihadapi 5. Mudah atau sulitnya perusahaan baru untuk masuk ke pasar.

Nilai jual produk mutu Dekblad dan Omblad mempunyai nilai jual berkisar 5 sampai 10 kali lipat nilai jual produk mutu Filler, secara umum biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh produk tersebut relatif sama.

2.2.7. Fungsi Pemasaran

Menurut Lembaga Tembakau Cabang Jatim II – Jember (1999) menyatakan bahwa peluang peningkatan pangsa pasar tembakau Indonesia, terutama bahan cerutu masih terbuka lebar selama tembakau


(38)

Indonesia mampu meningkatkan daya saing di pasaran internasional, melalui peningkatan mutu sesuai selera pasar, keseimbangan antara “supply dan demand” pada tingkat harga yang wajar.

Hartana (1980) menyatakan, keadaan pasar tembakau di Besuki menjurus bersifat oligopsoni, dimana demikian banyak petani yang terlibat dalam perdagangan dengan jumlah pembeli yang sedikit., pada kondisi demikian pembeli menjadi dominant dalam penetapan harga.

Menghadapi kondisi demikian maka Philip Kotler (1997) menjelaskan perusahaan yang beroperasi di satu atau beberapa pasar luar negeri harus memutuskan seberapa banyak mengadaptasi bauran strategi pemasarannya pada kondisi lokal.

Menurut Kabul Santoso (1991), peranan tembakau bagii masyarakat cukup besar. Jenis tembakau dengan berbagai kegunaannya diusahakan di Indonesia, baik oleh rakyat maupun oleh perusahaan. Secara garis besar terdiri dari Tembakau Cerutu, Rokok Putih dan Rokok Kretek. Mengingat tembakau yang di tanam di PTPN 10 adalah jenis tembakau cerutu, maka semua produk yang dihasilkan semuanya di ekspor, sehingga pemasarannya adalah ke luar negeri.

Penjual tembakau cerutu di Indonesia antara lain PTPN II, PTPN 10, Perusahaan Swasta, sedangkan para pembeli tembakau cerutu, antara lain pabrikan cerutu dan pedagang perantara / brooker. Secara


(39)

TR = P.Q

dimana : TR = Total Revenue

P = Price, harga jual produk per unit Q = Quantity, jumlah produk yang dijual.

Untuk produk tembakau cerutu, secara sederhana dapat dituliskan :

P = (D x k) + (O x l) + (F x m)

dimana : P = Nilai Penjualan, dalam Rupiah D = Jumlah Dekblad, dalam Kg

O = Jumlah Omblad, dalam Kg

F = Jumlah Filler, dalam Kg

k = Hargai jual Dekblad, dalam Rp / Kg l = Harga jual Omblad, dalam Rp / Kg m = Harga jual Filler, dalam Rp / Kg

Harga penjualan sangat tergantung kepada berapa jumlah produk tembakau siap jual yang diminati dan ada kepastian untuk dibeli oleh pembeli, dasar utamanya adalah ”LoI” (letter of intent).

Badan Pengawasan dan Pemasaran Tembakau Indonesia di Luar Negeri (1996) menyatakan bahwa selain penjualan dengan sistem lelang, akhir-akhir ini sistem penjualan tembakau eksport menganut sistem ”direct selling system”. Hal ini merupakan tanggapan langsung pihak pembeli terhadap kegiatan promosi maupun hubungan kedekatannya dengan penjual, bukan hanya sebagai hubungan kemitraan, tetapi menjurus


(40)

kepada hubungan sebagai ”big family”, dengan didasarkan atas faktor saling percaya.

PT Perkebunan Nusantara X (Persero) (2004)

dalam ”Pertembakauan PTPN 10 ditinjau dari beberapa aspek menegaskan bahwa pemesaran tembakau berdasarkan ”letter of intent’ dari masing-masing pembeli yang menyebutkan tentang jumlah dan kualitas tembakau yang dikehendaki. Pada tahun panen pembeli akan datang untuk melihat contoh produk, terutama persyaratan kualitas, apabila sesuai pembeli akan membeli tembakau sesuai ”letter of intent” – nya, namun apabila tidak sesuai pembeli akan menurunkan jumlah pembeliannya. Penekanan pada faktor kualitas produk sangat dominan.


(41)

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3.1.Kerangka Pemikiran

Tembakau Bawah Naungan mulai ditanam di daerah Jember pada tahun 1984, sebagai salah satu upaya untuk menanam tanaman tembakau Besuki NO dengan melakukan pengendalian terhadap lingkungan dan hama penyakit. Uji coba tanaman TBN merupakan terobosan untuk meningkatkan daya saing dengan negara produsen tembakau lain, terutama dalam mengantisipasi permintaan konsumen cerutu yang menghendaki cerutu yang mempunyai pembalut (dekblad) yang bersifat alami dan berwarna terang.

Sekalipun pembelian produk tembakau didasarkan kepada kesepakatan awal dalam bentuk “letter of intent”, hal demikian tidak sepenuhnya sebagai jaminan bagi PTPN 10 untuk menjual produk tembakaunya setelah proses produksi dalam satu musim tanam diselesaikan.

Pencapaian sasaran penjualan tembakau, sesuai kesepakatan dengan pembeli, dipersiapkan oleh kebun dengan tetap memperhatikan

sasaran kualitas dan kuantitas yang dikehendaki. Mengingat

kecenderungan biaya produksi meningkat, terutama biaya tenaga kerja (hubungannya dengan Upah Minimum Regional yang selalu naik setiap tahun dan harus dibayarkan), disamping biaya produksi lainnya (bahan / waring dan obat-obatan / pestisida , dipandang perlu suatu upaya untuk


(42)

menekan biaya produksi tanpa harus mengorbankan mutu produk dan pendapatan bagi perusahaan.

Timbul pemikiran untuk dipertimbangkan tidak melakukan petik pada daun TNG II yang teoritis sangat potensial menjadi tembakau filler, Dengan demikian perubahan biaya produksi setelah kegiatan tanpa petik daun TNG II yang dapat ditekan, antara lain :

1. Biaya Tanaman, pada kegiatan pemeliharaan dan panen serta pengangkutan hasil panen

2. Biaya Pengeringan, pada kegiatan proses pengeringan dan

pemeliharaan bangsal.

3. Biaya Pemeraman / Pengolahan, terutama pada kegiatan sortasi.

Dengan pemikiran tersebut, diharapkan terjadi perubahan

pendapatan Kebun Ajong Gayasan, karena pengurangan produksi panen berdampak penekanan biaya.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

P R O D U K S I B IA Y A P E N D A P A T A N P E T IK

P R O D U K S I B IA Y A P E N D A P A T A N T A N P A

P E T IK

D A S A R K E B IJ A K A N

U N IT T E M B A K A U

A N A L I S IS L A B A U S A H A U N IT K E B U N T E M B A K A U


(43)

3.2. Hipotesis

Berdasarkan pada latar belakang, permasalahan dan kerangka pemikiran, serta tinjauan pustaka yang telah diuraikan dalam bab terdahulu, maka dibuat hipotetis sebagai berikut :

1. Diduga produksi daun tembakau yang dihasilkan oleh Kebun Ajong Gayasan selama 5 (lima) tahun terakhir mengalami peningkatan, ditinjau dari kuantitas dan kualitas produk.

2. Diduga terjadi perbedaan yang nyata terhadap produksi daun tembakau, biaya, penerimaan dan pendapatan perusahaan, akibat perlakuan tanpa petik daun tengah II dibandingkan dengan perlakuan petik standart yang berlaku.


(44)

IV. METODA PENELITIAN

4.1. Penentuan Lokasi

Penentuan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) di salah satu Kebun Tembakau PT Perkebunan Nusantara X (Persero) yaitu Kebun Ajong Gayasan di Jember, dengan mempertimbangkan bahwa di Kebun Ajong Gayasan memiliki ciri-ciri esensial, strata yang harus diwakili dan relevan dengan rancangan penelitian, selain bagi peneliti lokasi penelitian terjangkau dan mudah untuk dilaksanakan.

4.2. Penentuan Sampel

Terdapat 14 penataran / bagian kesinderan di Kebun Ajong Gayasan yang dianggap sebagai populasi untuk penngambilan data sekunder di lapangan. Dari populasi yang ada diambil sample sebanyak 12 penataran / bagian kesinderan yang menanam TBN. Sekaligus melakukan pengamatan dan pencatatan pada pelaksanaan tanpa petik TNG II.

4.3. Pengumpulan Data

Macam data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang diperoleh dari masing-masing penataran/bagian kesinderan, meliputi data produksi yaitu : luas (ha), produksi hijau dan kering rompos (kg) dan komposisi saring rompos (Dekblad / Omblad / Filler) dari hasil petik, biaya


(45)

yang dikeluarkan, perhitungan teoritis penerimaan Kebun Ajong Gayasan. Data tersebut merupakan hasil perhitungan atas perlakuan yang dilakukan untuk penelitian, yaitu perlakuan petik :

1. Dengan Petik Daun TNG II (standart) dan

2. Tanpa Petik Daun TNG II.

Metode pengumpulan data dilakukan melalui obeservasi dan pencatatan terhadap obyek perlakuan penelitian.

4.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Produksi adalah .daun tembakau yang dihasilkan dari proses produksi dan siap untuk dijual. Produk yang dihasilkan berturut adalah (1) Daun Hijau – hasil panen / petik dari kebun, (2) Daun Kering Rompos – hasil dari Gudang Pengering, (3) Daun Tembakau siap eksport – hasil akhir dari proses fermentasi, berupa Dekblad – terbagi pada beberapa klasifikasi berdasarkan mutu, Omblad dan Filler.

Skala pengukuran produksi dalam kg/ha dan karton / bal – dimana

satu karton / bal mempunyai berat 50 Kg. Dalam penelitian ini istilah karton / bal tidak dipergunakan.

2. Biaya produksi adalah pengeluaran yang diadakan untuk

mengorganisir dan melaksanakan produksi meliputi Biaya yang

harus dikeluarkan untuk menghasilkan satu satuan unit produk secara garis besar meliputi :


(46)

a. Biaya Pimpinan dan Tata Usaha b. Biaya Tanaman

c. Biaya Pengeringan

d. Biaya Pemeraman dan Pengebalan e. Biaya Penyusutan

Skala pengukuran biaya produksi dalam rupiah/ha dan rupiah/kg

3. Penerimaan adalah adalah merupakan jumlah hasil penjualan produk tembakau eksport dikalikan dengan harga jual berdasarkan kualitas tembakau. Dalam analisis diasumsikan bahwa semua produk tembakau dapat habis terjual.

Skala pengukuran penerimaan dalam rupiah/kg dan atau rupiah/ha 4. Pendapatan adalah selisih dari penerimaan dikurangi biaya.

Skala pengukuran pendapatan dalam rupiah/tahun, rupiah/ha dan rupiah/kg.

4.5. Analisis Data

Terdapat tiga tahap analisis data, yaitu : (1) Tahap pengumpulan data, (2) Tahap analisis data, mengolah data sekunder yang diperoleh, dan (3) Tahap pengambilan Keputusan.

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini :

1. Untuk Hipotesa 1 dilakukan Analisa trend metode least square, dengan persamaan :


(47)

Y = a + b X

dimana :

Y = Data produksi per hektar, meliputi produksi kering rompos, persen komposisi produk ekspor, biaya dan pendapatan. X = Waktu / Tahun

a = Konstanta titik awal trend, apabila nilai Y = 0

b = Nilai yang menunjukkan sudut kemiringan 2. Untuk menguji hipotesa 2 menggunakan analisis diskriptif.

Metode deskripsi menurut Nazir (1983) adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi atau sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskripsi ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis deskriptif metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual, baik tentang institusi, sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok atau suatu daerah. Metode survei mengenal masalah-masalah dan mendapatkan pembenaran terhadap keadaan dan praktek– praktek yang sedang berlangsung.


(48)

V. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

5.1. Landasan Hukum

PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) didirikan dengan Akta Notaris Harun Kamil, SH No. 43 tanggal 11 Maret 1996 atas dasar Peraturan Pemerintah RI No. 15 Tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996 tentang pengalihan bentuk Badan Usaha Milik Negara dari PT. Perkebunan (Persero) menjadi PT. Perkebunan Nusantara (Persero).

5.2. Kegiatan Bisnis Perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) bergerak di Bidang Industri Gula, Tembakau dan Rumah Sakit, serta Industri Karung dan Jasa Cutting Bobbin (pembungkus cerutu). Didalam menjalankan operasional perusahaan bidang industri gula, tembakau dan karung, perusahaan melakukan penjualan melalui persaingan bebas dan terkoordinir, sedangkan Rumah Sakit selain sebagai unit usaha mandiri diproyeksikan juga untuk memenuhi fungsi sosial.

PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) merupakan peleburan dari tiga Badan Usaha Milik Negara yaitu :

1. Eks PT. Perkebunan XIX (Persero) berkedudukan di Surakarta dengan bidang usaha komoditi Tembakau.

2. Eks PT. Perkebunan XXI-XXII (Persero) berkedudukan di Surabaya dengan bidang usaha komoditi Gula.


(49)

3. Eks PT. Perkebunan XXVII (Persero) berkedudukan di Jember dengan bidang usaha komoditi Tembakau.

PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) memiliki 3 (tiga) unit usaha strategis (UUS) utama dan beberapa UUS lain, masing – masing adalah :

1. UUS GULA

Produk utama yang dihasilkan adalah Gula SHS dan Tetes, diproduksi dari 11 (sebelas) pabrik gula, yaitu :

- PG Watoetoelis - Sidoarjo

- PG Toelangan - Sidoarjo

- PG Kremboong - Sidoarjo

- PG Gempolkrep - Mojokerto

- PG Djombang Baru - Jombang

- PG Tjoekir - Jombang

- PG Lestari - Nganjuk

- PG Meritjan - Kediri

- PG Pesantren Baru - Kediri

- PG Ngadiredjo - Kediri

- PG Modjopanggoong - Tulungagung

2. UUS TEMBAKAU

Produk Tembakau dihasilkan oleh 2 ( dua ) Wilayah Kerja yaitu :

- Kebun Ajong Gayasan - Jember - Kebun Kertosari - Jember


(50)

3. UUS RUMAH SAKIT

Unit Usaha mandiri ini terdiri dari 3 ( tiga ) Rumah Sakit, yaitu :

- Rumah Sakit Gatoel - Mojokerto

- Rumah Sakit Toeloengredjo - Kediri

- Rumah Sakit Perkebunan - Jember

4. UNIT USAHA LAIN

a. Industri Bobbin

Berlokasi di Jember, dilakukan kerjasama dengan Burger Soehne Ag Burg (BSB) dalam jasa pemotongan daun tembakau menjadi pembungkus cerutu.

b. Kawasan Berikat

Di lokasi Industri Bobbin ini didirikan Kawasan Berikat sejak bulan Mei 2000 yang dimaksud kan untuk memperlancar ekspor tembakau dan cutting bobbin serta impor bahan/barang bagi kepentingan industri bobbin dan di masa yang akan datang dapat dikembangkan untuk ekspor/impor produk-produk lain.

5. ANAK PERUSAHAAN

a. PT Dasaplast Nusantara, berlokasi di Jepara, memproduksi Karung plastik dan waring untuk kebun tembakau, disamping untuk memenuhi kebutuhan sendiri, juga dipasarkan ke pihak ketiga. Kapasitas produksi 50 juta lembar karung plastik / tahun dan 7,5 juta m2 waring / tahun


(51)

b. PT Mitra Tani 27 – Berlokasi di Jember, produksi utamanya adalah sayuran segar terdiri dari tanaman edamame dan okura , untuk konsumsi export, terutama Jepang.

5.3. Visi, Misi, Filosofi, Budaya dan Tujuan Perusahaan 5.3.1. Visi

Menjadi perusahaan agribisnis berbasis perkebunan yang terkemuka di Indonesia yang tumbuh dan berkembang bersama mitra”

5.3.2. Misi

1. Berkomitmen menghasilkan produk berbasis bahan baku tebu dan tembakau yang berdaya saing tinggi untuk pasar domestik dan internasional.

2. Mendedikasikan pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat umum dan perkebunan untuk hidup sehat.

3. Mendedikasikan diri untuk selalu meningkatkan nilai-nilai perusahaan bagi kepuasan stakeholder melalui kepemimpinan, inovasi dan kerjasama tim, serta organisasi yang effektif.

5.3.3. Filosofi Perusahaan

Berfungsi sebagai koridor dan batasan sekaligus pendorong bagi karyawan untuk melakukannya denganpenuh integritas, sehingga apabila tuntunan ini dilakukan diyakini akan membawa pencapaian visi


(52)

perusahaan, sebagai berikut : Kejujuran – Kepercayaan – Keterbukaan – Kerjasama dengan Keselarasan.

5.3.4. Budaya Perusahaan

Agar produktifitas karyawan dalam bekerja tetap tinggi, maka budaya kerja yang harus dihayati dan dilaksanakan adalah : Cepat – Cekatan – Cerdas – Cermat dan Citra

5.3.5. Tujuan Perusahaan

1. Usaha di Bidang Perusahaan

2. Usaha-usaha lain yang menunjang penyelenggaraan usaha di Bidang Perkebunan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

5.4. Arah Pengembangan Perusahaan

Arah pengembangan perusahaan adalah menjadi perusahaan yang tumbuh dan berkembang dengan berbagai produk dan bisnis unggulan berbasis perkebunan dengan daya saing tinggi dan dikelola secara professional. Arah pengembangan perusahaan meliputi pengembangan (1) bisnis gula, tembakau dan rumah sakit (2) organisasi dan Sumber Daya Manusia (3) Pengelolaan Keuangan dan Permodalan.


(53)

5.5. Unit Usaha Kebun Ajong Gayasan

1. Tujuan Unit Usaha, menghasilkan tembakau untuk :

a. Menghasilkan devisa maupun rupiah bagi negara dengan cara efisien, untuk menunjang pembangunan nasional.

b. Memenuhi fungsi pemeliharaan dan pengembangan sumber daya, antara lain melestarikan budaya tanaman tembakau dan memberikan kesempatan kerja untuk masyarakat sekeliling. c. Memelihara kelestarian lingkungan hidup.

d. Meningkatkan pendapatan petani pemilik lahan.

2. Lokasi Gudang Pengolah Utama : Di Desa Ajong – Kecamatan Ajong, areal kerjanya meliputi 4 Kecamatan masing-masing Ajong, Jenggawah, Mumbulsari dan Rambipuji, secara keseluruhan meliputi 7 desa, total luas areal berkisar sekitar 500 Ha per tahun, meliputi tanaman TBN / FIN dan Bes No, dengan sistem sewa lahan kepada masyarakat.

3. Produksi utama adalah Tembakau ekspor dengan komposisi kualitas Dekblad, Omblad dan Filler, berkisar 800.000 Kg dengan nilai penjualan sekitar Rp 80 milyar /tahun dan pendapatan / laba sebesar Rp 6,5 milyar/ tahun.

4. Dipimpin oleh seorang Administratur, Ir. Sugianto dengan dibantu oleh 4 Kepala Bagian :

a. Bagian Tanaman Bawah Naungan b. Bagian Tanaman Bes Na Oogst


(54)

c. Bagian Admintrasi, Keuangan dan Umum. d. Bagian Pengolahan

Pada tingkatan di bawahnya terdapat para pimpinan menurut bagiannya, antara lain : Sinder Tanaman, Pembantu Sinder Tanaman, Sinder Gudang Pengolah, Pembantu Sinder Gudang Pengolah, Kepala Tata Usaha TBN dan NO, Pembantu Tata Usaha TBN dan NO, Staf Akuntansi, Staf SDM dan Umum, pada tingkatan berikutnya adalah para pelaksana dimana jabatan tertinggi adalah Mandor.

5. Untuk meningkatkan kinerja dan mempertahankan mutu hasil, telah mendapatkan ISO 2000, dan hal ini merupakan kekuatan motivasi bagi karyawan untuk berupaya menghasilkan yang terbaik.

6. Strategi bisnis yang dilakukan adalah menghasilkan tembakau berkualitas prima dengan harga produksi rendah untuk memenuhi pasar tembakau internasional.


(55)

VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6.1. Perkembangan Kebun Ajong Gayasan (1999 – 2002) 6.1.1. Produksi Tembakau Kebun Ajong Gayasan

Produksi tembakau yang dihasilkan oleh Kebun Ajong Gayasan meliputi produksi daun hijau berdasarkan klasifikasi petik daun dan produksi kering rompos yang diklasifikasikan ke produksi expor, secara garis besar adalah Dekblad dan Omblad (meliputi : NW, LPW, PW , RFU, BND), serta Filler.

Tabel 4. Produksi Daun Hijau , Hasil Petik Daun Tembakau, Kebun Ajong Gayasan , tahun 1999 – 2002

Tahun Persen

Uraian Satu

an 1999 2000 2001 2002 Rerata Reali sasi

Poten si

KOS Kg 2.985 2.567 2.610 2.882 2.761 19,1 14,8 KAK Kg 5.955 5.394 5.444 5.990 5.696 39,4 36,3 TNG I Kg 4.110 3.720 3.768 4.165 3.940 27,2 25,3 TNG II Kg 1.950 2.045 2.210 2.052 2.064 14,3 23,6 Jumlah Kg 14.999 13.726 14.032 15.089 14.462 100 100 Pertmbhn % 0.00 -8.5 2.2 7.5

Sumber : Data Diolah, Tahun 2006

Tabel 4. menunjukkan bahwa dari hasil panen tembakau hijau mempunyai pertumbuhan yang meningkat sejak tahun 1999 sampai tahun 2002, berturut-turut : – 8,5 %, 2,2 % dan 7,5 %, secara operasional merupakan indikasi bahwa pengelolaan kebun tembakau relatif cukup baik. Realisasi presentase KOS – KAK – TNG I dan TNG II lebih baik


(56)

dibandingkan presentase potensi yang dimiliki tanaman tembakau itu sendiri.

Tabel 5. Produksi Tembakau Kering Rompos, Kebun Ajong Gayasan , Tahun 1999 – 2002

Tahun Persen

Uraian Satu

an 1999 2000 2001 2002 Rerata Reali sasi

Po tensi

Rendemen % 10,8 10,9 10,8 10,7 10,8 10,8 10,0 Produksi

NW Kg 352 302 342 327 331 21,2 21,5 LPW Kg 439 471 439 389 435 27,8 16,9 PW Kg 403 308 299 324 334 21,4 8,6

RFU Kg 68 66 105 29 67 4,3 3,0

∑ Dekblad Kg 1.262 1.148 1.185 1.069 1.166 74,7 50,0 Pertmbhn % 0,00 -9,07 3,27 -9,83

∑ Omblad Kg 76 79 61 78 73 4,7 18,2 Pertumbuhan % 0,00 4,54 -23,56 28,20

∑ D/O Kg 1.338 1.227 1.246 1.146 1.239 79,4 68,2 Pertumbuhan % 0,00 -8,30 1,54 -7,98

∑ Filler Kg 276 269 270 473 322 20,6 31,8 Pertumbuhan % 0,00 -2,42 0,16 75,26

Total Kg 1.614 1.496 1.515 1.619 1.561 100 100 Pertumbuhan % 0,00 -7,30 1,29 6,84

Sumber : Data Diolah, Tahun 2006

Tabel 5. menunjukkan bahwa persentase pertumbuhan produksi kering rompos, tidak sama dengan persentase pertumbuhan produksi daun hijau, hal ini memberikan pengertian bahwa penetapan kualitas produksi tembakau baru dapat dilakukan pada saat pekerjaan sortasi kering rompos. Pada produksi hijau belum dapat diklasifikasikan sesuai kualitas produk tembakau ekspor, yaitu Dekblad , Omblad dan Filler. Dalam penetapan kualitas tembakau di gudang pengeringan , hasil


(57)

y = 59,079x + 174,25

y = -55,606x + 1378,2

0 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 1.600

1999 2000 2001 2002

K

g

/H

a

D/O Filler

Linear (Filler) Linear (D/O)

presentase tembakau kering rompos masih bersifat taksasi, karena masih akan diikuti dengan kegiatan selanjutnya di gudang pengolah, yaitu proses fermentasi. Walaupun demikian berdasarkan pengalaman di lapangan, taksasi terhadap penetapan presentase kualitas tembakau yang dilakukan di gudang pengering pada akhirnya memang mendekati kenyataan.

Gambar 3. Trend Produksi Dekblad / Omblad dan Filler Kebun

Gambar 3. menunjukkan bahwa trend produksi Dekblad dan Omlad cenderung menurun, dengan nilai pengganda sebesar - 55,606 artinya bahwa produksi Dekblad dan Omblad pada tahun berikutnya akan menurun sebesar 55,606 KgHa. Sebaliknya produksi Filler cendenderung meningkat dengan nilai pengganda sebesar 59,709 yang berarti bahwa produksi Filler pada tahun berikutnya akan digandakan sebesar 59,709


(58)

Penyusutan 2,2%

Umum & TU 9,5%

Pengeringan 10,1% Pemeraman

17,9%

Tanaman 60,4%

Kg/Ha. Dari gambaran trend produksi tembakau tersebut, sangat wajar apabila pihak kebun Ajong Gayasan melakukan evaluasi terhadap produksi tembakau yang dihasilkan terutama dalam upaya untuk meningkatkan daya saing di pasar tembakau internasional dengan berkonsentrasi untuk menghasilkan tembakau Dekblad dan Omblad

6.1.2. Biaya Produksi Tembakau Kebun Ajong Gayasan

Biaya untuk menghasilkan tembakau meliputi : (1) Biaya Umum dan Tata Usaha, (2) Biaya Tanaman, (3) Biaya Pengeringan, (4) Biaya Pemeraman dan Pengebalan, serta (5) Biaya Penyusutan. Dari kelima unsur biaya tersebut Biaya Tanaman memberikan kontribusi tertinggi, diikuti Biaya Pemeraman dan Pengebalan, Biaya Umum dan Tata Usaha, Biaya Pengeringan dan Biaya Penyusutan, sebagaimana tercantum pada Gambar 4 berikut :


(59)

Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa persentase biaya tertinggi terdapat pada biaya tanaman sebesar 60,4 %, mengingat demikian banyaknya kegiatan di Bagian Tanaman, sejak sewa lahan, pengolahan tanah, tanam, pemeliharaan sampai kegiatan panen (petik) daun tembakau, diikuti persentase biaya pemeraman sebesar 17,9 %, biaya pengeringan sebesar 10,1 %.

Tabel 6. Rincian Biaya Produksi Per Hektar (Dalam Ribu Rp)

Tahun Uraian

1999 2000 2001 2002 Rerata

Biaya Umum dan

Tata Usaha 4.869,8 7.805,7 8.690,5 8.768,3 7.534

Biaya Tanaman 37.061,9 44.385,6 50.065,2 60.942,3 48.114

Biaya Pengeringan 7.417,1 6.871,0 8.302,5 9.580,8 8.043

Biaya Pemeraman 8.744,3 13.417,6 15.821,5 19.095,4 14.270

Penyusutan 1.231,8 2.162,4 1.645,5 1.971,0 1.753

Total Biaya 59.324,9 74.642,3 84.525,2 100.357,8 79.713

Sumber : Data Diolah, Tahun 2006

Hampir secara keseluruhan kegiatan produksi tanaman tembakau dilakukan secara manual, sebagian besar dari biaya tersebut merupakan upah pekerja. Rincian Biaya Tanaman yang tercantum dalam Tabel 6 , merupakan pengeluaran untuk kegiatan dengan pengeluaran terbesar di Bagian Tanaman, berturut-turut adalah : Biaya Pemeliharaan Tanaman, Biaya Pengolahan Tanah dan Biaya Lahan (sewa) serta Biaya Panen,. Sedangkan rincian Biaya Pemeraman yang mempunyai pengeluaran cukup besar adalah pada kegiatan Pengebalan dan Sortasi. Dari Biaya


(60)

y = 13298x + 46467

0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000

1999 2000 2001 2002

Biaya Produksi Linear (Biaya Produksi)

Pengeringan, komponen terbesar adalah pada biaya pemeliharaan bangsal / gudang pengering. Secara terinci gambaran komposisi biaya produksi tembakau per hektar tercantum dalam Lampiran 8.

Gambar 5. Trend Biaya Produksi Kebun Ajong Gayasan

Gambar 5. menunjukkan bahwa trend biaya semakin meningkat dengan nilai pengganda sebesar 13.298, artinya biaya produksi di Kebun Ajong Gayasan pada tahun berikutnya akan digandakan sebesar Rp 13.298.000 / Ha. Dengan asumsi harga jual tembakau relatif tetap, maka perlu tindakan “penyelamatan” terhadap kegiatan pengelolaan tanaman tembakau di Kebun Ajong Gayasan, agar tidak mengalami kerugian.. Pengeluaran biaya dihitung berdasarkan luasan areal, sedangkan perhitungan harga pokok produksi berdasarkan pada berat (Kg) hasil produksi tembakau. Untuk mendapatkan gambaran biaya produksi per


(61)

kilogram tembakau (APC = average production cost), diperoleh dari perhitungan hipotetis : TC / Q (Total cost dibagi Quantity), artinya Total Biaya Produksi yang dikeluarkan dibagi dengan total berat tembakau yang dihasilkan. Pada Tabel 7 menunjukkan gambaran harga pokok produksi tembakau selama 4 tahun, sebagai berikut :

Tabel 7. Rerata Harga Pokok Produksi Tembakau (Dalam Rp/Kg) Tahun

Uraian

1999 2000 2001 2002

Rerata

Harga Pokok

Produksi 45.949 62.362 69.720 77.482 63.730 Sumber : Data Diolah, Tahun 2006

Sistem perhitungan harga pokok produksi tersebut, memang tidak sejalan dengan harga jual tembakau berdasarkan kualitasnya. Dalam sub bab berikutnya akan dibahas gambaran harga jual tembakau berdasarkan kualitas Dekblad, Omblad dan Filler, apabila diamati harga jual Dekblad dan Omblad memiliki disparitas harga jual yang demikian tinggi terhadap harga jual Filler.

Hubungannya dengan trend produksi, adalah bahwa trend produksi Dekblad dan Omblad cenderung turun, sebaliknya trend produksi Filler cenderung naik, timbul kekhawatiran Kebun Ajong Gayasan akan menderita kerugian apabila tidak dilakukan upaya untuk menekan laju menurunnya produksi Dekblad dan Omblad atau upaya menurunkan laju produksi Filler. Dengan memperhatikan sifat agronomis tanaman


(62)

tembakau, bahwa masing-masing daun tembakau yang dipetik secara potensial akan menghasilkan kualitas tembakau tertentu, salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah rekayasa kegiatan panen tembakau. Secara potensial daun tembakau pada posisi KOS – KAK – TNG I akan menghasilkan tembakau Dekblad – Omblad dan Filler, sedangkan daun tembakau yang berasal dari posisi daun TNG II keseluruhannya akan menghasilkan Filler. Potensi Filler yang diperoleh dari petik daun TNG II berkisar 31,8 % terhadap total produksi tembakau, walaupun angka rerata tembakau Filler Kebun Ajong Gayasan tahun 1999 – 2002 hanya mencapai 20,6 % (Tabel 5).

6.1.3. Harga Jual Tembakau Kebun Ajong Gayasan

Perkembangan harga jual tembakau tahun 1999 – 2002 disajikan pada Tabel 8 berikut :

Tabel 8. Harga Jual berdasar Kuallitas Tembakau Tahun

Uraian

1999 2000 2001 2002 Rerata

NW 246,0 226,1 273,5 265,9 252,9

LPW 187,9 182,5 218,2 207,1 198,9

PW 134,8 91,8 125,3 118,8 117,7

RFU 79,9 78,8 96,2 117,6 93,1

BND 96,8 83,9 118,1 130,9 107,4

Rata-rata

D/O 176,5 158,5 196,0 191,5 181,1

Filler 18,8 9,2 13,9 7,7 12,4

Rata-rata

D/O/F 149,6 131,6 163,6 137,8 145,4

Sumber : Laporan Kebun Ajong Gayasan Catatan : 1 = Rp 1.000 / Kg


(63)

y = 8,2385x + 160,05

y = -2,8814x + 19,603

0 50 100 150 200 250

1999 2000 2001 2002

1

=

R

p

.

1

.0

0

0

D/O Filler Linear (D/O) Linear (Filler)

Tabel 8. menunjukkan disparitas harga tembakau ditinjau dari kualitas tembakau yang dihasilkan. Pada tahun 1999 perbedaan harga

antara NW terhadap Filler mencapai Rp 227.180 / Kg , menjadi Rp 258.240 / Kg pada tahun 2002, pertumbuhan disparitas harga sebesar

13,7 % dalam kurun waktu 4 tahun dan atau 3,4 % pertahun. Tabel 8. juga menunjukkan perbedaan harga jual tembakau Dekblad/Omblad dan Filler mencapai Rp 168.700 / Kg. Rerata harga jual Dekblad / Omblad Rp 181.100 /Kg, sedangkan rerata harga jual Filler hanya mencapai Rp 12.400 /Kg. Apabila dihubungkan dengan harga pokok tembakau sebesar = Rp 63.730 /Kg (Tabel 7), berarti setiap kilogram tembakau Filler yang dijual akan menimbulkan kerugian sebesar Rp 51.330. Dengan kata lain semakin tinggi produksi tembakau Filler dan dijual lepada pembeli, resiko terjadinya kerugiaan bagi Kebun Ajong Gayasan menjadi semakin besar.


(64)

Gambar 6. menunjukkan bahwa trend harga tembakau Dekblad dan Omblad semakin meningkat dengan nilai pengganda sebesar 8.239, artinya harga tembakau Dekblad dan Omblad di Kebun Ajong Gayasan pada tahun berikutnya akan digandakan sebesar Rp 8.239 / Kg. Sebaliknya trend harga tembakau Filller semakin menurun dengan nilaii pengganda sebesar – 2.881 atau penurunan harga adalah sebesar Rp 2.881 / Kg tembakau Filler pada tahun berikutnya.

6.1.4. Pendapatan dan Penjualan Tembakau Kebun Ajong Gayasan

Penjualan tembakau produksi Kebun Ajong Gayasan sangat dipengaruhi oleh situasi pasar tembakau dunia. Hubungan Kebun Ajong Gayasan dengan pembeli tembakau cukup baik. Satu tahun sebelum musim tanam tembakau, pembeli tembakau akan menyampaikan “Letter of Intent” (LoI), intinya merupakan surat kesepahaman antara kedua belah pihak tentang rencana pembelian dan penyediaan tembakau pada tahun berikutnya. Kesepahaman yang menyebutkan kebutuhan pembeli atas tembakau yang akan dipersiapkan oleh Kebun Ajong Gayasan, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas tembakau yang dikehendaki. Pada saat tembakau mulai ditanam, dipelihara di kebun, panen, prose pengeringan sampai proses fermentasi, akan selalu dipantau oleh perwakilan pembeli. Setelah produk tembakau siap untuk dijual, pembeli akan melihat contoh tembakau dari tahun tanam yang bersangkutan.. Apabila dari contoh yang disajikan memenuhi persyaratan kualitas seperti


(65)

yang diisyaratkan dalam LoI, , maka pembeli akan menetapkan untuk membeli tembakau, namun apabila tidak cocok maka pembeli akan melakukan negosiasi dengan Kebun Ajong Gayasan guna mengambil langkah selanjutnya, menurunkan jumlah pembeliannya untuk tembakau kualitas tertentu ataukah menetapkan harga baru disesuiakan dengan kualitas tembakau yang ada. Harga tembakau relatif stabil, kenaikan umumnya terjadi setiap 2 tahun sekali pada kisaran 2 – 5 %, tergantung situasi pasar tembakau cerutu dunia, sesuatu hal yang sulit di prediksi.

Sebagai unit usaha dari BUMN / PTPN 10, salah satu tujuan Kebun Ajong Gayasan adalah mendapatkan pendapatan yang sebanyak-banyaknya, yaitu selisih antara penerimaan dan biaya. Penerimaan diperoleh dari hasil penjualan tembakau siap ekpor berdasarkan kualitas yang “disepakati” dengan pembeli, mengacu pada LoI. Realiasi perkembangan penerimaan Kebun Ajong Gayasan tahun 1999 – 2002, terdapat pada tabel berikut :

Tabel 9. Total Penerimaan Kebun Ajong Gayasan Tahun 1999 – 2002 (Dalam Ribu Rupiah)

Tahun Uraian

1999 2000 2001 2002 rerata

NW 69.247 54.675 74.946 69.572 67.110

LPW 65.975 68.810 76.728 64.371 68.971

PW 43.514 22.625 29.921 30.771 31.708

RFU 4.333 4.152 8.047 2.741 4.818

BND 5.877 5.320 5.726 8.140 6.266

Dekblad + Omblad 188.946 155.583 195.368 175.595 178.873

Filler 4.161 1.978 3.001 2.899 3.010

Total Penerimaan 193.106 157.561 198.368 178.495 181.883


(66)

Tabel 9. menunjukkan bahwa rerata penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan tembakau Dekblad / Omblad sebesar 98 % dari total penerimaan senilai Rp 178.870.000 / Ha Hasil penjualan tembakau Filler hanya menempati 2 % dari total penerimaan senilai Rp. 3.010.000 / Ha. Indikasi bahwa penerimaan dari tembakau Filler sangat kecil.

6.1.5. Pendapatan Kebun Tembakau Kebun Ajong Gayasan

Besaran pendapatan yang diperoleh Kebun Ajong Gayasan pada tahun 1999 – 2002 disajkan pada tabel berikut :

Tabel 10. Pendapatan Kebun Ajong Gayasan Tahun 1999 – 2002 (Dalam Ribu Rupiah)

Tahun Uraian

1999 2000 2001 2002 Rerata

Total Biaya

(Cost) 59.325 74.642 84.525 100.358 79.713

Total Penerimaan

(Revenue) 193.106 157.561 198.368 178.495 181.883

Pendapatan

(Profit) 133.782 82.919 113.843 78.137 102.170

Sumber : Data Diolah, Tahun 2006

Dari Tabel 10 menunjukkan bahawa dengan potensi produksi tembakau dan harga jual tembakau yang dimiliki, Kebun Ajong Gayasan selalu pada posisi menghasilkan pendapatan, dalam kurun waktu 1999 – 2002. Apabila diamati lebih lanjut, perkembangan pendapatan Kebun Ajong Gayasan menunjukkan trend menurun. Secara lebih rinci terlihat pada gambar berikut :


(1)

Lampiran 8. (Lanjutan)


(2)

Lampiran 9. Perbandingan antara perlakuan standar dan tanpa petik

daun TNG II , tahun 1999 – 2002 Kebun Ajong Gayasan

(Perhitungan Hipotetis)


(3)

(4)

Lampiran 10. Perbandingan Analisa Pendapatan antara Perlakuan

Standar dan Perlakuan Tanpa Petik TNG II Kebun

Ajong Gayasan ( periode 1999 – 2002 dan periode

2003 – 2006)


(5)

Lampiran 10. (Lanjutan)


(6)

Lampiran 11.

Kriteria Kualitas Tembakau

!"#$% &

'

"! ( )

&

*! +,(' &,- $ -

#- ) &,- $ .! /, 0 $

,1,+

%2+ !% +&,+ -

#1! 3 ,

4 0 . $

. ,$

$2

5

6/

,3(&

, &, 3

11!

$#"#$%&

'

"! (' .!%

3 -,$,&

7!-,$,& 8 8

84 *! /, 0 $

,1,+

%2+ !% +&,+ -

#1! 3 ,

4 0 . $

. ,$

$2

5

6/

, &, 3

11!

$#"#$%&

'

3 $ 3!% 1' .!%

3 .

0 $

8 8

84 *! /, 0 $

,1,+

%2+ !% +&,+ -

#1! 3 ,

4 0 . $

. ,$

$2

5

6/

9

! -0 9# 7 %!

! + 0

&

+ / -! 3

'

4 2 + &2 +,+, + / -3

' +,+, % , :", ,;

4,<2 % - % / .! &2$ +#.!$

' + &2 +,+,

* 4

* = (

2 3

42

!% 1

*! /, 0 $

$2

! -!$

>

6/

!"#$% &

4 0 * $

. ,$

*,+ .! + % - , +!/2 - 2