1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem otonomi daerah. Awal dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah sejak
diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Otonomi daerah adalah bagian dari desentralisasi. Pola hubungan yang cenderung sentralisasi berubah pada pola
desentralisasi yang memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah dalam mengatur pemerintahan daerahnya.
Sumarmi 2008 menyatakan bahwa k
ebijakan otonomi daerah tersebut bisa dilihat dari dua sudut pandang. Sudut pandang yang pertama adalah tantangan, yang
kedua adalah peluang bagi Pemerintah Daerah Pemda. Hal tersebut dikarenakan, dalam UU tersebut diamanatkan suatu kewenangan
otonomi
yaitu agar daerah melaksanakan pembangunan disegala bidang, terutama untuk pembangunan sarana
dan prasarana publik public service.
Laporan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBD merupakan sarana utama dalam menjalankan otonomi daerah. Dalam APBD tersebut
terkandung unsur pendapatan dan belanja. Belanja modal digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana daerah, dana yang digunakan untuk alokasi
belanja modal berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain
2 pendapatan yang sah. Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk
anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah yang manfaatnya melebihi satu tahun
anggaran dan akan menambah aset dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan biaya pemeliharaan. Belanja modal dapat
dikategorikan dalam belanja modal tanah, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal peralatan mesin, belanja modal jalan, irigasi dan bangunan serta
belanja modal fisik lainnya. Belanja modal pemerintah daerah mempunyai peran strategis dalam memicu pertumbuhan ekonomi di daerah nersangkutan. Belanja
modal bersifat produktif dan bersentuhan langsung dengan kepentingan public sehingga dapat menstimulus perekonomian di daerah bersangkutan. Rasio belanja
modal tiap tahunnya hanya mengalami sedikit peningkatan pada setiap kabupaten, padahal belanja modal pemerintah daerah mempunyai peran strategis dalam
memicu pertumbuhan ekonomi di daerah yang bersangkutan. Semakin tinggi nilai rasio belanja modal maka semakin tinggi pula diharapkan dampaknya terhadap
perkembangan perekonomian di daerah tersebut BPS, 2015. Penelitian Zielinski 2001 dalam Kolomycew 2014 menyebutkan bahwa
unsur penting dari desentralisasi adalah memberikan kemandirian keuangan pada daerah itu sendiri. Secara khusus, kemandirian keuangan sangat penting untuk
pengembangan pemerintahan daerah. Ketergantungan pada subsidi dari anggaran pusat bertentangan dengan prinsip dari desentralisasi.
Salah satu tujuan dari otonomi daerah adalah kemandirian daerah, kemandirian daerah disini juga dimaksudkan kemandirian dalam bidang
3 keuangan.
Daerah diberi kewenangan yang lebih besar untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Tujuan kewenangan tersebut adalah untuk lebih
mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari APBD, dan
untuk menciptakan persaingan yang sehat antardaerah, serta mendorong
timbulnya
inovasi. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui pendapatan asli daerah.
Pendapatan yang berasal dari daerah tersebut dikenal dengan
pendapatan asli daerah
.
Pendapatan asli daerah
ini dapat menunjukkan kemandirian keuangan daerah itu sendiri. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal terutama pemerintah pusat dan provinsi semakin rendah, dan demikian sebaliknya.
Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah, yang merupakan komponen utama dari
pendapatan asli daerah. Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat
yang semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan infrastruktur daerah yang semakin berkembang. Menurut Assyurriani 2015 menyatakan bahwa
kemandirian keuangan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh pendapatan asli daerah dalam memenuhi seluruh kebutuhan belanja pemerintah, baik belanja
operasional maupun belanja modal, semakin banyak kebutuhan yang dapat dipenuhi maka semakin tinggi tingkat kemandirian suatu daerah, demikian juga
sebaliknya semakin sedikit belanja yang dapat dipenuhi dengan pendapatan asli
4 daerah, maka semakin rendah tingkat kemandirian suatu daerah. Guna
meningkatkan kemandirian keuangan setiap daerah berupaya meningkatkan pendapatan asli daerahnya untuk mengurangi ketergantungan dari pemerintah
pusat. Penelitian yang dilakukan oleh Silitonga 2009 yang menemukan bahwa tingkat kemandirian keuangan daerah tidak berpengaruh signifikan positif
terhadap belanja modal. Begitu pula dengan penelitian Ardhini 2011 bahwa rasio tingkat kemandirian daerah tidak berpengaruh terhadap belanja modal.
Sebaliknya, penelitian Kadafi 2013 menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah dan dana perimbangan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
Pelaksanaan otonomi daerah menitikberatkan pada daerah kabupaten dan kota ditandai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari Pemerintah
Pusat ke Pemerintah Daerah. Sesuai dengan teori keagenan agency theory bahwa hubungan principal dan agen dapat dilihat dari kewenangan yang diserahkan oleh
pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah adalah pemerintah daerah
harus menggali
potensi-potensi sumber
pendapatan sehingga
mampu meningkatkan pendapatan asli daerah. Menurut Undang-undang No.33 tahun
2004, pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan melalui dana perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi
Khusus. Pemberian dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik
minimum di seluruh daerah. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali 2015, ketergantungan pemerintah daerah kabupatenkota se-Bali terhadap pihak
5 eksternal dalam pembiayaan pembangunannya semakin menurun setiap tahunnya
namun masih di bawah 50 persen. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah belum sepenuhnya mampu untuk membiayai seluruh kegiatannya karena sebagian besar
pendapatan daerah dalam APBD masih berasal dari pihak eksternal, termasuk untuk pembangunan infrastruktur daerah. Handayani 2009 menyatakan bahwa
dana perimbangan berpengaruh positif terhadap belanja modal pada daerah Sumatera Utara. Wibowohadi 2011 juga menunjukkan bahwa Dana
Perimbangan berpengaruh terhadap belanja modal. Tingginya pendapatan pada suatu daerah baik itu pendapatan dari daerah itu
sendiri maupun transfer dari pihak eksternal menyebabkan pemerintah daerah mampu mengalokasikan anggarannya untuk belanja modal lebih besar. Belanja
modal pemerintah daerah mempunyai peran strategis dalam memicu pertumbuhan ekonomi di daerah yang bersangkutan. Semakin tinggi nilai rasio belanja modal
maka semakin tinggi pula diharapkan dampaknya terhadap perkembangan perekonomian di daerah tersebut BPS, 2015.
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui lebih jauh dan lebih spesifik pengaruh kemandirian keuangan daerah
dan dana perimbangan terhadap belanja modal pada delapan kabupaten dan satu kota di Bali. Penelitian ini bermaksud mereplikasi dan mengeksplorasi penelitian
yang dilakukan oleh Silitonga 2009 yang meneliti mengenai Pengaruh Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal Pemerintah KabupatenKota di Sumatera Utara. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
6 Silitonga 2009 adalah adanya penambahan variabel dana perimbangan sebagai
variabel bebas dan juga pada lokasi penelitian.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian