1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Upaya yang terus-menerus yang dilakukan pemerintah dalam menyikapi era globalisasi, perkembangan jaman di masa ini, adalah dengan mencerdaskan
kehidupan bangsa khususnya di bidang pendidikan dasar. Pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan
kehidupan sebagai pribadi anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah.
Sebagaimana kita lihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 tertera bahwa Sekolah Dasar merupakan penggal pertama dari pendidikan
dasar sembilan tahun. Sekolah Dasar sebagai penggal pertama diselenggarakan enam tahun dan selanjutnya sebagai penggal kedua adalah Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama SLTP yang diselenggarakan selama tiga tahun. Kebijaksanaan baru ini mempengaruhi fungsi Sekolah Dasar, Sekolah Dasar
tidak lagi sekadar berfungsi sebagai sarana sosialisasi dan memberikan keterampilan “baca, tulis, hitung” dan setumpuk pengetahuan yang telah dipelajarinya. Namun,
diharapkan agar keseluruhan keterampilan ini harus bermakna bagi anak. Keterampilan tersebut dapat dijadikan alat untuk memecahkan permasalahan-
permasalahan dalam kehidupan anak pada saat ini dan masa mendatang.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan, sangat penting dalam proses pembelajaran. Program di sekolah dilaksanakan secara teratur dan sistematis, dengan
sarana dan prasarana yang memadai serta peran guru sebagai pembimbing akan menghasilkan pemahaman yang cepat bagi siswa. Meskipun, dalam kenyataannya,
banyak sarana dan prasarana yang masih kurang memadai terutama di Sekolah Dasar. Keberhasilan tentunya juga sangat ditentukan oleh berbagai faktor salah satunya
harus ada keterkaitan antar komponen pembelajaran yaitu: tujuan, metode, media, materi, dan evaluasi pembelajaran.
Dengan adanya pendidikan seni di Sekolah Dasar anak dapat mengembangkan keterampilan berkarya serta cita rasa keindahan dan kemampuan menghargai seni.
Dalam kurikulum 2004, pendidikan seni di Sekolah Dasar dilaksanakan melalui mata pelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian Kertangkes mempunyai tujuan: 1
mengembangkan kemampuan dan ketrampilan siswa melalui penelaahan jenis, sifat, fungsi, alat, bahan, proses dan teknik dalam membuat berbagai produk teknologi serta
seni yang berguna bagi kehidupan manusia, 2 mengembangkan kemampuan intelektual, imajinatif, ekspresi, kepekaan kreatif, keterampilan, dan mengapresiasi
terhadap hasil karya seni dan keterampilan dari berbagai wilayah Nusantara dan mancanegara, dan 3 menumbuhkembangkan sikap profesional, kooperatif, toleransi,
kepemimpinan, kekaryaan, dan kewirausahaan. Pendidikan seni, sebagai bagian dari mata pelajaran yang harus dikuasai oleh
siswa merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan untuk membentuk manusia berkualitas, khususnya dalam menggambar merupakan pendekatan yang
ideal dengan tujuan merangsang daya imajinasi dan kreativitas dalam berfikir serta membentuk jiwa melalui pengalaman emosi, imajinatif, dan ungkapan kreatif.
Seperti apa yang dikatakan John Dewey dalam Salam, 2001:17 bahwa kegiatan seni rupa sebagai kegiatan pengalaman estetis mampu menimbulkan kegairahan dan
menimbulkan kesadaran akan sesuatu pengalaman yang khas dalam kehidupan. Pada akhirnya akan menjadikan manusia yang utuh, mandiri, dan bertanggung jawab.
Pendidikan seni rupa yang terlaksana dalam bentuk kegiatan pembelajaran pada dasarnya meliputi pembelajaran teori, apresiasi, dan keterampilan seni rupa
Salam, 2001:15. Pembelajaran teori seni rupa berfokus pada pembinaan aspek kognitif pengetahuan kesenirupaan yang bertujuan memberikan pemahaman kepada
siswa tentang berbagai aspek dari seni rupa meliputi pengertian dan jenis-jenis karya seni rupa; teknis penciptaan berbagai jenis karya seni rupa yang menyangkut
pengetahuan tentang bahan, alat dan prosedur kerja; aspek kesejarahan yang membahas mengenai perkembangan seni rupa dari masa ke masa termasuk corak
karya, faktor yang mempengaruhi, dan riwayat hidup seniman. Tentunya, tingkatan pemahaman pengetahuan ini bersifat berjenjang dari Sekolah Dasar sampai Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas. Pembelajaran keterampilan seni rupa berfokus pada pembinaan praktik
pengalaman studio atau aspek psikomotorik. Pembelajaran ini lebih diwarnai oleh latihan berolah seni rupa baik dalam bentuk latihan dasar pengenalan alat, bahan
teknik maupun latihan penciptaan. Untuk siswa Sekolah Dasar, dalam berkarya mempunyai tema yang bervariasi, mulai dari makhluk luar angkasa, binatang-
binatang imajinatif. Pengenalan media dan teknik menggambar menjadikan pilihan anak untuk berkarya sesuai yang disukai. Dengan eksperimen, anak dapat mencoba
berbagai kemungkinan-kemungkinan dalam menggunakan alat dan bahan untuk berkarya. Penggunaan bahan dan peralatan pembuatan karya menggambar tidak
sebatas pada kertas, crayon, cat poster, pensil warna tapi dapat juga kita pakai sumba pewarna makanan dan sebagainya , kertas warna sebagai media pilihan.
Tujuan pembelajaran keterampilan adalah memberikan kesempatan kepada anak anak menyalurkan ekspresinya secara bebas, sehingga imajinasi atau fantasi
dapat tumbuh subur yang akhirnya akan mendorong perkembangan kreativitasnya. Sejalan dengan itu, juga dapat menjadi sarana untuk membebaskan tekanan-tekanan
batin dan persoalan-persoalan pada diri anak. Pembelajaran apresiasi berfokus pada pengembangan pembinaan aspek afektif
sikap, kepekaan rasa. Pembelajaran ini diwarnai dengan kegiatan latihan pengamatan untuk merasakan nilai-nilai keindahan baik yang terdapat dalam gejala
alam seperti irama deburan ombak, permukaan batang pohon maupun pada karya seni rupa, serta bagaimana cara menganalisis dan memberikan penilaian kualitas
keindahan dari karya tersebut merupakan aspek yang penting dalam proses pembelajaran apresiasi seni rupa.
Keberanian siswa dalam mengungkapkan ide dan gagasan dari pengalaman yang dialami setelah melihat gejala keindahan adalah kegiatan yang perlu
ditanamkan. Mengajak siswa untuk memberikan tanggapan terhadap karya gambarnya menjadikan anak mampu berpikir kritis dan kreatif. Adanya komunikasi
dengan siswa menjadikan guru dapat memperhatikan karakteristik siswanya baik dilihat dari karakteristik pribadi dan lingkungan, karakteristik psikologi serta
perkembangan siswa di sekolah. Namun, dalam praktiknya kegiatan di sekolah-sekolah banyak didominasi
oleh pembelajaran kreasi sedangkan pembelajaran apresiasi terabaikan. Pembelajaran apresiasi kadangkala menjadi kegiatan yang tidak penting dan dianggap subordinasi.
Pembelajarn seni rupa lebih mementingkan kreasi daripada apresiasi. Bahkan kehadirannya kadang tidak pernah dilakukan dengan alasan kurangnya waktu Salam,
2001: 16. Rohidi 1998:1 menyatakan pandangannya bahwa pendidikan modern yang
berlangsung di Indonesia telah mengabaikan aspek-aspek imaginasi, estetis, intuisi, kreatif, yang sesungguhnya potensial dalam diri manusia. Penyimpangan
tersebut secara ironis pun berlaku pada pendidikan seni yang seharusnya bertindak seperti di atas menjadi tidak berdaya. Akibatnya, secara keseluruhan
telah terjadi rasionalisasi pendidikan dengan kebenaran tunggal. Jarang menyentuh aspek sensibilitas.
Hal ini diperkuat adanya bukti-bukti di lapangan, pendidikan seni rupa kita di sekolah selalu didominasi oleh kegiatan praktik seperti menggambar, melukis, cetak
mencetak, dan berbagai bentuk desain tiga dimensional, akibatnya siswa terpatron pada pola utama Salam, 2000:4. Bahkan Tabrani 2002:2 mengingatkan bahwa
pendidikan seni di sekolah umum mencakupi 1 pengetahuan atau teori-teori seni 2 praktik keperluan praktis 3 apresiasi. Apresiasi dikatakannya menempati
posisi yang terakhir dan paling menderita. Menurut bahasa Amri Yahya pendidikan seni kita telah kehilangan diksi estetis Yahya, 2003
Semua unsur tersebut harus hadir dan saling kait-mengkait untuk mencapai hasil yang optimal Salam, 2001: 16. Tujuan yang diharapkan tidak hanya untuk
menghasilkan manusia kreatif lewat psikomotorik. Kepekaan rasa ini juga sangat diperlukan dalam rangkaian menghadirkan keseimbangan manusia seutuhnya.
Berdasarkan temuan awal penulis, baik bersumber dari data dari lapangan, siswa, serta guru-guru dan kepala sekolah, pembelajaran seni rupa dimungkinkan
sebagian besar hanya kegiatan menggambar atau praktik tanpa adanya apresiasi. Namun, dalam kenyataannya di Sekolah Dasar Negeri II Mojorebo Kecamatan
Wirosari juga ada indikasi adanya pembelajaran apresiasi meskipun itu tidak dilaksanakan secara khusus sebagaimana dapat terlihat dari beberapa karya siswa
yang dipajang di kelas. Penyebabnya, mungkin pengetahuan yang masih minim mengenai konsep
pembelajaran seni rupa oleh guru SD tersebut. Hal inilah yang mendasari perlunya penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah pembelajaran apresiasi yang ada di
Sekolah Dasar Negeri II Mojorebo Kecamatan Wirosari Grobogan sudah memenuhi kriteria pembelajaran apresiasi yang benar. Padahal tanpa adanya pembelajaran
apresiasi harapan pembelajaran seni rupa akan sangat sulit terealisasi mencapai sasaran yang efekif.
B. Rumusan Masalah