39
Gambar 1: Gambar Peta Pulau Sabu yang terdiri atas 6 enam kecamatan dan desa-desa yang terdapat dalam 6 enam kecamatan tersebut.
3.1.1. Sejarah Pulau Sabu
Sejarah orang Sabu di mulai dari sebelum era penjajahan, pada zaman VOC, pada era Hindia Belanda dan pada zaman kemerdekaan. Pada masa sebelum penjajahan diketahui bahwa
orang Sabu memiliki hubungan kekerabatan dengan orang Jawa, orang Sumba, orang Belu, dan orang Thie di Rote. Oleh karena hubungan kekerabatan inilah maka orang Sabu selalu berusaha
menjalin dan memelihara hubungan kekerabatan dengan beberapa suku yang telah disebutkan di atas.
Hubungan kekerabatan orang Sabu dengan orang Jawa dapat dilihat dalam beberapa hal yaitu: pertama, orang Sabu menyebut pulau Jawa sebagai
Jawa Dida
sedangkan pulau Raijua dinamakan
Jawa Wawa
. Kedua, dalam tempat ibadah agama suku di Sabu
Nada dan Namata
terdapat sejumlah jenis batu yang dianggap memiliki nilai religiusmagis. Dari antara batu-batu itu terdapat sebuah yang bernama batu
Jawa Miha
. Ketiga, ada sejumlah adat-istiadat dan upacara yang menyangkut siklus hidup manusia yang masih dipatuhi oleh orang Sabu yang
40
sangat mirip dengan yang ada di kalangan orang Jawa. Misalnya: upacara labuhan di Jawa yang persis sama dengan upacara pelepasan perahu di laut pada waktu
Hole.
Keempat, di Pulau Raijua terdapat banyak sekali peninggalan majapahit yang sudah dianggap sebagai bagian hidup dari
pada masyarakat Sabu. Raja Majapahit bersama isterinya
Benni Kedo
pernah mengunjungi Raijua. Di Raijua terdapat satu
Udu
bernama
Udu Nadega
.
Udu
ini adalah keturunan orang- orang Jawa asal Majapahit. Pulau Raijua disebut juga negeri Maja dan pemimpin masyarakat
wilayah Raijua digelar
Niki Maja
. Setiap kepala keluarga di Raijua berkewajiban untuk memelihara seekor babi untuk dipersembahkan kepada Majapahit. Babi itu disebut
wawi Maja
. Di
Ketita
ada batu keramat yang disebut
batu Maja
dan di
Daihuli
terdapat sawah Maja dan sumur Maja. Enam tahun sekali akan diadakan upacara persembahan kepada Raja Majapahit dan
isterinya
Benni Kedo
ketika diadakan perkunjungan ke Pulau Dana dengan membawa persembahan. Persembahan ini terdiri atas hasil panen dari
sawah Maja
dan
wawi Maja
. Persembahan itu akan dilaksanakan di sebuah gua yang dipercaya sebagai rumah raja Majapahit.
Hubungan kekerabatan antara orang Sabu dengan orang Belu terlihat dari adanya sumpah adat antara leluhur orang Belu dengan leluhur orang Sabu dan orang Thie. Adapun sumpah adat
tersebut berisi pantangan untuk berkelahi serta silang sengketa satu dengan yang lain. Barangsiapa melanggar sumpah itu akan terkena sakit muntah darah dan penyakit-penyakit
lainnya. Sumpah ini masih disegani oleh warga-warga suku ini, terutama mereka yang mengetahuinya.
2
Hubungan kekerabatan antara orang Sabu dengan orang Thie di Rote dapat dilihat dari ketika Thie berada dalam situasi rawan pada tahun 1698-1700 yang sewaktu-wktu dapat terjadi
perang antar suku. Maka datanglah permintaan bantuan dari Thie kepada kerabatnya di Sabu
2
Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya , 17
41 Habba
. Pada tahun 1681 baru saja Thie dengan sekutunya Dengka dan Oenale kalah perang melawan Termanu dan Lelain dengan bantuan Belanda sehingga terpaksa mereka harus
membayar rampasan perang yang sangat berat. Sehubungan dengan adanya hubungan kekerabatan antara kedua suku itu, maka permintaan bantuan itu dipenuhi dengan senang hati
Nuku Baa
mengutus adiknya
Foe Bura
dan
Pada Bura
beserta sebuah pasukan berangkat menuju ke Nusak Thie. Pasukan dari Sabu bersama-sama dengan pasukan Thie dapat mengatasi
keadaan bahaya itu. Setelah keadaan pulih kembali,
Foe Bura
orang Thie menyebutnya
Foeh Mbura
diminta menetap di Nusak Thie, sedangkan saudaranya
Padi Bura
beserta pasukannya kembali ke Sabu.
3
Hubungan kekerabatan orang Sabu dengan orang Sumba dapat dilihat dari cerita dan syair kuno di Sabu yang mengungkapkan bahwa orang Sabu dan orang Sumba berasal dari
leluhur yang sama. Ketika leluhur mereka berangkat dari Jawa menuju ke arah Timur untuk mendapatkan negeri baru idaman mereka, mula-mula mereka tiba di Sumba. Sebagai anggota
rombongan memutuskan untuk menetap di Pulau Sumba, sedangkan sebagiannya melanjutkan perjalanan lalu akhirnya tiba di Sabu. Di Tanjung Sasar yang terletak di Pulau Sumba terdapat
sebuah tempat yang bernama
Juli-Haha
. Penganut agama suku Sabu percaya bahwa
Juli-Haha
adalah tempat kediaman kekal semua arwah leluhur dan arwah semua orang Sabu yang sudah mati. Bukti terakhir dari hubungan kekerabatan ini adalah pada abad ke-18 raja Sabu dan raja di
Melolo melalui kawin-mawin. Sejak saat itu makin banyak orang Sabu yang bermukim di Melolo. Sebaliknya, ada juga orang Sumba yang tinggal di Sabu.
4
Oleh karena di Tanjung Sasar yang terletak di Pulau Sumba terdapat tempat yang bernama
Juli-Haha
maka orang Sabu yang diaspora di Sumba dan meninggal di Sumba tidak perlu melaksanakan ritual
pebale rau kattu do
3
Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya , 18-20
4
Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya , 21-22
42 made
. Alasan orang Sabu diaspora di Sumba tidak perlu melaksanakan ritual
pebale rau kattu do made
adalah karena jenazah orang Sabu diaspora tersebut dengan sendirinya telah berada bersama dengan leluhur di
Juli-Haha
. Pada zaman VOC terjadi beberapa perubahan mendasar terhadap pola hidup orang Sabu.
Nilai harmoni, kemanusiaan, kekeluargaan dan persaudaraan, dan kesetaraan mulai terganggu oleh peperangan antar pemimpin masyarakat wilayah gara-gara terdorong motif untuk
memperebutkan hegemoni kekuasaan tertinggi atas kepulauan Sabu sesuai scenario
devide et impera
politik adu domba VOC. Pada tahun 1648 VOC mengadakan perjanjian dengan 3 orang pemimpin di wilayah Sabu yaitu
Habba, Dimu dan Menia
. Perjanjian itu berisi 3 orang pemimpin wilayah ini akan menjadi sekutu setia dari VOC, mereka bertiga akan menyediakan
budak untuk dibeli VOC, sebaliknya VOC berjanji akan memberikan barang-barang porselin, bahan pakaian dan barang-barang berharga lainnya. Perjanjian ini tidak dapat ditepati oleh ketiga
sekutu VOC, terutama yang menyangkut perdagangan budak. Latar belakang dari keengganan mereka mempersiapkan budak karena sangat bertentangan dengan pandangan hidup orang Sabu
tentang manusia dan kemanusiaan. VOC sangat kecewa sekali sehingga orang Sabu dicap bangsa yang keras kepala dan susah di atur.
5
Pada waktu kedatangan VOC tahun 1648 tetapi ketiga raja di Sabu tidak dapat menyetor budak kepada VOC maka terjadilah perselisihan dengan VOC pada tahun 1674. Perselihan itu
terjadi di pantai Dimu yaitu pemimpin VOC bernama
Kerper
dibunuh dengan seluruh pasukannya oleh orang Dimu. Pada tahun 1675 VOC mengirim sebuah ekspedisi untuk
menghukum orang Dimu maka pecahlah perang sengit antara orang Dimu dengan pasukan VOC. Raja Habba memihak kepada VOC. Perang itu memakan korban yang tidak sedikit pada kedua
5
Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya, 23-24
43
belah pihak. Akhirnya Dimu dapat dikalahkan dan dituntut untuk membayar ganti rugi 300 budak, 150 tahel mata uang emas dan 150 tahel multisalak dengan syarat VOC meninggalkan
Sabu. ternyata Dimu hanya membayar 20 orang budak, dan 80 tahel emas dan multisalak saja, oleh karena sikap membandelnya orang Dimu. VOC meskipun berhasil memenangkan perang
itu, tetapi tidak berhasil mematahkan semangat orang Dimu.
6
Pada zaman Hindia Belanda orang Sabu masih terus dijadikan serdadu oleh pemerintah Belanda. Memasuki abad ke-20 barulah terbuka kesempatan bagi orang Sabu untuk berkiprah
dalam bidang-bidang lainnya. Hal ini dimungkinkan karena semakin banyak anak-anak Sabu yang mendapat pendidikan lanjutan setelah menyelesaikan pendidikan rendah di Sabu. Pada
zaman Hindia Belanda ini budak dikenal dalam 3 kategori yaitu: pertama, budak dalam yaitu budak yang tinggal dalam rumah tuannnya dan mengerjakan pekerjaan dalam rumah. Ada budak
perempuan yang bernasib baik karena dijadikan gundik oleh tuannya. Kedua, budak luar adalah budak yang tinggal di rumah tuannya akan tetapi mengerjakan pekerjaan di luar rumah seperti di
kebun, menjaga ternak. Ketiga, budak luar yang lebih bebas adalah budak yang sudah dianggap sebagai anggota keluarga lapisan bawah dari tuannya. Tempat tinggalnya di luar rumah tuannya,
akan tetapi tetap mengabdikan diri kepada tuannya. Yang menguasai perdagangan budak di Timor, Ende dan Sumba adalah pedagang-pedagang budak dari Ende. Ketika larangan
dikeluarkan, perdagangan budak di Timor segera berhenti tetapi di Ende dan di Sumba tetap membandel, maka pada tahun 1838 dikirimlah ekspedisi tentara Belanda dengan bantuan
pasukan dari Sabu untuk menhancurkan pusat perdagangan di Ende. Pasukan dari Sabu dipimpin
oleh Ama Robo Riwu. Ekspedisi berhasil menghancurkan markas dari perdagangan budak di
Ende. Beberapa tahun kemudian perdagangan budak marak kembali di Sumba. Secara diam-
6
Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya , 28-29
44
diam terjalin lagi kolusi antara beberapa raja di Sumba Timur dengan para pedagang budak di Ende maka dikirimlah ekspedisi antara Belanda ke Sumba untuk menghukum mereka yang
terlibat. Pasukan dari Sabu juga ikut serta yang dipimpin oleh Ama Ratu Kaho dengan ajudannya Ama Willa Kote saudara sepupu Ama Ratu Kaho. Ekspedisi yang berhasil
menumpas perdagangan budak dan menghukum mereka yang berkolusi. Perdagangan budakpun berhenti sama sekali.
7
Selain dari pekerjaan serdadu dan polisi. Makin banyak orang Sabu yang merantau ke Kupang untuk bekerja sebagai kuli di pelabuhan. Pekerjaan pembuatan jalan raya dan
pembangunan perumahan. Sambil bekerja sebagai kuli, ada yang belajar pertukangan. Dengan bertambahnya anak-anak Sabu yang menamatkan pendidikan dasar di Sabu
Volksschool
, maka terbuka kesempatan bagi sebagian besar anak-anak itu untuk pergi ke beberapa kota di luar Sabu
untuk mendapat pendidikan yang lebih tinggi. Ada yang pergi ke Rote untuk masuk sekolah Penghentar Jemaat
Stovil,
ada yang ke Kupang untuk bersekolah di
Algemene Lagere School, Holands Inlandsche School HIS
dan berbagai kursus tukang, ada yang ke Ambon untuk masuk
Kweekschool
sekolah guru. Setelah menamatkan sekolahnya di Kupang ada yang ke Makasar untuk bersekolah pada
Rechts School
Sekolah Hukum,
Bestuur School
Sekolah Pamong Praja.
Kweekschool
dan kursus-kursus lainnya: ke Jawa untuk masuk
Hollands Inlandsche KweekschoolHIK
Sekolah guru untuk HIS,
Ambacht School
Sekolah Tehnik,
Vroetvrouw School
Sekolah Bidan,
Hogere Theologishe School
Sekolah Tinggi Teologi.
8
Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 hampir semua pemuda pelajar dan bekas serdadu KNIL asal Sabu yang ada di Jawa turut serta dalam perjuangan bersenjata
7
Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya , 31-33
8
Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya , 34-36
45
mempertahankan kemerdekaan RI. Mereka menggabungkan diri dalam Laskar Sunda Kecil yang kemudian: menjadi Tentara Nasional Indonesia. Dalam Laskar Sunda Kecil terdapat satu
battalion yang bernama Batalion
Paradja.
Battalion ini dipimpin oleh putra Sabu yaitu Mayor Daud Kella. Putera Sabu yang tergabung dalam battalion ini adalah Letnan M. Huki Gah,
Kapten Hendrik Rade, Kapten J. Moi Hia, Letnan I El Tari, Letnan I Is Tiboeloedji, Letnan I M. Amos Pah. El Tari dan Is Tiboeloedji mula-mula masuk Angkatan Laut, kemudian pindah ke
Angkatan Darat. Jeanete Betseba Gah bergabung dengan Barisan Palang Merah Indonesia.
9
Pada masa kembalinya Belanda NICA sampai berdirinya NIT dan RIS, tokoh yang paling berperan dalam masa ini adalah I.H. Doko yang berjuang dalam membela proklamasi
melalui partai yang didirikannya bersama-sama dengan kawanya raja Amarasi, raja Kupang, Titus Uly, Tom Pello, Ch. Ndaumanu, Max Rihi dan Saduk Naiusaf Oematan. Partai ini
didirikan pada tahun 1946 di Kupang bernamaPartai Perserikatan Kebangsaan Timor PPKT. Beberapa tahun kemudian dirubah namanya Partai Demokrasi Indonesia PDI. Ketika Negara
Indonesia Timur NIT berdiri beliau diangkat menjadi Menteri Penerangan, kemudian menjadi Menteri Pengajaran pada Kabinet NTT yang berkedudukan di Makasar.
10
Pada masa setelah Republik Indonesia Serikat RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Banyak tokoh asal Sabu yang mulai berdatangan kembali untuk berkiprah
membangun daerah NTT. Beberapa di antara mereka adalah M.C. Haba kembali ke Kupang dari Pare-pare untuk mengabdi sebagai guru pada SMP Negeri Airnona. Titus Uly dan Daniel Adoe
kembali sebagai Inspektur Polisi. Setelah mengabdi diberbagai tempat di tanah air akhirnya keduanya kembali lagi di Kupang. Titus Uly menjadi Kakanwil Depdikbud dan Daniel Adoe
9
Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya , 39-40
10
Riwu Kaho, Orang Sabu dan Budayanya , 41-42
46
aktif di Polda NTT. Setelah bertugas di beberapa tempat El Tari, Is Tiboeloedji dan M.A.Amos Pah kembali ke Kupang . Pada tahun 1965, Mayor El Tari diangkat sebagai Wakil Gubernur
NTT. Is Tiboeloedji mengabdi sebagai Pimpinan Perusahaan Daerah NTT M.M. Amos Pah mengabdi sebagai Dandim di beberapa kota kabupaten, kemudian sebagai pimpinan Hansip NTT
sampai pension pangkat Kolonel.
11
Menurut data-data tentang orang Sabu diaspora, ternyata orang Sabu telah berdiaspora sudah sejak lama. Selain itu, orang Sabu diaspora juga adalah
orang yang sukses di tanah diaspora rantau. Sekalipun orang-orang tersebut mengalami kesuksesan dan kemakmuran di tanah diaspora, namun mereka tidak melupakan pulau Sabu
sebagai tanah nira tuak dan gula. Hal itu tergambar dari nilai-nilai yang diterapkan dalam kehidupan diasporan yaitu kekerabatan, cinta tanah air, dan lain-lain. Selain itu, bagi orang Sabu
diaspora yang telah meninggal di tanah rantau khususnya di sebelah timur harus melaksanakan ritual
pebale rau kattu do made
. Ingatan orang Sabu diaspora terhadap pulau Sabu bukan saja ketika orang Sabu diaspora pada waktu hidup tetapi juga pada waktu kematian.
3.1.2. Letak Geografis dan Demografis