1
I. PENDAHULUAN
Saat ini udang budidaya adalah komoditi yang dikembangkan dalam bidang akukultur serta menjadi kekuatan utama dalam peningkatan perdagangan produk
perikanan secara internasional. Pasar utama udang adalah Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa UE, dan eksportir terbesar dari udang tambak adalah
Thailand, Ekuador, Indonesia, India, Meksiko, Bangladesh, dan Vietnam. Permintaan udang diperkirakan akan meningkat di tahun mendatang FAO-
Fisheries and Aquaculture Department 2012. Pengembangan budidaya udang semakin membutuhkan strategi untuk
meningkatkan sistem produksi, meningkatkan biosecurity dan mengurangi dampak tehadap lingkungan Avella et al. 2010. Organisme akuatik umumnya
membutuhkan protein yang cukup tinggi dalam pakannya. Namun demikian organisme akuatik hanya dapat meretensi protein sekitar 20 - 25 dan selebihnya
akan terakumulasi dalam air Avnimelech 1999. Metabolisme protein oleh organisme akuatik umumnya menghasilkan amoniak sebagai hasil ekskresi. Pada
saat yang sama protein dalam feses dan pakan yang tidak termakan akan diuraikan oleh bakteri menjadi produk yang sama. Dengan demikian semakin intensif suatu
kegiatan budidaya akan diikuti dengan semakin tingginya konsentrasi senyawa nitrogen terutama amoniak dalam air Avnimelech 2007.
Akumulasi bahan organik baik yang berasal dari limbah metabolisme, sisa- sisa pakan, dan bahan organik lainnya dapat menyebabkan kualitas air menurun.
Akumulasi bahan organik ini dapat berakibat pada timbulnya akumulasi senyawa- senyawa, seperti amoniak, nitrit, nitrat, dan H
2
S yang pada kisaran tertentu dapat bersifat toksik bagi udang. Penurunan kualitas air juga dapat menjadi stressor bagi
munculnya berbagai jenis penyakit pada udang, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian massal dan penurunan produksi udang Yuniasari 2009.
Teknologi bioflok diterapkan sebagai cara untuk meningkatkan biosecurity dan mengurangi dampak terhadap lingkungan Ballester et al. 2010. Menurut De
Schryver et al. 2008 penghilangan nitrogen dari air budidaya dalam teknologi bioflok BFT diatur dengan cara penambahan karbon yang seimbang. Molase
merupakan salah satu sumber karbon yang dapat digunakan dalam teknologi
2 bioflok. Molase telah banyak digunakan sebagai sumber karbon dalam akuakultur
Crab et al. 2012. Teknologi bioflok BFT telah diaplikasikan dalam kegiatan budidaya udang
Hari et al. 2004. Pergantian air yang terbatas memungkinkan pembudidaya untuk mengurangi, atau bahkan menghilangkan, ancaman infeksi mikroba air
tersebut masuk ke dalam media budidaya, mengurangi jumlah nutrisi yang dilepaskan ke lingkungan, untuk mengurangi atau menghilangkan transfer patogen
dari wadah budidaya terhadap lingkungan dan tetap menjaga kualitas air yang baik dalam budidaya Horowitz dan Horowitz 2002.
Pembentukan bioflok oleh bakteri terutama bakteri heterotrof secara umum bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan nutrien, menghindari stress
lingkungan dan predasi De Schryver et al. 2008. Flok bakteri tersusun atas campuran berbagai jenis mikroorganisme bakteri pembentuk flok, bakteri
filamen, fungi, partikel-partikel tersuspensi, berbagai koloid dan polimer organik, berbagai kation dan sel-sel mati De Schryver et al. 2008.
Penelitian oleh De Schryver dan Verstraete 2009 menunjukkan bahwa bioflok mengandung poly-
β-hydroxybutyrate PHB berkisar antara 0,9-16 yang cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan ikan akan PHB yang tidak lebih
dari 1 . Poly- β-hydroxybutyrate PHB merupakan produk polimer intraselular
yang dihasilkan oleh berbagai jenis mikroorganisme sebagai bentuk simpanan energi dan karbon Defoirdt et al. 2007. Polimer ini diduga mempunyai efek
pencegahan dan pengobatan terhadap infeksi Vibrio serta manfaat prebiotik dalam akuakultur Defoirdt et al. 2007; De Schryver et al. 2008.
Adanya serangan penyakit bakterial maupun viral merupakan permasalahan yang sering dihadapi dalam kegiatan budidaya udang. Penyakit virus IMN
infectious myonecrosis adalah penyakit terkini yang menyerang udang vaname Walker dan Winton 2010. Penyakit IMN ditemukan di Brazil tahun 2002 dan
menyebabkan dampak kerugian ekonomi yang signifikan Costa et al. 2009. Wabah IMNV menyebar ke Indonesia dengan gejala klinis mirip dengan wabah di
Brazil pada tahun 2006 Senapin et al. 2007. Vibriosis adalah penyakit bakterial pada udang penaeid, dan Vibrio spp. merupakan agen penyakit ini. Vibriosis juga
3 terlibat sebagai penyebab kematian tinggi dalam udang penaeid juvenil seluruh
dunia Castex et al. 2010. Banyak kasus patogen tidak hanya menyerang udang sebagai infeksi
tunggal. Adanya kejadian koinfeksi yang sudah dilaporkan antara lainkoinfeksi virus dan bakteri pada udang vaname seperti WSSV-Vibrio campbelli serta
WSSV - Vibrio harveyi Phuoc et al. 2009. Koinfeksi antar patogen dapat terjadi karena patogen-patogen tersebut merupakan agen penyebab penyakit dengan
inang yang sama yaitu udang penaeid. Hasan 2011 juga melaporkan bahwa koinfeksi antara virus myo IMNV dan bakteri Vibrio harveyi menyebabkan
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan infeksi tunggal. Probiotik merupakan mikroba hidup yang mampu memberikan keuntungan
bagi inang dengan memodifikasi komunitas mikroba atau berasosiasi dengan inang, memperbaiki nilai nutrisi dan pemanfaatan pakan, memperbaiki respon
inang terhadap penyakit dan memperbaiki kualitas lingkungan budidaya Verschuere et al. 2000. Vibrio SKT-b merupakan salah satu bakteri probiotik
yang dapat menekan pertumbuhan Vibrio harveyi dan pada uji tantang in vitro ternyata mampu meningkatkan kelangsungan hidup larva udang windu Juliantok
2002. Bakteri Vibrio SKT-b telah diidentifikasi sebagai Vibrio alginolyticus Widanarni et al. 2003. Penambahan probiotik SKT-b Vibrio alginolyticus
efektif menekan Vibrio harveyi dengan cara kompetisi melalui tempat pelekatan atau sumber nutrisi Widanarni et al. 2008.
Informasi mengenai penggunaan probiotik dalam teknologi bioflok masih sedikit terutama dalam mengetahui pengaruhnya terhadap respon imun dari
organisme akuatik. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kinerja imunitas udang vaname Litopenaeus vannamei dalam teknologi bioflok
dan probiotik terhadap koinfeksi IMNV infectious myonecrosis virus dan Vibrio harveyi.
4
II. BAHAN DAN METODE