maka simplisia kering diserbukan dan diayak dengan ayakan nomor 20 sehingga didapat serbuk daun alpukat, disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat
Ditjen POM 2000.
3.5 Pembuatan ekstrak etanol Daun Alpukat
Pembuatan ekstrak etanol daun alpukat dilakukan dengan menambahkan etanol 70 ke dalam serbuk daun alpukat. Perbandingan jumlah pelarut dengan
serbuk adalah 1 : 10, direndam selama 2 x 24 jam dan sesekali diaduk kemudian ditampung dalam suatu wadah dengan selalu mengganti pelarut tiap hari. Hasil
dari maserasi berupa ekstrak etanol daun alpukat yang kemudian dilakukan evaporasi dengan alat rotary evaporator 40
o
C dan 50 rpm untuk menguapkan pelarutnya sehingga didapat ekstrak kental dari daun alpukat Ditjen POM 2000.
3.5 Pengujian aktivitas penghambatan batu ginjal
Penelitian mengenai aktivitas penghambatan batu ginjal oleh ekstrak etanol daun alpukat ini dilakukan dengan menggunakan tikus putih jantan galur
Sprague dawley. Untuk uji aktivitas ekstrak etanol daun alpukat pada percobaan ini digunakan 20 tikus sehat dengan berat badan sekitar 200 gr
– 300 gr yang terbagi dalam 4 kelompok dan masing-masing kelompok 5 tikus, yaitu:
1. Kelompok kontrol normal N: tikus diberi air minum normal ad libitum
2. Kelompok kontrol negatif K: tikus diberi inducer
3. Kelompok perlakuan 1 P1 : tikus diberi inducer dan dicekok ekstrak
etanol daun alpukat dosis 100 mgkg 4.
Kelompok perlakuan 2 P2 : tikus diberi inducer dan dicekok ekstrak etanol daun alpukat dosis 300 mgkg
Inducer mengandung etilen glikol 0,75 dan amonium klorida 2 untuk menginduksi batu ginjal dan mempercepat proses pembentukan. Dosis cekok
ekstrak daun alpukat adalah 3 ml200gr BB dicekok dengan menggunakan sonde lambung. Pengamatan bobot badan juga dilakukan dan perhitungan rasio terhadap
bobot ginjal. Perlakuan selama 10 hari dan pada hari ke-11 dilakukan nefroktomi. Tikus dimatikan dengan menggunakan eter. Bagian abdomen dibuka kemudian
diambil ginjalnya untuk dianalisis kadar kalsium dan fosfor.
3.6 Analisis sampel
3.6.1 Preparasi sampel Ginjal tikus ditaruh ke dalam cawan penguap dan dimasukan ke dalam
oven 100
o
C selama 24 jam. Setelah itu ginjal kering dicincang kemudian dimasukan ke dalam gelas piala 100 ml berisi 7 ml asam nitrat 0,4 N untuk
melarutkan kalsium. Dilakukan pemanasan sampai cairan berubah menjadi kekuningan. Reaksi yang terjadi sebagai berikut: Ca
s
+ 2HNO
3aq
→ CaNO
3 2aq
+ H
2g
. Cairan tersebut dimasukan ke dalam mikrotub untuk selanjutnya dianalisis menggunakan AAS Atomic Absorption Spectroscopy atau
spektrofotometer. Sebelumnya dilakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan faktor pengenceran
yang dibutuhkan
dan penambahan
bahan kimia
untuk menghilangkan ion-ion pengganggu dengan reagen Cl
3
La.7H
2
O Lanthanum trichloride heptahydrate Reitz et al. 1960.
Untuk analisis kalsium preparasi AAS dengan memipet 0,5 ml cairan sampel ditambah 0,05 ml reagen dalam akuades 5ml kemudian divorteks baru bisa
dilanjutkan dengan prosedur AAS sedangkan untuk analisis fosfor dengan memipet 0,5 ml cairan sampel ditambah akuades sampai 3 ml dan 2 ml larutan C
molibdovanadat kemudian dikocok baru bisa dilanjutkan dengan pengukuran menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm Suzanne 1998.
3.6.2 Analisis Kalsium Untuk menganalisis material biologi seperti kalsium digunakan instrumen
AAS adalah suatu teknik analisis untuk menetapkan konsentrasi suatu unsur logam dalam suatu sampel. Terdapat dua langkah, yaitu atomisasi sampel dan
absorpsi radiasi dari sumber sinar oleh atom bebas. Sampel berupa hasil ekstraksi ginjal kering diubah menjadi atom oleh perangkat atomisasi berupa nyala atau
tungku grafit. Selama proses absorpsi sinar UV-Vis, atom bebas akan mengalami transisi elektronik dari ground stated ke exited stated. Banyaknya atom yang
mengalami transisi elektronik bergantung pada temperatur, dirumuskan dalam persamaan Boltzmann.
�
�
�
�
=
�
�
�
−����
�
�
�
−����
Suzanne 1998.
3.6.3 Analisis Fosfor Determinasi fosfor digunakan prosedur kolorimetri AOAC Method
986.24. Intensitas warna dari fosfomolibdovanadat bisa diukur secara kuantitatif menggunakan prinsip spektrofotometri. Prosedur tersebut menghasilkan stabilitas
warna yang lebih baik sehingga umum digunakan. Daerah cahaya tampak dalam spektrum elektromagnetik, beberapa panjang gelombang diserap dan sebagian
dipantulkan. Panjang gelombang yang dipantulkan adalah warna yang kita lihat. Pada metode kolorimetri, reaksi kimia harus menghasilkan warna yang stabil yang
dikembangkan dengan cepat dan hanya terbentuk satu jenis warna. Reaksi pembentukan warna tersebut dipilih berdasarkan jenis mineral yang akan
dianalisis. Selama intensitas warna meningkat, cahaya yang dapat menembus suatu
larutan sangat sedikit. Begitu pula saat cahaya menembus jalur yang panjang dalam larutan, sedikit cahaya yang dapat diteruskan. Kemampuan menghitung
cahaya yang dapat diteruskan melewati suatu larutan atau sebaliknya, cahaya yang diserap oleh suatu larutan, sangat mungkin ditentukan konsentrasi dari substansi
yang bereaksi. Transmittance T dari suatu larutan adalah perbandingan P dengan Po
ditunjukan persamaan sebagai berikut. � = � ��
Transmittance juga dinyatakan dalam persen ditunjukan persamaan sebagai berikut.
� = � �� × 100
T = Transmittance Po = kekuatan sinar yang dipancarkan masuk melewati absorption cell
P = kekuatan sinar yang dipancarkan keluar dari absorption cell Untuk menghitung nilai Absorbance A dari nilai T maka hubungan persamaan
sebagai berikut. � = log �� � = − log � = 2 − log �
A = Absorbance
Hubungan antara nilai Absorbance suatu larutan dengan konsentrasi terlarut dinyatakan dengan hukum Beer.
� = a = absorbtivity konstanta
b = jarak yang ditempuh melewati suatu larutan cm c = konsentrasi zat terlarut mgml,
Suzanne 1998.
3.7 Teknik analisis data