potensial. Hemogram terdiri dari total haemocyte count THC dan differential haemocyte count DHC. Terdapat 3 jenis sel hemosit pada udang penaeid, yaitu
sel hialin haemocyte agranular, large granular haemocyte dan small granular haemocyte Rodriguez and Moullac 2000. Sel hialin berukuran 6-13 µm,
memiliki perbandingan inti lebih besar dari sitoplasma dan memiliki sedikit granul sub-mikron. Semi-granular memiliki ukuran 10-20 µm, merupakan sel
dengan perbandingan inti lebih sedikit dari sitoplasma dan memiliki granul sub-mikron dan mikron serta adanya granul refractile. Semi-granular memiliki
kemampuan mengenali dan merespons partikel unsur atau molekul asing atau dikenal sebagai sel aktif dalam enkapsulasi. Sel granular berukuran 12-25 µm,
merupakan sel dengan perbandingan inti lebih rendah dari sitoplasma berisi butiran halus dan bertanggung jawab dalam mengaktifkan sistem proPO Ramu
dan Zakaria 2000. Sel semi-granular dan granular melakukan fungsi sistem proPO sedangkan sel hialin melakukan fagositosis dalam sistem imunitas
krustasea Wang dan Chen 2006. Parameter humoral, dapat diamati dari aktifitas plasma antibakterial dan
konsentrasi plasma protein mencakup phenoloxidase, prophenoloxidase, lektin dan aglutinin yang dapat dipertimbangkan sebagai kriteria dalam status kesehatan
Rodriguez and Moullac 2000. Sistem pertahanan seluler dan humoral bekerja sama memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi pathogen. ProPO
diaktifkan oleh PPA prophenoloxidase activating enzyme. PPA bisa diaktifkan oleh adanya lipopolisakarida. ProPO dan PPA merupakan protein yang berlokasi
di granular sel hemosit. Akibat dari pengaktifan proPO menjadi PO dihasilkan protein faktor opsonin yang merangsang fagositosis hialosit Johansson dan
Soderhall 1989. Sirkulasi hemosit dalam sistem pertahanan udang berperan penting tidak hanya secara langsung dalam menghambat dan membunuh agen
infeksi tetapi juga secara tidak langsung melalui sintesis dan eksositosis sejumlah molekul bioaktif. Faktor-faktor yang berperan penting dalam respons terhadap
partikel asing pada mekanisme sistem pertahanan tubuh udang diperlihatkan pada Gambar 3 Smith et al. 2003.
Gambar 3. Mekanisme sistem pertahanan krustasea Smith et al. 2003
2.3 Imunostimulan
Semakin berkembangnya pemahaman mengenai sistem imunitas pada tubuh dalam meningkatkan ketahanan tubuh dari berbagai serangan penyakit,
maka semakin berkembang pula penelitian mengenai komponen yang dapat mempengaruhi respons imun. Imunomodulator adalah obat yang dapat
mengembalikan dan memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang fungsinya berlebihan. Obat golongan imunomodulator
bekerja menurut tiga cara, yaitu melalui imunorestorasi, imunostimulasi dan imunosupresi. Imunorestorasi dan imunostimulasi disebut imunopotensiasi
up regulation sedangkan imunosupresi disebut down regulation. Imunorestorasi adalah suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu
dengan memberikan berbagai komponen sistem imun, seperti immunoglobulin dalam bentuk ISG immune serum globulin, HSG hyperimmune serum globulin
dan transplantasi sumsum tulang. Imunostimulasi adalah cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang merangsang sistem imun
imunostimulan. Bahan-bahan yang dapat merubah respons imun, biasanya berfungsi untuk meningkatkan respons imun disebut BRM biological response
modifier. Imunostimulan terdiri dari biologik dan sintetik, bahan biologik seperti
sel bakteri dan bahan asal jamur sedangkan sintetik contohnya levamisol. Imunosupresi adalah suatu tindakan untuk menekan repons imun. Kegunaannya
terutama pada kasus transplantasi untuk mencegah reaksi penolakan dan pada berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan atau gejala sistemik,
seperti autoimun atau auto-inflamasi HTA 2004.
2.3.1 Rumput Laut
Salah satu kekayaan alam laut yang mulai banyak dikembangkan sebagai makanan kesehatan, obat-obatan dan imunostimulan adalah algarumput laut
Bansemir et al. 2006. Rumput laut atau seaweeds digolongkan ke dalam divisi Thallophyta dengan empat kelas besar, yaitu Chlorophyceae alga hijau,
Phaeophyceae alga coklat, Rhodophyceae alga merah dan Cyanophyceae alga hijau biru. Rumput laut sudah lama dikenal di Indonesia sebagai makanan
dan obat tradisional. Beberapa rumput laut yang telah dibudidayakan di Indonesia adalah Gracilaria verrucosa, G. gigas, G. lichenoides, G. confervoides,
Eucheuma denticulatum dan Kapaphycus alvarezii Anggadiredja et al. 1996. Metabolit primer dari rumput laut, umumnya
merupakan senyawa polisakarida dan bersifat hidrokoloid seperti karagenan, agar, alginat digunakan
sebagai senyawa additive dalam industri farmasi. Metabolit primer asam-asam amino sebagai sumber gizi, serta metabolit sekunder yang merupakan senyawa
bioactive substances dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai obat Angadiredja et al. 1996.
Newman 2003 menyatakan rumput laut diketahui sebagai sumber senyawa bioaktif yang memiliki berbagai karakteristik metabolit sekunder yang
bersifat antiviral, cytostatic, anthelmintic, antifungal dan aktifitas antibakteri dan telah terdeteksi terdapat pada alga hijau, alga coklat dan alga merah.
Wijesekara et al. 2011 dalam makalahnya menuliskan bahwa dinding sel dari alga laut kaya akan polisakarida sulfat SPs seperti fucoidan dalam alga coklat,
karagenan dalam alga merah dan ulvan dalam alga hijau. Polisakarida sulfat menghasilkan banyak bioaktif yang menguntungkan seperti anti koagulan,
antiviral, anti oksidatif, anti kanker dan modulasi sistem imun. Alga laut adalah sumber penting polisakarida sulfat non-hewani yang memiliki struktur kimia