Respons Kepiting Bakau terhadap Umpan Keong Emas Pola dan Arah Gerakan Kepiting Bakau Menuju Umpan Keong Emas

Kelompok A adalah gerakan selalu menuju ke arah umpan semua tanda positif. Kelompok B adalah gerakan deviasi ke kanan atau ke kiri dilanjutkan gerakan menuju ke arah umpan tanda nol dan positif. Kelompok C adalah gerakan menuju ke arah umpan tetapi ada gerakan menjauh tanda positif dan negatif. Pola gerakan jika diprosentasekan dapat dibagi sebagai berikut: 15 pola gerakan 71,4 masuk dalam kelompok B, 4 pola gerakan 19,0 masuk kelompok A dan 2 pola gerakan 9,5 masuk kelompok C. Gambar 18 Pola gerakan A selalu menuju ke arah umpan kepiting bakau menuju umpan keong emas : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F Gambar 19 Pola gerakan B deviasi ke kanan atau ke kiri dilanjutkan menuju ke arah umpan kepiting bakau menuju umpan keong Gambar 20 Pola gerakan C gerakan menuju ke arah umpan tetapi ada gerakan menjauh kepiting bakau menuju umpan keong : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F : umpan keong emas : kepiting bakau A B C D E F 4.2 Pembahasan 4.2.1 Parameter Mikrobiologi, Kimiawi dan Organoleptik Umpan Bakteri pembusuk optimal tumbuh dan berkembang biak pada suhu kamar. Keong emas dalam kondisi mentah sehingga mengandung bakteri pada jaringan tubuhnya. Bakteri ini kemudian terus tumbuh dan berkembang biak selama umpan disimpan pada suhu kamar. Aktivitas pertumbuhan bakteri tampaknya optimal pada saat umpan berumur 3 hari sehingga jumlah bakteri tidak dapat dihitung hingga pengenceran tertinggi pengenceran ke enam Gambar 12. Setelah mencapai titik optimalnya kadar bakteri kemudian cenderung menurun pada periode 6 hingga 12 hari dari sejumlah 44.000.000 kolonigr turun menjadi 14.000.000 kolonigr dan terakhir 3.000.000 kolonigr. Hal ini diakibatkan menurunnya jumlah nutrisi untuk pertumbuhan per individu bakteri. Kompetisi antar individu bakteri meningkat karena naiknya populasi sementara jumlah bahan nutrisi yang terdapat pada umpan adalah tetap. Jika perhitungan TPC ini terus dilanjutkan untuk umpan yang berumur lebih dari 12 hari, dapat diduga jumlah TPC akan terus turun hingga mencapai titik nol akibat terus berkurangnya nutrisi untuk pertumbuhannya hingga ke titik terendah. Tingkat kesegaran produk perikanan umumnya juga bisa diukur dari nilai pH-nya. Umumnya makin turun kualitas produk perikanan maka diikuti dengan penurunan nilai pH. Pada uji pH terhadap umpan, tampak bahwa nilai pH tidak memiliki pola trend penurunan atau kenaikan yang teratur sepanjang waktu penyimpanan. Meskipun tidak terlihat trend yang teratur, tampak bahwa pada saat nilai rata-rata pH terendah 6,92 maka nilai TPC berada pada titik tertinggi TBUD lihat Gambar 12 dan Gambar 13. Dengan demikian dimungkinkan ada korelasi antara rendahnya pH dengan tingginya aktivitas pertumbuhan mikroba yang mendegradasi kualitas umpan. Tingginya aktivitas mikroorganisme diduga berkorelasi dengan tingginya proses penguraian senyawa kompleks menjadi molekul-molekul sederhana sehingga menghasilkan ion H yang terukur sebagai nilai pH. Kadar TVBN rata-rata dalam umpan memiliki pola trend kenaikan yang teratur dan terus-menerus sepanjang waktu penyimpanan dari 16,3267 mg100g menjadi 1084,3341 mg100g. Mengingat bahwa nilai TVBN menunjukkan nilai kadar nitrogen hasil penguraian senyawa kompleks berbasis nitrogen, maka proses dekomposisi umpan yang berarti menguraikan protein di dalamnya akan mengakibatkan meningkatnya nilai TVBN. Makin turun kualitas umpan akibat penyimpanan pada suhu ruang akan makin meningkatkan kadar TVBN dalam umpan. Pertumbuhan bakteri pada organisme yang telah mati bangkai mengakibatkan degradasi kualitas akibat penguraian bahan-bahan penyusun organisme menjadi senyawa yang lebih sederhana. Protein pada keong emas akan terdegradasi menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana berbasis nitrogen. Dengan demikin terdapat korelasi antara aktivitas pertumbuhan bakteri dengan kadar nitrogen terurai TVBN. Berbeda dengan aktivitas bakteri yang tergantung dengan nutrisi yang ada, kadar TVBN bersifat akumulatif pada tiap waktu penyimpanan sehingga makin lama waktu simpan akan makin tinggi kadar TVBN yang terukur. Nilai organoleptik rata-rata umpan mengalami penurunan secara kontinyu dan teratur dan kemudian konstan. Secara organoleptik, umpan dapat dikatakan layak memenuhi syarat sebagai umpan hingga umur simpan 6 hari. Mulai umur 9 hari tekstur umpan telah berubah menjadi cair sehingga menjadi tidak operasional untuk digunakan dalam kegiatan penangkapan. Dalam penelitian ini fokus juga hanya pada umpat padat karena menggunakan media air dalam percobaannya. Melihat kondisi organoleptik tersebut maka yang memungkinkan untuk digunakan dalam penelitian inti adalah umpan segar umur simpan 0 hari dengan umpan yang telah disimpan selama 3 dan 6 hari. Organoleptik ini dibuat dengan persepsi indera manusia, bukan persepsi indera kepiting bakau. Meskipun demikian syarat tekstur yang masih berbentuk padat merupakaan persyaratan umum operasional umpan di perairan.

4.2.2. Gerakan dan Tingkah Laku Alamiah Kepiting Bakau

Aktivitas gerak dan pemangsaan kepiting bakau serta respons terhadap stimulus lebih banyak dilakukan pada malam hari. Hill 1978 mengungkapkan bahwa melalui transmiter ultrasonik disimpulkan bahwa Scylla serrata selama 24 jam rata-rata aktif selama 13 jam, mayoritas pada malam hari. Jarak yang ditempuh per malam mencapai rata-rata 461 m pada kisaran 219 m dan 910 m. Mayoritas pergerakan lambat, dengan modal speed 10 – 19 mdt. Pergerakan lambat tersebut tidak bergantung pada arah arus dan diasumsikan berhubungan dengan contact chemoreception terhadap lokasi mangsa. Kurang lebih sepertuju gerakan lebih cepat daripada 70 mdt, lebih sering karena melawan arus dan mungkin berhubungan dengan rangsang penciuman terhadap lokasi mangsa. Warner 1977 menyatakan bahwa organ penting dalam pergerakan pemangsaan kepiting adalah kaki-kaki, mulut, dan capit. Kaki-kaki berfungsi sebagaimana spesies lain berlari, berenang, melompat, memanjat, atau menggali. Mulut berfungsi untuk mengontrol berbagai jenis makanan. Capit berfungsi untuk menangkap mangsa, menghalau lawan, dan memikat pasangan. Penutupan mata kepiting bakau yang dilakukan dengan menggunakan plester penutup luka mengakibatkan stres yang akhirnya menyebabkan kepiting bakau mati. Meskipun kemoresepsi adalah modus dominan pada aktivitas pemangsaan oleh kepiting bakau, suatu tindakan modifikasi pada penglihatan akan menganggu aktivitas alamiah mereka. Hal ini selanjutnya akan mempengaruhi tingkah laku secara keseluruhan termasuk feeding behaviour. Mata kepiting bakau adalah mata majemuk. Mata tersebut terdiri atas beberapa ribu unit optik atau ommatidia yang masing-masing memiliki sebuah cuticular facet atau kornea pada bagian luar, sebuah perangkat pengumpul cahaya atau cone, dan di dalamnya terdapat sekumpulan sel sensori atau retinulae. Retinulae sensitif terhadap terhadap cahaya karena mengandung pigmen fotosensitif. Masing-masing ommatidium memiliki lapang pandang yang relatif kecil dan gambaran visual disusun oleh keseluruhan mata yang berfikir sebagai mosaik, tiap potongan mewakili input dari sebuah ommatidium. Mata kepiting bakau berada pada ujung sebuah batang atau tangkai yang dapat memendek ke dalam rongga di dalam karapas untuk perlindungan. Perlakuan menutup mata kepiting dengan menutup batang atau ujung batang tempat kornea berada sulit dilakukan karena ketika ada benda yang menuju mata maka tangkai mata tersebut akan segera masuk ke dalam rongga Warner 1977. Oleh karena itu, maka penutupan dengan plester luka dilakukan dengan menempelkannya pada rongga tempat batang mata. Hal ini menyebabkan gerak