BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Association ADA tahun 2010, Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua- duanya.
6
Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110 mgdL. Kadar glukosa serum puasa normal adalah 70 sampai 110 mgdL.
Glukosa difiltrasi oleh glomerulus dan hampir semuanya difiltrasi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160-180 mgdL.
14
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan klasik berupa poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200
mgdL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan glukosa darah puasa
≥ 126 mgdL juga digunakan untuk patokan diagnosis. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja
abnormal belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali saja angka abnormal, baik kadar glukosa darah
puasa ≥ 126 mgdL, kadar glukosa darah sewaktu sewaktu ≥ 200 mgdL pada hari
yang lain, atau kadar glukosa sewaktu ≥ 200 mgdL pada 2 jam pascapembebanan
glukosa 75 g pada tes toleransi glukosa oral TTGO.
15
Universitas Sumatera Utara
2.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
American Diabetes Association ADA dalam Standards of Medical Care in Diabetes 2009 memberikan klasifikasi Diabetes Mellitus berdasarkan pengetahuan
mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes dan gangguan toleransi glukosa. Klasifikasi ini telah disahkan oleh WHO dan telah dipakai di seluruh dunia. Empat
klasifikasi Diabetes Mellitus: Diabetes Mellitus tipe 1, Diabetes Mellitus tipe 2, Diabetes Mellitus Gestasional Diabetes kehamilan, dan Diabetes Mellitus tipe
khusus lain.
16
Dikenal 2 jenis utama Diabetes Mellitus yaitu Diabetes Mellitus tipe 1 dan Diabetes Mellitus tipe 2. Kedua jenis DM ini dibagi dengan melihat faktor
etiologisnya.
17
2.2.1. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan kondisi autoimun sel-sel beta pulau Langerhans sehingga timbul defisiensi insulin. Individu yang memiliki
kecenderungan penyakit ini tampaknya menerima faktor pemicu dari lingkungan. Sebagai contoh faktor pencetus yang mungkin antara lain infeksi virus seperti
gondongan mumps, rubella, dan sitomegalovirus CMV kronis. Pajanan terhadap obat atau toksin tertentu juga diduga dapat memicu serangan autoimun ini. Karena
proses penyakit DM tipe 1 terjadi dalam beberapa tahun, sering kali tidak ada faktor pencetus yang pasti. Pada saat diagnosis DM tipe 1 ditegakkan, ditemukan antibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans pada sebagian besar pasien.
18
Mengapa individu membentuk antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans sebagai respon terhadap faktor pencetus belum diketahui penyebabnya. Salah satu
Universitas Sumatera Utara
mekanisme yang kemungkinan adalah bahwa terdapat agen lingkungan yang secara antigenis mengubah sel-sel prankreas sehingga menstimulasi pembentukan
autoantibodi. Kemungkinan lain bahwa para individu yang mengidap DM tipe 1 memiliki kesamaan antigen antara sel-sel beta prankreas mereka dengan
mikroorganisme atau obat tertentu. Sewaktu berespons terhadap virus atau obat, sistem imun mungkin gagal mengenali sel prankreas. Pada saat diagnosis DM tipe 1
ditegakkan lebih dari 80 sel beta telah dihancurkan.
18
Sebelumnya DM tipe 1 disebut sebagai Diabetes Mellitus dependen insulin atau IDDM insulin dependent diabetes mellitus, karena individu pengidap penyakit
ini harus mendapat insulin pengganti. DM tipe 1 dulu juga dikenal sebagai tipe juvenile-onset. Akan tetapi, DM tipe 1 dapat muncul pada sembarang usia . Insidens
DM tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya.
18
2.2.2. Diabetes Mellitus Tipe 2
DM tipe 2 merupakan tipe DM yang paling sering terjadi, mencakup sekitar 85 pasien DM. Keadaan ini ditandai dengan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif.
17
Individu yang mengidap DM tipe 2 tetap menghasilkan insulin. Akan tetapi sering terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan penurunan jumlah
total insulin yang dilepaskan. Hal ini cenderung semakin parah seiring dengan pertambahan usia pasien
18
DM tipe 2 dulu disebut DM tidak tergantung insulin atau NIDDM noninsulin dependent diabetes mellitus, sebenarnya kurang tepat karena banyak
individu yang mengidap DM tipe 2 dapat ditangani dengan insulin.
18
DM tipe 2 dulu juga dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas karena lebih sering terjadi
Universitas Sumatera Utara
pada pasien berusia di atas 40 tahun. Namun, dengan menigkatnya insidensi obesitas di negara barat dan onsetnya yang semakin dini, saat ini terjadi peningkatan frekuensi
DM tipe 2 pada orang dewasa muda dan anak-anak.
17
Insidens DM tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Sekitar 80 pasien DM tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi
insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan DM tipe 2.
14
2.3. Gejala-Gejala Diabetes Mellitus
Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika
hiperglikeminya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat itu, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengkibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran urine poliuria dan timbul rasa haus polidipsi. Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan
berkurang. Rasa lapar yang semakin besar polifagia mungin akan timbul sebagai akibat kekurangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.
14
Pasien dengan DM tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa
hari atau beberapa minggu. Pasien dapat terjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Sebaliknya,
pasien dengan DM tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan
Universitas Sumatera Utara
melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat pasien tersebut mungkin menderita polidipsi, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak
mengalami ketoasidosis karena pasien tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif.
14
2.4. Diagnosis Diabetes Mellitus