Sedangkan perkiraan berat molekul protein isolat 5 adalah 21,9 KDa; 53 KDa dan 76,3 KDa Gambar 6.
Gambar 5 Kurva standar pengukuran konsentrasi protein produk ekstraseluler bakteri Streptococcus agalactiae
Gambar 6 Berat molekul protein produk ekstraseluler Streptococcus agalactiae
isolat 3 dan isolat 5 pada gel acrylamide SDS-PAGE dengan pewarnaan perak.
4.1.2 Toksisitas produk ekstraseluler Streptococcus agalactiae
Pengujian toksisitas produk ekstraseluler Streptococcus agalactiae dilakukan secara in vitro dan in vivo. Pada pengujian in vitro dilakukan
pengamatan kerusakan sel limfosit yang terpapar ECP. Hasil pemisahan limfosit dari sel darah lainnya yang menggunakan gradient density Percoll disajikan
pada Gambar 7. Berdasarkan Gambar 7, limfosit ditemukan pada lapisan ke tiga dengan nilai gradient density 1,061 SG. Kerusakan sel limfosit yang terpapar ECP
dapat dilihat pada Gambar 8.
y = 0,004x + 0,073 R² = 0,969
0,2 0,4
0,6 0,8
1 1,2
1,4
100 200
300 400
A bs
o rba
nc e
pa da
5 9
5 nm
Konsentrasi protein µg BSAml BHI
Gambar 7 Pemisahan limfosit dengan menggunakan Percoll. Darah ikan nilaa, percoll dengan konsentrasi 30; gradient : 1,061SGb, percoll dengan
konsentrasi 40; gradient : 1,064 SGc, percoll dengan konsentrasi 50 ; gradient : 1,066 SGd, lapisan I; gradient : 1,054 SGA, lapisan II;
gradient : 1,061 SG Limfosit B, lapisan III; gradient : 1,050 SGC, lapisan IV sel darah merah D
Isolat 3 Isolat 5
Gambar 8 Perubahan morfologi sel limfosit dari 0 menit a, 30 menit b, 60 menit c dan 180 menit d
Berdasarkan Gambar 8 diatas, kerusakan secara bertahap terjadi terhadap struktur limfosit akibat pemaparan ECP dari isolat 3 dan isolat 5. Kekompakan
struktur limfosit berdasar pada inti dan sitoplasmanya masih terlihat bagus pada pemaparan ECP selama 0 dan 30 menit. Berbeda halnya dengan pengamatan
limfosit setelah 60 menit pemaparan, mulai terjadi kerusakan sitoplasma limfosit. Kerusakan pada inti sel serta sitoplasma terjadi setelah pemaparan 180 menit.
Persentase kerusakan limfosit akibat terpapar produk ekstraseluler S. agalactiae dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kerusakan limfosit setelah pemaparan produk ekstraseluler Streptococcus agalactiae
Persentase kerusakan
Waktu pemaparan menit 30
60 180
Isolat 3 1,1
5,1 7,6
Isolat 5 0,75
5,05 10,5
Pengujian toksisitas produk ekstraseluler Streptococcus agalactiae yang dilakukan secara in vivo pada ikan nila dilihat dari pola kematiannya setelah
infeksi. Pola kematian ikan nila yang diamati selama 14 hari menunjukkan pola kematian kronis seperti yang tersaji pada Gambar 9 dan Gambar 10. Sedangkan
penentuan nilai LD
50
disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Gambar 9 Pola kematian ikan nila setelah di infeksi produk ekstraseluler Streptococcus agalactiae
isolat 3
Tabel 3 Persentase kematian dan nilai LD
50
Dosis µgKg Streptococcus agalactiae
isolat 3 Jumlah ikan
Persentase kematian LD
50
mati hidup total 709
8 7
15 53,33
633,9 µgKg 567
7 8
15 46,67
425 2
13 15
13,33 283
1 14
15 6,67
10 20
30 40
50 60
70 80
1 3
5 7
9 11
13 15
Mo rt
al it
y r at
e
Waktu pemeliharaan hari ke-
709 µgKg 567 µgKg
425 µgKg 283 µgKg
kontrol
Gambar 10 Pola kematian ikan nila setelah di infeksi produk ekstraseluler
Streptococcus agalactiae isolat 5
Tabel 4 Persentase kematian dan nilai LD
50
Dosis µgKg Streptococcus agalactiae
isolat 5 Jumlah ikan
Persentase kematian
LD
50
mati hidup
total 1021
11 4
15 73,33
685,4 µgKg 817
9 6
15 60
613 6
9 15
40 408
2 13
15 13,33
Berdasarkan hasil pengamatan persentase dan pola kematian ikan setelah infeksi dengan ECP pada konsentrasi tertentu terlihat bahwa kematian ikan terjadi
secara bertahap. Kematian akut tidak terjadi selama penelitian, sedangkan persentase kematian yang paling tinggi terjadi pada konsentrasi tertinggi protein
ECP yaitu 14,19 µ gekor untuk isolat 3 dan 20,44 µgekor untuk isolat 5. Nilai LD
50
yang dihitung dengan menggunakan metode Reed dan Muench 1938 untuk isolat 3 adalah 633,9 µgKg dan isolat 5 adalah 685,4 µ gKg.
4.1.3 Imunogenisitas produk ekstraseluler Streptococcus agalactiae