3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Karakterisasi bakteri dan produk ekstraseluler
Streptococcus agalactiae
Bakteri uji yang akan digunakan, sebelumnya dikarakterisasi fisio- morfologi secara mikrobilogik. Sedangkan produk ekstraseluler supernatan yang
diperoleh selanjutnya di identifikasi berat molekul protein yang terkandung didalamnya dengan analisa SDS-PAGE Bio-Gen yang menggunakan pewarnaan
perak dan konsentrasi proteinnya dengan metode Bradford dimana sebagai standar digunakan BSA fraksi V Fermentas dan sebagai blanko digunakan BHI Difco
steril.
3.3.2 Pengujian toksisitas produk ekstraseluler Streptococcus agalactiae
Pengujian toksisitas ECP dilakukan secara in vitro dan in vivo. Pada pengujian secara in vitro dilakukan pengamatan terhadap kerusakan limfosit ikan
nila yang dipaparkan dengan ECP dengan perbandingan 1:1 pada 0, 30, 60 dan 180 menit Kawahara, Oshima dan Nomura 1990. Separasi limfosit dari darah
ikan menggunakan Percoll mengacu pada Blaxhall dan Sheard 1985 dengan modifikasi pelarut sukrosa 0,25 M. Pewarnaan preparat ulas limfosit
menggunakan Giemsa 6,6. Sedangkan pada pengujian secara in vivo digunakan ikan nila sebanyak 15 ekor dengan bobot rataan 20 gekor. Dosis protein yang
digunakan mengacu pada hasil pengukuran konsentrasi protein pada tahap I yaitu 283,75 µgKg; 425,625 µgKg; 567,5 µgKg dan 709,375 µ gKg untuk isolat 3
dan dosis protein 408,75 µgKg, 613,125 µgKg, 817,5 µ gKg dan 1021,875 µgKg untuk isolat 5. Selanjutnya ikan dipelihara selama 14 hari dan dilakukan
pengamatan kematian ikan, perubahan pola renang dan patologi anatomi organ luar. Penentuan LD
50
berdasarkan jumlah kematian yang tercatat pasca infeksi dan dihitung dengan menggunakan metode Reed dan Muench 1938.
3.3.3 Pengujian imunogenisitas produk ekstraseluler Streptococcus agalactiae
Pada pengujian secara in vitro dilakukan analisa imunodifusi pada agar semi solid dimana sebagai antigen adalah produk ekstraseluler dan sebagai
antibodi adalah serum ikan nila. Preparasi serum dilakukan dengan cara menyuntikkan produk ekstraselular yang telah diinaktifkan dengan neutral buffer
formaline 3 ke ikan nila. Pada hari ke-14 pemeliharaan dilakukan pemanenan
serum ikan nila. Pengujian secara in vivo dilakukan dengan cara menyuntikkan vaksin
produk ekstraseluler yang telah diinaktifkan dengan neutral buffer formaline 3 ke ikan nila. Pada hari ke-14 pemeliharaan dilakukan uji tantang dengan kultivan
sel dan media BHI Streptococcus aglactiae yang dikultur selama 24 jam. Efektifitas vaksin mampu memproteksi ikan nila ditinjau dari nilai Relative
Percent Ratio RPS yang mengacu pada Ellis 1988 seperti rumus dibawah,
serta gambaran darah pada hari ke-0, ke-7 dan ke-14 setelah vaksinasi. Alur pelaksanaan penelitian efikasi vaksinasi dilakukan seperti Gambar 3 berikut.
RPS = �1 −
��� ���� ���������� ������� �� ��� ���� ������ ���������
� x 100
D0 D1 D7 D14 D15 D21
D28
Vaksinasi Uji tantang
SR, RPS Keterangan:
D 0, 1, 7: hari ke-0, 1, 7 dan seterusnya
Gambar 3 Alur pengujian efikasi vaksinasi Streptococcus agalactiae
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1 Karakterisasi bakteri dan produk ekstraseluler
Streptococcus agalactiae
Isolat 3 dan isolat 5 yang diperoleh dari koleksi BBRPAT Bogor di identifikasi sebelum digunakan sebagai bakteri uji. Hasil pengujian karakteristik
bakteri Streptococcus agalactiae secara biokimia disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik bakteri Streptococcus agalactiae isolat 3 dan isolat 5
Pengujian Karakteristik
Isolat 3 Isolat 5
Gram positif
positif Katalase
negatif negatif
Oksidase negatif
negatif Oksidatif-Fermentatif
fermentatif fermentatif
Motilitas non motil
non motil Morfologi
kokus kokus
Produksi asam dari D-mannitol negatif
negatif Aktivitas hemolitik
non hemolitik non hemolitik
Berdasarkan Tabel 1 diatas, karakteristik bakteri S. agalactiae adalah Gram positif yang artinya dinding bakteri tersebut mengandung peptidoglikan
sehingga mampu menahan warna kristal violet. Bentuk bakteri tersebut adalah kokus dengan susunan sel berantai mulai dari diplococcus hingga rantai panjang.
Bakteri ini tidak memiliki enzim katalase yang mampu memecah H
2
O
2
menjadi O
2
dan juga tidak memiliki enzim intraseluler oksidase. Keberadaan oksigen untuk proses metabolisme bakteri tidak mutlak diperlukan oleh bakteri ini karena
memiliki sifat fermentatif yang artinya bakteri tersebut mampu memecah gula sebagai sumber energinya tanpa melibatkan oksigen dalam reaksi pemecahan
gula. Bakteri ini tidak memiliki organ untuk mobilitasnya seperti flagel sehingga cenderung non motil. Produksi asam sebagai hasil dari fermentasi mannitol tidak
bisa dilakukan oleh bakteri ini. Pengujian aktivitas hemolitik dilakukan untuk melihat kemampuan bakteri melisis eritrosit. Dari hasil pengamatan, diketahui