Lemak Efek intervensi tempe terhadap profil lipid, superoksida dismutase, ldl teroksidasi dan malondialdehyde pada wanita menopause

Gambar 18 Persent selama Gambar 18 m gorengan yang diko penjelasan dari Gamb sampel yang mengon buah dan pangan he sampel. Terlihat bah dianjurkan, sebalikny atau keragaman ko dikhawatirkan mempe

c. Lemak

Konsumsi lem AKG energi adalah 17 rata-rata konsumsi sa lemak atau 15.4 da energi rata-rata samp sudah melebihi 25 total energi. 32.1 56.6 10 20 30 40 50 60 70 80 hewani ntase frekuensi konsumsi hewani, sayur, buah a intervensi menjelaskan frekuensi konsumsi hewani, sa konsumsi sampel saat intervensi. Gambar mbar 17 dan Tabel 19. Terlihat bahwa sekit onsumsi sayur dan gorengan setiap hari, sedan hewani setiap hari hanya dilakukan kurang ahwa konsumsi hewani, sayur dan buah masih nya konsumsi gorengan tergolong tinggi, art konsumsi masih jauh dari yang dianju pengaruhi status gizi dan kesehatan. emak sebaiknya tidak lebih dari 25 konsum 1750 Kal, maka 25 dari AKG adalah 48.6 g sampel sebesar 29.9 g lemak memenuhi sekit dari total energi AKG. Jika dibandingkan de mpel, maka pada fase sebelum intervensi, k total energi, sementara pada fase intervensi 54.7 30.2 54.7 71.7 35.8 60.4 sayur buah gorengan 43 h dan gorengan sayur, buah dan r ini merupakan kitar separuh dari angkan konsumsi ng dari sepertiga ih jauh dari yang rtinya kombina si jurkan sehingga msi energi. Jika g lemak, sehingga kitar 61.5 AKG dengan konsumsi konsumsi lemak si mendekati 25 setiap hari 4-6xmg 44 Tabel 25 Persentase konsumsi lemak, kolesterol dan asam lemak terhadap asupan energi sebelum dan selama intervensi Zat Gizi Satuan Phase Mean + SD Min Maks Acuan asupan energi P value 3 Lemak gram Sebelum 35.6 + 19.9 7.3 82 25 E 1 29.0 0.12 Selama 29.9 + 12.0 9.73 55.7 24.2 Kolesterol mg Sebelum 152.0 + 125.5 12.5 297 200 mg 2 0.275 Selama 146.9 + 78.9 34.2 237.5 MUFA gram Sebelum 9.3 + 5.9 1.6 26.0 20 E 2 7.6 0.09 Selama 8.7 + 3.6 1.9 22.3 7.0 PUFA gram Sebelum 9.8 + 7.5 1.2 32.4 10 E 2 8.0 0.462 Selama 9.9 + 5.0 1.2 23.1 8.1 SAFA gram Sebelum 13.8 + 8.03 2.0 31.3 7 E 2 11.3 0.04 Selama 9.5 + 4.4 1.3 20.0 7.7 1 PUGS, 2RDA USA, 3 t-test p0.05 tidak terdapat perbedaan nyata antar kelompok Konsumsi kolesterol masih tergolong normal 200 mghr baik pada saat sebelum maupun selama intervensi yaitu kurang dari 200 mg atau sekitar 70 dari batas maksimal. Persentase konsumsi PUFA dan MUFA masih dibawah batas maksimal baik pada sebelum maupun selama intervensi. Hal ini sejalan dengan penelitian Purwantyastuti 2007 pada lansia wanita di DKI Jakarta yang menyebutkan bahwa dibandingkan dengan persen konsumsi energi, maka konsumsi MUFA hanya sebesar 5 dan PUFA sebesar 4. Konsumsi SAFA dalam penelitian ini saat sebelum intervensi sedikit diatas yang dianjurkan namun selama intervensi turun di bawah yang dianjurkan. Hasil penelitian ini pun sejalan dengan penelitian Purwantyastuti 2007 pada lansia wanita bahwa kecukupan SAFA ternyata melebihi batas yang dianjurkan, yaitu 19. Sebaiknya persentase konsumsi SAFA dibawah 10 dari asupan energi yang dikonsumsi Nix, 2005, meskipun banyak literatur menyatakan sebaiknya tidak lebih dari 7 asupan energi. Secara keseluruhan, konsumsi energi yang berasal dari lemak masih di bawah asupan yang dianjurkan. Namun yang perlu diperhatikan adalah, frekuensi konsumsi sumber lemak dari gorengan pada sebagian besar sampel tergolong tinggi, dimana lebih dari separuh sampel mengonsumsi gorengan setiap 45 hari. Umumnya makanan yang digoreng adalah makanan jajanan seperti bakwan, tahu, ubi atau pisang goreng. Yang dikhawatirkan adalah minyak untuk menggoreng telah digunakan berkali-kali sehingga mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap PJK mengingat asam lemak tidak jenuh pada minyak goreng saat pemanasan berulang dapat berubah menjadi minyak jenuh dan lemak trans. Rendahnya status sosial ekonomi sebagian besar sampel kemungkinan mempengaruhi ketidakseimbangan asupan zat gizi makro yang cenderung lebih rendah dibanding AKG. Sejalan dengan zat gizi makro, zat gizi antioksidan dan serat juga jauh di bawah kecukupan. Hal ini kemungkinan merupakan salah satu penyebab tingginya sampel yang terjaring saat skrining darah, dimana 54.9 sampel mempunyai kadar profil lipid tidak normal. Lebih tingginya AKG untuk karbohidrat dibanding AKG USA serta kurangnya aktivitas fisik kemungkinan menyebabkan tingginya IMT sebagian besar sampel. Gambar 19 menunjukkan persentase kecukupan lemak, SAFA, MUFA dan SAFA terhadap total konsumsi energi. Kecuali PUFA, semua jenis lemak konsumsinya sedikit lebih tinggi sebelum intervensi dibandingkan saat intervensi, meskipun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan. Baik SAFA, MUFA dan PUFA, persentase konsumsi masih dibawah batas maksimal, namun konsumsi lemak saat sebelum intervensi melebihi 25 total konsumsi energi. Meskipun konsumsi lemak masih dibawah batas maksimal, namun hal ini tidak sejalan dengan profil lipid darah sampel yang umumnya cenderung tinggi. Fase menopause kemungkinan menjadi penyebab memburuknya profil lipid meskipun konsumsi lemak cenderung dalam batas normal. Gambar 19 Persentas terhadap Prosedur Pembuatan Terpilih satu dikunjungi dan diliha adalah agar tidak ter pembuatan. Kriteria p melakukan perebusan tersebut untuk memak Berdasar pene bahwa kedelai jenis dasar pembuatan temp Skala usaha membuat sekitar 8-10 8 tahun yang lalu. K agen distributor KOP PT. Aneka Fermentas MD 262628001051. K 29 5 10 15 20 25 30 35 lemak ase rata-rata konsumsi lemak, SAFA, MUFA d p persen konsumsi energi sebelum dan selama Tempe tan Tempe tu produsen tempe dari beberapa produse hat proses pembuatan tempe. Penentuan satu p terjadi variasi yang terlalu besar dalam baha a pemilihan produsen tempe dalam penelitian an sebanyak 2 kali dan mengupasan kulit ar aksimalkan produk isoflavon tempe. enelusuran penulis di beberapa produsen tem Americana yang paling banyak digunakan mpe. a produsen tempe terpilih tergolong kecil, 10 kg kedelai per hari. Usaha tersebut sudah d Kedelai yang digunakan jenis Americana yan PTI Bogor. Sedangkan ragi yang digunakan tasi Industri AFI, Bandung, dengan ijin prod . Komposisi ragi terdiri dari beras dan jamur t 11.3 7.6 8 24.2 7.7 7 8.1 mak g SAFA g MUFA g PUFA g 46 dan PUFA a intervensi usen yang telah u produsen tempe han dan prosedur n ini adalah yang ari kedelai. Hal tempe ditemukan an sebagai bahan il, karena hanya dilakukan sekitar ang diperoleh dari n diproduksi oleh oduksi BPOM RI r tempe. sebelum intervensi selama intervensi 47 Prinsip dasar pembuatan tempe adalah pembersihan, pencucian, perebusan, perendaman, pencucian, penambahan inokulum, pengemasan dan fermentasi. Setiap produsen mempunyai cara pengolahan yang berbeda. Modifikasi yang dilakukan adalah lama perendaman, frekuensi perebusan, lama perebusan, penambahan cuka, penggilingan, pemakaian kembali kulit ari kedelai, jenis inokulum, lama fermentasi, tipe pengemasan. Perebusan. Tahap ini bertujuan agar kedelai dapat menyerap air sebanyak mungkin, sehingga membuatnya lebih lunak dan memudahkan proses fermentasi acidification di tahap awal. Perebusan yang ideal dalam pembuatan tempe dilakukan sebanyak 2 kali dengan tujuan akhir memaksimalkan jumlah isoflavon tempe. Jika tanpa perebusan di tahap awal, maka dibutuhkan waktu perendaman yang lebih lama, dan akan muncul bau asam Hermana Karmini 1999. Beberapa produsen yang dikunjungi pada umumnya hanya melakukan perebusan satu kali dengan alasan untuk penghematan. Proses perebusan yang kedua sebenarnya diperlukan untuk memastikan agar kedelai dalam keadaan benar-benar matang dan untuk membunuh bakteri yang bersifat kontaminan. Pengupasan kulit kedelai. Bertujuan agar asam laktat bisa masuk lebih mudah ke dalam biji kedelai dan mycelium tumbuh selama fermentasi Hermana Karmini 1999. Pengupasan kedelai dalam skala kecil bisa dilakukan dengan menggunakan kaki, namun jika kedelai dalam jumlah besar menggunakan mesin mengupas. Mesin pengupas ada yang menggunakan listrik atau dikayuh seperti sepeda. Kedelai yang dipakai untuk pembuatan tempe umumnya kedelai import, karena mempunyai ukuran biji yang sama. Kedelai lokal umumnya mempunyai biji yang tidak seragam, sehingga sulit dikupas dengan menggunakan mesin pengupas. Beberapa produsen tempe tidak melakukan pengupasan dengan alasan pengupasan kulit akan menurunkan jumlah tempe yang dihasilkan, selain itu ada yang mencampurkan kembali kulit kedelai saat pengemasan, untuk menambah massa tempe. Perendaman. Bertujuan agar terjadi fermentasi asam laktat dan terjadinya kondisi asam sehingga mendorong pertumbuhan mold tempe, yang akan tercapai jika pH sekitar 3.5 – 5.2. Adanya campuran kulit kedelai dalam tempe akan menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat selama perendaman dan 48 menurunkan acidification kedelai Hermana Karmini 1999. Pertumbuhan bakteri ditandai dengan keluarnya bau asam saat perendaman serta adanya busa di permukaan air perendaman. Banyak produsen tempe menambahkan cuka ke dalam air rendaman agar proses keasaman berlangsung lebih cepat, bahkan bisa menghemat waktu perendaman hingga 10 jam. Pengasaman secara alami, meskipun lebih lambat namun menguntungkan karena terjadi penguraian protein sehingga lebih mudah dicerna. Keasaman dan perendaman juga menguntungkan pertumbuhan bakteri untuk sintesa vitamin B2, vitamin B6, vitamin B12, niacin, biotin, asam folat, dan asam pantotenat Hermana Karmini 1999. Pencucian. Bertujuan agar kedelai tidak menjadi asam dan menghilangkan lendir yang dihasilkan bakteri asam laktat. Adanya bakteri dan lendir akan menghalangi proses fermentasi tahap akhir. Setelah pencucian, beberapa produsen merebus kedelai untuk kedua kalinya. Hal ini akan membuat biji kedelai semakin lunak. Selain itu juga akan membunuh bakteri yang hidup dan berkembang biak selama perendaman Hermana Karmini 1999. Kedelai dengan dua kali perebusan akan lebih bersih, lebih lama daya simpannya, dan rasa tidak asam. Pendinginan. Bertujuan untuk mendinginkan sebelum kedelai diberi ragi. Pada umumnya sambil menunggu kedelai dingin, kedelai juga dibersihkan dari kotoran yang mungkin masih ada. Kotoran yang biasanya terdapat dalam kedelai adalah kerikil, ranting, dan kedelai hitam. Peragian. Kedelai harus benar-benar bersih, kering dan dingin sebelum disebarkan ragi dipermukaan kedelai. Ragi yang digunakan umumnya berbeda antar produsen. Jumlah ragi yang ditebar juga bergantung pada cuaca. Jika cuaca mendung dan dingin, umumnya dibutuhkan jumlah ragi yang lebih banyak. Beberapa jenis ragi dicampur dengan tepung beras digunakan dalam penelitian ini atau tepung jagung, yang tujuannya untuk memudahkan ragi disebar dalam kedelai. Pengemasan. Setelah peragian, maka kedelai segera dikemas. Pengemasan bisa menggunakan daun pisang atau plastik telah diberi lubang kecil untuk mendapatkan oksigen bagi pertumbuhan bakteri. Menurut Hermana 49 dan Karmini 1999, pertumbuhan kapang dari kedelai yang dibungkus daun umumnya lebih cepat dibandingkan yang dibungkus plastik. Fermentasi. Setelah pengemasan selesai, kedelai yang sudah dibungkus, diperam pada tempat yang dianggap lembab. Suhu tidak boleh terlalu dingin karena akan menghalangi pertumbuhan kapang. Suhu yang ideal berkisar 20 o C hingga 37 o C. Jumlah ragi, suhu dan kelembaban adalah faktor penting untuk proses fermentasi Hermana, 1999. Lama fermentasi yang umum dilakukan oleh produsen tempe adalah sekitar 36 jam. Umumnya pengemasan dilakukan sore hari dan kedelai telah berubah menjadi tempe dua hari kemudian dipagi hari, sehingga bisa langsung dipasarkan. Kandungan protein dan asam amino tempe Analisis kadar protein yang dilakukan dalam penelitian ini dengan teknik analisis Kjeldhal menunjukkan bahwa dalam 100 g tempe kukus mengandung 16.85 g protein. Pengukusan 10 menit menambah kadar air sekitar 2, sehingga dalam 100 g tempe mentah mengandung 16.5 g protein. Hasil ini tidak terlalu berbeda dengan kandungan protein tempe dalam USDA 2004 sebesar 15 mg100 g bahan dan DKBM 1981 sebesar 18.3 mg100 g bahan. Total kandungan protein kedelai tidak banyak berubah setelah proses fermentasi, perubahan dalam nitrogen terlarut hanya 0.5-2.5 Hermana Karmini 1999. Intervensi yang diberikan sebanyak 160 g tempe mengandung 26.4 g protein. Jumlah ini hampir sama dengan anjuran U.S. Food and Drug Administration’s yang menyebutkan bahwa “25 gram protein kedelai per hari sebagai bagian dari diet rendah SAFA dan kolesterol dapat menurunkan risiko penyakit jantung”. Berbagai uji klinik pada manusia menyebutkan bahwa konsumsi 25 g hingga 50 g protein kedelai per hari adalah aman dan efektif menurunkan K-LDL sekitar 4 hingga 8 Erdman et al. 2008; Lichtenstein 1998. Konsumsi protein kedelai lebih dari 25ghr juga dihubungkan dengan asupan fitokimia yang dapat memperbaiki profil lipid khususnya pada individu yang mengalami hiperkolesterolemia. Kandungan protein kedelai dan tempe hampir sama, namun melalui proses fermentasi, terjadi peningkatan asam amino bebas sebesar 30 hingga 35 kali 50 Kiers et al. 2001, sementara hasil penelitian Hermana dan Karmini 1997 menunjukkan terjadinya peningkatan asam amino bebas sebesar 7.3 hingga 12. Hal tersebut karena selama fermentasi oleh Rhizopus dan bakteri dihasilkan enzim protease sehingga protein diurai menjadi asam amino bebas. R.oligosporus akan menghidrolisa protein menjadi asam amino dan peptida Wang Murphy 1994A. Jumlah asam amino yang dibebaskan mencapai puncaknya setelah fermentasi selama 24 jam hingga 72 jam Stillings 1965; Wang Murphy 1994A. Meningkatnya pelepasan asam amino ini akan memperbaiki nilai gizi tempe, dimana PDCAAS protein digestibility corrected amino acid score 0,8 – 0,9 atau 80 – 90 dari protein hewani. Selama fermentasi, Rhizopus menghasilkan setidaknya empat grup enzim yaitu lipase, protease, amilase dan fitase yang menguntungkan bagi individu dengan masalah pencernaan, serta membantu pencernaan protein, lemak dan karbohidrat Hermana Karmini 1997. Fitase juga berguna menurunkan asam fitat dari sayuran yang dikonsumsi sehingga menurunkan mineral yang terikat pada asam fitat dan dapat meningkatkan bioavailability mineral. Asam amino yang cenderung meningkat setelah fermentasi adalah arginin , hal ini sesuai dengan temuan Sarkar et al. 1997 dan Ghozali 2008. Penelitian Ghozali 2008 menunjukkan bahwa secara keseluruhan asam amino arginin tempe mengalami kenaikan dibanding kedelai, dengan rata-rata peningkatan sebesar 68.8 tempe Americana meningkat 78.8, tempe Cikuray 63.7 dan tempe Baluran 62.7. Penelitian Ghozali 2008 juga menyebutkan bahwa arginin pada tempe Americana meningkat paling tinggi, dari 2.78ww menjadi 4.96ww, sedangkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asam amino arginin tempe jauh lebih tinggi dibanding Ghozali 2008 yaitu 6.58ww. Sementara itu penelitian Zamora Veum 1988 menunjukkan bahwa komposisi asam amino tempe hanya mengalami peningkatan kurang dari 10 jika dibandingkan dengan kedelai yang direbus. Peningkatan asam amino hanya terjadi pada treonin, metionin, leusin dan lisin. Kemungkinan metoda yang digunakan berbeda dan rentang waktu penelitian terdahulu dengan saat ini cukup jauh 20 tahun sehingga hasil yang diperoleh juga menunjukkan perbedaan yang cukup besar. 51 Tabel 26 berikut menyajikan hasil analisis kandungan protein dan asam amino per 100 gram tempe kukus. Tabel 26 Kandungan protein dan asam amino per 100g tempe kukus Parameter Hasil ww berat basah Protein Asam Amino - Arginin - Asam Glutamat - Asam Aspartat - Serin - Histidin - Glisin - Treonin - Alanin - Tirosin - Metionin - Valin - Penilalanin - I – leusin - Leusin - Lisin - Triptophan 16.85 6.58 1.74 1.13 0.50 0.31 0.42 0.44 0.47 0.40 0.15 0.58 0.53 0.51 0.76 0.95 0.13 Kandungan lemak dan asam lemak tempe Kadar lemak kedelai dan tempe relatif tidak terlalu berbeda, namun saat proses fermentasi terbentuk enzim lipase pada tempe yang melarutkan sebagian lemak kedelai, dan meningkatkan 30 Wagenknecht et al. 1960 atau 50-70 kali asam lemak bebas dibanding bentuk kedelai Murata 1967 dan Wang et al. 1975 serta menurunkan gliserida dari 22.3 menjadi 11.5 De Reu et al. 1994. Komposisi perubahan asam lemak disebabkan karena keberadaan dan aktivitas ragi dan bakteri serta lamanya fermentasi Hering et al. 1990. Lipase yang dihasilkan saat fermentasi akan menghidrolisis lemak pada waktu fermentasi berlangsung, dengan laju tertinggi setelah 12 jam hingga 24 jam. Sementara asam lemak mencapai puncaknya setelah 36 jam fermentasi. Pelepasan asam lemak 52 akan digunakan sebagai sumber karbon bagi R.oligosporus untuk asimilasi Wang et al. 1975 dan Liu et al. 1990. Hermana dan Karmini 1997 menyatakan bahwa fungi lipase meningkatkan asam lemak bebas dari 0.5 saat perebusan kedelai menjadi 21 setelah menjadi tempe. Besarnya asam lemak yang dibebaskan tergantung dari komposisi inokulum yang digunakan Agranoff Markham 1977. Asam lemak yang dominan pada tempe adalah asam lemak tidak jenuh yaitu sekitar 80 dari total asam lemak Hering et al. 1990; Pawiroharsono 1997. Peningkatan asam lemak juga meningkatkan daya cerna tempe Stainkraus et al. 1965. Asam lemak bebas di dalam tubuh dilaporkan menghambat beberapa enzim seperti glikolitik, glikoneogenik, lipogenik, proteolitik, tripsin dan sintesa asam lemak Wang et al. 1975. Asam lemak tidak jenuh tersebut tidak disintesa dari tubuh dan harus diperoleh dari makanan. Tabel 27 menunjukkan hasil analisis lemak dan asam lemak tempe. Tempe mengandung 2.89 ww lemak. Hasil ini jauh lebih rendah dibanding kadar lemak tempe yang tertera pada PERSAGI 2009 yaitu 8.8 g sedangkan pada Nutrisurvey sebesar 7.7 g. Kandungan lemak tempe jauh di bawah kandungan lemak hewani dengan kadar protein yang hampir sama dengan tempe. Ikan mas, misalnya, mempunyai kadar lemak 5.8 g dan protein 18.3 g, sementara tempe dengan kandungan lemak jauh dibawah ikan mas, namun mempunyai kandungan protein yang hampir sama yaitu 16.9 g. Sedangkan telur ayam mempunyai kandungan lemak yang jauh lebih tinggi 10.8 g dibanding tempe namun proteinnya jauh lebih rendah 12.4 g. Asam lemak yang dominan adalah asam linoleat C18:2 sebesar 50.12ww, disusul asam oleat, asam linolenat dan asam palmitat yang kesemuanya tergolong asam lemak tidak jenuh rantai panjang dan jumlahnya sekitar 80 dari total asam lemak. Asam lemak yang dominan tersebut tergolong esensial yaitu tidak dapat disintesa di dalam tubuh sehingga harus diperoleh dari konsumsi makanan. Hasil analisis asam lemak dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian Ghozali 2008 dan Agranoff and Markham 1997, dimana asam lemak tertinggi pada tempe adalah asam linoleat disusul asam oleat dan asam linolenat. 53 Tabel 27 Kandungan lemak dan asam lemak per 100 g tempe kukus Parameter Hasil ww berat basah Lemak Asam Lemak - Asam Palmitat - Asam Stearat - Asam Oleat - Asam Linoleat - Asam Arakidat - Asam Linolenat - Asam Behenat C16:0 C18:0 C18:1n9c C18:2n6c C20:0 C18:3n3 C22:0 2.89 7.21 3.05 14.74 50.12 0.21 9.32 0.22 Teridentifikasi bahwa asam linoleat, asam oleat, asam linolenat, asam palmitat, dan asam stearat merupakan asam lemak yang paling banyak dibebaskan dan hal ini sejalan dengan penelitian Wagenknecht 1960. Sebuah penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa minyak yang berasal dari tempe mempunyai daya tahan yang kuat terhadap peroksida lemak saat penyimpanan dalam suhu kamar, bahkan tidak berubah kadarnya ketika disimpan sekitar 2 tahun, hal ini berbeda dengan minyak dari kedelai yang cenderung rentan terhadap peroksida saat penyimpanan Stahl R J Sims 1985. Asam Oleat. Asam oleat adalah asam lemak kedua terbanyak pada tempe. Asam oleat tergolong lemak bebas cis yang bermanfaat bagi tubuh yang jika dikonsumsi sebagai pengganti SAFA akan menurunkan kolesterol darah. Meskipun efek hipokolesterolemia lebih rendah dibanding asam linoleat maupun asam linolenat namun asam oleat mempunyai kemampuan untuk meningkatkan K-HDL yang merupakan lemak yang dapat menurunkan risiko penyakit jantung, sehingga asam oleat juga sering diklaim untuk mencegah penyakit jantung Mann Stewart 2007. Asam Linoleat. Asam lemak utama pada tempe adalah asam linoleat 18:2 -6 yang bersifat meningkatkan K-HDL dan menurunkan K-LDL, hal ini berbeda dengan peran asam lemak lainnya yang cenderung bersifat hiperlipidemia. Jika konsumsi energi dari lemak jenuh SAFA diganti oleh asam 54 linoleat, maka secara bermakna akan menurunkan kolesterol darah Mann Stewart 2007. Asam Linolenat. Jenis asam lemak ini merupakan ketiga terbanyak dalam tempe. Asam lemak ini dapat lebih efektif menurunkan trigliserida darah dibanding asam linoleat. Namun harus diwaspadai karena jika dikonsumsi terlalu banyak pada individu yang kadar K-LDL awalnya tinggi justru akan semakin meningkatkan kadar K-LDL serta menurunkan kadar K-HDL Mann Stewart 2007. Selama ini sumber asam linolenat yang popular adalah minyak ikan dan konsumsi dalam dosis tinggi pada orang yang rentan harus dalam pengawasan dokter. Keuntungan dari tempe adalah karena asam linolenat bukan asam lemak bebas utama, sehingga lebih leluasa untuk dikonsumsi dalam jumlah banyak khususnya pada orang dengan hiperlipidemia tanpa mengurangi manfaatnya. Peran lain dari asam linoleat dan asam linolenat adalah: 1 untuk kekuatan membran sel dan mencegah kerusakan jaringan kulit, 2 membantu transport dan metabolisme kolesterol sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah, 3 mengatur produksi enzim yang dibutuhkan untuk sintesa asam lemak non esensial dalam hati, 4 meningkatkan imunitas dan mencegah kerentanan terhadap infeksi, 5 merupakan prekursor komponen aktif prostaglandin yang dibutuhkan dalam semua jaringan tubuh dan aktivitasnya mempengaruhi tekanan darah, pembekuan darah dan fungsi jantung Schlenker and Sara 2007. Elogasi dan desaturasi. Di dalam tubuh, asam linoleat dan asam linolenat tidak hanya dibutuhkan untuk semua membran sel tetapi juga mengalami elongasi dan desaturasi menjadi rantai yang lebih panjang dan merupakan prekursor komponen eicosanoid yang menyerupai hormon, prostaglandin dan leukotrienes. Asam linoleat akan dikonversi menjadi asam arakidonik sedangkan asam linolenat akan dikonversi menjadi eicosapentaenoic acid EPA dan decosahexaenoic acid DHA Mann Stewart 2007. EPA dan DHA dapat mencegah timbulnya platelet darah. Platelet dalam darah ini dalam jumlah besar akan mengganggu aliran darah dan merupakan faktor utama penyebab serangan jantung dan stroke. EPA dan DHA juga dapat memperbaiki trigliserida darah pada individu dengan hipertrigliserida. 55 Secara organoleptik, tempe yang nikmat adalah setelah mengalami fermentasi sekitar 30 jam, karena rasa netral dan bau yang tidak menyengat, selain itu juga kandungan gizi termasuk asam lemak berada pada kondisi maksimal. Untuk mempertahankan organoleptik dan gizi yang baik, maka perlu pemasakan yang benar. Tempe yang digoreng akan mengalami penurunan asam lemak bebas seperti asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat, sebaliknya justru meningkatkan asam kaprilat, asam kaprik, asam laurat dan asam miristat yang manfaat kesehatannya tidak sebesar asam lemak lain yang mengalami penurunan saat penggorengan. Saat penggorengan juga terjadi penambahan persentase gliserida pada tempe karena adanya absorbsi lemak dari minyak goreng Sudarmadji 1978, oleh sebab itu untuk mencapai manfaat tempe yang maksimal, sebaiknya dihindari pemasakan dengan menggoreng. Kandungan Isoflavon Isoflavon merupakan komponen non gizi pada tanaman dan sangat mirip struktur kimia dengan estrogen Setchell Adlercreuts 1988; Rimbach 2008. Isoflavon banyak ditemukan di kedelai dan hasil olahnya, merupakan salah satu jenis fitoestrogen selain lignan, flavonoids dan coumestans Nahas et al. 2006; Kris-Etherton et al. 2002. Dalam tanaman, isoflavon terdiri dari glukosida daidzin, glycetin, genistin dan aglikon genistein, daidzein dan glycitein. Glukosida adalah bentuk terikat sehingga absorbsi nya lebih rendah dibanding aglikon yang berada pada posisi tidak terikat. Isoflavon adalah fitoestrogen dengan aktivitas estrogenik terkuat yang berasal dari komponen aglikon genistein, daidzein dan glycitein. Kedelai adalah sumber terbesar isoflavon. Sedangkan tempe merupakan produk olahan kedelai melalui proses fermentasi dengan penambahan Rhizopus oligosporus dikenal sebagai makanan yang sangat popular di Indonesia. Selama proses pembuatan tempe terjadi dua kali fermentasi, yaitu saat perendaman dan saat peragian. Fermentasi akan mengubah sebagian besar glukosida dalam kedelai menjadi aglikon yang mudah diserap tubuh. Tinggi rendahnya kisaran hasil isoflavon disebabkan karena berbagai faktor seperti: varitas kedelai, tahap kematangan kedelai, iklim dan suhu tempat tumbuh kedelai, kondisi tanah, cara 56 bertanam, cara pengolahan tempe dan prosedur pemeriksaan isoflavon Wang Murphy 1994A.

a. Perebusan Kedelai