PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN TEMA LINGKUNGAN MELALUI METODE BERMAIN KARTU SISWA KELAS I A SD XAVERIUS I TELUK BETUNG BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

i PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PEMBELAJARAN

TEMATIK DENGAN TEMA LINGKUNGAN MELALUI METODE

BERMAIN KARTU SISWA KELAS I A SD XAVERIUS I TELUK BETUNG BANDAR LAMPUNG

TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Oleh

Maria Yasinta Sartini

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik dengan tema lingkungan di SD Xaverius I Bandar Lampung Kelas I A. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pembelajaran tematik dengan tema lingkungan di SD Xaverius I Bandar Lampung kelas I A melalui metode permainan kartu.

Rencana penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas melalui siklus

berdaur ulang. Setiap siklusnya terdiri atas: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi.

Hasil penelitian pembelajaran tematik dengan tema lingkungan menggunakan metode permainan kartu menunjukkan bahwa : (1) terdapat peningkatan aktivitas siswa pada siklus 1 dan siklus II. Dari hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I dan siklus II terjadi peningkatan aktivitas sebesar 16,67% dari 70% menjadi 86,67% , (2) kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Peningkatan kinerja guru dari siklus I ke siklus II sebesar 7,98% dari 73,77% menjadi 81,75%. (3) hasil pembelajaran tematik menunjukkan peningkatan hasil belajar sebesar 13,33 % dari 73,33% menjadi 86,67%.


(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1LatarBelakangMasalah

Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis. Oleh karena itu perubahan dan perkembangan pendidikan menjadi sesuatu yang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan mutu pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan. Agar dapat mendukung pembangunan dimasa depan pendidikan diharapkan mampu mengembangkan potensi siswa sebagai peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun kompetensi peserta didik. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problem yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, saat ini maupun saat yang akan datang. Pembelajaran yang baik dapat meningkatkan prestasi dan hasil belajar siswa seperti yang diharapkan dalam tujuan Pendidikan Nasional.


(3)

Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan No.22 Tahun 2006 tentang Standar isi dalam KKM tiap mata pelajaran, ketuntasan untuk setiap indikator berkisar 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator minimal 75%. Lebih lanjut Permendiknas No.20 Tahun 2007 Pasal 10 kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. Selanjutnya untuk mencapai KKM mata pelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum harus dikembangkan dalam pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta prilaku yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Peningkatan mutu pendidikan di setiap satuan pendidikan baik SMU, SMP, dan SD sangat ditentukan oleh mutu pembelajaran di dalam kelas, disamping faktor lain yang mengintegrasi, yaitu kurikulum, sarana dan prasarana, bimbingan belajar yang kondusif, buku sumber, administrasi sekolah, manajemen sekolah, serta dukungan dari masyarakat. Sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan yang mendidik anak usia 6 - 12 tahun. Di sekolah dasar, guru SD dalam hal ini guru kelas rendah (kelas I, II, dan III) dituntut untuk mengajarkan beberapa mata pelajaran yang terangkum menjadi satu tema atau yang dikenal dengan pembelajaran tematik. Konsep pembelajaran tematik telah tercantum di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang dijelaskan bahwa pembelajaran tematik adalah pendekatan yang harus digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas rendah. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah tidak merasa sedang mempelajari satu mata pelajaran saja.


(4)

Berdasarkan pengamatan penulis, aktivitas dan hasil belajar siswa kelas I A pada pelaksanaan pembelajaran tematik yang dilaksanakan di SD Xaverius 1 TelukBetung Bandarlampung kurang memuaskan. Hal ini karena perencanaan pembelajaran tematik belum dipersiapkansecara baik, pembelajaran yang cenderung membosankan, metode yang digunakan dalam pembelajaran kurang variatif, siswa kurang terfokus dalam pembelajaran tematik, dan siswa kurang aktif cenderung pasif. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru, pemisahan mata pelajaran masih tampak jelas walaupun fokus pembelajaran diarahkan pada tema-tema, siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran sehingga siswa tidak memperoleh pengalaman langsung dan kurang terlatih untuk menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajari. Adapun rendahnya nilai pembelajaran tematik kelas I A dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel: 1.1 Data Hasil Evaluasi Pra Penelitian Kelas I A SDXaverius 1 TelukBetungBandar Lampung .

Berdasarkan tabel di atas, nilai rata-rata prestasi di kelas I A SD Xaverius1 Teluk Betung Bandar Lampung semester I (satu) tahun pelajaran 2012-2013 belum mencapai ketuntasan belajar secara klasikal karena dari 30 orang jumlah keseluruhan siswa baru 10 orang yang mencapai nilai KKM yang ditentukan sekolah yaitu 75. Ini berarti hanya 33,4% yang tuntas belajar.

No NILAI SISWA

JUMLAH SISWA

Persentase

(%) KETERANGAN

1 ฀75 20 66,6 Belumtuntas

2 ≥ 75 10 33,4 Tuntas


(5)

Sedangkan siswa yang belum tuntas belajar sebanyak 20 orang dengan persentase 66,6%. Idealnya, ≥ 75% dari jumlah keseluruhan siswa telah mencapai ketuntasan belajar. Kondisi ini menunjukan bahwa hasil belajar siswa kelas I A SD Xaverius 1 TelukBetung Bandar Lampung kurang memuaskan.

Penerapan pembelajaran tematik dengan memperhatikan karakteristik dan rambu-rambu yangbenar akan sangat membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Pembelajaran yang kurang memberikan pengalaman langsung pada siswa agar siswa menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajari, menjadi pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan sehingga aktivitas dan prestasi belajar meningkat. Namun asumsi tersebut perlu pembuktian lebih lanjut. Atas dasar ini akan dilakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan AktivitasdanHasilBelajar Pembelajaran Tematik Dengan Tema Lingkungan Melalui Metode BermainKartuKelas I A SD Xaverius 1 Teluk Betung Bandar Lampung.”

1.2IdentifikasiMasalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa di kelas I A SD Xaverius dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1.2.1 Perencanaan pembelajaran yang belum dipersiapkan dengan baik 1.2.2 Metode pembelajaran yang kurangbervariasi


(6)

1.2.4 Kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru.

1.2.5 Siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran sehingga siswa tidak memperoleh pengalaman langsung.

1.2.6 Siswa kurang terlatih untuk menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajari.

1.2.7 Siswa kurang terfokus dalam pembelajaran tematik. 1.2.8 Siswa kurang aktif cenderung pasif

1.3PerumusanMasalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, masalah pokok yang peneliti rumuskan adalah:

Bagaimanakah meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pembelajaran tematik dengan tema lingkungan melalui metode bermain kartusiswa kelas I A SD Xaverius I Teluk Betung Bandar Lampung ?

1.4TujuanPenelitian

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik dengan tema lingkungan melalui metode permainan kartu siswa kelas 1A SD Xaverius 1 Teluk Betung Bandar Lampung.


(7)

1.5ManfaatHasilPenelitian Manfaat penelitian ini adalah:

A. Bagi Siswa

1. Memberikan pengalaman baru dan diharapkan memberikan kontribusi terhadap peningkatan aktivitas dan hasil belajar dalam pembelajaran tematik.

2. Memberikan pengalaman langsung padasiswa sehingga siswa lebih terlatih untuk menemukan sendiri dan memahami berbagai pengetahuan yang dipelajari.

3. Siswa memiliki kesadaran bahwa proses pembelajaran tematik dalam rangka mengembangkan potensi diri, keberhasilannya sangat ditentukan siswa.

B. Bagi Guru

1. Sebagai pedoman untuk melaksanakan pembelajaran dan meningkatkan kemampuan profesional.

2. Memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran tematik.

3. Meningkatkan wawasan guru dalam pembelajaran tematik yang lebih aktif, inovatif, kreatif, menyenangkan, dan tepat sasaran.

4. Guru mendapat kesempatan untuk berperan aktif dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sendiri.


(8)

C. Bagi Sekolah

1. Sebagai masukan dalam rangka mengaktifkan pembinaan dan pengembangan bagi guru agar dapat lebih professional dalam melaksanakan proses belajar mengajar sehingga mutu dan citra sekolah baik di mata masyarakat.

2. Mengembangkan penerapan pembelajaran tematik sehingga dapat dipergunakan pada pembelajaran tahun berikutnya.

D. BagiPeneliti

1. Membantu menentukan dan mengambil keputusan metode yang tepat untuk dipakai pada saat mengajar tematik di sekolah.

2. Sekolah dan guru memiliki kemampuan untuk melakukan perbaikan-perbaikan kinerjanya secara profesional.


(9)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Pengertian Belajar

Belajar diartikan sebagai proses membangun makna atau pemahaman terhadap informasi dan pengalaman sehingga terjadi perkembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan Suyatna (2011 : 7). Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran ( pengetahuan awal ), dan perasaan siswa. Belajar bukanlah menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru atau memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa.

Pembelajaran merupakan kegiatan partisipasi guru dalam membangun pemahaman siswa. Partisipasi tersebut dapat berwujud sebagai bertanya secara kritis, meminta kejelasan, atau menyajikan situasi yang tampak bertentangan dengan pemahaman siswa sehingga siswa terdorong untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahamannya. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai membuat otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya. Dengan kata lain pertisipasi guru harus selalu menempatkan pembangunan pemahaman itu adalah tanggungjawab siswa itu sendiri. Misal, bila ada siswa bertanya tentang sesuatu, maka pertanyaan itu harus selalu


(10)

dikembalikan dulu kepada siswa itu atau siswa lain, sebelum guru memberikan bantuan untuk menjawabnya.

Slameto ( 1998 : 57 ) menyatakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut aliran behaveoristik, belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap oleh panca indra dengan kecenderungan untuk bertindak atau berhubungan antara stimulus dan respon.Sanjaya ( 2008 : 29 ).

Menurut peneliti, belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan berdasarkan pengalaman dan latihan yang terus menerus sepanjang hidup.

2.2PengertianAktivitas Belajar

Aktivitas belajar merupakan faktor yag menentukan keberhasilan siswa, karena pada dasarnya belajar adalah berbuat. Menurut Poerwadarminto dalam Sugiharto ( 2011 : 98 ) aktivitas adalah kegiatan atau kesibukan. Nasution dalam Sugiharto ( 2011 : 102 ) mengemukakan aktivitas adalah keaktifan jasmani dan rohani dan kedua-duanya harus dihubungkan.

Sardiman ( 2008 : 100 ) aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar, kedua aktivitas itu harus saling berkaitan. Sejalan dengan apa yang dikemukakan di atas Rohani ( 2004 : 6 )


(11)

juga mengemukakan bahwa belajar yagn berhasil harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis.

Aktivitas fisik adalah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu,bermain, atau bekerja, ia tidak hanya duduk, dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Dan aktivitas belajar dialami oleh siswa sebagai suatu proses, yaitu proses belajar sesuatu yang merupakan kegiatan mental

mengolah bahan belajar atau pengalaman lain Dimyati & Mudjiono ( 2006 : 236-238 ).

Aktivitas belajar banyak macamnya. Para ahli mencoba mengadakan klasifikasi, antara lain dalam Hamalik ( 2011 : 90-91 ) membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, sebagai berikut :

a. Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja, atau bermain.

b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral): menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, berdiskusi.

c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan, atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrument musik, mendengarkan siaran radio.

d. Kegiatan-kegiatan menulis : menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.


(12)

e. Kegiatan-kegiatan menggambar : membuat grafik, diagram, peta.

f. Kegiatan-kegiatan matrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi ), menari, berkebun.

g. Kegiatan-kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan.

h. Kegiatan-kegiatan emosional : minat, membedakan, berani, tenang.

Berdasarkan uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa aktivitas belajar adalah interaksi antara guru dan siswa atau siswa dan siswa untuk melakukan kegiatan tertentu sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

2.3Pengertian Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono ( 1999 : 250–251 ), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih

baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Menurut Hamalik ( 2006 : 30 ) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi

perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Menurut peneliti, hasil belajar adalah hasil akhir dari suatu proses belajar yang dilakukan berulang-ulang dan akan tersimpan dalam waktu lama untuk membentuk pribadi yang lebih baik.


(13)

Menurut Sardiman ( 2008 : 108 ) faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dan hasil belajar dibedakan menjadi dua kategori, yaitu :

1. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu

yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis

a. Faktor fisiologis

Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pebelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.

b. Faktor psikologis

Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.

2. Faktor eksternal

Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial. a. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa.


(14)

a.1 Lingkungan sosial masyarakat

Kondisi lingkungan sosial masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi belajar siswa.

a.2 Lingkungan sosial keluarga

Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar, ketegangan keluarga, sifat-sifat orang tua, demografi keluarga ( letak rumah ), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa.

b. Lingkungan non sosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial yaitu :

b.1 Lingkungan alamiah

Lingkungan alamiah meliputi kondisi udara segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang.

b.2 Faktor instrumental

Perangkat instrumental yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti : gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabus dan lain sebagainya.


(15)

b.3 Faktor materi pelajaran

Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.

2.4 Pembelajaran Tematik 2.4.1 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran didefinisikan sebagai upaya untuk membelajarkan siswa Suyatna ( 2011 : 6 ). Dalam definisi ini terkandung makna bahwa dalam pembelajaran ada kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode/strategi yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan

Menurut Komalasari ( 2011 : 3 ) pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efesien.

Secara umum pembelajaran merupakan kegiatan yang dilaksanakan di dalam ruangan atau kelas dengan melibatkan antara guru dan murid untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Pembelajaran merupakan usaha sadar


(16)

yang direncanakan dan dilaksanakan secara berkesinambungan baik dari materi pembelajaran maupun jenjang pendidikannya.

Menurut Suherman dkk ( 2003 : 8 ) pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan yang meliputi proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah seperti guru, sumber/fasilitas belajar, dan teman sesama siswa.

Hermawan dkk ( 2007 : 3) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa pembelajaran adalah proses yang direncanakan oleh pengajar menggunakan prosedur dan metode agar dalam kegiatan belajar terjadi proses perubahan perilaku secara komprehensif serta memudahkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar aktif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.4.2 Pengertian Pembelajaran Tematik

Sesuai dengan tahap perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD sebaiknya dilakukan dengan Pembelajaran tematik. Pengertian Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan.


(17)

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran. Batasan waktu dan cakupan materi kegiatan siswa di sekolah didasarkan pada tema yang dikembangkan, bukan didasarkan pada jadwal mata pelajaran( Permendiknas No.22 th.2006 ).

Peserta didik yang berada di sekolah dasar kelas I, II, dan III berada pada rentangan usia dini. Pada umumnya tingkat perkembangan masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistic) serta mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung pada objek-objek konkret dan pengalaman yang dialami secara langsung.

Sesuai dengan tahap perkembangan anak maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas I, II, dan III, sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik. Tema merupakan pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Tema tersebut diharapkan dapat memberikan banyak keuntungan diantaranya: (1) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu; (2) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama; (3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; (4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; (5) siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; (6) siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan


(18)

(7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.

Pembelajaran tematik memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1) menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik; (2) memberi pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik;(3) hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakana;(4) mengembangkan keterampilan berfikir peserta didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi; (5) menumbuhkan keterampilan melalui kerja sama; (6) memiliki sikap toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain, dan (7) menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik ( Kunandar 2007 : 315 ).

Menurut peneliti pembelajaran tematik adalah proses belajar secara aktif yang direncanakan oleh guru menggunakan prosedur dan metode agar dalam kegiatan belajar terjadi proses perubahan perilaku secara komprehensif yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa.


(19)

2.4.3 Karakteristik Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut : a. Berpusat pada siswa

Pembelajaran tematik berpusat pada siswa. Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.

b. Memberikan pengalaman langsung

Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa. Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata ( konkrit ) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas

Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran

Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.


(20)

e. Bersifat fleksibel

Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkan dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.

f. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.

Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

g. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.

2.4.4 Ciri Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik memiliki ciri khas tersendiri. Adapun ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: (1) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; (2) kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; (3) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; (4) membantu keterampilan berfikir siswa; (5) menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui peserta didik dilingkunganya; dan (6) mengembangkan keterampilan siswa seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain ( KTSP 2006 ).

Penggabungan beberapa kompetensi dasar, indikator, serta isi dalam pembelajaran tematik akan terjadi penghematan karena tumpang tindih materi


(21)

dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Siswa mampu melihat hubungan bermakna, sebab isi atau materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan merupakan tujuan akhir ( Kunandar 2007:337 ).

Sehubungan dengan hal di atas, pembelajaran tematik dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan belajar mengajar menjadi lebih bermakna dan utuh. Strategi pembelajaran tematik lebih mengutamakan pengalaman belajar siswa, yakni melalui belajar yang menyenangkan tanpa tekanan dan ketakutan, tetapi tetap bermakna bagi siswa. Penanaman konsep atau pengetahuan dan keterampilan pada siswa tidak harus memberikan latihan menghafal berulang-ulang, melainkan siswa belajar melalui pengalaman langsung dan menghubungkan dengan konsep yang sudah dipahami.

2.4.5 Rambu-rambu Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik memiliki rambu-rambu sebagai berikut: (1) tidak semua mata pelajaran dapat dipadukan; (2) dimungkinkan terjadinya penggabungan kompetensi dasar lintas semester; (3) kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara tersendiri; (4) kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri; (5)kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, minat, lingkungan, dan daerah setempat ( KTSP 2006 ).


(22)

2.4.6 Arti Penting Pembelajaran Tematik

Pembelajran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara atif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu, oleh karena itu, guru harus mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (holistik).


(23)

2.4.7 Manfaat Pembelajaran Tematik

Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: 1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indicator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dapat dihilangkan, 2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yagn bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, 3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah, 4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat.

2.5 Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely dalam Arsyad ( 2006: 18) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual dan verbal.

Sedangkan media pembelajaran menurut Sardiman ( 2008 : 143 ) adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan-pesan dari pengirim ke


(24)

penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perhatian dan minat, serta perhatian siswa agar proses belajar terjadi.

Jadi, media pembelajaran adalah alat bantu yang digunakan pada proses pembelajaran sebagai penyalur pesan antara guru dan siswa agar tujuan pengajaran tercapai.

2.6 Jenis dan Klasifikasi Media Pembelajaran

Ada banyak media pembelajaran, mulai dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks dan rumit, mulai dari yang hanya menggunakan indera mata hingga perpaduan lebih dari satu indera. Dari yang murah dan tidak memerlukan listrik hingga yang mahal dan sangat tergantung pada perangkat keras.

Dalam perkembangannya media mengikuti perkembangan teknologi. Teknologi yang paling tuan yang dimanfaatkan dalam proses belajar adalah percetakan yang bekerja atas dasar prinsip mekanis. Kemudian lahir teknologi audio-visual yang menggabungkan penemuan mekanis dan elektronis untuk tujuan pembelajaran. Teknologi yang muncul terakhir adalah teknologi mikroprosesor yang melahirkan pemakaian komputer dan kegiatan interaktif. Menurut Arsyad ( 2006 : 29 ) media pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu:media hasil teknologi cetak,

1. media hasil teknologi audio-visual,

2. media hasil teknologi berbasis komputer, dan


(25)

Pengelompokkan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi perkembangan teknologi menurut Arsyad ( 2006 : 33 ) dibagi ke dalam dua kategari luas, yaitu pilihan media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir.

1. Pilihan Media Tradisional

a. Visual diam yang diproyeksikan (proyeksi tak tembus pandang, proyeksi overhead, slide, (filmstrips).

b. Visual yang tak diproyeksikan (gambar, poster, foto, charts, grafik, diagram, pameran,kartu, papan info, papan bulu/flanel)

c. Audio (rekaman piringan hitam dan pita kaset)

d. Penyajian multimedia (slide plus suara, paduan gambar-suara, dan multi image)

e. Visual dinamis yang diproyeksikan (film, televisi, video).

f. Cetak (buku teks, modul, teks terprogram, buku kerja, majalah berkala, lembaran lepas atau hand-out).

g. Permainan (teka-teki, simulasi, permainan papan,permainan kartu). h. Realia (model, specimen/contoh, manipulatif (peta, globe, boneka).

2. Pilihan Media Teknologi Mutakhir

a. Media berbasis telekomunikasi (teleconference dan telelecture)

b. Media berbasis mikroprosesor (pembelajaran berbantuan komputer, permainan komputer, pembelajaran interaktif, hypermedia, dan compact video disc).


(26)

Setiap media sudah pasti memiliki kelebihan dan keterbatasan dalam penggunaannya. Seorang guru seharusnya dapat mengkaji kelebihan dan keterbatasan itu, kemudian menjadikan kajiannya itu sebagai bahan pertimbangan dalam memilih dan menggunakan media dalam proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah.

2.7 Manfaat dan Fungsi Media

Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dan siswa sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Tetapi secara khusus ada beberapa manfaat media yang lebih rinci. Kemp dan Dayton (dalam Depdiknas, 2006) mengidentifikasikan beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu:

a. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan. b. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik. c. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif.

d. Efisiensi dalam waktu dan tenaga.

e. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.

f. Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.

g. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar.


(27)

Fungsi media pembelajaran antara lain:

a. Menyampaikan informasi dalam proses belajar mengajar.

b. Melengkapi dan memperkaya informasi dalam kegiatan belajar mengajar.

c. Mendorong motivasi belajar.

d. Menambah variasi dalam penyajian materi.

e. Menambah pengertian nyata tentang suatu pengetahuan. f. Mudah dicerna dan tahan lama dalam menyerap pesan-pesan

2.8 Hakikat Permainan

Pengertian bermain (play) mengacu pada beberapa teori bermain yang dikemukakan oleh para ahli. Pengertian bermain tidak dapat dilepaskan dari sudut pandang teori yang mendasari fungsinya. Dari sejumlah teori yang ada dapat dikembangkan ke dalam tujuh pandangan utama, yaitu: (1) teori surplus energi, (2) teori relaksasi,(3) teori preparasi,(4) teori rekapitulasi,(5)teori perkembangan,(6) teori penyaluran sosio-emosional dan (7) teori kognitif (dalam Suwarjo 2012 : 48).

Berikut ini diuraikan secara singkat.

1. Teori surplus energi

Dalam pandangan ini bermain merupakan penyaluran energi yang berlebihan. Anak-anak yang memperoleh cukup gizi dan waktu beristirahat umumnya memiliki energi kelebihan energi sehingga untuk membuang energi berlebih itu dilakukan dengan kegiatan bermain.


(28)

2.Teori relaksasi

Pandangan ini menyatakan bahwa bermain merupakan cara seseorang untuk menjadi lebih santai dan segar setelah tersalurnya energi. Dalam pandangan ini, isi kegiatan bermain tidak terlalu menjadi penekanan.

3. Teori preparasi atau insting

Di sini, bermain dijelaskan sebagai suatu perilaku instingtif. Kegiatan manusia yang instingtif cenderung berdasarkan atas perkembangan anak dalam kehidupannya. Oleh karena itu, bermain merupakan kejadian alamiah yang merupakan bagian dari persiapan perkembangan dan pertumbuhan. Anak-anak mempraktekan elemen-elemen yang lebih kecil dari sejumlah perilaku orang dewasa yang kompleks. Misalnya memandikan boneka melihat ibunya memandikan adiknya.

4. Teori rekapitulasi

Pandangan ini mencoba menemukan hubungan antara kegiatan bermain dengan evolusi kebudayaan. Di sini ditekankan bahwa setiap anak kembali melakukan berbagai perilaku manusia dewasa yang tampil selama masa transisi antara zaman berburu hingga zaman modern saat ini.

5. Teori pertumbuhan dan perkembangan

Pandangan ini menyatakan bahwa, bermain merupakan salah satu cara mengembangkan kemampuan anak. Dengan bermain anak melatih berbagai keterampilan baru dan menyempurnakannya. Pandangan ini menekankan pentingnya bermain bagi anak untuk menuju kematangan.


(29)

6. Teori penyaluran emosi

Menurut pandangan ini ada dua penjelasan, yaitu: pertama, bermain merupakan ekspresi simbolik dari suatu harapan. Kedua, merupakan upaya pengendalian pengalaman-pengalaman yang menegangkan. Kedua pandangan ini melihat bermain sebagai sarana dan menyalurkan emosi. 7. Teori kognitif

Pandangan ini menyatakan bahwa bermain adalah suatu upaya adaptasi seseorang yang terdiri dari dua aspek yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses organism menerapkan struktur yang sudah ada tanpa modifikasi terhadap aspek-aspek baru dari lingkungan yagn dihadapi. Sedangkan akomodasi adalah proses organisme memodifikasi struktur yang sudah ada menjadi struktur baru untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan lingkunga.

Permainan merupakan aktivitas bermain yang sudah memiliki aturan dan telah memiliki konsekuensi kalah dan menang. Dalam sebuah permainan biasanya melibatkan beberapa siswa, paling sedikit dua orang. Peserta dalam sebuah permaian berusaha mengalahkan lawan mainnya untuk mendapatkan kemenangan.

Permainan dalam pembelajaran dilakukan dalam rangka memperoleh atau menemukan pengertian/konsep tertentu dan siswa menjadi pelaku utama. Melalui permainan yang dirancang secara bijaksana, akan tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan siswa dan siswaterlibat secara aktif. Penggunaan permainan dalam pembelajaran harus disesuaiakan dengan (1)


(30)

minat siswa,(2) kondisi kelas,(3) waktu yang tersedia, dan (4) alat permainan yang tersedia, (Saputra 2001:5). Untuk itu guru perlu memilih jenis permainan yang benar-benar cocok dengan syarat-syarat di atas.

Permainan memiliki fungsi sangat strategis dalam rangka mengembangkan semua potensi yang adala dalam diri siswa. Menurut Djuanda ( 2006 : 92 ) fungsi bermain adalah untuk mengembangkan aspek-aspek berikut: (1) kemampuan koknitif anak, (2) kemampuan sosial anak, (3) kematangan emosional anak, (4) ketahanan fisik anak, dan (5) kemampuan berbahasa anak.

2.9 Permainan Kartu Sebagai Media Pembelajaran

Permainan sebagai salah satu media pembelajran sangat dianjurkan oleh para ahli psikologi karena sangat bermanfaat bagi perkembangan kognitif dan kreatif anak didik. Secara umum media pembelajaran adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah

sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar .

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1995 : 614 ) permainan adalah bermain, perbuatan bermain. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa permainan adalah suatu kegiatan bermain yang menimbulkan kesenangan bagi pesertanya. Ciri utama permainan yang membedakan dari bermain adalah adanya peraturan. Peraturan tersebut harus diketahui, dipahami, ditaati, dan disetujui oleh semua pemain. Peraturan yang baik harus benar-benar dipahami siswa an harus tegas dan jelas serta mengatur langkah jalannya permainan dan cara menilainya. Ada banyak jenis permainan yang


(31)

dapat digunakan dalam menyampaikan pembelajaran, salah satunya adalah permainan dengan menggunakan media kartu.

Metode bermain kartu dalam pembelajaran adalah suatu cara belajar dengan menggunakan bentuk media pembelajaran yang berbasis permainan yang teridiri atas kartu-kartu untuk menyampaikan pesan atau informasi materi pembelajaran kepada siswa.

2.9.1 Kelebihan Metode Permaian Kartu

a. Pembelajaran lebih menyenangkan, menghibur dan menarik

b. Meningkatkan kreatifitas siswa dalam proses belajar mengajar

c. Aktivitas yang dilakukan siswa bukan saja fisik tetapi juga mental

d. Dapat membangkitakan motivasi siswa dalam belajar

e. Dapat memupuk rasa solidaritas dan kerjasama

f. Dengan permainan materi lebih mengesan sehingga sukar dilupakan

g. Permainan memungkinkan adanya partisipasi aktif dari siswa untuk belajar.

h. Permainan dapat memberikan umpan balik langsung.

i. Permainan memberikan pengalaman-pengalaman nyata dan dapat diulangi

sebanyak yang dikehendaki, kesalahan-kesalahan operasional dapat diperbaiki (Suwarjo 2012 : 57).

2.9.2 Kelemahan Metode Permainan Kartu

Adapun kelemahan metode permainan kartu ini antara lain :

a. Bila jumlah siswa teralalu banyak akan sulit untuk melibatkan seluruh siswa dalam bermain.


(32)

c. Permainan banyak mengandung unsur spekulasi sehingga sulit untuk dijadikan ukuran yang dapat terpercaya.

d. Permainan biasanya menimbulkan suara gaduh, hal tersebut dapat mengganggu kelas yang berdekatan. Banyak yang menggunakan permainan hanya sebagai kegiatan mengisi waktu kosong bukan sebagai teknik pembelajaran. (Suwarjo 2012 : 57).

2.9.3 Langkah-Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Melalui Metode Permainan Kartu di Kelas I

Aristiwi (2012) menjelaskan secara garis besar, langkah-langkah pembelajaran permainan menggunakan media kartu adalah sebagai berikut:

1. Siswa dibagi menjadi enam kelompok masing-masing beranggotakan lima orang.

2. Guru menyiapkan enam set kartu dan masing-masing kelompok mendapat satu set kartu.

3. Guru membagikan beberapa kata dengan susunan huruf acak kepada masing-masing kelompok.

4. Masing-masing kelompok bertugas menyusun huruf acak tersebut menjadi sebuah kata.

5. Masing-masing siswa dalam kelompok bekerja sama mencari huruf yang dimaksud.

6. Masing-masing anggota kelompok memegang satu huruf yang dimaksud, kemudian maju ke depan kelas berbaris sesuai dengan urutan huruf sehingga membentuk kata yang dimaksud.


(33)

7. Siswa atau kelompok lain menilai apakah susunan huruf tersebut benar atau salah.

Sedangkan langkah pembelajaran menggunakan permainan media kartu angka hampir sama dengan kartu huruf. Perbedaanya terletak pada materi pelajarannya.

3.0Hipotesis

Apabila pembelajaran tematik dengan menggunakan metode permainan kartu pada tema lingkungan di kelas I A SD Xaverius I Teluk Betung Bandar Lampung dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat maka aktivitas dan hasil belajar siswa akan meningkat.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Setting Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi di SD Xaverius 1 Teluk Betung Bandar Lampung . Alasan menggunakan lokasi atau tempat ini, yaitu dengan pertimbangan bahwa penulis bekerja pada sekolah tersebut, sehingga memudahkan dalam mencari data, peluang waktu yang luas dan subyek penelitian yang sangat sesuai dengan profesi penulis.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu bulan Oktober 2012 sampai dengan Januari 2013.

3.1.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas I A SD Xaverius 1 Teluk Betung Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 30 siswa yang terdiri dari 14 siswa perempuan dan 16 siswa laki-laki.


(35)

3.1.4 Faktor yang Diteliti

Dalam penelitian ini faktor yang diteliti adalah aktivitas dan hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran tematik dengan tema lingkungan selama berlangsungnya penelitian ini.

3.2 Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, model yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu upaya guru atau praktisi dalm bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan kegiatan yang langsung berhubungan dengan tugas guru di lapangan. Artinya, penelitian tindakan kelas merupakan tindakan praktis yang dilakukan di kelas dan bertujuan untuk memperbaiki praktik pembelajaran yang ada. Arikunto ( 2006 : 3 ).

Tindakan dilaksanakan dalam bentuk siklus yang berdaur ulang. Setiap siklus terdiri dari empat kegiatan pokok, yaitu : perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan ( observasi ), dan refleksi. Siklus dapat dihentikan apabila indikator keberhasilan telah tercapai.


(36)

Alur tindakan kelas dapat dilihat pada gambar siklus berdaur ulang di bawah ini !

Permasalahan Perencanaan Pelaksanaan

Tindakan I Tindakan I

Siklus I Refleksi I Pengamatan/

Pengumpulan Data I

Permasalahan Perencanaan Pelaksanaan

Baru Hasil Tindakan II Tindakan II

Refleksi

Siklus II Refleksi II Pengamatan/

Pengumpulan Data II

Apabila Dilanjutkan ke

permasalahan siklus berikutnya belum

terselesaikan

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) diadopsi dari Suhardjono ( 2006 : 74 )

SIKLUS I

1. Tahap Perencanaan ( Planning ), mencakup :

a. Bersama dengan observer membuat jadwal perencanaan tindakan untuk menentukan tema dan sub tema pokok yang akan diajarkan.


(37)

b. Mempersiapkan kelengkapan yang digunakan dalam proses pembelajaran seperti Silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

c. Merancang model pembelajaran klasikal.

d. Mempersiapkan media pembelajaran kartu huruf

e. Menyiapkan instrument penelitian yang berupa, pedoman observasi siswa dan guru, tes akhir.

2. Tahap Pelaksanaan ( Action )

a. Peneliti melaksanakan langkah-langkah sesuai perencanaan. b. Peneliti menerapkan model pembelajaran klasikal.

c. Peneliti melakukan pengamatan terhadap setiap langkah-langkah kegiatan yang dilaksanakan.

d. Peneliti memperhatikan alokasi waktu yang ada dengan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan.

e. Peneliti mengantisipasi dengan melakukan solusi apabila menemui kendala saat melakukan tahap tindakan.

3. Tahap Mengamati ( Observasi ), mencakup :

a. Peneliti melakukan diskusi dengan observer (guru pendamping atau rekan sejawat) dan kepala sekolah untuk rencana observasi.

b. Observer mengamati kegiatan guru dalam proses belajar mengajar dengan bermain kartu- kartu huruf dan bilangan sesuai kesepakatan.

c. Peneliti melakukan pengamatan terhadap kegiatan belajar siswa

d. Observer mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat belajar dengan bermain kartu - kartu huruf


(38)

e. Melakukan diskusi dengan guru pendamping atau rekan sejawat untuk membahas tentang kelemahan-kelemahan atau kekurangan pada penerapan metode bermain kartu serta memberikan perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.

4. Tahap Refleksi ( Reflection ), mencakup :

a. Menganalisis temuan saat melakukan observasi.

b. Menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat menerapkan media pembelajaran kartu huruf dan bilangan.

c. Melakukan refleksi terhadap penerapan media pembelajaran dengan metode bermain kartu.

Dari tahap kegiatan pada siklus hasil yang diharapkan adalah :

1. Peserta didik memiliki kemampuan dan terlibat aktif dalam pembelajaran. 2. Guru memiliki kemampuan merancang dan menerapkan media pembelajaran

bermain kartu.

3. Terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar pembelajaran tematik dengan tema lingkungan dengan bermain kartu.

3.3 Data Penelitian

Data penelitian ini adalah data hasil observasi belajar siswa dan guru dalam proses belajar mengajar. Data hasil belajar siswa, yaitu data yang diperoleh berupa nilai dari tes yang diberikan pada akhir siklus.


(39)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, Arikunto (2006 : 125 ). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Dokumentasi

Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang daftar nama, jumlah siswa dan data lain yang akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data nama dan jumlah siswa kelas 1 SD Xaverius 1 Teluk Betung Bandar Lampung.

2. Tes

Tes dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang perubahan hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan metode bermain kartu. Tes dilakukan pada setiap akhir siklus . tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis dan tes perbuatan. Bentuk tes yang dipakai adalah pilihan jamak dan isian.

3. Observasi

Observasi dalam penelitian ini dilakukan oleh observer untuk mengamati aktivitas belajar siswa dan guru dalam pembelajaran tematik dengan menggunakan metode permainan kartu. Lembar observasi diisi oleh observer selama pembelajaran berlangsung dengan memberi tanda (  ) pada setiap


(40)

aspek yang diamati sesuai dengan indikator yang telah tentukan dengan kategori baik sekali, baik, cukup, kurang, dan kurang sekali.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah seperangkat rencana atau pengaturan tentang kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas serta penilaian aktivitas dan hasil belajar. Adapun instrumen yang dipakai adalah Silabus, RPP, LKS, Lembar Observasi Siswa dan Guru, dan Test Perbuatan. Silabus adalah seperangkat rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian hasil belajar. Pengamatan dilakukan secara kolaborasi yang melibatkan rekan sejawat sebagai observer di kelas menggunakan instrumen penelitian sebagai berikut:

1. Lembar Observasi

Lembar observasi siswa dan guru digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini untuk mengetahui aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan metode bermain kartu.

2. Tes Hasil Belajar

Tes tertulis dilaksanakan pada setiap akhir siklus dalam kegitan belajar mengajar. Dalam penelitian ini ada 2 siklus berarti ada 2 tes, yaitu berupa obyektif tes dan tes unjuk kerja ( perfomence test ). Tes ini digunakan untuk mengukur sejauh mana tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan


(41)

3.6 Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Kualitatif

a. Data kualitatif ini dari pengamatan siswa dan guru pada saat pembelajaran sedang berlangsung sesuai indikator pada lembar observasi yang telah disusun kemudian dipersentasikan peningkatan pada setiap pertemuan. Untuk menghitung persentase hasil observasi terfokus siswa dan guru digunakan rumus :

P = S x 100 % ∑ N

( Arikunto, 2006:260 )

Keterangan :

P = Persentase pelaksanaan setiap indikator S = Jumlah skor perolehan untuk setiap indikator N = Jumlah skor total

Penelitian ini menggunakan lima kategori aktif yaitu : perhatian, diskusi kelompok, mengerjakan tugas, memberikan tanggapan/respon, menggunakan alat peraga. Dengan kriteria sebagai berikut :

 Jika siswa melakukan ≥ 3 aktivitas maka siswa dikatakan aktif

 Jika siswa melakukan < 3 aktivitas maka siswa dikatakan kurang aktif Berikut ini merupakan kategori tingkat keaktifan siswa :

85 % - 100 % = sangat aktif 70 % - 84 % = aktif

55 % - 69 % = cukup aktif 40 % - 54 % = kurang aktif 0 % - 35 % = sangat kurang aktif


(42)

b. Data aktivitas belajar siswa dihitung dengan menggunakan rumus deskriptif persentase sebagai berikut :

Persentase ( %) = ∑ n x 100 % ∑ N

Keterangan :

N = Jumlah skor maksimal

n = Jumlah skor yang diperoleh dari data

2. Analisis Data Kuantitatif

Analisis data kuantitatif didapat dari penilaian latihan dan tes akhir. a. Penilaian latihan dan tes mencari nilai rata-rata

Peneliti menjumlahkan nilai yang diperoleh siswa, selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang mengikuti tes sehingga diperoleh nilai rata-rata. Nilai rata-rata ini didapat dengan menggunakan rumus :

x̅ = ∑ x ∑N

Keterangan

x̅ = nilai rata-rata

∑ x = jumlah semua nilai siswa

∑ N = jumlah siswa yang mengikuti tes ( Sumber: Arikunto 2006 : 264 )

b. Penilaian untuk ketuntasan belajar

Dalam penelitian ini terdapat dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara individu dan klasikal. Ketuntasan belajar secara individual didapat dari KKM untuk pembelajaran tematik ditetapkan sekolah yaitu


(43)

siswa dinyatakan tuntas jika telah mendapatkan nilai sekurang-kurangnya 75 dan di bawah 75 dinyatakan belum tuntas. Sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal yaitu mengukur tingkat keberhasilan ketuntasan belajar siswa menyeluruh.

Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar klasikal digunakan rumus :

P = Jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 75 x 100 % ∑ Siswa yang mengikuti tes

( Purwoko,2001:130)

Keterangan :

P = Persentase ketuntasan

Ketuntasan belajar klasikal dinyatakan berhasil jika persentase siswa yang tuntas belajar atau siswa yang mendapat nilai ≥ 75 jumlahnya lebih besar atau sama dengan 85 % dari jumlah siswa seluruhnya.

Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan refleksi untuk melakukan perencanaan lanjutan dalam pertemuan dan siklus selanjutnya. Hasil analisis juga dijadikan sebagai bahan refleksi dalam memperbaiki rancangan pembelajaran atau bahkan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan metode pembelajaran yang tepat.


(44)

3.7 Indikator Keberhasilan

Penggunaan metode bermain kartu dalam pembelajaran tematik dengan tema lingkungan dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila tingkat keberhasilan siswa secara klasikal mencapai ≥ 75 % dari total jumlah siswa telah lulus KKM dengan nilai sekurang-kurangnya 75 .

3.8Kriteria Keberhasilan

Kriteria keberhasilan siswa secara klasikal dalam proses pembelajaran berdasarkan tingkatannya.

No Tingkat Keberhasilan Predikat Keberhasilan

1 ш 81 % Sangat Baik

2 75 – 80 % Baik

3 70 – 74 % Sedang

4 65 – 69 % Kurang


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan refleksi dan diskusi peneliti dengan observer pada bab sebelumnya, peneliti dapat menyimpulkan bahwa penggunaan metode bermain kartu dalam pembelajaran tematik dengan tema lingkungan dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kelas 1A SD Xaverius 1 Bandarlampung. Pada siklus I sebanyak 22 orang siswa atau 73,33% telah berhasil mencapai skor ketuntasan minimal dan pada siklus II meningkat menjadi 26 orang siswa atau 86,67% dengan peningkatan sebesar 13,14%.

5.2Saran

Proses pembelajaran yang baik dan menyenangkan adalah hal yang semestinya diciptakan oleh pendidik dalam membimbing dan memberi motivasi kepada siswa di kelas. Pendidik tentunya memiliki keinginan agar siswa dapat dengan mudah dan cepat menguasai serta mengaplikasikannya menjadi tujuan pembelajaran. Hal yang paling penting adalah pendidik hendaknya selalu melakukan pengamatan sejauh mana peningkatan belajar siswa di kelas.

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti dapat mengemukakan beberapa saran dalam pembelajaran dengan menggunakan metode


(46)

permainan kartu dalam pembelajaran tematik dengan tema lingkungan untuk perbaikan di masa mendatang sebagai berikut:

1. Bagi Guru

a. Dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru yang menggunakan metode permainaan kartu sebagai media pembelajaran dalam penelitian tindakan kelas ini, untuk selanjutnya dapat menggunakan metode bermain kartu dalam proses pembelajaran di kelas.

b. Agar metode bermain kartu dalam pembelajaran tematik dengan tema lingkungan menjadi lebih efektif, guru harus mempersiapkan dengan sungguh-sungguh dan memperhatikan bahan ajar, metode, sarana dan prasarana serta kondisi siswa, agar siswa dapat terlibat ke dalam proses pembelajaran dan dapat menciptakan iklim sosial kelas yang kondusif. c. Kemampuan guru dalam melaksanakan variasi gaya mengajar hendaknya

selalu dicoba sebagai upaya menciptakan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan sesuai dengan prinsip pembelajaran PAIKEM.

2. Bagi sekolah

Perlunya kepedulian dari pihak kepala sekolah dan guru untuk bersama-sama satu tujuan dalam rangka meningkatkan kesadaran dalam meningkatkan kualitas pendidik dengan mencari media-media yang sesuai untuk diberikan dalam proses pembelajaran


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Pengertian Model Pembelajaran .Di akses 29 September 2012 pada20.00dari (http://contohmodelterbaru.blogspot.com/2011/06pengertian-model-pebelajaran.html.

Anonim. 2011. Media Pembelajaran. Di akses 13 Desember 2012 pada 11.00 WIB dari: http://wyw1d.wordpress.com/2009/10/12/media-pembelajaran/ Aqib, Zainal dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK.

Bandung: Yrama Widya

Arikunto, Suharsimi dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Aristiwi. 2012. StrategiPembelajaran. Jakarta :KencanaPrenada Medan Group. Arsyad. 2006. Media Pembelajaran . Jakarta : Rineka Cipta

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1994/1995. Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta : Dirjen Dikdasmen.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Depdikbud.

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran , Jakarta : Rineka Cipta. Hamalik. Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Balai Pustaka

Hamalik. Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Angkasa Hermawan, dkk. 2007. Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar. Bandung: UPI

PRESS

Komalasari. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama

Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta : Balai Pustaka


(48)

Sanjaya, Wina. 2008. Stategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Medan Group

Sardiman. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Slameto. 1998. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Angkasa. Sugiharto. 2011. Pengertian Aktivitas Belajar. Jakarta : Bumi Aksara

Suhardjono,dkk. 1996. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Widyaiswara. Depdikbud,dikdasmen

Suherman,dkk. 2001. Strategi Pembelajaran. Bandung: UPI-JICA

Suwarjo. 2012. Bahan Kuliah Mandiri Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi . Bandarlampung: FKIP Universitas Lampung ( Tidak di Terbitkan )


(1)

siswa dinyatakan tuntas jika telah mendapatkan nilai sekurang-kurangnya 75 dan di bawah 75 dinyatakan belum tuntas. Sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal yaitu mengukur tingkat keberhasilan ketuntasan belajar siswa menyeluruh.

Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar klasikal digunakan rumus :

P = Jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 75 x 100 % ∑ Siswa yang mengikuti tes

( Purwoko,2001:130)

Keterangan :

P = Persentase ketuntasan

Ketuntasan belajar klasikal dinyatakan berhasil jika persentase siswa yang tuntas belajar atau siswa yang mendapat nilai ≥ 75 jumlahnya lebih besar atau sama dengan 85 % dari jumlah siswa seluruhnya.

Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan refleksi untuk melakukan perencanaan lanjutan dalam pertemuan dan siklus selanjutnya. Hasil analisis juga dijadikan sebagai bahan refleksi dalam memperbaiki rancangan pembelajaran atau bahkan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan metode pembelajaran yang tepat.


(2)

Penggunaan metode bermain kartu dalam pembelajaran tematik dengan tema lingkungan dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila tingkat keberhasilan siswa secara klasikal mencapai ≥ 75 % dari total jumlah siswa telah lulus KKM dengan nilai sekurang-kurangnya 75 .

3.8Kriteria Keberhasilan

Kriteria keberhasilan siswa secara klasikal dalam proses pembelajaran berdasarkan tingkatannya.

No Tingkat Keberhasilan Predikat Keberhasilan

1 ш 81 % Sangat Baik

2 75 – 80 % Baik

3 70 – 74 % Sedang

4 65 – 69 % Kurang


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan refleksi dan diskusi peneliti dengan observer pada bab sebelumnya, peneliti dapat menyimpulkan bahwa penggunaan metode bermain kartu dalam pembelajaran tematik dengan tema lingkungan dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kelas 1A SD Xaverius 1 Bandarlampung. Pada siklus I sebanyak 22 orang siswa atau 73,33% telah berhasil mencapai skor ketuntasan minimal dan pada siklus II meningkat menjadi 26 orang siswa atau 86,67% dengan peningkatan sebesar 13,14%.

5.2Saran

Proses pembelajaran yang baik dan menyenangkan adalah hal yang semestinya diciptakan oleh pendidik dalam membimbing dan memberi motivasi kepada siswa di kelas. Pendidik tentunya memiliki keinginan agar siswa dapat dengan mudah dan cepat menguasai serta mengaplikasikannya menjadi tujuan pembelajaran. Hal yang paling penting adalah pendidik hendaknya selalu melakukan pengamatan sejauh mana peningkatan belajar siswa di kelas.

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti dapat mengemukakan beberapa saran dalam pembelajaran dengan menggunakan metode


(4)

permainan kartu dalam pembelajaran tematik dengan tema lingkungan untuk perbaikan di masa mendatang sebagai berikut:

1. Bagi Guru

a. Dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru yang menggunakan metode permainaan kartu sebagai media pembelajaran dalam penelitian tindakan kelas ini, untuk selanjutnya dapat menggunakan metode bermain kartu dalam proses pembelajaran di kelas.

b. Agar metode bermain kartu dalam pembelajaran tematik dengan tema lingkungan menjadi lebih efektif, guru harus mempersiapkan dengan sungguh-sungguh dan memperhatikan bahan ajar, metode, sarana dan prasarana serta kondisi siswa, agar siswa dapat terlibat ke dalam proses pembelajaran dan dapat menciptakan iklim sosial kelas yang kondusif. c. Kemampuan guru dalam melaksanakan variasi gaya mengajar hendaknya

selalu dicoba sebagai upaya menciptakan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan sesuai dengan prinsip pembelajaran PAIKEM.

2. Bagi sekolah

Perlunya kepedulian dari pihak kepala sekolah dan guru untuk bersama-sama satu tujuan dalam rangka meningkatkan kesadaran dalam meningkatkan kualitas pendidik dengan mencari media-media yang sesuai untuk diberikan dalam proses pembelajaran


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Pengertian Model Pembelajaran .Di akses 29 September 2012 pada20.00dari (http://contohmodelterbaru.blogspot.com/2011/06pengertian-model-pebelajaran.html.

Anonim. 2011. Media Pembelajaran. Di akses 13 Desember 2012 pada 11.00 WIB dari: http://wyw1d.wordpress.com/2009/10/12/media-pembelajaran/ Aqib, Zainal dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK.

Bandung: Yrama Widya

Arikunto, Suharsimi dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Aristiwi. 2012. StrategiPembelajaran. Jakarta :KencanaPrenada Medan Group. Arsyad. 2006. Media Pembelajaran . Jakarta : Rineka Cipta

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1994/1995. Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta : Dirjen Dikdasmen.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Depdikbud.

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran , Jakarta : Rineka Cipta. Hamalik. Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Balai Pustaka

Hamalik. Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Angkasa Hermawan, dkk. 2007. Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar. Bandung: UPI

PRESS

Komalasari. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama

Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta : Balai Pustaka


(6)

Sanjaya, Wina. 2008. Stategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Medan Group

Sardiman. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Slameto. 1998. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Angkasa. Sugiharto. 2011. Pengertian Aktivitas Belajar. Jakarta : Bumi Aksara

Suhardjono,dkk. 1996. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Widyaiswara. Depdikbud,dikdasmen

Suherman,dkk. 2001. Strategi Pembelajaran. Bandung: UPI-JICA

Suwarjo. 2012. Bahan Kuliah Mandiri Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi . Bandarlampung: FKIP Universitas Lampung ( Tidak di Terbitkan )


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR IPA MELALUI METODE INKUIRI PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 5 TALANG TELUK BETUNG SELATAN BANDAR LAMPUNG

1 16 17

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE TANYA JAWAB DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS KELAS VI-B SD XAVERIUS METRO TAHUN PELAJARAN 2011-2012

0 7 40

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DI KELAS V SDN 4 TALANG KECAMATAN TELUK BETUNG SELATAN KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 13 49

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN TEMA KEGEMARAN MELALUI MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS II SD SETIA BUDI TELUK BETUNG SELATAN BANDARLAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013-2014

6 64 56

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TEMA LINGKUNGAN MELALUI MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS I SD NEGERI I WAY KANDIS BANDARLAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013-2014

1 18 66

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK PADA TEMA LINGKUNGAN MENGGUNAKAN METODE BERMAIN PERAN DI KELAS II SD NEGERI 1 PALAPA KECAMATAN TANJUNGKARANG PUSAT

1 22 38

PENINGKATAN PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN TEMA LINGKUNGAN MELALUI MEDIA KARTU KATA DI KELAS II SLB WIYATA DHARMA METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 14 40

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN TEMA LINGKUNGAN MELALUI METODE BERMAIN KARTU SISWA KELAS I A SD XAVERIUS I TELUK BETUNG BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 12 48

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN TEMA KELUARGA MELALUAI MEDIA REALIA SISWA KELAS IA SD XAVERIUS 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 17 56

PENGGUNAAN PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS II SDN 3 TALANG KECAMATAN TELUK BETUNG SELATAN KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 7 70