Universitas Sumatera Utara
kekurangan gizi pada anak-anak dengan penyakit jantung bawaan adalah diatas 45 .
Malnutrisi pada anak PJB berkaitan juga dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat seringnya anak dilakukan perawatan, hasil operasi yang
tidak memuaskan, serta kegagalan yang menetap dari pertumbuhan somatik Okoromah, 2011. Walaupun anak dengan PJB yang tidak begitu parah biasanya
memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang normal, tetapi dengan adanya penyakit jantung yang dimiliknya mereka memiliki risiko yang besar untuk jatuh
dalam keadaan nutrisi buruk, anak dengan PJB sering menunjukkan pencapaian berat badan yang tidak baik dan keterlambatan pertumbuhan Rosenthal, 1992.
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran
berat gram, pound, kilogram, ukuran panjang cm, meter, umur tulang dan keseimbangan metabolik retensi kalsium dan nitrogen tubuh Soetjiningsih,
1995. Berdasarkan uraian tersebut, penyakit jantung bawaan mempunyai pengaruh
terhadap gizi pada anak. Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang masalah gizi dengan penyakit jantung bawaan maka penulis memilih untuk melakukan
penelitian di RSUP. Haji Adam Ma lik tentang “Status Gizi Anak dengan Penyakit
Jantung Bawaan di RSUP. Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012-2013.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana gambaran status gizi pada anak
dengan penyakit jantung bawaan di RSUP Haji Adam Malik Medan?”
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana status gizi pada anak dengan penyakit jantung bawaan di RSUP Haji Adam Malik tahun 2012-
2013.
Universitas Sumatera Utara 1.3.2. Tujuan Khusus
a Mengetahui jumlah pasien anak penderita penyakit jantung bawaan di RSUP. Haji Adam Malik tahun 2011-2013.
b Mengetahui jenis-jenis PJB yang terdiagnosa pada pasien anak di RSUP. Haji Adam Malik tahun 2011-2013.
c Mengetahui status gizi anak dengan PJB asianotik d Mengetahui status gizi anak dengan PJB sianotik
1.4. Manfaat Penelitian
a Sebagai sumber informasi tentang keadaan gizi pasien anak penderita penyakit jantung bawaan.
b Sebagai bahan masukan untuk bagian konsultasi gizi . c Sebagai data untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Jantung Bawaan 2.1.1. Definisi
Penyakit jantung bawaan adalah penyakit dengan kelainan pada stuktur atau fungsi sirkulasi jantung yang telah ada saat lahir. Kelainan ini terjadi
karena gangguan atau kegagalan perkembangan stuktur jantung pada fase awal pertumbuhan janin. Sekitar sepertiga atau separuh dari seluruh kasus
PJB memerlukan tindakan bedah atau intervensi Harimurti, 2008.
2.1.2. Epidemiologi
Insidens PJB berkisar 8-10 bayi per 1000 kelahiran hidup dan 30 diantaranya memberikan gejala pada minggu pertama kehidupan. Lima
puluh persen kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik Sastroasmoro,
1994. Asia dilaporkan memiliki prevalensi kelahiran dengan PJB tertinggi, yaitu
9,3 per 1000 kelahiran hidup Linde et al, 2011.
2.1.3. Faktor Resiko
Ada 2 kelompok besar dalam pembagian faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung bawaan : lingkungan dan genetik. Meskipun dalam
kenyataan kedua faktor ini saling berinteraksi Indriwanto, 2007. 1. Lingkungan
Paparan dari lingkungan yang tidak baik dapat mempengaruhi perkembangan janin, misalnya, menghisap asap rokok perokok pasif,
menghirup cat atau udara di bengkel mobil yang mengerjakan perbaikan cat. a Faktor dari ibu:
Rubella. Infeksi rubella terutama bila mengenai pada kehamilan trimester pertama akan mengakibatkan insiden kelainan jantung
Universitas Sumatera Utara
bawaan dan risiko untuk mendapat kelainan sekitar 35 dengan jenis Patent Ductus Arteriosus, Pulmonary Valve Stenosis, Septal Deffect.
Diabetes. Bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menderita penyakit diabetes mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mendapat
kelainan jantung bawaan terutama yang kadar gulanya tidak terkontrol dengan angka kejadian 3 - 5 , kelainan jantung bawaan yang
tersering pada ibu yang menderita kencing manis adalah Defek Septum Ventrikel, Koarktasio aorta, Transposisi komplit. Di negara maju pada
ibu-ibu dengan penyakit kencing manis direkomendasikan untuk dilakukan fetal echocardiography.
Alkohol. Disebut sebagai alkoholik adalah meminum alkohol sebanyak 45 ml per hari dan dikatakan tidak ada kadar yang aman untuk ibu
hamil, ibu yang alkoholik mempunyai insiden 0,1 - 3,3 per 1000 kelahiran mendapatkan bayi yang tidak normal fetal alcoholic
syndrome dan untuk insiden kelaianan jantung bawaan sekitar 25 - 30 dengan jenis defek septum.
Ectasy. Insiden kelainan jantung bawaan akan meningkat dan sekitar 15,4 akan didapatkan bayi dengan kelainan jantung dan
muskuloskletal. Obat-obatan lainnya. Obat-obatan yang lain seperti diazepam,
kortikosteroid, fenotiazin, juga kokain dapat meningkatkan insiden terjadinya kelainan jantung bawaan.
2. Genetik Riwayat dalam keluarga yang menderita kelainan pada jantung atau bukan
pada jantung menjadi suatu faktor risiko utama mayor. Tetapi beberapa peneliti mengatakan bila ada anak yang menderita kelainan jantung
bawaan maka saudara kandungnya mempunyai kemungkinan mendapat kelainan jantng bawaan 1 - 3, juga bila dalam silsilah keluarga ada yang
mendapat kelainan jantung bawaan maka kemungkinan mendapat kelainan sekitar 2 - 4.
Universitas Sumatera Utara
Kelainan kromosom. Sekitar 6 - 10 penderita kelainan jantung bawaan mempunyai kelainan kromosom, atau dengan kata lain sekitar
30 bayi yang mempunyai penyimpangan kromosom menderita kelainan jantung bawaan. Misalnya pada anak dengan Down syndrom
maka sekitar 40 mempunyai kelainan jantung bawaan Indriwanto, 2007.
2.1.4. Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan
Defek jantung kongenital dapat dibagi menjadi dua kelompok besar didasarkan pada ada atau tidak adanya sianosis, yang dapat ditentukan
dengan pemeriksaan fisik, dibantu dengan oksimetri transkutan Bernstein, 2000.
2.1.4.1. Penyakit jantung bawaan non sianotik
Penyakit jantung bawaan PJB non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis.
Terdapat 2 kelompok besar PJB non sianotik; yaitu PJB non sianotik dengan lesi atau lubang di jantung sehingga terdapat aliran pirau dari kiri
ke kanan dan PJB non sianotik dengan lesi obstruktif di jantung bagian kiri atau kanan tanpa aliran pirau melalui sekat di jantung Roebiono, 2003.
Kelompok PJB non sianotik yang terdapat aliran pirau dari kiri dan kanan: A. Defek Septum Atrium
Defek septum atrium ditandai dengan adanya cacat di septum intra atrial yang memungkinkan aliran balik vena pulmonalis dari atrium
kiri ke atrium kanan Markham, 2014. Defek septum atrial pada bayi dan anak merupakan kelainan jantung
bawaan dengan angka kejadian 1 dari 1500 kelahiran hidup dan merupakan 5-10 dari semua penyakit jantung bawaan. Ada 4 tipe
DSA, yaitu DSA primum, DSA sekundum, DSA sinus venosus serta DSA sinus koronarius Noormanto, 2010.
Klasifikasi DSA dibagi menurut letak defek pada septum atrium, yaitu: Ostium Primum, merupakan hasil dari kegagalan fusi ostium primum
dengan bantalan endokardial dan meninggalkan defek di dasar septum.
Universitas Sumatera Utara
Kejadian DSA Ostium primum pada wanita sama dengan pria dan terhitung sekitar 20 dari seluruh kasus PJB.
Ostium Sekundum, defek ini terdapat pada daerah fosa ovalis. Ini adalah bentuk defek sekat atrium yang paling sering dan bersama
dengan katup atrioventrikular normal. Defek ini mungkin tunggal atau multiple. Wanita beresiko 3 kali lebih banyak dari pada pria.
Sinus Venosus, defek terletak pada bagian atas sekat atrium berhubungan dekat dengan masuknya vena cava superior. Seringkali,
satu atau lebih vena pulmonalis biasanya dari paru kanan secara anomali mengalirkan kedalam vena cava superior Bernstein, 2000.
Sinus koronarius, defek ini terletak di bagian septum atrium yang mencakup lubang sinus koroner dan ditandai oleh tidak adanya
setidaknya sebagian dari dinding yang biasa memisahkan sinus koroner dengan atrium kiri Bezold, 2013.
B. Defek Septum Ventrikel
Defek Septum Ventrikel DSV adalah lesi kongenital pada jantung berupa lubang pada septum yang memisahkan ventrikel sehinggal
terdapat hubungan antara antar rongga ventrikel Ramaswamy, 2013. Defek septum ventrikel merupakan bentuk malformasi jantung paling
sering, meliputi 25 penyakit jantung kongenital Bernstein, 2000. Menurut Soto dkk. dalam Djer 2010, DSV dapat diklasifikasikan
menjadi 4:
DSV perimembranosa Pada jenis ini, sebagian besar defek terdapat pada septum ventrikel
pars membranosa, akan tetapi hampir selalu mencakup juga septum pars muskularis yang berdekatan. Oleh karena itu, DSV ini lebih
sering disebut sebagai DSV perimembranosa atau infrakirista atau subaorta. DSV perimembranosa merupakan DSV yang paling sering
ditemukan, yaitu sekitar 70. DSV outlet
Universitas Sumatera Utara
Sekitar 5-7
DSV di
Negara barat
merupakan DSV
outletinfundibularkonal dan di Negara timur jenis ini dilaporkan sekitar 30. DSV jenis ini terletak di septum outletkonal dan
pinggirnya dibentuk oleh annulus katup aorta dan pulmonalis. Jenis ini dulu disebut juga dengan DSV suprakrista, konal, subpulmonalis
atau subarterial. DSV yang terletak tepat di bawah katup aorta dan pulmonalis disebut juga dengan DSV subarterial atau doubly
commited subarterial defect atau DSV tipe oriental. DSV intlet
DSV intlet berkisar antara 5-8. DSV terletak di posterior dan inferior dari septum ventrikel pars membranosa, di bawah daun katup
trikuspid pars septalis katup dan di inferior dari mukulus papilaris konus.
DSV muskularis DSV jenis ini merupakan 5-20 DSV. Defek sering multiple.
Berdasarkan lokasinya DSV muskularis dibagi lagi menjadi 4 Djer, 2010 :
a. Apikalis, DSV terletak di bagian apeks jantung b. Midmuskularis,
DSV terletak
posterior dari
trabekula septomarginalis.
c. Anteriormarginalis, DSV ini biasanya multiple, kecil dan berliku- liku, terletak sepanjang septal junction ventrikel kanan.
d. Sweet cheese, DSV multiple, mencakup semua komponen septum ventrikel.
C. Duktus Arteriosus Paten Merupakan suatu kelainan dimana vascular yang menghubungkan
arteri pulmonal dan aorta pada fase fetal tetap paten sampai lahir. Ghanie, 2009. Penutupan fungsional duktus normalnya terjadi segera
setelah lahir, tetapi jika duktus tetap terbuka ketika tahanan vascular pulmonal turun, darah aorta darah aorta dialirkan ke dalam arteri
pulmonalis. PDA merupakan salah satu anomali kardiovaskuler
Universitas Sumatera Utara
kongenital yang paling sering akibat infeksi rubela ibu selama awal kehamilan Bernstein, 2000.
D. Defek Septum Atrioventrikular
Defek Septum Atrioventrikularis DSAV ditandai dengan penyatuan DSA dan DSV disertai abnormalitas katup atrioventrikular Bernstein,
2007.
Defek septum atrioventrikular mewakili sekitar 4 dari anomali jantung bawaan dan sering dikaitkan dengan kelainan jantung lainnya.
Menurut Spicer, defek septum atrioventrikular mencakup 30-40 dari kelainan jantung pada pasien dengan sindrom Down yang telah
diamati Ohye, 2013. Kelompok PJB non sianotik yang tidak terdapat pirau antara lain:
A. Stenosis Aorta Stenosis aorta derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik
sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di
area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Pada stenosis aorta yang ringan dengan gradien tekanan sistolik kurang dari
50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan
pada neonatus dan bayi dengan stenosis aorta valvular yang kritis serta pada anak dengan stenosis aorta valvular yang berat atau gradien
tekanan sistolik 90 – 100 mmHg Roebiono, 2003.
Prognosisnya baik pada kebanyakan anak dengan stenosis aorta ringan sampai sedang. Pada sejumlah kecil penderita yang menderita
obstruksi berat, kematian mendadak pernah terjadi. Pada keadaan tersebut biasanya ada bukti hipertrofi ventrikel kiri menyeluruh. Bayi
yang datang sesudah umur satu atau dua minggu pertama berespons baik terhadap pengurangan stenosis, dan fungsi ventrikel kiri membaik
Bernstein, 2000.
Universitas Sumatera Utara
B. Stenosis Pulmonal Stenosis pulmonal adalah kelainan jantung bawaan yang umum,
ditandai dengan obstruksi aliran dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Stenosis pulmonal dapat terjadi sendiri atau dihubungkan
dengan jenis lain kelainan jantung bawaan Peng and Perry, 2013. Status gizi penderita dengan Stenosis pulmonal umumnya baik dengan
pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan stenosis pulmonal ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis
sedangkan neonatus dengan stenosis pulmonal berat atau kritis akan terlihat takipnoe dan sianosis Roebiono, 2003.
C. Koarktasio Aorta
Koarktasio aorta adalah penyempitan terlokalisasi pada aorta yang umumnya terjadi pada daerah duktus arteriosus. Koarktasio aorta dapat
pula terjadi praduktal atau pascaduktal. Gejala dapat timbul mendadak. Tanda klasik koarktasio aorta adalah nadi brakialis yang teraba normal
atau kuat, sedangkan nadi femoralis serta dorsalis pedis tidak teraba atau teraba kecil Soeroso dan Sastrosoebroto, 1994.
Kelainan ini memiliki kejadian 1 dari 6000 kelahiran hidup. Koarktasio aorta sering terjadi pada pasien dengan Sindrom Turner
45, XO Berg and Brown, 2011.
2.1.4.2. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik
yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau terdapat
percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir dan mulut serta kuku jari tangan
–kaki dalah penampilan utama pada golongan PJB ini dan akan terlihat bila reduce
haemoglobin yang beredar dalam darah lebih dari 5 gram . Roebiono, 2003
Universitas Sumatera Utara
1. Tetralogi Fallot Tetralogi fallot secara klasik terdiri atas kombinasi dari penyumbatan
aliran keluar ventrikel kanan stenosis pulmonal, defek sekat ventrikel DSV, dekstroposisi aorta dengan menumpangi sekat, dan hipertrofi
ventrikel kanan Bernstein, 2000. Tetralogi Fallot TF menggambarkan sekitar 10 dari kasus penyakit
jantung bawaan PJB, terjadi pada 3-6 bayi untuk setiap 10.000 kelahiran dan merupakan penyebab paling umum dari penyakit jantung
jantung bawaan sianosis. Kelainan ini mencakup sepertiga dari semua PJB pada pasien yang lebih muda dari 15 tahun Bhimji, 2014.
Perubahan fisiologis yang terjadi pada pasien TF tergantung dua variable, derajat obstruksi pulmonal dan resistensi vascular sistemik.
Sebagian besar pasien dengan TF akan mengalami gangguan pertumbuhan, kadang terjadi sirkulasi kolateral ke paru sehingga dapat
mempertahankan pertumbuhan. Hipertrofi ventrikel kanan biasanya tidak terlalu berat, tidak sampai terjadi obliterasi rongga ventrikel
kanan, sehingga masih dimungkinkan tindakan reparasi. Bila obstruksi pulmonal tidak terlau berat maka derajat sianosis ringan, dikenal
sebagai acyanotic fallot atau pink tetralogy, terkadang dapat ditemui pada dewasa muda Ghanie, 2009.
2. Transposisi Arteri Besar Pada transposisi arteri besar ini, setiap pembuluh darah besar keluar
secara tidak tepat dari ventrikel yang berlawanan, yaitu aorta berasal dari ventrikel kanan sedangkan arteri pulmonal berasal dari ventrikel
kiri Berg and Brown, 2011. Kelainan ini mencapai 5-7 dari semua pasien dengan penyakit
jantung bawaan di Amerika Serikat. Kejadian pertahun secara keseluruhan adalah 20-30 per 100.000 kelahiran hidup. Transposisi
arteri besar terjadi tersendiripada 90 pasien dan jarang berhubungan dengan sindrom atau malformasi ekstrakardiak. Kelainan jantung
Universitas Sumatera Utara
bawaan ini lebih sering terjadi pada bayi dari ibu yang terkena diabetes Charpie, 2013.
3. Atresia Pulmonal dengan Defek Sekat Ventrikel Atresia pulmonal dengan defek sekat ventrikel adalah penyakit jantung
bawaan sianotik ditandai dengan tidak berkembangnya saluran keluar ventrikel kanan dengan atresia katup pulmonal dan defek septum
ventrikel besar VSD. Perkiraan terbaik dari frekuensi relatif dari atresia paru dengan defek septum ventrikel adalah 2,5-3,4 dari semua
cacat jantung bawaan. Atresia paru dengan defek septum ventrikel sedikit lebih umum pada laki-laki daripada perempuan Cruz, 2012.
4. Atresia Pulmonal dengan Sekat Ventrikel Utuh Pada kelainan ini daun katup pulmonal berfusi sempurna membentuk
membrane, dan saluran aliran keluar ventrikel kanan atresia. Karena tidak ada defek sekat ventrikel, tidak ada jalan keluar darah dari
ventrikel kanan. Karena duktus arteriosus menutup pada umur beberapa jam atau beberapa hari pertama, bayi dengan atresia
pulmonal dan sekat ventrikel utuh menjadi sangat sianotik Bernstein, 2000.
Di Amerika Serikat atresia pulmonal dengan sekat ventrikel utuh terjadi pada 7 -8 per 100.000 kelahiran hidup dan 0,7-3,1 pada
pasien dengan penyakit jantung bawaan Charpie, 2014. 5. Atresia Trikuspidal
Pada atresia trikuspidal tidak ada jalan keluar dari atrium kanan ke ventrikel kanan dam seluruh vena sistemik kembali masuk ke jantung
kiri dengan melalui foramen ovale atau defek sekat atrium DSA yang menyertai. Bernstein, 2000
Bergantung pada derajat obstruksi dan kelainan yang terjadi, atresia trikuspid mungkin dapat menyebabkan kematian saat lahir. Tanpa
operasi, pasien jarang bertahan sampai dewasa. Mancini, 2013
Universitas Sumatera Utara 2.1.5.
Diagnosis Penyakit Jantung Bawaan
Menurut Roebiono 2007 keberhasilan tatalaksana pada penyakit jantung bawaan bergantung pada ketepatan diagnosisnya. Diantaranya:
a. Anamnesis Pasien Anamnesis mengenai riwayat penyakit yang diajukan kepada orang
tua pasien harus dilakukan secara sistematis dan terarah untuk mendapatkan informasi yang lengkap. Dimulai dari riwayat keluarga
dan riwayat selama masa kehamilan yang berkaitan dengan kejadian yang diduga sebagai faktor penyebab. Gejala yang dapat ditemukan
diantaranya bayi cepat lelah saat diberikan ASI, pernafasan yang cepat dan memburu serta banyak berkeringat.
b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik kardivaskular yang penting untuk dilakukan adalah
pemeriksaan nadi dan tekanan darah yang dilakukan pada keempat anggota gerak, dilakukannya auskultasi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi pada dinding dada, dan pemeriksaan organ tubuh lainnya seperti hati, paru-paru, dan limpa.
c. Pemeriksaan elekrokardiografi Dari pemeriksaan EKG ini dapat diketahui irama jantung yang
normal, adanya aritmia, frekwensi denyut jantung, adanya gangguan atau hambatan hantaran listrik, hipertrofi otot atrium dan ventrikel
dan tanda-tanda adanya hipoksia. Kelainan anatomi atau adanya beban tekanan atau volume yang berlebihan di dalam ventrikel atau
atrium akan menyebabkan kelainan aktivitas listrik, sehingga beberapa jenis PJB mempunyai gambaran EKG yang spesifik.
d. Pemeriksaan Foto Toraks Dari pemeriksaan foto toraks dapat diketahui kondisi paru-paru,
ukuran dan bentuk jantung, adanya hipertrofi atrium dan ventrikel, pembuluh darah utama yang keluar dari jantung ataupun pembuluh
darah di paru-paru akibat PJB dapat terdeteksi. e. Pemeriksaan Ekokardiografi dan Doppler
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan alat transduser di dinding dada yang akan mengirimkan gelombang suara frekuensi tinggi ultra
sound dan menerima kembali suara tersebut yang dipantulkan oleh segmen-segmen jantung dengan kepadatan yang berbeda. Dengan
mengubah posisi dan arah transduser sesuai dengan lokasi segmen potongan jantung akan tampak spektrum eko dari objek yang diamati
seperti ruang-ruang, katup, sekat dan dinding jantung serta pembuluh darah utama secara lebih jelas dan spesifik. Dengan alat Doppler
dapat diukur aliran darah di dalam jantung dan pembuluh darah. Perubahan arah, kecepatan dan turbulensi aliran darah akibat beratnya
kelainan anatomi jantung akan terdeteksi. Kombinasi pemeriksaan ekokardiografi
2-dimensi dengan
Doppler berwarna
akan memperlihatkan anatomi dan profil aliran didalam jantung yang akan
meningkatkan akurasi diagnosis. Diagnosis PJB dapat ditegakkan secara lengkap dengan melakukan
pemeriksaan ekokardiografi secara sistimatis analisis segmental anatomi jantung mulai dari penentuan letak situs, pembuluh darah
balik yang masuk ke jantung, hubungan antara ventrikel dan atrium jantung, serta struktur anatomi setiap ruang-ruang, dinding, sekat serta
katup-katup jantung. Dengan pemeriksaan Doppler dapat diketahui ada tidaknya dan arah aliran pirau melalui lubang sekat, menilai
beratnya penyempitan katup jantung, kebocoran katup serta mengukur tekanan dalam ruang-ruang jantung dan curah jantung.
2.2. Status Gizi
2.2.1. Definisi
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi
di dalam tubuh Almatsier, 2005.
Universitas Sumatera Utara 2.2.2. Penilaian Status Gizi
Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung Supariasa, 2001.
1. Penilaian Gizi Secara Langsung Penilaian gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian
a Antropometri Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan antropometri secara umum digunakan untuk
melihat ketidakseimbangan
asupan protein
dan energy..
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
Dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode antropometri. Antropometri sebagai indikator
status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar
lengan, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan menurut umur
BBU, tinggi badan menurut umur TBU, dan berat badan menurut tinggi badan BBTB Supariasa, 2001.
Dalam beberapa kasus, antropometri dapat mendeteksi derajat sedang dan berat dari malnutrisi, tetapi metode ini tidak dapat digunakan
untuk mengidentifikasi defisiensi nutrisi secara spesifik Gibson, 2005.
b Klinis Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada
organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya digunakan untuk survey
Universitas Sumatera Utara
klinis secara cepat rapid clinical surveys Hartriyanti dan Triyanti, 2007.
c Biokimia Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan spesimen
yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah,
urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot Supariasa, 2001.
d Biofisik Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status
gizi dengan melihat kemampuan fungsi khususnya jaringan dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Pemeriksaan dengan
memperhatikan rambut, mata, lidah, tegangan otot dan bagian tubuh lainnya Supariasa, 2001.
2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung terbagi 3 yaitu, survey
konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi Supariasa, 2001.
a Survey konsumsi Makanan Merupakan metode yang digunakan dengan melihat jenis dan jumlah
zat gizi yang dikonsumsi. Survey ini dapat mengidentifikasi kekurangan atau kelebihan gizi.
b Statistik vital Pengukuran ini dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan
seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan
dengan gizi. c Faktor Ekologi
Metode penilaian gizi sering termasuk pengumpulan informasi pada berbagai faktor lain yang diketahui mempengaruhi status gizi individu
atau populasi, termasuk data sosial ekonomi dan demografi yang
Universitas Sumatera Utara
relevan. Variabel yang termasuk diantaranya adalah komposisi rumah tangga, pendidikan, keadaan buta huruf, suku, agama, pendapatan,
pekerjaan, sumber daya material, penyediaan air dan sanitasi rumah tangga, akses ke layanan kesehatan dan pertanian, serta kepemilikan
tanah dan informasi lainnya Gibson, 2005.
2.2.3. Istilah dan Pengertian
1. Umur Dihitung dalam bulan penuh. Contoh: 2 bulan 29 hari dihitung sebagai
umur 2 bulan. 2. Panjang Badan PB
Digunakan untuk anak umur 0 sampai 24 bulan yang diukur telentang. Bila anak umur 0 sampai 24 bulan diukur berdiri, maka hasil
pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm. 3. Tinggi Badan TB
Digunakan untuk anak umur diatas 24 bulan yang diukur berdiri. Bila anak umur diatas 24 bulan diukur telentang, maka hasil pengukurannya
dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm. 4. Gizi Kurang dan Gizi Buruk
Status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur BBU yang merupakan padanan istilah underweight gizi kurang dan
severely underweight gizi buruk. 5. Pendek dan Sangat Pendek
Status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang badan menurut umur PBU atau Tinggi badan menurut umur TBU yang merupakan
padanan istilah stunted pendek dan severely stunted sangat pendek 6. Kurus dan Sangat Kurus
Status gizi yang didasarkan pada indeks Berat badan menurut Panjang badanBBPB atau Berat badan menurut Tinggi badan BBTB yang
merupakan padanan istilah wasted kurus dan severely wasted sangat kurus.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Indeks Kategori Status
Gizi Ambang Batas Z-Score
Berat Badan menurut Umur BBU
Anak umur 0-60 bulan
Panjang Badan menurut Umur PBU atau Tinggi
Badan menurut Umur TBU Anak Umur 0-60
bulan Panjang badan menurut
umur
Berat Badan menurut Panjang Badan BBPB
atau Berat Badan menurut Tinggi Badan
BBTB Anak umur 0- 60 bulan
Indeks Massa Tubuh menurt Umur IMTU
Gizi Buruk Gizi kurang
Gizi Baik Gizi Lebih
Sangat Pendek Pendek
Normal Tinggi
Sangat kurus Kurus
Normal Gemuk
Sangat kurus Kurus
Normal Gemuk
Sangat kurus Kurus
-3 SD -3 SD sampai dengan -2
SD -2 SD sampai dengan 2 SD
2 SD
-3 SD -3 SD sampai dengan -2
SD -2 SD sampai dengan 2 SD
2 SD
-3 SD -3 SD sampai dengan -2
SD -2 SD sampai dengan 2 SD
2 SD
-3 SD -3 SD sampai dengan -2
SD -2 SD sampai dengan 2 SD
2 SD
-3 SD -3 SD sampai dengan -2
Universitas Sumatera Utara
Anak Umur 0-60 bulan
Indeks Massa Tubuh menurut Umur IMTU
Anak umur 5 – 18 tahun
Normal gemuk
Obesitas
Sangat kurus Kurus
Normal gemuk
Obesitas SD
-2 SD sampai dengan 1 SD 1 SD sampai dengan 2 SD
2 SD
-3 SD -3 SD sampai dengan -2
SD -2 SD sampai dengan 1 SD
1 SD sampai dengan 2 SD 2 SD
Sumber: Depkes 2010
2.2.4. Pengukuran Antropometri
Pengertian istilah Nutritional Anthropometry mula-mula muncul dalam Body Measurements and Human Nutrition yang ditulis oleh Brozek pada
tahun 1966 yang telah didefinisikan oleh Jelliffe 1966 sebagai pengukuran pada variasi dimensi fisik dan komposisi besaran tubuh manusia pada tingkat
usia dan derajat nutrisi yang berbeda. Pengukuran antropometri terdiri dari dua jenis, yaitu penilaian ukuran tubuh, dan menentukan komposisi tubuh.
Pengukuran penentuan komposisi tubuh dapat dibagi lagi menjadi pengukuran lemak tubuh dan massa tubuh bebas lemak Gibson, 2005.
Pengukuran dengan cara-cara yang baku dilakukan beberapa kali secara berkala pada berat dan tinggi badan, lingkaran lengan atas, lingkaran kepala,
tebal lipatan kulit skinfold diperlukan untuk penilaian pertumbuhan dan status gizi pada bayi dan anak Narendra, 2006.
1. Berat dan Tinggi Badan terhadap umur : • Pengukuran antropometri sesuai dengan cara-cara yang baku,
beberapa kali secara berkala misalnya berat badan anak diukur tanpa baju, mengukur panjang bayi dilakukan oleh 2 orang
Universitas Sumatera Utara
pemeriksa pada papan pengukur infantometer, tinggi badan anak diatas 2 tahun dengan berdiri diukur dengan stadiometer.
• Baku yang dianjurkan adalah buku NCHS secara Internasional untuk anak usia 0-18 tahun yang dibedakan menurut jender laki-laki dan
wanita. • Cara canggih yang lebih tepat untuk menetapkan obesitas pada anak
dengan kalkulasi skor Z atau standard deviasi dengan mengurangi nilai berat badan yang dibagi dengan standard deviasi populasi
referens. Skor Z =atau +2 misalnya 2SD diatas median dipakai sebagai indikator obesitas.
2. Lingkar kepala, lingkar lengan, lingkaran dada diukur dengan pita pengukur yang tidak molor. Baku Nellhaus dipakai dalam menentukan lingkaran
kepala dikutip oleh Behrman, 1968. Sedangkan lingkaran lengan menggunakan baku dari Wolanski, 1961 yang berturut-turut diperbaiki
pada tahun 1969. 3. Tebal kulit di ukur dengan alat Skinfold caliper pada kulit lengan,
subskapula dan daerah pinggul., penting untuk menilai kegemukan. Memerlukan latihan karena sukar melakukannya dan alatnyapun mahal
Harpenden Caliper. Penggunaan dan interpretasinya yang terlebih penting.
4. Body Mass Index BMI adalah Quetelet’s index, yang telah dipakai secara
luas, yaitu berat badankg dibagi kuadrat tinggi badan m
2
. Tabel 2.2. Kategori IMT berdasarkan WHO 2000
Kategori IMT kgm2
Underweight 18,5
Normal 18,5
– 24,99 Overweight
≥ 25,00 Preobese
25,00 – 29,99
Obesitas tingkat 1 30,00
– 34,99 Obesitas tingkat 2
35,00 – 39,9
Universitas Sumatera Utara
Obesitas tingkat 3 ≥ 40,0
Sumber : WHO 2000 dalam Gibson 2005
2.2.5. Penilaian Indeks Massa Tubuh Anak
Indeks Massa Tubuh IMT adalah jumlah yang dihitung dari berat dan tinggi badan anak. IMT dapat merupakan suatu indikator yang dapat menilai kegemukan
tubuh bagi sebagian besar anak-anak dan remaja CDC, 2011. Setelah IMT dihitung, hasil IMT diplot pada grafik CDC-IMT ataupun kurva
WHO sesuai usia baik anak perempuan atau anak laki-laki untuk mendapatkan peringkat persentil. Persentil adalah indikator yang paling umum digunakan untuk
menilai ukuran dan pertumbuhan pola masing-masing anak di Amerika Serikat. Persentil menunjukkan posisi relatif dari hasil IMT anak antara anak-anak dari
jenis kelamin dan usia yang sama. Grafik pertumbuhan menunjukkan kategori status berat badan digunakan dengan anak-anak dan remaja underweight, berat
badan yang sehat, kelebihan berat badan, dan obesitas. Kurva CDC dan WHO terdapat pada lampiran.
Berikut ini merupakan kategori IMT berdasarkan usia: a. Kurva CDC
5
th
persentil : Underweight
5
th
persentil - 85
th
persentil : Normal Gizi Baik
85
th
persentil - 95
th
persentil : Overweight
= 95
th
persentil : Obesitas
b. Kurva WHO 5
th
persentil : Underweight
5
th
persentil - 85
th
persentil : Normal Gizi Baik
85
th
persentil - 95
th
persentil : Overweight
= 95
th
persentil : Obesitas
Universitas Sumatera Utara
Nilai z-score untuk kurva WHO: -3SD
: Gizi buruk Kurus sekali
-2SD sd -3SD :
Gizi kurang Kurus -2SD sd +2SD
: Gizi baik Normal
+2SD :
Gizi lebih Gemuk
2.2.6. Status Gizi Pada Anak PJB
Dukungan nutrisi untuk bayi dan anak-anak dengan PJB mencakup berbagai topik dari perawatan akut pada masa bayi hingga perawatan kronis di masa kanak-
kanak. Besarnya pengaruh cacat jantung pada pertumbuhan, perkembangan, dan status gizi tergantung pada lesi tertentu dan beratnya. malnutrisi dan hambatan
pertumbuhan yang umum di seluruh dunia pada bayi dan anak-anak dengan PJB Wessel and Samour, 2005.
Sudah menjadi pandangan umum bahwa anak-anak dengan penyakit jantung bawaan seringkali kecil dan kekurangan gizi. Kegagalan untuk
berkembang tampaknya menjadi tampilan umum dari anak-anak dengan penyakit jantung bawaan. Ada tiga kemungkinan penjelasan untuk temuan
ini Mitchell, 1994 : 1. Tidak cukupnya pasokan makanan. Ini mungkin ini tidak akan
memberikan pengaruh terhadap kegagalan pertumbuhan dalam masyarakat modern dengan ketersediannya pelayanan sosial.
Kebanyakan orang tua yang menyadari perkembangan buruk dari anak mereka sangat termotivasi untuk membantu.
2. Malabsorbsi atau kesulitan makan, contohnya berasal dari rasa kelelahan dan sesak napas, dapat membatasi asupan makanannya.
3. Hipermetabolisme. Meskipun kemungkinan adanya hipoksia jaringan, anak dengan PJB relatif terjadi hipermetabolisme dan
menunjukkan kegagalan pertumbuhan apabila asupan nutrisi tidak meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan Mitchell,
1994.
Universitas Sumatera Utara
Alasan lainnya, peningkatan metabolisme dapat disebabkan oleh kebutuhan jaringan spesifik seperti jaringan hematopoietik, otot
jantung dan otot respirasi. Polisitemia dapat terjadi oleh karena mekanisme adaptasi pada hipoksia kronis dan asidosis.
Peningkatan Respiratory Rate membutuhan pengeluaran energi yang ekstra untuk menyediakan kebutuhan energi. Hipertrofi otot
jantung menggunakan 20-30 total konsumsi oksigen tubuh, yang biasanya hanya meggunakan sebesar 10 pada jantung yang
normal Forchielli et al, 1994 dikutip oleh Edwina 2012. Faktor yang dapat menyebabkan gagal tumbuh pada bayi dan anak
dengan PJB Wessel and Samour, 2005 : 1. Lesi di kardiak
Sianotik : Dapat mengurangi berat badan dan tinggi badan Asianotik
Obstruktif: pertumbuhan linier mempengaruhi lebih dari berat badan
Left to right shunt : mengurangi berat badan lebih dari tinggi badan dalam tahap awal, berat badan kurang dari anak-anak
sianotik, pirau yang besar mempengaruhi kompartemen cairan tubuh
2. Asupan energi yang tidak cukup: asupan energi mungkin rata-rata hanya 80-90 dari anak-anak tanpa PJB.
Penurunan energi untuk makan : bersemangat pada saat akan makan tetapi cepat lelah dan tidak dapat menyelesaikan makan.
Anoreksia, cepat kenyang terlihat pada anak : asupan makan sangat sedikit
3. Peningkatan metabolisme : meningkatkan pengeluaran energi untuk bayi dan peningkatan 36 pada tingkat metabolisme yang
diamati pada anak dengan PJB. 4. Dismotilitas dan malabsorbsi
Universitas Sumatera Utara
Perlambatan pengosongan lambung : Rasa cepat kenyang, peningkatan potensial refluks gastroesophageal.
5. Faktor prenatal Trisomy 21 Sindrom Down : keterlambatan pertumbuhan
postnatal dapat merupakan karakteristik dari sindrom tersebut.
Universitas Sumatera Utara BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran status gizi pasien anak yang menderita penyakit jantung bawaan.
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian 3.2.
Definisi Operasional
Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 tahun. Penyakit jantung bawaan adalah suatu kelainan pada stuktur atau fungsi sirkulasi
jantung yang telah ada saat lahir yang telah didiagnosa oleh dokter spesialis dan telah terbukti dengan pemeriksaan penunjang diantaranya foto toraks,
elektrokardiogram, dan echokardiografi. Status gizi adalah ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat diukur
dengan metode antropometri yaitu dengan perhitungan indeks massa tubuh.
3.3. Cara Ukur
Cara ukur pada penelitian ini adalah dengan menghitung indeks massa tubuh pasien berdasarkan berat badan BB dan tinggi badan TB kemudian di plot kan
ke kurva WHO dan CDC. Anak penderita penyakit
jantung bawaan Status Gizi
Kurva WHO dan CDC
Universitas Sumatera Utara 3.4.
Alat Ukur
Alat ukur pada penelitian ini adalah data rekam medis pasien anak dengan penyakit jantung bawaan di RSUP. Haji Adam Malik Medan.
3.5. Hasil Ukur