Penyakit jantung bawaan non sianotik

Universitas Sumatera Utara  Kelainan kromosom. Sekitar 6 - 10 penderita kelainan jantung bawaan mempunyai kelainan kromosom, atau dengan kata lain sekitar 30 bayi yang mempunyai penyimpangan kromosom menderita kelainan jantung bawaan. Misalnya pada anak dengan Down syndrom maka sekitar 40 mempunyai kelainan jantung bawaan Indriwanto, 2007.

2.1.4. Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan

Defek jantung kongenital dapat dibagi menjadi dua kelompok besar didasarkan pada ada atau tidak adanya sianosis, yang dapat ditentukan dengan pemeriksaan fisik, dibantu dengan oksimetri transkutan Bernstein, 2000.

2.1.4.1. Penyakit jantung bawaan non sianotik

Penyakit jantung bawaan PJB non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis. Terdapat 2 kelompok besar PJB non sianotik; yaitu PJB non sianotik dengan lesi atau lubang di jantung sehingga terdapat aliran pirau dari kiri ke kanan dan PJB non sianotik dengan lesi obstruktif di jantung bagian kiri atau kanan tanpa aliran pirau melalui sekat di jantung Roebiono, 2003. Kelompok PJB non sianotik yang terdapat aliran pirau dari kiri dan kanan: A. Defek Septum Atrium Defek septum atrium ditandai dengan adanya cacat di septum intra atrial yang memungkinkan aliran balik vena pulmonalis dari atrium kiri ke atrium kanan Markham, 2014. Defek septum atrial pada bayi dan anak merupakan kelainan jantung bawaan dengan angka kejadian 1 dari 1500 kelahiran hidup dan merupakan 5-10 dari semua penyakit jantung bawaan. Ada 4 tipe DSA, yaitu DSA primum, DSA sekundum, DSA sinus venosus serta DSA sinus koronarius Noormanto, 2010. Klasifikasi DSA dibagi menurut letak defek pada septum atrium, yaitu:  Ostium Primum, merupakan hasil dari kegagalan fusi ostium primum dengan bantalan endokardial dan meninggalkan defek di dasar septum. Universitas Sumatera Utara Kejadian DSA Ostium primum pada wanita sama dengan pria dan terhitung sekitar 20 dari seluruh kasus PJB.  Ostium Sekundum, defek ini terdapat pada daerah fosa ovalis. Ini adalah bentuk defek sekat atrium yang paling sering dan bersama dengan katup atrioventrikular normal. Defek ini mungkin tunggal atau multiple. Wanita beresiko 3 kali lebih banyak dari pada pria.  Sinus Venosus, defek terletak pada bagian atas sekat atrium berhubungan dekat dengan masuknya vena cava superior. Seringkali, satu atau lebih vena pulmonalis biasanya dari paru kanan secara anomali mengalirkan kedalam vena cava superior Bernstein, 2000.  Sinus koronarius, defek ini terletak di bagian septum atrium yang mencakup lubang sinus koroner dan ditandai oleh tidak adanya setidaknya sebagian dari dinding yang biasa memisahkan sinus koroner dengan atrium kiri Bezold, 2013. B. Defek Septum Ventrikel Defek Septum Ventrikel DSV adalah lesi kongenital pada jantung berupa lubang pada septum yang memisahkan ventrikel sehinggal terdapat hubungan antara antar rongga ventrikel Ramaswamy, 2013. Defek septum ventrikel merupakan bentuk malformasi jantung paling sering, meliputi 25 penyakit jantung kongenital Bernstein, 2000. Menurut Soto dkk. dalam Djer 2010, DSV dapat diklasifikasikan menjadi 4:  DSV perimembranosa Pada jenis ini, sebagian besar defek terdapat pada septum ventrikel pars membranosa, akan tetapi hampir selalu mencakup juga septum pars muskularis yang berdekatan. Oleh karena itu, DSV ini lebih sering disebut sebagai DSV perimembranosa atau infrakirista atau subaorta. DSV perimembranosa merupakan DSV yang paling sering ditemukan, yaitu sekitar 70.  DSV outlet Universitas Sumatera Utara Sekitar 5-7 DSV di Negara barat merupakan DSV outletinfundibularkonal dan di Negara timur jenis ini dilaporkan sekitar 30. DSV jenis ini terletak di septum outletkonal dan pinggirnya dibentuk oleh annulus katup aorta dan pulmonalis. Jenis ini dulu disebut juga dengan DSV suprakrista, konal, subpulmonalis atau subarterial. DSV yang terletak tepat di bawah katup aorta dan pulmonalis disebut juga dengan DSV subarterial atau doubly commited subarterial defect atau DSV tipe oriental.  DSV intlet DSV intlet berkisar antara 5-8. DSV terletak di posterior dan inferior dari septum ventrikel pars membranosa, di bawah daun katup trikuspid pars septalis katup dan di inferior dari mukulus papilaris konus.  DSV muskularis DSV jenis ini merupakan 5-20 DSV. Defek sering multiple. Berdasarkan lokasinya DSV muskularis dibagi lagi menjadi 4 Djer, 2010 : a. Apikalis, DSV terletak di bagian apeks jantung b. Midmuskularis, DSV terletak posterior dari trabekula septomarginalis. c. Anteriormarginalis, DSV ini biasanya multiple, kecil dan berliku- liku, terletak sepanjang septal junction ventrikel kanan. d. Sweet cheese, DSV multiple, mencakup semua komponen septum ventrikel. C. Duktus Arteriosus Paten Merupakan suatu kelainan dimana vascular yang menghubungkan arteri pulmonal dan aorta pada fase fetal tetap paten sampai lahir. Ghanie, 2009. Penutupan fungsional duktus normalnya terjadi segera setelah lahir, tetapi jika duktus tetap terbuka ketika tahanan vascular pulmonal turun, darah aorta darah aorta dialirkan ke dalam arteri pulmonalis. PDA merupakan salah satu anomali kardiovaskuler Universitas Sumatera Utara kongenital yang paling sering akibat infeksi rubela ibu selama awal kehamilan Bernstein, 2000. D. Defek Septum Atrioventrikular Defek Septum Atrioventrikularis DSAV ditandai dengan penyatuan DSA dan DSV disertai abnormalitas katup atrioventrikular Bernstein, 2007. Defek septum atrioventrikular mewakili sekitar 4 dari anomali jantung bawaan dan sering dikaitkan dengan kelainan jantung lainnya. Menurut Spicer, defek septum atrioventrikular mencakup 30-40 dari kelainan jantung pada pasien dengan sindrom Down yang telah diamati Ohye, 2013. Kelompok PJB non sianotik yang tidak terdapat pirau antara lain: A. Stenosis Aorta Stenosis aorta derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Pada stenosis aorta yang ringan dengan gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi dengan stenosis aorta valvular yang kritis serta pada anak dengan stenosis aorta valvular yang berat atau gradien tekanan sistolik 90 – 100 mmHg Roebiono, 2003. Prognosisnya baik pada kebanyakan anak dengan stenosis aorta ringan sampai sedang. Pada sejumlah kecil penderita yang menderita obstruksi berat, kematian mendadak pernah terjadi. Pada keadaan tersebut biasanya ada bukti hipertrofi ventrikel kiri menyeluruh. Bayi yang datang sesudah umur satu atau dua minggu pertama berespons baik terhadap pengurangan stenosis, dan fungsi ventrikel kiri membaik Bernstein, 2000. Universitas Sumatera Utara B. Stenosis Pulmonal Stenosis pulmonal adalah kelainan jantung bawaan yang umum, ditandai dengan obstruksi aliran dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Stenosis pulmonal dapat terjadi sendiri atau dihubungkan dengan jenis lain kelainan jantung bawaan Peng and Perry, 2013. Status gizi penderita dengan Stenosis pulmonal umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan stenosis pulmonal ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan stenosis pulmonal berat atau kritis akan terlihat takipnoe dan sianosis Roebiono, 2003. C. Koarktasio Aorta Koarktasio aorta adalah penyempitan terlokalisasi pada aorta yang umumnya terjadi pada daerah duktus arteriosus. Koarktasio aorta dapat pula terjadi praduktal atau pascaduktal. Gejala dapat timbul mendadak. Tanda klasik koarktasio aorta adalah nadi brakialis yang teraba normal atau kuat, sedangkan nadi femoralis serta dorsalis pedis tidak teraba atau teraba kecil Soeroso dan Sastrosoebroto, 1994. Kelainan ini memiliki kejadian 1 dari 6000 kelahiran hidup. Koarktasio aorta sering terjadi pada pasien dengan Sindrom Turner 45, XO Berg and Brown, 2011.

2.1.4.2. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik