Latar Belakang Analisis Keterampilan Berpikir Lancar pada Materi Larutan Elektrolit dan Non-elektrolit Menggunakan Inkuiri Terbimbing

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah: 1. Analisis adalah penyelidikan dan penguraian terhadap suatu masalah Kemendikbud, 2008. 2. Keterampilan berpikir lancar merupakan salah satu indikator keterampilan berpikir kreatif yang meliputi mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau jawaban Munandar, 2008 3. Model Pembelajaran yang digunakan adalah inkuiri terbimbing menurut Gulo Trianto, 2007 yang terdiri dari tahap-tahap, yaitu : 1 mengajukan permasa- lahan, 2 merumuskan hipotesis, 3 mengumpulkan data, 4 analisis data, dan 5 membuat kesimpulan. 4. Kelompok tinggi, sedang, dan rendah merupakan kelompok siswa berkemam- puan kognitif tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan hasil tes mengenai materi ikatan kimia.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir se- seorang dalam menghadapi suatu keadaan pada waktu sebelum dan sesudah me- ngalami proses belajar Dahar, 1996. Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi di- proses di dalam pikiran siswa. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar. Teori belajar yang berlandaskan kontruktivisme adalah teori belajar menurut Piaget. Menurut Piaget dalam Baharuddin dan Wahyuni 2010: Manusia memiliki struktur dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan di dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar, menurut Piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi. Menurut Trianto, 2007 konstruktivisme merupakan landasan berpikir pende- katan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan ti- ba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Para penganut konstruktivisme percaya bahwa pengetahuan itu telah ada pada diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak sang guru ke otak siswa. Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan pada pengalaman-pengalaman me- reka sebelumnya Lobach dan Tobin dalam Suparno, 2006. Pengalaman ini tidak harus berupa pengalaman fisik semata namun termasuk juga pengalaman kognitif dan pengalaman mental. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang dia- jarkan oleh gurunya memperlihatkan bahwa pengetahuan memang tidak dapat di- pindahkan begitu saja. Siswa masih harus mengonstruksi atau minimal mengin- terpretasi pengetahuan tersebut dalam dirinya. Dalam teori belajar konstruktivis- me, guru hanya berperan sebagai fasilitator yang memotivasi siswa untuk mem- peroleh pengetahuan sendiri agar siswa dapat terlatih belajar secara aktif. Infor- masi yang telah diperoleh, selanjutnya akan dikonstruksi sendiri oleh siswa men- jadi suatu pengalaman baru baginya Husamah dan Yanur, 2013. Menurut Piaget dalam Dahar 1996, dasar dari belajar adalah aktivitas yang ter- jadi apabila anak berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan sub- yektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan men- tal yang disebut skema atau pola tingkah laku. Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu struktur, isi dan fungsi. a. Struktur, memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur. b. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya. c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu orga- nisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan, sedangkan adaptasi, terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Lebih lanjut, Piaget mengemukakan bahwa dalam proses asimilasi seseorang mengguna- kan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang di- hadapinya dalam lingkungannya sedangkan dalam proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respons terhadap tantangan lingkungannya. Bruner menyatakan bahwa seseorang harus berusaha sendiri dalam mencari peme- cahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, agar pengetahuan yang di- hasilkan menjadi benar-benar bermakna bagi dirinya. Dahar,1996 Teori Vigotsky lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Vigostsky dalam Suparno 1997 mengungkapkan bahwa penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Vigotsky memperhatikan adanya akibat dari interaksi sosial terlebih bahasa dan budaya dalam proses belajar anak. Vigotsky mengungkapkan bahwa belajar adalah pro- ses sosial kontruksi yang dihubungkan oleh bahasa dan interaksi sosial. Tasker dalam Husamah dan Yanur 2013 mengungkapkan bahwa terdapat tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme. Pertama adalah peserta didik harus berperan aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan yang diperoleh agar pengetahuan tersebut menjadi bermakna. Kedua adalah sangat penting untuk membuat suatu keterkaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian yang ber- makna. Ketiga adalah sangat penting membuat suatu keterkaitan antara gagasan yang dibuat oleh siswa dengan informasi yang didapat oleh siswa. Wheatley dalam Husamah dan Yanur 2013 mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, melainkan secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki oleh masing-masing siswa.

B. Keterampilan Berpikir Kreatif

Menurut Barron dalam Munandar 2008, kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan menciptakan sesuatu yang baru, sedangkan menurut Haefele dalam Munandar 2008 kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi kom- binasi baru yang mempunyai makna sosial.