Arahan pengembangan ruang terbuka hijau kota Pontianak.
ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU
KOTA PONTIANAK
ISKANDAR ZULKARNAIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
(2)
ABSTRAK
ISKANDAR ZULKARNAIN. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau
Kota Pontianak. Dibimbing oleh ARIS MUNANDAR dan BAMBANG
SULISTYANTARA.
Suatu penelitian yang bertujuan memberikan arahan pengembangan ruang
terbuka hijau (RTH) di Kota Khatulistiwa Pontianak telah dilakukan. Penelitian terdiri dari 3 bagian yang bertujuan (1) menentukan prioritas fungsi RTH berdasarkan preferensi masyarakat, (2) mengidentifikasi dan menentukan jenis RTH dan (3) menyusun arahan pengembangan RTH yang spesifik lokasi.
Konsideran utama dalam pengembangan RTH menurut penilaian
kelompok responden yang terdiri dari akademisi, praktisi dan birokrasi, berturut-turut meliputi pertimbangan ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Sedangkan hasil analisis terhadap jenis RTH secara berturut-turut jalur hijau kota merupakan urutan pertama, taman kota urutan kedua dan lapangan olah raga pada urutan ketiga.
Analisis spasial dengan geographic information system (GIS) terhadap pemanfaatan lahan saat ini diidentifikasi kawasan non RTH dan RTH terdiri atas kawasan permukiman dan kawasa n terbangun 6.573 ha (61%), sungai 600 ha (5,6%), penggunaan lainnya 1.513 ha (14,03%), RTH seluas 2.096 ha (19,44%) dikelompokkan dalam 7 jenis yaitu, jalur hijau kota 322 ha (3%), taman kota 8 ha (0,1%), lapangan olah raga 53 ha (0,5%), taman rekreasi/agrowisata 817 ha (7,6%), pemakaman umum 45 ha (0,4%), green belt 840 ha (7,8%) dan hutan kota 10 ha (0,1%). Pengembangan RTH berdasarkan RTRW Kota Pontianak sampai dengan tahun 2012 dipertahankan seluas 2.066 ha (19,16%), yang terdiri atas: jalur hijau kota 359 ha (3,3%), taman kota 7 ha (0,1%), lapangan olah raga 65 ha (0,6%), taman rekreasi/agrowisata 926 ha (8,6%), pemakaman umum 51 ha (0,5%), green belt 643 ha (6%) dan hutan kota 14 ha (0,1%). Arahan pengembangan RTH terutama pada green belt-kawasan ya ng sesuai dengan lokasi spesifik Kota Pontianak, yaitu pada lahan gambut, kawasan tergenang tepian air, serta kawasan konservasi. Pemilihan vegetasi diarahkan pada jenis tanaman lokal dan tanaman budidaya sesuai habitat, sehingga keberadaan RTH dapat bermanfaat sebagai penyeimbang pembangunan kota.
(3)
ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU
KOTA PONTIANAK
ISKANDAR ZULKARNAIN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Arsitektur Lanskap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(4)
Judul Tesis : Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak
Nama : Iskandar Zulkarnain
NRP : A 352030051
Program Studi : Arsitektur Lanskap
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Aris Munandar, MS. Dr. Ir.Bambang Sulistyantara, M.Agr. Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Arsitektur Lanskap
Dr. Ir.Nizar Nasrullah, M.Agr Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
(5)
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang dilimpahkan kepada penulis dalam menyusun tesis ini, dengan judul Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak.
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, MS. sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr. sebagai anggota komisi pembimbing serta Bapak Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. selaku Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap, beserta Bapak/Ibu staf pengajar dan karyawan Studio Arsitektur Lanskap IPB, yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran dan pelayanan.
2.
3.
Pemerintah Kota Pontianak yang telah memberikan dukungan dan izin kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar pada Program Studi Arsitektur Lanskap Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Keluarga tercinta, istri dan anak-anak, yang telah rela dan ikhlas berpisah, serta saudara-saudarku, doa dan ketulusan kalian turut memberikan inspirasi dalam proses belajar dan penyelesaian tesis ini.
4. Teman-teman angkatan 5 Program Studi Arsitektur Lanskap Sekolah Pasca Sarjana IPB, teman-teman anggota asrama mahasiswa Kalimantan Barat Rahadi Oesman Bogor dan Ibu pengasuh serta semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril dan materil dalam menyelesaikan tugas ini.
Akhirnya penulis sampaikan semoga tesis ini dapat bermanfaat kepada semua pihak.
Bogor, Juni 2006
(6)
RIWAYAT HIDUP
ISKANDAR ZULKARNAIN, dilahirkan di Pontianak Propinsi Kalimantan Barat pada tanggal 4 Juni 1961, sebagai anak kelima dari 6 (enam) bersaudara dari pasangan A. Rachman (almarhum) dan Natjik H. Nungtjik (almarhumah).
Pada Tahun 1974, penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada SD Negeri No.2 Pontianak. Pendidikan menengah penulis selesaikan pada SMP Negeri 6 Pontianak tahun 1977. Pada tahun 1981 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Daerah Kalimantan Barat di Pontianak, pada tahun yang sama diterima sebagai karyawan Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan (Proyek PRPTE) pada UPP Sungai Pinyuh Kabupaten Pontianak, selanjutnya pada tahun 1987 diterima sebagai pegawai negeri sipil daerah Propinsi Kalimantan Barat (Sekolah Pertanian Menengah Atas di Singkawang, tahun 1989 sebagai Mantri Tani Kecamatan Pontianak Timur Kotamadya Pontianak). Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Panca Bhakti (UPB) Pontianak lulus tahun 1994. Kesempatan melanjutkan program S2 pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada tahun 2003 atas bea siswa Pemda Kota Pontianak.
Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Pontianak dengan jabatan Kepala Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak, jabatan terakhir sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pusat Pengkajian dan Pengembangan Lidah Buaya Nasional di Pontianak.
Penulis menikah pada tanggal 8 Agustus 1987, dengan Uray Sandra Panji Anom dan dikaruniai putra Insan Rachmanda (18 tahun), Annisa Pratiwi (15 tahun), Jihan Nabila (14 tahun) dan Eisya Azzahra (6 tahun).
(7)
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak, merupakan karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juni 2006
Iskandar Zulkarnain NRP A 352030051
(8)
Karya kecil ini kupersembahkan kepada kedua ibundaku yang tercinta: pada saat-saat terakhirnya aku pergi meninggalkan mereka, “kau mau kemane In” begitu Mak berkata ketika aku mau meninggalkan Pontianak menuju Bogor, pada 30 Juni 2003. “Bile kau balek In” kata -kata itu yang diucapkan Yang ketika aku terkahir kali bertemu dengannya pada Idul Fitri 1426 H. Kini keduanya telah menghadap Al Khalik, “jadikanlah ilmu yang kudapat menjadi Jariah untuknya, ya Allah”.
Bogor, Juni 2006
....untuk istriku Uray Sandra Panji Anom, dan anak-anakku Randa, Ica, Jihan dan Esy yang rela dan ikhlas berpisah
...serta Kanda Drs. H. Bachtiar, Hj. Ratna Muchsin, Ramli, Farida Arifin, dan adinda Ernawaty Supriyanto, terima kasih atas doa dan ketulusannya, semoga menjadi amal kepada Allah.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... ... 4
1.3. Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kota ... 5
2.2. Ruang Terbuka Hijau... 7
2.3. Fungsi Rua ng Terbuka Hijau... 8
2.4. Jenis Ruang Terbuka Hijau ... ... 12
2.5. Luas Ruang Terbuka Hijau ... 13
2.6. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau ... 16
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Penelitian ... 19
3.2 Metode ... 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 4.1.1. Letak Geografis dan Administratif ... 28 28 4.1.2. Iklim ... 29
4.1.3. Topografi ... 29
4.1.4. Jenis Tanah ... 30
4.1.5. Hidrologi ... 31
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi ... 4.2.1. Demografi .... ... 35 35 4.2.2. Pendidikan ... 38
(10)
4.3.
4.4.
4.2.3. Mata Pencaharian ... 4.2.4. PDRB dan Pendapatan Perkapita ... Tata Guna Lahan ... 4.3.1. Penggunaan Lahan ... 4.3.2. Potensi Pengembangan RTH ... Analisis Pengembangan RTH ... 4.4.1. Analisis Fungsi RTH ... ... 4.4.2. Analisis Jenis RTH ... 4.4.3. Analisis Spasial ... 4.4.4. Arahan Pengembangan ... 4.4.5. Rekomendasi Pengembangan ...
38 39 41 41 42 44 44 52 64 69 84
V. SIMPULAN DAN SARAN ... ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN...
98 100 105
(11)
ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU
KOTA PONTIANAK
ISKANDAR ZULKARNAIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
(12)
ABSTRAK
ISKANDAR ZULKARNAIN. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau
Kota Pontianak. Dibimbing oleh ARIS MUNANDAR dan BAMBANG
SULISTYANTARA.
Suatu penelitian yang bertujuan memberikan arahan pengembangan ruang
terbuka hijau (RTH) di Kota Khatulistiwa Pontianak telah dilakukan. Penelitian terdiri dari 3 bagian yang bertujuan (1) menentukan prioritas fungsi RTH berdasarkan preferensi masyarakat, (2) mengidentifikasi dan menentukan jenis RTH dan (3) menyusun arahan pengembangan RTH yang spesifik lokasi.
Konsideran utama dalam pengembangan RTH menurut penilaian
kelompok responden yang terdiri dari akademisi, praktisi dan birokrasi, berturut-turut meliputi pertimbangan ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Sedangkan hasil analisis terhadap jenis RTH secara berturut-turut jalur hijau kota merupakan urutan pertama, taman kota urutan kedua dan lapangan olah raga pada urutan ketiga.
Analisis spasial dengan geographic information system (GIS) terhadap pemanfaatan lahan saat ini diidentifikasi kawasan non RTH dan RTH terdiri atas kawasan permukiman dan kawasa n terbangun 6.573 ha (61%), sungai 600 ha (5,6%), penggunaan lainnya 1.513 ha (14,03%), RTH seluas 2.096 ha (19,44%) dikelompokkan dalam 7 jenis yaitu, jalur hijau kota 322 ha (3%), taman kota 8 ha (0,1%), lapangan olah raga 53 ha (0,5%), taman rekreasi/agrowisata 817 ha (7,6%), pemakaman umum 45 ha (0,4%), green belt 840 ha (7,8%) dan hutan kota 10 ha (0,1%). Pengembangan RTH berdasarkan RTRW Kota Pontianak sampai dengan tahun 2012 dipertahankan seluas 2.066 ha (19,16%), yang terdiri atas: jalur hijau kota 359 ha (3,3%), taman kota 7 ha (0,1%), lapangan olah raga 65 ha (0,6%), taman rekreasi/agrowisata 926 ha (8,6%), pemakaman umum 51 ha (0,5%), green belt 643 ha (6%) dan hutan kota 14 ha (0,1%). Arahan pengembangan RTH terutama pada green belt-kawasan ya ng sesuai dengan lokasi spesifik Kota Pontianak, yaitu pada lahan gambut, kawasan tergenang tepian air, serta kawasan konservasi. Pemilihan vegetasi diarahkan pada jenis tanaman lokal dan tanaman budidaya sesuai habitat, sehingga keberadaan RTH dapat bermanfaat sebagai penyeimbang pembangunan kota.
(13)
ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU
KOTA PONTIANAK
ISKANDAR ZULKARNAIN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Arsitektur Lanskap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(14)
Judul Tesis : Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak
Nama : Iskandar Zulkarnain
NRP : A 352030051
Program Studi : Arsitektur Lanskap
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Aris Munandar, MS. Dr. Ir.Bambang Sulistyantara, M.Agr. Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Arsitektur Lanskap
Dr. Ir.Nizar Nasrullah, M.Agr Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
(15)
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang dilimpahkan kepada penulis dalam menyusun tesis ini, dengan judul Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak.
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, MS. sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr. sebagai anggota komisi pembimbing serta Bapak Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. selaku Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap, beserta Bapak/Ibu staf pengajar dan karyawan Studio Arsitektur Lanskap IPB, yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran dan pelayanan.
2.
3.
Pemerintah Kota Pontianak yang telah memberikan dukungan dan izin kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar pada Program Studi Arsitektur Lanskap Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Keluarga tercinta, istri dan anak-anak, yang telah rela dan ikhlas berpisah, serta saudara-saudarku, doa dan ketulusan kalian turut memberikan inspirasi dalam proses belajar dan penyelesaian tesis ini.
4. Teman-teman angkatan 5 Program Studi Arsitektur Lanskap Sekolah Pasca Sarjana IPB, teman-teman anggota asrama mahasiswa Kalimantan Barat Rahadi Oesman Bogor dan Ibu pengasuh serta semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril dan materil dalam menyelesaikan tugas ini.
Akhirnya penulis sampaikan semoga tesis ini dapat bermanfaat kepada semua pihak.
Bogor, Juni 2006
(16)
RIWAYAT HIDUP
ISKANDAR ZULKARNAIN, dilahirkan di Pontianak Propinsi Kalimantan Barat pada tanggal 4 Juni 1961, sebagai anak kelima dari 6 (enam) bersaudara dari pasangan A. Rachman (almarhum) dan Natjik H. Nungtjik (almarhumah).
Pada Tahun 1974, penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada SD Negeri No.2 Pontianak. Pendidikan menengah penulis selesaikan pada SMP Negeri 6 Pontianak tahun 1977. Pada tahun 1981 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Daerah Kalimantan Barat di Pontianak, pada tahun yang sama diterima sebagai karyawan Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan (Proyek PRPTE) pada UPP Sungai Pinyuh Kabupaten Pontianak, selanjutnya pada tahun 1987 diterima sebagai pegawai negeri sipil daerah Propinsi Kalimantan Barat (Sekolah Pertanian Menengah Atas di Singkawang, tahun 1989 sebagai Mantri Tani Kecamatan Pontianak Timur Kotamadya Pontianak). Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Panca Bhakti (UPB) Pontianak lulus tahun 1994. Kesempatan melanjutkan program S2 pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada tahun 2003 atas bea siswa Pemda Kota Pontianak.
Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Pontianak dengan jabatan Kepala Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak, jabatan terakhir sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pusat Pengkajian dan Pengembangan Lidah Buaya Nasional di Pontianak.
Penulis menikah pada tanggal 8 Agustus 1987, dengan Uray Sandra Panji Anom dan dikaruniai putra Insan Rachmanda (18 tahun), Annisa Pratiwi (15 tahun), Jihan Nabila (14 tahun) dan Eisya Azzahra (6 tahun).
(17)
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak, merupakan karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juni 2006
Iskandar Zulkarnain NRP A 352030051
(18)
Karya kecil ini kupersembahkan kepada kedua ibundaku yang tercinta: pada saat-saat terakhirnya aku pergi meninggalkan mereka, “kau mau kemane In” begitu Mak berkata ketika aku mau meninggalkan Pontianak menuju Bogor, pada 30 Juni 2003. “Bile kau balek In” kata -kata itu yang diucapkan Yang ketika aku terkahir kali bertemu dengannya pada Idul Fitri 1426 H. Kini keduanya telah menghadap Al Khalik, “jadikanlah ilmu yang kudapat menjadi Jariah untuknya, ya Allah”.
Bogor, Juni 2006
....untuk istriku Uray Sandra Panji Anom, dan anak-anakku Randa, Ica, Jihan dan Esy yang rela dan ikhlas berpisah
...serta Kanda Drs. H. Bachtiar, Hj. Ratna Muchsin, Ramli, Farida Arifin, dan adinda Ernawaty Supriyanto, terima kasih atas doa dan ketulusannya, semoga menjadi amal kepada Allah.
(19)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... ... 4
1.3. Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kota ... 5
2.2. Ruang Terbuka Hijau... 7
2.3. Fungsi Rua ng Terbuka Hijau... 8
2.4. Jenis Ruang Terbuka Hijau ... ... 12
2.5. Luas Ruang Terbuka Hijau ... 13
2.6. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau ... 16
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Penelitian ... 19
3.2 Metode ... 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 4.1.1. Letak Geografis dan Administratif ... 28 28 4.1.2. Iklim ... 29
4.1.3. Topografi ... 29
4.1.4. Jenis Tanah ... 30
4.1.5. Hidrologi ... 31
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi ... 4.2.1. Demografi .... ... 35 35 4.2.2. Pendidikan ... 38
(20)
4.3.
4.4.
4.2.3. Mata Pencaharian ... 4.2.4. PDRB dan Pendapatan Perkapita ... Tata Guna Lahan ... 4.3.1. Penggunaan Lahan ... 4.3.2. Potensi Pengembangan RTH ... Analisis Pengembangan RTH ... 4.4.1. Analisis Fungsi RTH ... ... 4.4.2. Analisis Jenis RTH ... 4.4.3. Analisis Spasial ... 4.4.4. Arahan Pengembangan ... 4.4.5. Rekomendasi Pengembangan ...
38 39 41 41 42 44 44 52 64 69 84
V. SIMPULAN DAN SARAN ... ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN...
98 100 105
(21)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Penggunaan Lahan Kota Pontianak Berdasarkan RTRW 2002-2012 dan kondisi tahun2003... 3 2. Standar luas RTH secara umum... 14 3. Standar perencanaan Ruang Terbuka Hijau di lingkungan pemukiman .. 15 4. Kriteria sumberdaya pengembangan RTH Kota Pontianak ... 25 5. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan ketergenangan
wilayah ... ... 30 6. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan jenis tanah .... 31 7. Sungai dan Parit di Kota Pontianak ... 32 8. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan tingkat abrasi 35 9. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Pontianak tahun 2000-2003
dan kepadatan penduduk tahun 2003... .... 36 10. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan kesesuaian
kepadatan penduduk ... 37 11. Penduduk Kota Pontianak Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 38 12. Mata Pencaharian Penduduk Kota Pontianak tahun 2003... 39 13. Perkembangan PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita Kota
Pontianak Berdasarkan Harga Konstan 1993 Tahun 1994 – 2003 ... 40 14. Perkembangan PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita Kota
Pontianak Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 1994 – 2003 ... 40 15. Perubahan Peruntukan Lahan Kota Pontianak Berdasarkan RUTRK 1994
– 2004 ... 42 16. Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang Kota Pontianak Hingga Tahun
2012 ... 43 17. Potensi Pengembangan RTH berdasarkan rencana alokasi pemanfaatan
ruang Kota Pontianak hingga tahun 2012 ... 44
18. Urutan prioritas pengembangan RTH berdsarkan fungsi menurut
penilaian agregat ... 44 19. Analisis Alternatif Fungsi RTH Kota Pontianak menurut Kelompok
(22)
20. Luas tanam, produktivitas dan produksi lidah buaya di Kota Pontianak
(1995-2004) ... 48 21. Urgensi pengembangan RTH produktif Kota Pontianak berdasarkan
produktivitas wilayah
... 49 22. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan kawasan
budaya ... 52 23. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan tradsi budaya 52 24. Urutan prioritas pengembangan RTH berdasarkan bentuk menurut
penilaian agregat ... ... 53 25. Analisis alternatif jenis RTH Metode Perbandingan Eksponensial ... 54 26. Penyebaran jalur hijau Kota Pontianak ... 57 27. Penyebaran taman kota di Kota Pontianak ... 59 28. Penyebaran lapangan olah raga di Kota Pontianak ... 60 29. Penyebaran pemakaman umum Kota Pontianak ... 62 30. Analisis kecukupan RTH Kota Pontianak ... 64 31. Pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan RTRW s/d tahun 2012 69 32. Penilaian potensi relatif pengembangan RTH berdasarkan hubungan
bentuk dan fungsi ... 70 33. Evaluasi kesesuaian pengembangan RTH Kota Pontianak ... 85
(23)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Lokasi penelitian ... 19 2. Bagan alir kerja penelitian ... 21 3. Peta administrasi Kota Pontianak ... 28 4. Kondisi lansakap yang dipengaruhin ekologis (a. perubahan iklim
mikro pengaruh vegetasi di Jalan A. Yani, b. banjir di Jalan MT. Haryono akibat perubahan daerah resapan air di kawasan hulu Parit
Tokaya) ... 46 5. Kawasan terbuka mengakibatkan pendangkalan parit (lokasi DAS
Sungai Jawi) ... 47 6. Beberapa jenis tanaman di Kawasan Sentra Agribisnis; lidah buaya
(Aloevera Chinensis), pepaya (Carica papaya), seledri (Apium
groveoles) dan salad ... 49 7. Taman di lingkungan Mesjid Raya Mujahidin ... 50 8. Tanaman memberikan nilai budaya antara bangunan dan lanskap
(arsitektur rumah panjang dan atap kajang, Kantor Gubernur Propinsi
Kalimantan Barat dan Keraton Kadriah) ... 51 9. Salah satu kondisi jalur hijau tepi jalan di Jalan A. Yani ... 55 10. Salah satu kondisi jalur hijau median jalan di Jalan A. Yani ... 55 11. Jalur hijau tepian air, (a) sebagai drainase induk di Parit Sungai Jawi,
(b) jalur hijau tepi Sungai Kapuas sebagai penahan abrasi di
Kecamatan Pontianak Utara ... 56 12. Jalur hijau penyempurna Jembatan Kapuas ... 57 13. Tugu Khatulistiwa dan festival budaya, merupakan simbol Kota
Pontianmak ... 58 14. Taman Alun Kapuas Pontianak ... 59 15. Stadion olah raga Sultan Syarif Abdurrachman ... 60 16. Taman rekreasi/agrowisata (a. Taman Ria Agro Khatulistiwa di
Kecamatan Pontianak Barat, b. Agrowisata Kawasan Sentra Agribisnis /Pusat Kajian Lidah Buaya Nasional-AVC) ... 61 17. Kondisi green belt di Kecamatan Pontianak Barat (a. kawasan hutan
sekunder yang berubah fungsi, b. kebun campuran) ... 63 18. Kondisi hutan kota (a. hutran kota di kawasan Universitas Tanjung
Pura, b. hutan kota latar belakang di Pendopo Gubernur Jalan A.
(24)
19. Peta penggunaan lahan ... 65 20. Peta kondisi RTH Eksisting ... 67 21. Peta rencana pengembangan RTH ... 68 22. Contoh Jalur hijau dengan pedestrian untuk pejalan kaki di Jalan H.
Juanda Bogor dan di Kuching, Sarawak ... 71 23. Contoh penataan jalur hijau tepian air, berfungsi ekologis, ekonomis
dan sosial di Kuching, Sarawak ... 72 24. Contoh taman kota dengan vegetasi tanaman buah dengan tajuk
dimodifikasi di Kebun Raya Bogor ... 75 25. Buah durian (Durio zibethinus) di lokasi agrowisata Pal Lima
(Pontianak Post, 6 Januari 2006) ... 77 26. Tanaman lidah buaya (Aloe vera Chinensis) di Kawasan Agrowisata
-Sentra Agribisnis Pontianak ... 78 27. Tumpang sari antara tanaman pepaya (Carica papaya) dan Tanaman
Kunyit (Curcuma domestica) di Kawasan Agrowisata-Sentra
Agribisnis Kecamatan Pontianak Utara ... 79 28. Maka m Sultan Syarif Abdulrachman, Batu Layang dan pemakaman
Sungai Bangkong ... 81 29. Peta kesesuaian berdasarkan kriteria fungsi ekologi ... 86 30. Peta kesesuaian berdasarkan kriteria fungsi ekonomi ... 88 31. Peta kesesuaian berdasarkan kriteria fungsi sosial ... 90 32. Peta kesesuaian berdasarkan kriteria fungsi budaya ... 91 33. Peta kesesuaian lahan pengembangan RTH Kota Pontianak ... 93 34. Pembukaan lahan gambut di Kecamatan Pontianak Utara ... 95
(25)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Bagan Matriks Metode Perbandingan Eksponensial alternatif bentuk
dan fungsi ... ... 106 2. Data iklim Kota Pontianak tahun 1995 s/d 2004 ... 107 3. Penilaian alternatif fungsi RTH Kota Pontianak kelompok responden
akademisi ... 108 4. Penilaian alternatif fungsi RTH Kota Pontia nak kelompok responden
praktisi... ... 109 5. Penilaian alternatif fungsi RTH Kota Pontia nak kelompok responden
birokrasi.. ... 110 6. Analisis alternatif fungsi RTH Kota Pontianak ... 111 7. Penilaian alternatif bentuk RTH Kota Pontianak kelompok responden
akademisi ... 112 8. Penilaian alternatif bentuk RTH Kota Pontianak kelompok responden
Praktisi ... 113 9. Penilaian alternatif bentuk RTH Kota Pontianak kelompok responden
Birokrasi ... 114 10. Analisis alternatif bentuk RTH Kota Pontianak ... 115 11. Penyebaran pemakaman umum Kota Pontianak ... 116 12. Pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan RTRW s/d tahun
2012 ... 118 13. Skor dan pembobot kriteria fungsi RTH berdasarkan penilaian
responden ... 119 14. Arahan pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan lokasi
(26)
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perencanaan kota yang dinamis pada dasarnya merupakan upaya untuk mengelola dan mengatur kehidupan kota yang selalu berubah namun dibatasi oleh ketersediaan lahan yang statis (Irwan 1998). Pembangunan perkotaan sering menimbulkan permasalahan lingkungan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk yang diikuti dengan semakin majunya semua aspek pembangunan beserta implikasinya. Permasalahan lingkungan yang umumnya timbul di perkotaan antara lain berupa meningkatnya suhu udara, penurunan permukaan air tanah, banjir/tergenang, intrusi air laut, abrasi pantai/pinggiran sungai, pencemaran air oleh logam berat, berbau, pencemaran udara seperti meningkatnya kadar CO2,O3, hydrocarbon, SOx, NOx, debu, dan kebisingan. Selanjutnya
Wibowo (2002) menjelaskan bahwa untuk mengatasi masalah lingkungan kota ini maka keserasian antara areal terbangun, infrastruktur kota, dan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi sangat penting khususnya untuk mengurangi tekanan terhadap daya dukung lingkungan kota. Perencanaan suatu tata ruang kota bertujuan untuk mewujudkan kota yang nyaman, indah dan sehat serta menghindarkan potensi konflik antar kepentingan. Salah satu kriterianya adalah dengan menyediakan zona ruang sesuai dengan peruntukannya, terutama ruang terbuka hijau secara proporsional dan berkelanjutan.
RTH kota secara umum mempunyai fungsi yang sangat komplek bagi sebuah lingkungan perkotaan diantaranya fungsi estetis, ekologis serta fungsi sosial ekonomi bagi penghuninya. Berdasarkan fungsinya keberadaan RTH dapat merupakan jaringan yang kuat antara lanskap perkotaan dengan komponen penyusun ruang terbuka hijau diantaranya jalur hijau kota, taman kota, lapangan olah raga, taman rekreasi/agrowisata, pemakaman umum, green belt, dan hutan kota.
Kota Pontianak merupakan ibukota Propinsi Kalimantan Barat dalam rencana strategis pembangunan mempunyai visi “Pontianak kota khatulistiwa berwawasan lingkungan, sebagai pusat perdagangan dan jasa bertaraf
(27)
internasional”. Makna dari visi tersebut menunjukkan bahwa ciri khas Kota Pontianak merupakan kota khatulistiwa yang berwawasan lingkungan.
Secara umum sebagian besar wilayah kota terdapat di lahan gambut, dan pada bagian lain yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air Sungai Kapuas melalui parit/kanal yang tersebar di seluruh kota. Sebagai kota khatulistiwa sinar matahari banyak, dan curah hujan yang tinggi. Pada bulan Maret dan September setiap tahun posisi matahari tepat berada pada titik 00 di garis belahan bumi, benda -benda yang terletak tepat pada garis ini tidak terdapat bayangan, fenomena alam ini dikenal dengan titik kulminasi matahari.
Pengelolaan wilayah potensial tersebut dipengaruhi aspek ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Dalam pelaksanaannya, seringkali terjadi bahwa hanya aspek ekonomi yang diperhatikan dan dipacu menjadi prioritas pengembangan, sedangkan aspek lainnya yaitu ekologi, sosial dan budaya cenderung diabaikan. Akibatnya ha sil pembangunan yang dilaksanakan sering diikuti dengan dampak negatif bagi masyarakat.
Perencanaan kawasan ruang terbuka hijau kota Pontianak merupakan salah satu bentuk perencanaan sektor strategis sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Pontianak Nomor 4 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pontianak tahun 2002-2012. Peraturan tersebut memuat rumusan kebijakan dan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah, yang disusun dan ditetapkan untuk menyiapkan perwujudan ruang bagian-bagian kota, yang dapat dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta (Pemda Kota Pontianak 2002). Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakannya adalah perubahan kondisi ekologis kota yang semakin menurun, hal tersebut diakibatkan antara lain perubahan pemanfaatan lahan, tingkat sedimentasi sungai dan parit yang tinggi dan perubahan iklim mikro umumnya semakin kurang nyaman. Kondisi ruang terbuka hijau yang ada semakin menurun baik secara kuantitas maupun kualitas, lahan yang sebelumnya merupakan kawasan hijau menjadi kawasan terbangun semakin cepat, yang diperuntukkan antara lain sebagai permukiman.
Jenis penggunan lahan menurut RTRW Kota Pontianak tahun 2002-2012 dan kondisi luas lahan tahun 2003 disajikan pada Tabel 1. Perubahan yang cukup besar terjadi pada hutan, kebun karet dan campuran yaitu seluas 1.286 ha dari
(28)
kondisi tahun 2003 seluas 1.676 ha, atau terjadi pengurangan seluas 390 ha atau 3,62%. Pada permukiman sesuai rencana peruntukannya yaitu seluas 5.866 ha, dan kondisi pada tahun 2003 seluas 6.573 ha atau terjadi peningkatan luas dari rencana yang sudah ditetapkan, yaitu seluas 707 ha atau 6,56%.
Tabel 1. P enggunaan lahan Kota Pontianak berdasarkan R TRW 2002-2012 dan kondisi tahun 2003
RTRW 2002-2012 Kondisi 2003
Jenis Penggunaan
Luas (ha)
Persen-tase (%)
Luas (ha)
Persen-tase (%)
Permukiman 5.866 54,4 0 6.573 60,96
Perdagangan dan jasa 650 6,03 362 3,36
Perkantoran Pemerintah 183 1,70 135 1,25
Fasilitas sosial dan fasilitas umum 1.678 15,56 1.095 10,15
Fasilitas Pendidikan 270 2,50 185 1,72
Industri dan pergudangan 245 2,27 156 1,45
Hutan, kebun karet dan campuran 1.286 11,93 1.676 15,54
Lainnya (sungai, pulau) 600 5,56 600 5,56
Luas Total Kota Pontianak 10.782 100,00 10.782 100,00
Sumber: Bappeda Kota Pontianak 2004 dan hasil analisis
Jika berdasarkan RUTRK 1994-2004, dengan kondisi penggunaan lahan pada tahun 1998 luas hutan, kebun karet dan campuran yaitu seluas 4.365 ha, sampai dengan kondisi tahun 2003 yaitu seluas 1.676 ha, maka terjadi pengurangan luas sebesar 2.689 ha atau 24,94%. Sedangkan untuk permukiman jika kondisi pada tahun 1998 seluas 3.165 ha, dan kondisi pada tahun 2003 seluas 6.573 ha, maka terjadi penambahan luas sebesar 3.408 ha atau 31,61%. Jadi berdasarkan analisis tersebut sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2012 pengurangan lahan hutan, kebun karet dan campuran berjumlah 3.079 ha atau 28,55%. Berkurangnya luas lahan tersebut sebagian besar akibat bertambahnya luas permukiman. Berdasarkan analisis di atas sampai dengan tahun 2003 lahan hutan, kebun karet dan campuran seluas 4.115 ha atau 38,16%.
Kecenderungan perubahan pemanfaatan lahan tersebut harus dikendalikan, karena berdasarkan RTRW Kota Pontianak 2002-2012 dan kondisi spesifik wilayah 50% dari luas lahan hutan karet dan kebun campuran diperuntukkan sebagai kawasan konservasi. Kawasan tersebut berpotensi sebagai RTH sabuk hijau (green belt), yang berfungsi sebagai menyangga kawasan sekitarnya. Selain
(29)
itu jenis tanah yang mendominasi adalah tanah gambut. Menurut Keppres Nomor 32 tahun 1990, tanah gambut dengan kedalaman >3 m harus dipe rtahankan sebagai kawasan lindung atau konservasi.
Berdasarkan kondisi Kota Pontianak seperti diuraikan di atas, maka penelitian ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis perubahan penggunaan lahan yang berpotensi untuk pengembangan RTH ke pe nggunaan yang lain. Peran serta masyarakat dalam studi ini diwujudkan dalam proses penilaian terhadap fungsi dan jenis RTH di wilayah studi. Hal yang ingin dikaji adalah keseimbangan antara fungsi RTH dari aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya.
Batasan RTH dalam studi ini mencakup wilayah administratif Kota Pontianak. Terdiri dari kawasan RTH publik yang merupakan wewenang Pemda Kota Pontianak serta kawasan RTH yang berpeluang untuk dikembangkan. Melalui studi ini, kondisi spesifik wilayah merupakan dasar pertimbangan dalam menyusun rekomendasi arahan pengembangan RTH di Kota Pontianak.
1.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini untuk:
1. Mengidentifikasi prioritas fungsi RTH berdasarkan preferensi masyarakat 2. Menganalisis jenis RTH sesuai karakter lanskap Kota Pontianak
3. Menyusun rekomendasi pe ngembangan RTH sesuai lokasi spesifik dan karakteristik kondisi wilayah
1.3. Manfaat Penelitian
Hasil analisis penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan pemikiran berupa informasi dan rekomendasi untuk perencanaan RTH Kota Pontianak.
(30)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Kota
Pengertian kota yang dikemukakan berdasarkan berbagai sumber tidak sama, namun dari berbagai sudut pandang para ahli, aspek utama yang digunakan untuk menjelaskan pengertian kota antara lain adalah dari aspek morfologi, jumlah penduduk, hukum, ekonomi, dan sosial. Badan Kerjasama Antar Kota Seluruh Indonesia (BKS-AKSI) pada musyawarah dewan pimpinan tahun 1969 di Bukit Tinggi, merumuskan pengertian kota adalah wadah kelompok orang-orang dalam jumlah tertentu, hidup dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu, berpola hubungan rasional, ekonomi dan individualistis (Fahutan IPB 1987). Menurut Bintarto (1989), dari segi geografi kota dapat diartikan sebagai suatu siste m jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen serta coraknya yang materialistis. Selanjutnya dijelaskan kota dapat diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur -unsur alami dan non alami dengan gejala -gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, corak kehidupan yang heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, kota adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan, dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial serta kegiatan ekonomi. Akan tetapi konsep tentang kota tidak selalu akan demikian tergantung kepada perkembangan dimasa yang akan datang.
Kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat perkotaan dicirikan dengan heterogenitas dari segala aspek, terutama lapangan pekerjaan mengakibatkan pula keanekaragaman lingkungan kehidupan. Secara umum penduduk di wilayah studi berasal dari berbagai daerah yang bermigrasi ke dalam suatu lingkungan kota dengan tingkat pendidikan relatif tinggi dan keterampilan untuk menggali peluang usaha terutama sektor penyediaan barang dan jasa. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin banyaknya kegiatan sektor perdagangan informal yang banyak menyita ruang terbuka publik.
(31)
Perencanaan yang berkaitan dengan tata ruang kota menurut Soegijoko (1997) yang menekankan kepada perencanaan tata ruang kota dewasa ini mencakup pengertian yang luas, yaitu merencanakan lingkungan pemukiman di kota dan wilayahnya dalam lingkungan peruntukan lahan dan seluruh fasilitasnya untuk kegiatan bekerja, rekreasi, dan pemukiman demi berlangsungnya kehidupan masyarakat kota yang layak dan baik. Kota yang baik merupakan kesatuan ruang yang direncanakan berdasarkan kebutuhan komponen penyusun ruangnya, sehingga dapat menciptakan suasana kenyamanan dan kesehatan bagi warganya
(Aji 2000).
Selanjutnya dijelaskan oleh Budihardjo (1997) kota selalu bersifat dinamis. Struktur, bentuk, wajah serta penampilan kota merupakan hasil dari penyelesaian konflik perkotaan yang selalu terjadi, dan mencerminkan perkembangan peradaban warga kota maupun pengelolanya. Salah satu konflik yang terjadi akhir-akhir ini yang meningkat di wilayah perkotaan adalah masalah lingkungan hidup. Diperlukan pengintegrasian perencanaan lingkungan hidup ke dalam perencaan tata ruang perkotaan. Sistem perencanaan kota yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam penentuan tata ruang kota merupakan salah satu persyaratan apakah penentuan kebijakan tata ruang kota sesuai dengan sasaran. Komponen penyusun ruang kota tersebut meliputi wisma (perumahan), karya (tempat bekerja), marga (jaringan jalan), suka (fasilitas umum dan hiburan) dan penyempurna (pelengkap). Selanjutnya Sujarto (1991), membagi wilayah kota menjadi tiga jenis, yaitu: (a) wilayah pengembangan dimana wilayah terbangun bisa dikembangkan secara optimal, (b) wilayah kendala dimana pengembangan kawasan terbangun dapat dibangun secara terbatas dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, dan (c) wilayah limit dimana peruntukannya hanya untuk menjaga kelestarian alam, sedangkan keberadaan kawasa n terbangun tidak dapat ditolerir. Keberadaan RTH menempati bagian-bagian tertentu dalam komponen penyusun tata ruang pada wilayah pengembangan, pada sebagian wilayah kendala yang berfungsi menjaga kelestarian alam, dan wilayah limit yang memang hanya diperuntukkan bagi kelestarian alam.
(32)
2.2. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Menurut Fakuara (1987), RTH merupakan ruang yang terdapat tumbuhan atau vegetasi di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya seperti proteksi, rekreasi, estetika dan kegunaan khusus lainnya. Menurut Grey dan Deneke (1986), RTH berfungsi sebagai tempat yang ditumbuhi oleh pepohonan dan vegetasi lainnya yang saling berasosiasi sehingga dapat memberikan sumbangan lingkungan hidup yang baik kepada manusia. Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1988, ruang terbuka hijau merupakan ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk areal/kawasan maupun dalam bentuk memanjang atau jalur dalam pemanfaatannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Menurut Sulistyantara (2002) ruang terbuka hijau merupakan ruang terbuka, yang memiliki kekhususan sifat yang dimilikinya, yaitu pengisian ruang terbuka ini lebih didominasi oleh unsur hijau (tumbuhan) , sedangkan unsur lainnya yaitu struktur bangunan merupakan pengisi dalam persentase penutupan yang kecil (kurang dari 20%). Menurut Nurisyah (1997), ruang terbuka hijau adalah ruang terbuka yang ditanami dengan tanaman, mulai dari yang bersifat alami (rumput, jalur hijau, taman bermain dan taman lingkungan di daerah pemukiman). Selanjutnya menurut Handikto (1997), ruang terbuka hijau adalah suatu ruang terbuka yang ditumbuhi oleh pepohonan dengan persentase ideal 20-30 % dari luas bidang tanah termasuk yang ditempati bangunan rumah, misalnya halaman rumah.
Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung, berupa kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan perumahan, pertanian, jalur hijau dan pekarangan (Fandeli 2002). Budihardjo dan Sujarto (1999), mengemukakan bahwa keberadaan RTH
memerlukan pengelolaan secara berkelanjutan agar tercipta kota yang
berwawasan lingkungan untuk ke pentingan warga kota generasi sekarang maupun mendatang. Kota yang berwawasan lingkungan akan tercapai apabila terdapat keseimbangan antara ketersediaan RTH dengan ketersediaan ruang terbangun (Nazaruddin 1993).
(33)
Jadi ruang terbuka hijau (RTH) sesuai kondisi wilayah studi merupakan ruang yang tidak terbangun, dengan perbandingan unsur tanaman yang lebih luas dan memiliki fungsi utamanya yaitu untuk perlindungan kawasan sekitarnya. Pada bagian lain RTH akan memberikan hasil terhadap kebutuhan kenyamanan, kesejahteraan, peningkatan kualitas lingkungan, dan pelestarian alam.
2.3. Fungsi Ruang Terbuka Hijau 2.3.1. Fungsi Ekologi
RTH perkotaan merupakan suatu lingkungan yang keberadaannya sangat penting, fungsinya tidak dapat digantikan dengan unsur lain karena sifatnya yang alami. Oleh karena itu RTH pada suatu kota diartikan sebagai suatu lingkungan alami yang menunjukkan adanya interaksi antar mahluk hidup di dalamnya. Mahluk hidup terdiri dari tumbuh-tum buhan, hewan, dan manusia sedangkan lingkungan adalah sejumlah unsur-unsur dan kekuatan-kekuatan di luar organisma yang mempengaruhi kehidupan organisma. RTH secara ekologi berfungsi mewadahi hubungan organisma-organisma atau kelompok organisma.
Sesuai Inmendagri No. 14 Tahun 1988, RTH di perkotaan berfungsi untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan. Selain itu juga sebagai pengaman sarana lingkungan perkotaan dan menciptakan keserasian antara lingkungan alam dan binaan yang bermanfaat untuk masyarakat. Secara garis besar fungsi RTH di perkotaan antara lain; (1) ameliorasi iklim, (2) konservasi tanah dan air, (3) rekayasa lingkungan, dan (4) sebagai habitat satwa.
Keberadaan RTH dapat menciptakan iklim mikro yang nyaman ba gi manusia melalui pengendalian suhu, cahaya, kelembaban, dan aliran udara. Bersama vegetasi lain tanaman menguapkan uap air melalui proses evapotranspirasi. Oleh karena itu suhu di bawah tegakan pohon menjadi rendah dibandingkan di luar tegakan pohon. Selain itu daun-daun dapat memantulkan sinar matahari yang keefektifannya tergantung dari kepadatan daun, bentuk daun, dan pola percabangan. Pohon yang tumbuh tersendiri dapat mentranspirasikan 4000 liter air per hari bila air tanah cukup tersedia (Grey & Deneke, 1986). Selanjutnya dijelaskan bahwa pohon dengan tajuk yang lebar dan terletak berdekatan dengan dinding dapat menurunkan suhu sampai 280F. Fungsi RTH
(34)
sebagai pelindung terhadap angin direpresentasi oleh kemampuan vegetasi menahan kecepatan angin 75-85%. Tanaman mengatur angin dengan menghalangi, menyalurkan, membelokkan dan menyaring, pengaruhnya tergantung dari ukuran daun, jenis daun, kepadatan daun, bentuk tajuk, ketahanan serta penempatan tanaman. Forman dan Godron (1986) mengemukakan bahwa kerapatan vegetasi berpengaruh terhadap kecepatan angin, semakin rapat semakin menghambat kecepatan dibandingkan dengan vegetasi yang longgar. Vegetasi dapat mengubah aliran udara di atas la ha n dan di sekeliling bangunan. Penempatan dekat bangunan harus selektif karena dapat menghalangi aliran udara ke dalam bangunan. Fungsi RTH dalam mengendalikan curah hujan dan kelembaban; vegetasi tampak sebagai peran menahan butir-butir air hujan dengan intersepsi dan memperlambat kecepatan jatuhnya air hujan sehingga mengurangi kekuatan hempasan terhadap butir -butir tanah. Dengan demikian daya infiltrasi tanah meningkat, aliran permukaan berkurang dan erosi menjadi kecil. Keefektifan pengendalian ini tergantung pada tipe tanah, kandungan bahan organik tanah, topografi, tipe dan intensitas curah hujan serta susunan vegetasi penutup.
Pada umumnya lahan di perkotaan banyak yang tidak tertutup oleh vegetasi dan banyak dipergunakan sebagai lahan terbangun dan ditutup oleh perkerasan, sehingga peresapan air ke dalam tanah menjadi terganggu. Salah satu fungsi RTH di perkotaan adalah untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dengan meningkatkan peresapan air melalui vegetasi dan disimpan di dalamm tanah berupa air tanah, kemudian dipergunakan kembali sehingga terjadi siklus hidrologi. Akar tanaman mampu menjerap air dan melepaskan secara perlahan melalui proses transpirasi, selain itu bulu-bulu akar dapat menahan mineral tanah dan bahan organik hasil pelapukan (Forman & Godron 1986).
Beberapa proses yang berhubungan dengan fungsi RTH dalam rekayasa lingkungan meliputi: (a) pengendalian erosi dan aliran permukaan (erotion and surface flow), (b) aliran bawah peremukaan (sub surface flow), (c) mengatasi penggenangan, (d) mengatasi intruisi air laut, (e) pengendalian air limbah, (f) pengelolaan sampah, (g) penangkal kebisingan, (h) mengurangi pencemaran udara, dan (i) pengendalian cahaya.
(35)
RTH perkotaan dapat menyediakan habitat satwa. Salah satu satwa yang umumnya terdapat pada kawasan RTH kota adalah burung. Burung membutuhkan tanaman sebagai tempat bersarang atau mencari makan. E kosistem perkotaan dapat menyediakan tempat hinggap, ini merupakan suatu faktor yang mempengaruhi keanekaan habitat di lingkungan perkotaan (Emlen 1974). Menurut Pakpahan (1993) kehadiran burung di perkotaan selain mempunyai nilai keindahan, dapat menimbulkan rasa senang dan nyaman bagi manusia. Selain itu burung dapat dijadikan tolak ukur kualitas lingkungan.
Keberadaan RTH di wilayah studi sebagai fungsi ekologis sangat penting. Berdasarkan uraian di atas banyak kawasan-kawasan yang ada di Pontianak mengalami perubahan fungsi sebagai konsekuensi perkembangan kota, misalnya kawasan kebun campuran menjadi permukiman, kawasan konservasi menjadi lahan pertanian, parit/saluran ditutup menjadi tempat pedagang. Untuk itu perlu dilakukan upaya pengendalian dan pengembangan sebagai penyeimbang antara lain dengan mengendalikan proporsi antara kawasan yang terbangun dan kawasan RTH, sesuai dengan fungsi wilayah.
2.3.2. Fungsi Ekonomi
RTH dapat memberikan fungsi ekonomi kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung berupa produk pertanian yang dihasilkan yang dapat dijual, secara tidak langsung misalnya pemanfaatan kawasan sebagai objek wisata masyarakat. Potensi sumber daya alam sebagai aset kota dapat dijadikan paket ekowisata (hutan kota sebagai hutan tropis, hutan mangrove), dan pemukiman masyarakat lokal tepi sungai sebagai water front culture tourism, apabila kawasan tersebut dikelola dengan baik akan memberikan pendapatan kepada daerah (Savage & Kong 2003).
2.3.3. Fungsi Sosial
Ruang terbuka yang tersedia pada suatu kawasan perkotaan merupakan salah satu sarana bagi masyarakat untuk meningkatkan interaksi sosial baik diantara warga kota, maupun kepada lingkungan sekitarnya (Grey & Deneke 1986) . Keberadaan RTH dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, tempat
(36)
berkumpul, sarana rekreasi, dan tempat ibadah pada waktu-waktu tertentu. Pada bentuk-bentuk yang lain, RTH dapat bermanfaat sebagai pelengkap keindahan, sarana pengaman, pengarah pengguna jalan dan sebagai identitas suatu kota. Tersedianya kawasan hijau, merupakan salah satu aspek yang penting dalam rangka pembangunan nilai-nilai sosial suatu kota (Nagtegaal & Nas 2000).
Fungsi sosial RTH yang lain diantaranya sebagai wadah pendidikan masyarakat terhadap permasalahan lingkungan serta solusi pemecahannya melalui berbagai forum yang berkaitan dengan isu konservasi lingkungan. RTH dapat merupakan motivasi penggerak pembangunan dengan merubah melalui regulasi dan pengawasan peran serta masyarakat dalam pros es pembangunan. Keberhasilan Kota Singapura menjadi kota taman melalui program penghijauan
“Clean and Green Week” yang dicanangkan pada tahun 1990. Program ini melibatkan sekolah, organisasi masyarakat, dan kelompok bisnis. Hal tersebut menunjukkan ada nya dorongan moral masyarakat untuk membangun kota (RTH), yang selanjutnya akan dimanfaatkan secara bersama (Savage & Kong 2003).
2.3.4. Fungsi Budaya
Penanaman pohon menjadikan budaya tanggap terhadap pengelolaan lingkungan (Savage & Kong 2003). Adanya variasi baik secara individual maupun kolektif akan memberikan fungsi arsitektural, serta bagian dari perkembangan sejarah kota (Nagtegaal & Nas 2000). Fungsi RTH dalam meningkatkan identitas lingkungan kota akan terwujud apabila RTH yang dikembangkan mampu membangkitkan kesan yang mendalam bagi warga kota akan ciri khas suatu kawasan atau unit administrasi tertentu (Nurisyah 1997). Kawasan RTH di wilayah studi yang mencerminkan budaya belum dikembangkan secara optimal. Di kawasan studi terdapat banyak jenis tanaman lokal yang memberikan ciri khas yang memiliki nilai budaya yang dapat digunakan sebagai elemen lanskap, misalnya tanaman putat (Ba rringtonia sp) sebagai barisan pagar tepi sungai (barau hidup), tanaman hanjuang (Cord yline sp), pinang (Areca pinata), sirih (Piper betel) sebagai elemen adat budaya melayu, dan tanaman bambu (Bambusa vulgaris) dalam ritual etnis cina.
(37)
2.4. Jenis Ruang Terbuka Hijau
Menurut Fakuara (1987), jenis RTH berdasarkan kriteria sasaran dan fungsi penting, vegetasi, intensitas manajemen serta statusnya dapat berupa taman (city park), kebun dan pekarangan, jalur hijau dan hutan kota (urban forest). Taman bukan hanya memiliki nilai keindahan saja, namun tanaman sebagai komponen pembentuknya harus dipilih secara selektif sesuai dengan kondisi kawasan. Kebun dan pekarangan (halaman) merupakan kumpulan tanaman yang mendukung paling sedikit kebutuhan oksigen penduduk kota, selain juga untuk tujuan produksi yang bernilai ekonomi, yaitu yang dapat menghasilkan buah-buahan, sayuran dan hasil lainnya. Jalur hijau yang dibangun dapat berupa jalur dengan ukuran yang sesuai dengan bentuk tapak yang ada. Jenis tanaman dipilih berdasarkan tujuan dan fungsi tertentu, misalnya sebagai pemisah median jalan, pengarah, peredam kebisingan, penangkal angin, penghasil oksigen dan sebagainya.
Jalur hijau tediri atas beberapa bentuk yaitu jalur hijau jalan termasuk jalur hijau median jalan, jalur hijau tepian air, dan jalur hijau penyempurna. Menurut Brabec et al. (1994), jalur hijau jalan merupakan koridor vegetasi yang digunakan sebagai outdoor recreation untuk berjalan, jogging, bersepeda. Selanjutnya dijelaskan bahwa jalur hijau jalan merupakan jalur yang kompak yang digunakan pada persimpangan jalan di pemukiman, sebagai fitur alami koridor sungai dan jembatan, sepanjang jalur kereta, saluran, dan interaksi sosial serta penelitian perubahan lanskap. Untuk melindungi kualitas air, jalur hijau yang terdapat pada koridor sungai berfungsi sebagai penyerap polutan dan pengikisan oleh arus air yang mengandung pupuk pertanian (Brabec e t a l. 1994).
Jenis-jenis RTH lainnya dapat berupa lapangan olah raga, taman rekreasi/kawasan agrowisata, pemakaman umum, green belt, dan hutan kota. Dalam pengelolaannya RTH dapat difungsikan sebagai perlindungan lahan pertanian, kehutanan, dan komponen rekreasi. Grey dan Deneke (1986) menjelaskan bahwa komponen RTH yang fungsi dan manfaatnya sangat beragam, apabila dikelola dengan baik akan memberikan manfaat (benefit) kepada penduduk kota.
(38)
2.5. Luas Ruang Terbuka Hijau
Menurut Odum (2004), suatu kawasan perkotaan terdiri atas beberapa zoning peruntukan (compartment) dengan kapasitas ukuran yang rasional setiap kompartemennya, sehingga hubungan antara masing-masing tipe ekosistem, aliran energi dan pergerakan materi akan memberikan manfaat saling menguntungkan. Kompartemen tersebut dibagi dalam 4 kelompok biotik dasar, yaitu (1) produktif, yang memberikan hasil, baik langsung maupun tidak langsung, (2) protektif, yang memberikan fungsi perlindungan, (3) gabungan antara areal produktif dan protektif, pada skala yang luas merupakan kawasan protektif. Pengaturan dan pengelolaan yang sesuai pada kondisi tertentu misalnya akibat tekanan populasi dan polusi bisa berfungsi sebagai kawasan produktif, sehingga terjadi keseimbangan antara alam dan kebutuhan manusia, dan (4) industri, untuk memenuhi kebutuhan aktifitas ini memerlukan aliran energi dan material yang banyak. Mekanisme pembatasan eksploitasi dan pengendalian penggunaan sumberdaya merupakan pengontrol lingkungan yang alami.
Zoning wilayah perkotaan dalam pengembangan RTH dilakukan dengan membagi wilayah perkotaan sesuai dengan kompartemen seperti penjelasan di atas. Beberapa asumsi sebagai pertimbangan dalam penentuan luas pengembangan RTH kota, namun hal mendasar yang perlu dipertimbangkan adalah kondisi spesifik wilayah. Kondisi umum yang menjadi pertimbangan di wilayah studi diantaranya kawasan tergenang, jenis tanah, kawasan pinggiran sungai/parit, dan penyebaran penduduk serta tradisi.
Menurut Simond (1983), kebutuhan standar RTH dalam suatu kota berdasarkan pembagian wilayah secara umum yaitu 40 m2 per kapita, seperti tertera pada Tabel 2. Di wilayah studi struktur RTH ketetanggaan terdapat pada kawasan yang masih memiliki areal terbuka. Bentuknya dapat berupa kebun campuran, pekarangan, dan lapangan olah raga. Kawasan ini terdapat di Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Selatan, Kecamatan Pontianak Timur, dan Kecamatan Pontianak Utara. Struktur RTH komunitas, termasuk struktur RTH ketetanggaan serta kawasan tepian parit dan lapangan olah raga yang terdapat di Kecamatan. Struktur RTH kota, termasuk struktur RTH komunitas serta ruang terbuka yang secara umum dimanfaatkan oleh masyarakat
(39)
kota. Di wlayah studi kawasan ini antara lain Taman Alun Kapuas, Lapangan Bal Keboen Sayoek, Taman Mesjid Raya Mujahidin, Tugu Khatulistiwa, dan hutan kota Universitas Tanjung Pura. Struktur RTH wilayah termasuk struktur RTH kota serta kawasan terbuka yang dimanfaatkan masyarakat dalam suatu wilayah.
Tabel 2. Standar luas RTH secara umum
Hirarki wilayah
Jumlah KK wilayah
Jumlah Jiwa wilayah
Ruang terbuka (m2/1.000 jiwa)
Penggunaan ruang terbuka
Ketetanggaan 1.200 4.320 12.000 Lapangan bermain,
areal rekreasi, taman
Komunitas 10.000 36.000 20.000 Lapangan bermain, la-
pangan atau taman (ter-masuk ruang terbuka ketetanggaan)
Kota 100.000 40.000 Ruang terbuka umum,
taman areal bermain (termasuk ruang ter-buka untuk komuniti)
Wilayah/Region 1.000.000 80.000 Ruang terbuka umum,
taman areal rekreasi, berkemah (termasuk ruang terbuka kota) Sumber: Simonds 1983.
Di wilayah studi, kawasan ini antara lain stadion olah raga Sultan Syarif Abdulrachman, bantaran Sungai Kapuas, Kawasan Sentra Agribisnis, dan green belt.
Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan standar luas RTH minimal 40% sampai 60% dari total luas wilayah kota. Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 378/Kpts/1987 tentang Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota yang mengatur standar perencanaan RTH di lingkungan pemukiman kota, kebutuhan kota terhadap taman kota, hutan kota, jalur hijau dan pemakaman dihitung berdasarkan kebutuhan masing-masing penduduk (Tabel 3).
Penentuan kebutuhan luas RTH juga dapat dihitung berdasarkan kebutuhan per kapita penduduk, misalnya di Malaysia sebesar 1,9 m2/penduduk, Jepang sebesar 5,0 m2/penduduk, dan DKI Jakarta taman untuk bermain dan
(40)
berolahraga diusulkan 1,5 m2/penduduk (Affandi 1994). Dalam perkembangan pembangunan suatu wilayah kota dengan berbagai masalah lingkungan yang dihadapi tentulah kebutuhan luas RTH tergantung dari berbagai aspek yang mempengaruhinya.
Tabel 3. Standar perencanaan ruang terbuka hijau di lingkungan Pemukiman
No. Unit lingkungan dan jumlah penduduk
Jenis RTH yang dibutuhkan
Luas per unit
Standar per kapita (m2)
Lokasi
1 L-I
Rukun Tetangga 250 jiwa
Tempat bermain anak-anak
250 m2 1,00 Di tengah kelompok pemukiman 2 L-II
Rukun Warga 3..000 jiwa
Taman dan tempat olah raga
150 m2 O,50 Di pusat kegiatan rukun warga 3 III
Kelurahan 30.000 jiwa
Taman dan tempat olah raga
1 ha 0,35 Dikelompokkan
dengan sekolah 4 L-IV
Kecamatan
200.000 jiwa Taman dan stadion
4 ha 0,20 Dikelompokkan
dengan sekolah
5 L-V
Wilayah kota 1.000.000 jiwa
Taman kota dan komplek st adion
150 ha 1,50 Di pusat wilayah kota
Hutan kota 6,00
Jalur hijau 15.00
6
Penyempurnaan
Pemakaman 0,58
Dalam kesatuan yang kompak atau tersebar
Sumber : Kepmen PU No. 378/Kpts/1987 tentang Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota
Besarnya luasan RTH dalam suatu wilayah menurut Nurdin (1999) untuk kebutuhan 100-300 orang diperlukan paling sedikit 40.000 m2 luasan RTH, yang didistribusikan menjadi; (1) taman lingkungan ketetanggaan (neighbourhood park) = 4.000 m2 dengan jangkauan pelayanan 10-200 m, (2) taman lingkungan komunitas = 100.000 m2 dengan jangkauan pelayanan 625-900 m,dan (3) taman kota atau taman regional dengan luasan yang lebih besar dan berada di daerah strategis.
Beberapa asumsi di atas, dipergunakan dalam analisis pengembangan RTH Kota Pontianak namun disesuaikan dengan potensi wilayah dan karakteristik yang ada. Kota Pontianak merupakan kawasan delta kapuas yang dipengaruhi oleh pasang surut Sungai Kapuas, jenis tanah yang mendominasi yaitu tanah gambut, dan jumlah serta penyebaran penduduk menjadi pertimbangan pengembangan
(41)
RTH. Secara umum pengembangan RTH didasarkan Kepmen PU Nomor 378/1987, menggunakan standar luas 15m2 per penduduk.
2.6. Pengelolaan Ruang Terbuk a Hijau
2.6.1. Partisipasi Masyarakat
Salah satu prinsip penting dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan adalah peranan pemerintah dan partisipasi masyarakat. Secara sederhana peran serta masyarakat didefinisikan sebagai komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan dan komunikasi dari masyarakat ke pemerintah atas suatu kebijakan (Baliwati 2004). Hal tersebut berarti bahwa peran serta masyarakat merupakan isu sentral dalam pelaksanaan pembangunan termasuk perencanaan RTH suatu kota. Kesadaran akan pentingnya peran serta masyarakat dalam pembangunan merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pembangunan: (1) dari pelayanan yang bersifat dilayani menjadi pelayanan yang bersifat melayani, (2) dari bekerja untuk masyarakat menjadi bekerja untuk dan bersama masyarakat, dan (3) dari pendekatan yang bersifat patient oriented
menjadi pendekatan community oriented.
Dalam sistem perencanaan partisipatif, pergeseran paradigma perencanaan yang semula bersifat parsial, menjadi perencanaan yang terintegrasi. Dalam pelaksanaannya perencanaan ini mempersyaratkan pendekatan partisipasi aktif seluruh pelaku pembangunan (stakeholders). Perencanaan partisipatif juga dapat berfungsi sebagai instrumen pembelajaran masyarakat (social lerning) secara kolektif melalui interaksi antar seluruh stakeholders. Pembelajaran ini pada akhirnya akan meningkatkan kapasitas seluruh stakeholders dalam upaya memobilisasi sumberdaya yang dimiliki secara luas. Dalam proses pembelajaran ini, yang lebih ditekankan adalah peran dan kapasitas fasilitator untuk mendefinisikan dan mendeteksi stakeholder secara tepat. Selain itu mengarahkan untuk memformulasikan masalah secara kolektif, merumuskan strategi dan rencana tindak kolektif, serta melakukan mediasi konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya publik.
Dalam proes perencanaan RTH di wilayah studi, salah satu hal penting adalah upaya pembangunan institusi masyarakat yang cukup legitimat sebagai
(42)
wadah masyarakat untuk melakukan proses mobilisasi pemahaman, pengetahuan, argumen, dan ide menuju terbangunnya sebuah kesepakatan tentang RTH. Institusi masyarakat yang dipilih dalam studi ini diwakili oleh masyarakat ilmiah (akademisi), pelaku usaha (praktisi), dan pemerintah (birokrasi).
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (direvisi menjadi UU nomor 32 tahun 2005) tentang otonomi daerah, memberikan wewenang yang lebih besar kepada daerah, untuk menentukan kebijakan termasuk dalam pengaturan RTRW. Perda Nomor 4 tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pontianak tahun 2002-2012, memuat rumusan kebijakan dan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah, yang disusun dan ditetapkan untuk menyiapkan perwujudan ruang bagian-bagian kota, yang dapat dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta (Pemda Kota Pontianak 2002).
Beberapa kendala yang masih perlu diperhatikan dalam pengembangan RTH Kota Pontianak terutama adalah keterlibatan masyarakat terhadap RTH publik. Dalam penelitian ini keterlibatan masyarakat yang terwakili melalui kelompok pakar/ahli akan memberikan penilaian terhadap prioritas pengembangan baik dari aspek bentuk maupun fungsi RTH, sehingga diperoleh keputusan yang merupakan suatu kebijakan yang akan dilaksanakan secara bersama.
2.6.2. Peran Pemerintah
Peranan pemerintah dalam pengembangan RTH adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Mengacu kepada PP 63 Tahun 2002 dan Inmendagri Nomor 14 Tahun 1988, kondisi tersebut diformula sikan dalam perencanaan, pembangunan, pengeloaan, dan pengendalian RTH. Penyusunan perencanaan RTH Kota merupakan wewenang Pemerintah Daerah (Kota). Tugas dan tanggung jawabnya meliputi; (1) penelitian, penyusunan rencana, penetapan rencana, dan peninjauan kembali RTH, dan (2) melaksanakan program kegiatan RTH sesuai dengan ciri dan watak wilayah kota. Dalam studi ini, proses perencanaan RTH, pemerintah bersama masyarakat mempertimbangkan beberapa aspek, antara lain luas wilayah kota (ketersediaan lahan), jumlah penduduk, tingkat pencemaran (tingkat polusi), kondisi fisik kota (kenyamanan). kajian
(43)
aspek teknis (berhubungan dengan sumberdaya manusia), ekologis (berhubungan dengan perilaku dan kesadaran lingkungan), ekonomi (biaya dan pendapatan), serta sos ial dan budaya (perilaku masyarakat).
Pada kegiatan pembangunan RTH merupakan implementasi dari perencanaan yang telah disusun, meliputi kegiatan penataan areal, penanaman, pemeliharaan, dan pembangunan sipil teknis. Hasil pembangunan akan bermanfaat kepada masyarakat apabila keberhasilan itu dapat dirasakan langsung (aksessibilitas).
Pengelolaan RTH dapat dilakukan bersama-sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dalam pengelolaan RTH yang perlu dipertimbangkan adalah bia ya dan aspek kelembagaan. Pembiayaan dari swasta dan masyarakat dapat berupa kewajiban membangun dan mengelola RTH di lingkungannya, maupun melalui retribusi, pembiayaan dari pemerintah dapat berupa anggaran pembangunan daerah. Sedangkan aspek kelembagaa n untuk mengelola RTH dari masyarakat dan swasta dapat dalam bentuk kelompok yang peduli lingkungan, dan dari pemerintah secara langsung adalah dinas yang bertanggung jawab terhadap RTH.
Pengendalian RTH ditetapkan dengan kebijakan pemerintah melalui peraturan daerah (Perda). Kebijakan tersebut diantaranya tidak memberikan ijin perubahan penggunaan RTH untuk kepentingan/peruntukan lain. Dalam pengendalian/pengelolaan RTH penerapan punishment dan reward yang benar-benar memadai akan memberikan motivasi kepada masyarakat.
(44)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kota Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat, (Gambar 1). Penelitian ini berlangsung dari bulan Nopember 2004 sampai Agustus 2005.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian (Sumber: Bappeda Kota Pontianak 2003) Propinsi Kalimantan Barat
(45)
3.2. Metode
Penelitian dilakukan dalam 4 tahap, yaitu: (1) persiapan, (2) pengumpulan data, (3) pengolahan data, dan (4) penyusunan rekomendasi, (Gambar 2). Persiapan merupakan penetapan wilayah penelitian serta pengumpulan peraturan, perundang-undangan, kebijakan, dan ketetapan lainnya. Data yang dikumpulkan, antara lain bio fisik, sosial budaya yang berasal dari survey lapang maupun sumber pustaka. Pengolahan data merupakan proses analisis diskriptif kuantitatif dan analisis spasial. Rekomendasi yang disusun merupakan hasil sintesis antara kontribusi fungsi dan jenis yang dikombinasikan dengan hasil overlay peta menggunakan GIS (Geographic Information System). Sistem ini banyak digunakan untuk menyimpan, menarik, memelihara, mema nipulasi, menganalisa dan membuat format digital dari data spasial. Selain itu system ini juga berguna untuk membuat suatu data spasial dalam format hard copy maupun softcopy
(Aronoff 1991).
Menurut Star (1990) SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang mereferensi pada koordinat geografi atau spasial dan juga non spasial. Selanjutnya dijelaskan bahwa SIG sangat membantu pekerjaan dalam bidang perencanaan kota dan daerah, pengelolaan sumberdaya, dan bidang lain yang menggunakan informasi geografis. Metoda SIG,
environmental mapping approach yang digunakan saat analisis spasial sangat tergantung pada komponen yang dipilih, dan merupakan parameter yang akan memberikan hasil pada evaluasi tapak. Lyle (1985) menjelaskan bahwa SIG dapat mengumpulkan data yang berbentuk struktur, fungsi dan juga lokasi. Dua buah file yang berbeda dapat digunakan secara interaktif, misalnya digabung menjadi satu file.
Dalam studi ini, penggunaan SIG membantu dalam klasifikasi sua tu tipe penutupan lahan. Berdasarkan proses tersebut dapat diidentifikasi pola penggunaan lahan yang terdiri dari pemukiman, badan air, dan RTH. Hasil overlay peta tematik membantu dalam menentukan arahan pengembangan RTH di wilayah studi.
(46)
Persiapan
Inventarisasi
Analisis
Sintesis
3.2.1. Metode Analisis Fungsi dan Jenis RTH
Analisis fungsi dan jenis RTH merupakan suatu survey terhadap pendapat masyarakat melalui wawancara dan kuisioner. Survey pendapat masyarakat untuk pengembangan RTH melalui penilaian agregat terhadap aspek fungsi dan jenis RTH di wilayah studi. Selanjutnya hasil penilaian agregat tersebut dijadikan referensi arahan pengembangan.
Alternatif fungsi yang akan ditentukan sebagai keputusan penelitian ini adalah: (1) ekologi, (2) ekonomi, (3) sosial dan (4) budaya. Sedangkan kriteria yang ditentukan adalah: (1) jumlah penduduk, (2) tingkat polusi, (3) kenyamanan, (4) pendapatan, (5) perilaku dan (6) kesadaran lingkungan.
Alternatif jenis RTH yang akan ditentukan sebagai keputusan dalam penelitian ini adalah; (1) hutan kota, (2) lapangan olah raga, (3) jalur hijau kota
Gambar 2 . Bagan alir kerja penelitian
Menentukan Tujuan dan Perumusan Masalah
Aspek Fisik - Geologi & Jenis Tanah - Topografi & kemiringan
Lahan
- Hidrologi & Drainase - Iklim
Aspek Sosial Budaya - Persepsi masyarakat
- Preferensi masya-rakat - Demografi
Aspek Ekonomi - RTRW Kota Pontianak
tahun 2002-2012 - TGL
- Fungsi Ruang
Arahan Pengembangan RTH Kota Pontianak yang berkelanjutan
Lokasi penyebaran RTH berbasis kondisi spesifik dan karakteristik wilayah Analisis Alternatif Fungsi
dan Jenis RTH
RTH Berkelanjutan Prioritas Pengembangan
RTH
Analisis Spasial Konsep RTH
(47)
(4) taman kota, (5) taman rekreasi/agrowisata, (6) pemakaman umum dan (7)
green belt. Sedangkan kriteria yang ditentukan, antara lain: (1) ketersediaan lahan, (2) sumberdaya manusia, (3) aksessibilitas, (4) aspek kelembagaan, (5) biaya, (6) kebijakan pemerintah dan (7) motivasi.
Analisis dilakukan terhadap fungsi dan jenis serta hubungan antara fungsi dan jenis sehingga diperoleh prioritas dan arahan pengembangan. Pemilihan beberapa alternatif tersebut didasarkan atas respon/hasil dari responden dan wawancara dengan pakar serta pengorganisasian pengetahuan dari berbagai publikasi tentang RTH (Marimin 2005). Sedangkan pemilihan kriteria mengacu kepada peraturan dan undang-undang yang berkaitan dengan pengembangan RTH antara lain Undang-undang Nomor 4 tentang tata ruang, PP Nomor 63 tahun 2003 tentang hutan kota, Inmendagri Nomor 14 tahun 1988 tentang penataan RTH di wilayah perkotaan, dan Kepmen PU Nomor 378/1987 tentang petunjuk perencanaan kawasan perumahan kota. RTH yang potensial untuk dikembangkan adalah yang mempunyai nilai tertinggi untuk setiap kriteria. Penilaian alternatif pada setiap kriteria menggunakan selang nilai 1 – 5 dimana nilai 1 sangat rendah kontribusinya terhadap alternatif fungsi yang dinilai (Ma’arif 2001).
Bobot kriteria merupakan nilai hasil judgement dari pakar yang terlibat dalam penelitian ini, yang terba gi atas kelompok pakar akademisi, praktisi dan birokrasi. Kelompok pakar akademisi mewakili pakar yang mempunyai latar belakang pekerjaan sebagai pengajar (dosen) dan mahasiswa yang mengetahui tentang RTH, dalam hal ini adalah dari Fakultas Pertanian Universitas Tanjung Pura Pontianak. Dari kelompok praktisi mewakili pakar yang mempunyai latar belakang pekerjaan sebagai konsultan pertamanan, penangkar bibit tanaman, pengusaha di bidang pertanian dan anggota kelompok sosial masyarakat yang bergerak di bidang penghijuan kota. Kelompok birokrasi mewakili pakar yang mempunyai latar belakang pekerjaan sebagai pegawai negeri, terutama dari instansi yang berkaitan dengan pengembangan RTH Kota Pontianak, yaitu: Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman (DKPP), Bappeda, Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman, Dinas Kimpraswil dan Dinas Urusan Pangan. Masing-masing kelompok pakar tersebut berjumlah 25 orang, jadi jumlah responden berjumlah 75
(1)
Lampiran 10. Analisis alternatif jenis RTH Kota Pontianak
Ktl SDM Aks AK By KP MTv
Hutan Kota 3.40 3.48 3.52 3.20 3.28 3.32 3.56 1402.82 5 Lap.Olah Raga 3.44 3.84 3.68 3.48 3.48 3.44 4.04 2134.27 3 Jalur Hijau Kota 4.28 4.48 4.16 3.76 3.64 3.64 4.28 3312.90 1 Akademisi Taman Kota 3.68 3.92 4.00 3.88 3.72 3.60 3.92 2392.12 2 Taman Rek/Agrw 3.40 3.48 3.44 3.32 3.40 3.12 3.56 1345.76 7 Pemakaman Umum 3.48 3.36 3.52 4.16 3.28 3.28 3.84 1687.50 4 Green Belt 3.88 3.48 3.24 3.16 3.16 3.28 3.20 996.06 7
Bobot (TKKj) 3 4 5 3 3 3 5
Hutan Kota 2.72 2.60 3.12 2.08 2.28 2.32 4.28 759.69 7 Lap.Olah Raga 2.68 3.24 3.96 3.16 2.68 3.16 3.92 1639.86 3 Jalur Hijau Kota 3.28 4.16 4.08 2.80 2.72 3.20 4.08 1797.88 2 Praktisi Taman Kota 3.52 3.20 3.68 2.80 2.68 3.16 4.16 1362.01 5 Taman Rek/Agrw 3.88 4.12 4.16 4.24 3.96 4.40 4.40 3369.03 1 Pemakaman Umum 2.96 2.72 3.16 2.68 2.56 2.80 4.00 830.85 6 Green Belt 3.52 3.52 3.68 3.04 2.72 3.36 4.40 1537.90 5
Bobot (TKKj) 4 3 5 5 3 2 4
Hutan Kota 2.80 3.28 3.24 2.76 2.76 2.76 3.40 1088.69 6 Lap.Olah Raga 3.40 3.76 3.84 3.68 2.84 3.60 4.00 2433.15 3 Jalur Hijau Kota 4.00 3.84 4.20 3.96 3.60 3.84 4.24 3476.88 1 Birokrasi Taman Kota 3.76 3.84 3.96 3.48 3.28 3.60 4.24 3006.85 2 Taman Rek/Agrw 2.92 3.24 3.12 3.76 3.16 3.04 3.68 1323.56 5 Pemakaman Umum 3.16 3.68 3.52 3.60 3.04 3.12 4.12 2180.11 4 Green Belt 2.88 2.96 2.84 3.32 2.64 2.84 3.40 904.72 7
Bobot (TKKj) 4 4 5 3 3 4 5
Ktl SDM Aks AK By KP MTv
Hutan Kota 39.30 146.66 540.40 32.77 35.29 36.59 571.81 1402.82 5 Lap.Olah Raga 40.71 217.43 674.90 42.14 42.14 40.71 1076.23 2134.27 3 Jalur Hijau Kota 78.40 402.82 1245.85 53.16 48.23 48.23 1436.21 3312.90 1 Akademisi Taman Kota 49.84 236.13 1024.00 58.41 51.48 46.66 925.61 2392.12 2 Taman Rek/Agrw 39.30 146.66 481.72 36.59 39.30 30.37 571.81 1345.76 7 Pemakaman Umum 42.14 127.46 540.40 71.99 35.29 35.29 834.94 1687.50 4 Green Belt 58.41 146.66 357.05 31.55 31.55 35.29 335.54 996.06 7
Bobot 3 4 5 3 3 3 5
Hutan Kota 54.74 17.58 295.65 38.93 11.85 5.38 335.56 759.69 7 Lap.Olah Raga 51.59 34.01 973.81 315.09 19.25 9.99 236.13 1639.86 3 Jalur Hijau Kota 115.74 71.99 1130.58 172.10 20.12 10.24 277.10 1797.88 2 Praktisi Taman Kota 153.52 32.77 674.90 172.10 19.25 9.99 299.48 1362.01 5 Taman Rek/Agrw 226.63 69.93 1245.85 1370.34 62.10 19.36 374.81 3369.03 1 Pemakaman Umum 76.77 20.12 315.09 138.25 16.78 7.84 256.00 830.85 6 Green Belt 153.52 43.61 674.90 259.64 20.12 11.29 374.81 1537.90 5
Bobot 4 3 5 5 3 2 4
Hutan Kota 61.47 115.74 357.05 21.02 21.02 58.03 454.35 1088.69 6 Lap.Olah Raga 133.63 199.87 834.94 49.84 22.91 167.96 1024.00 2433.15 3 Jalur Hijau Kota 256.00 217.43 1306.91 62.10 46.66 217.43 1370.34 3476.88 1 Birokrasi Taman Kota 199.87 217.43 973.81 42.14 35.29 167.96 1370.34 3006.85 2 Taman Rek/Agrw 72.70 110.20 295.65 53.16 31.55 85.41 674.90 1323.56 5 Pemakaman Umum 99.71 183.40 540.40 46.66 28.09 94.76 1187.10 2180.11 4 Green Belt 68.80 76.77 184.75 36.59 18.40 65.05 454.35 904.72 7
Bobot 4 4 5 3 3 4 5
Prioritas Kelompok
Responden Alternatif Bentuk
Nilai Kriteria *) Nilai
kumulatif Prioritas Kelompok
Responden Alternatif Bentuk
Skor Kriteria (RKij) Nilai kumulatif
(2)
Lampiran 11. Penyebaran pemakaman umum Kota Pontianak
Kecamatan
Pemakaman Umum
Luas (ha)
(1)
(2)
(3)
Pontianak Utara
Pemakaman Batu layang
1,07
Pemakaman Tionghoa Batu Layang
21,40
Pemakaman Tionghoa Siantan Hulu
2,00
Pemakaman Gang Dharma Putra
1,12
Pemakaman Parit Wan Salim
0,34
Pemakaman Sungai Selamat
0,17
Pemakaman Parit Pekong Dalam
0,25
Pemakaman Parit Pekong Laut
0,29
Total
26,64
Pontianak Timur
Pemakaman Jl. Sultan Hamid
0,56
Pemakaman Tanjung Hilir
0,13
Pemakaman Dalam Bugis
0,21
Pemakaman Jl. Ya’M. Sabran
0,30
Pemakaman Jl. Simarangkai
0,02
Pemakaman Tambelan Sampit
0,43
Jl. Yusuf Karim
0,04
Saigon
0,35
Banjar Serasan
0,12
Parit Mayor
0,37
Tanjung Hulu
0,15
Total
2,68
Pontianak Barat
Pemakaman Gang Kenari
0,73
Pemakaman Gang Srikaya
0,05
Pemakaman Gang Jagung
0,40
Pemakaman Gang Salak
0,10
Pemakaman Gang Anggur
0,18
Pemakaman Jl. Haruna
0,10
Pemakaman Jl. Tabrani Achmad
1,16
Pemakaman Jl. Tebu
0,05
Pemakaman Gang Era Baru
0,04
Pemakaman Gang Merapi
0,16
Pemakaman Gang Selamat I
0,20
Pemakaman Gang Lamtoro
0,30
Pemakaman Komp Bali
0,19
Pemakaman Nipah Kuning
0,70
Total
4,36
Pontianak Kota
Pemakaman Sungai Bangkong
2,47
Pemakaman Danau Sent arum
0,53
Pemakaman Jl. Kartini
0,60
Pamakaman Jl. Bungur
0,94
(3)
Pemakaman Lembah Murai
0,28
(1)
(2)
(3)
Pemakaman Mariana
0,21
Total
6,68
Pontianak Selatan
Pemakaman Muslimin Kp. Bangka
2,24
Pemakaman Gang H. Mursid
0,04
Pemakaman Gang Garuda
0,03
Pemakaman Gang Bansir
0,03
Pemakaman Gang H. Mailamah
0,10
Pemakaman Gang H. Ali
0,03
Pemakaman Jl. Parit H. Husin I
0,10
Pemakaman Gang Martapura
0,11
Pemakaman Hotel Muslim
0,03
Pemakaman Gang Kamboja
0,20
Pemakaman Gang Kamboja Baru
0,45
Pemakaman Gang Suez
0,01
Pemakaman Gang Pagar Alam
0,10
Pemakaman Gang Aden
0,05
Pemakaman Gang Malaya
0,01
Pemakaman Gang Meliau
0,70
Total
4,23
Kota Pontianak
44,59
(4)
Lampiran 12. Pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan RTRW s/d tahun 2012
RTH Publik
RTH
Restric-
ted
Total
RTH
Jumlah
Pendd
Kebu-tuhan
RTH
Kondisi
RTH
Kecamatan
Luas
Jh
Tk
Lo
Pu
Gb
Hk
Tr/Agr
Pontianak Selatan
2937
71.13
3.47
44.49
4.23
108.00
10.45
241.77
118194
177.29
Pontianak Timur
878
18.24
1.44
3.00
2.68
25.36
66803
100.20
Pontianak Barat
2011
80.58
4.36
225.00
10.74
320.68
106406
159.61
Pontianak Kota
1234
78.33
0.88
3.00
6.68
62.00
150.89
98801
184.20
Pontianak Utara
3722
73.52
2.58
3.00
26.64
445.50
806.50
1357.24
102786
154.18
Eksisting
2003
Kota Pontianak
10782
321.80
8.37
53.49
44.59
840.00
10.45
817.24
2095.94
492990
739.49
Pontianak Selatan
2937
95.15
2.50
20.50
6.50
92.00
10.45
227.10
135768
203.65
Pontianak Timur
878
39.32
1.50
10.50
4.25
11.5
67.07
76736
115.10
Pontianak Barat
2011
58.97
1.75
15.75
6.34
191.00
1.00
15.00
289.81
122227
183.50
Pontianak Kota
1234
57.22
0.75
3.50
7.50
48.00
1.00
117.97
113491
170.24
Pontianak Utara
3722
108.23
1.01
15.00
26.64
312.00
1.50
900.00
1364.38
118069
177.10
Rencana
Pengemb
s/d 2012
Kota Pontianak
10782
358.89
7.51
65.25
51.23
643.00
13.95
926.50
2066.33
566291
849.44
Pontianak Selatan
2937
24.02
-0.97
-23.99
2.27
-16.00
0.00
-14.67
17573.75
26.36
Pontianak Timur
878
21.08
0.06
7.50
1.57
0.00
0.00
41.71
9932.65
14.90
Pontianak Barat
2011
-21.61
1.75
15.75
1.98
-34.00
1.00
4.26
-30.87
15821.05
23.89
Pontianak Kota
1234
-21.11
-0.13
0.50
0.82
-14.00
1.00
-32.92
14690.29
-13.96
Pontianak Utara
3722
34.71
-1.57
12.00
0.00
-133.00
1.50
92.50
7.14
15282.81
22.92
Gap
(5)
Lampiran 13 . Skor dan pembobot kriteria fungsi RTH berdasarkan penilaian responden
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 a. Ekologi
Kawasan tergenang Tergenang Priodik 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 60 2.86 5 5 4 3 4 5 5 4 4 5 4 4 5 3 4 5 5 2 3 5 5 89 4.24 /Topografi Tidak tergenang 2 1 2 2 1 3 3 2 2 2 1 3 3 2 2 2 1 1 1 3 3 42 2.00
Selalu tergenang 1 1 1 1 2 1 1 3 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 1 1 30 1.43 Badan air 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
Jenis tanah Organososl(Gambut) 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 63 3.00 5 5 5 4 5 5 5 4 5 4 5 5 4 5 5 5 4 5 4 5 5 99 4.71 Aluvial 1 2 3 2 2 2 2 3 3 1 1 2 1 3 3 3 3 3 2 2 2 46 2.19
Gley 2 1 1 1 1 2 1 1 2 2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 1 2 31 1.48
Kawasan tepian air Selalu terabrasi 2 3 3 3 3 3 3 1 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 58 2.76 3 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 4 5 4 5 4 3 5 5 5 5 93 4.43 /Abrasi Abrasi periodik 2 2 2 2 2 2 2 2 1 3 3 1 3 1 3 1 1 2 2 3 2 42 2.00
Tidak terabrasi 1 1 1 1 1 1 2 2 1 3 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 30 1.43 b. Ekonomi
Taman rekreasi/ Kawasan budidaya 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 61 2.90 5 4 5 3 5 4 5 4 5 5 4 4 5 5 5 5 4 3 5 5 5 95 4.52 Agrowisata Lahan pemb/ uji coba 1 2 2 3 2 2 3 2 2 1 1 2 3 2 2 2 1 1 1 2 2 39 1.86
Pal Lima 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 28 1.33
Kebuncampuran/ Kebun masyarakat 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 1 3 3 3 3 3 3 59 2.81 4 4 5 4 3 4 3 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 92 4.38 hutan Keb. salak Prt. Mayor 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 3 1 2 2 2 1 37 1.76
Hutan sekunder 3 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 2 2 1 30 1.43 c. Sosial
Kawasan pemu- Kepadatan tinggi 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 63 3.00 5 5 4 5 5 3 4 5 4 4 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 4 96 4.57 kiman Kepadatan sedang 1 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 1 1 3 2 2 44 2.10
Kepadatan rendah 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 26 1.24
Kawasan olahraga Pemanfaatan tinggi 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 61 2.90 3 4 3 4 4 5 3 4 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 88 4.19 Pemanfaatan sedang 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 42 2.00
Pemanfaatan rendah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 21 1.00
Taman kota Frek. Kunj. tinggi 3 3 2 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 58 2.76 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 5 5 4 3 4 4 4 5 5 5 85 4.05 Frek. Kunj. sedang 2 2 2 1 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 44 2.10
Frek. Kunj. Rendah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 21 1.00 d. Budaya
Kawasan RTH Tugu Khatulistiwa,
budaya Keraton, Beting Perm 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 63 3.00 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5 5 98 4.67 Seng Hie, Alun Kapuas 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 3 3 2 3 2 43 2.05
Taman Degulis, KSA 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 28 1.33 Pemukiman, kebun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 Kawasan RTH Tepung
tawar,tolak-terhadap tradisi bala, antar pinang 3 3 2 3 3 3 3 3 1 3 2 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 57 2.71 4 4 4 4 3 2 2 5 5 4 4 4 5 4 3 5 5 5 4 3 4 83 3.95 budaya Robo-robo 3 2 3 2 2 2 2 1 2 1 2 3 1 2 2 2 2 2 2 2 2 42 2.00
Likuran (obor bambu) 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 27 1.29 Buang-buang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
Total
Sub kriteria Rerata
Akademisi Praktisi Birokrasi Rerata
Responden
Akademisi Praktisi Birokrasi
Skor Pembobotan
Kriteria Responden Total
Sumber: Hasil analisis. Keterangan:
Jh
:
Jalur hijau kota
Pu
:
Pemakaman umum
Tk
:
Taman kota
Gb
:
Green belt
Lo
:
Lapangan olah raga
H k
:
Hutan kota
(6)
Path Jalur Hijau Kota
1. Karakteristik tanaman: struktur dan tajuk rapat sampai rapat, dominant warna hijau, perakaran tidak mengganggu pondasi 2. Kecepatan tumbuh bervariasi 3. Dominan jenis tanaman tahunan
4. Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budi daya
5. Jarak tanam setengah rapat sampai rapat, sekitar 90% dari areal harus dihijaukan
Jalur hujau jalan -Jalan Pak Kasih
- Jalan Khatulistiwa
- Jalan Tanjung Raya
- Jalan Kom Yos Sudarso
1.080 m2
14.050 m2
17.200 m2
34.200 m2
Pencemaran SO2, Pb, NO3,, Penyerap
CO2, kebisingan, bau busuk, partikel
debu
Pencemaran: Pb, NO3, Penyerap CO2,
kebisingan, bau busuk, partikel debu, Pencemaran: Pb, NO3, Penyerap CO2,
kebisingan, tergenang periodik Pencemaran: Pb, NO3, Penyerap CO2,
kebisingan, tergenang periodik
- Bambu (Bambusa vulgaris) - Cempaka (Michellia champaca)
- Tanjung (Mimusop elengi)
- Kenanga (Canangium odoratum)
- Medang (Litsea odorifera)
- Angsana (Dalbergia latifolia ) - Bunga kupu-kupu (Bauhiania purpurea) - Biola cantik (Ficus lyrata)
Jalur hijau median jalan : - Jalan A. Yani
- Jalan Tanjung Pura
- Jalan Sultan Hamid - Jalan Veteran - Jalan Gajah Mada (alternatif pengembangan)
2800 m2
852,85 m2 500 m2 1.250 m2
1.965 m2
Pencemaran udara, Penyerap CO2,NO3, Pb, suhu tinggi, keamanan
pengguna jalan, estetika kota
- Kana (Canna indica) - Akalipa (Acalypha wilkesiana) - Pisang-pisangan (Heliconia sp) - Pangakas hijau (Duranta repen) - Nenas merah (Cryptanthus sp) - Hanjuang (Cordyline terminalis) - Hanjuang merah (Cordyline fruticasa) - Puring (Codieaum variegatum) - Nusa indah (Mussaenda erythrophylla) - Alamanda (Allamanda cathartica) - Bougenvil (Bougainvillea spectabilis) - Soka (Ixora sp)
- Kihujan (Samanea saman) - Pacing (Costus speciosus) - Palem putri (Vertchia merrilli) Jalur hijau tepian air
- Koridor Sungai Jawi - Korodor Parit Tokaya - Koridor Tugu Khatulistiwa - Koridor Sungai Selamat - Koridor Sungai Malaya 71.100 m 7.500 m 150 m 6.000 m 5.920 m
(Angin kencang, Salinitas, genangan periodik, habitat burung, erosi, abrasi)
- Angsana (Dalbergia latifolia ) - Rengas (Gluta renghas L) - Simpur (Dillenia spp) - Dungun (Heritiera spp) - Putat (Baringtonia spp) - Jeruju (Acanthus ilicifolius) - Paku Laut (Acrostchum spp) - Api-api (Avicennia alba ) - Api-api putih (Avicenia marina ) - Nipah (Nypa fruticans Wurmb) - Berembang (Sonneratia alba J.E.Smith) - Dadap Laut (Clerodendrum inerme Gaertn) - Waru Laut (Hibiscus tiliaceus L) - Cengkodok (Melastoma candidum
- Pandan (Pandanus odoratissima) - Ketapang (Terminalia catappa L) - Bungur (Lagerstromi a spp) - Beringin (Ficus spp) - Bintaro (Cerbera manghas L) - Gelam (Malaleucaleucadendron ) - Bambu (Bambusa vulgaris) jalur hijau penyempurna:
- Jempatan Kapuas - Fery penyeberangan - Pelabuhan Laut Pontianak - Pelabuhan Seng Hie - Terminal Batu Layang
0,75 ha 0,26 ha
0,56 ha 2,28 ha
Pencemaran: udara, SO2,Pb, CO2,NO3,
Kebisingan, penyerap CO2, salinitas
- Bambu (Bambusa vulgaris) - Cempaka (Michellia champaca)
- Tanjung (Mimusop elengi)
- Kenanga (Canangium odoratum)
- Medang (Litsea odorifera)