itu, adanya Lembaga Jasa Keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan konglomerasi telah menambah kompleksitas
transaksi dan interaksi antar Lembaga Jasa Keuangan di dalam sistem keuangan. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi
tindakan moral hazard antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuagan, dengan tetap
mempertimbangkan aspek positif globalisasi. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi
independensi, akuntabilitas, pertanggung jawaban, transparansi, dan kewajaran fairness.
11
A. Defenisi Dan Dasar Hukum Otoritas Jasa Keuangan
Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Pasal 1, Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan
bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam undang–undang ini.
12
Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti Industri Perbankan, Pasar Modal, Reksadana, Perusahaan Pembiayaan,
Dana Pensiun, dan Asuransi. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan sebagai suatu lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu di perhatikan, hal
11
Ibid., Hal. 109-110.
12
Republik Indonesia, “ Undang-Undang Ri No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”.
Universitas Sumatera Utara
ini karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan Otoritas Jasa Keuangan tersebut.
13
Langkah Indonesia membentuk Otoritas pengaturan dan pengawasan jasa keuangan yang terintegrasi mengikuti jejak berbagai negara di dunia yang terlebih
dahulu melakukannya. Norwegia contohnya, sejak Tahun 1986 telah mendirikan Kredittilsynet yang berperan sebagai regulator atas kegiatan Perbankan, Investasi
non-Bank, Asuransi, Real Estate maupun Audit. Pada Tahun 2000 lembaga ini Indonesia yang pada awalnya menerapkan sistem pengawasan terhadap
sektor jasa keuangan dilakukan oleh beberapa institusi, berubah menjadi sistem pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan oleh satu institusi, yaitu Otoritas Jasa Keuangan OJK. Otoritas Jasa Keuangan terbentuk dengan lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan yang berlaku tanggal 22 November 2011. Pembentukan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan itu sejalan dengan
pendapat Ann Seidman, Robert B. Siedman dan Nalin Abeyesekere yang mengatakan bahwa pembentukan Undang-Undang merupakan alat utama
pemerintah melakukan perubahan pada lembaga-lembaga. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan merupakan bentuk atau model “single–regulator supervision”
dimana kontrol atas sektor keuangan diserahkan pada satu otoritas tunggal yang terpisah dari Bank Sentral. Otoritas ini bertanggung jawab atas semua pasar dan
intermediaries finansial, dan mengemban tugas untuk mewujudkan semua sasaran regulasi stabilitas, transparansi dan perlidungan investor.
13
Adrian Sutedi, Op.Cit., Hal 127.
Universitas Sumatera Utara
diberikan kewenangan untuk mensupervisi Oslo Stock Exchange. Di Swedia, lembaga yang serupa dibentuk pada Tahun 1991 dan diberi nama
Finansipektionen, begitu pula dengan Korea yang memiliki Financial Supervisory Services FSS. Briault mengemukakan bahwa manfaat dari pembentukan Unified
Regulator, antara lain : -
Harmonisasi, konsolidasi dan rasionalisasi prinsip-prinsip, aturan-aturan dan pedoman yang dikeluarkan oleh berbagai regulator atau tercantum
dalam legislasi yang sudah berlaku, dan pada saat yang sama tetap memperhatikan bahwa apa yang tepat bagi satu jenis usaha, pasar atau
pelanggan belum tentu tepat untuk yang lain. -
Proses tunggal untuk berbagai urusan seperti perizinan, dengan standar dan database yang sama.
- Pendekatan yang lebih konsisten dan koheren atau supervisi berbasis
resiko dalam industri jasa keuangan, yang memungkinkan sumber daya dan berbagai beban yang diberikan kepada semua perusahaan
dalam Regulated Industry untuk dialokasikan secara lebih efektif dan efisien berdasarkan resiko-resiko yang dapat diderita oleh konsumen
jasa keuangan. -
Pendekatan yang lebih konsisten dan koheren dalam penegakan dan disiplin namun pada saat yang sama tetap memperhatikan
kemungkinan atau kebutuhan atas diferensiasi.
Universitas Sumatera Utara
- Selain regulator tunggal juga adanya skema tunggal dalam penanganan
komplain dan kompensasi konsumennasabah.
14
Pendirian Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya sudah direncanakan sejak Tahun 1999, dimana Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia telah memerintahkan pembentukan Lembaga Pengawas Jasa Keuangan LPJK yang berfungsi mengawasi seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
di Indonesia. Sebagai tindak lanjut Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tersebut, didirikan Otoritas Jasa Keuangan OJK dengan Undang-Undang No.21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan
dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor Jasa Keuangan di Indonesia .
Sejak Desember 2012, Otoritas Jasa Keuangan mulai melaksanakan fungsi sebagai lembaga pengawas pasar modal dan industri keuangan non-Bank IKNB
menggantikan fungsi Bapepam-LK dan mulai 31 Desember 2013, Otoritas Jasa Keuangan juga akan berfungsi sebagai pengawas industri Perbankan. Pasal 6
Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bahwa fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor Jasa Keuangan
dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
14
Bismar Nasution, “Sosialisasi Kepada Otoritas Jasa Keuangan Ojk Peralihan Fungsi Pengawasan Industri Keuangan”, 29 November 2013, Hal 1-3.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi pengaturan dan pengawasan tersebut meliputi : -
Kegiatan Jasa Keuangan di sektor Perbankan. -
Kegiatan Jasa Keuangan di sektor Pasar Modal. -
Kegiatan Jasa Keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, lembaga pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
Pendirian lembaga pengawas jasa keuangan secara terintegrasi memiliki latar belakang dan alasan berbeda di setiap negara. Beberapa faktor berikut sering
dijadikan sebagai faktor pemicu diterapkannya sistem pengawasan secara terintegrasi.
Pertama, munculnya konglomerasi keuangan dan mulai diterapkannya Universal Banking System. Kondisi ini menyebabkan regulasi yang
didasarkan atas sektor menjadi tidak efektif karena terjadi perbedaan dalam regulasi dan supervisi. Kedua, stabilitas sistem keuangan telah menjadi isu utama
bagi lembaga pengawas yang awalnya belum memperhatikan masalah stabilitas sistem keuangan. Ketiga, kepercayaan dan keyakinan pasar terhadap lembaga
pengawas menjadi komponen utama Good Governance, untuk meningkatkan Good Governance pada lembaga pengawas jasa keuangan, banyak negara
melakukan revisi struktur lembaga pengawas jasa keuangannya.
15
B. Pihak-Pihak Dalam Otoritas Jasa Keuangan