Tantangan Penyediaan Air Bersih

Tantangan Penyediaan Air Bersih

Penanganan krisis air bersih di daerah- daerah padat pembangunan harus dimulai dengan perubahan sikap mental masyara- kat dalam memanfaatkan lingkungan hi- dup di sekitarnya. Perlu kesadaran masya- rakat akan pentingnya memelihara keseim- bangan antara lingkungan alamiah dan lingkungan hidup manusia. Hutomo men- sinyalir ada yang keliru dalam kebijakan tata ruang di Indonesia, terutama tata ru- ang di daerah-daerah padat pembangunan. Persoalan kepatutan (cocok, selaras) dan kepatuhan terhadap tata ruang belum melembaga di masyarakat.

Hutomo mencatat potensi sumberda- ya air di Indonesia tahun 2005 diperki- rakan 15.000 m3/kapita/tahun, melebihi rata-rata potensi pasokan dunia yang hanya sebesar 8.000 m3/kapita/tahun. Namun demikian, potensi pasokan sum- berdaya air tersebut cenderung menurun. Potensi pasokan air di Jawa, contohnya, pada tahun 1930 diperhitungkan 4.700 m3/kapita/tahun, pada saat ini potensi tersebut hanya tinggal sepertiganya atau sebesar 1.500 m3/kapita/tahun. Dari potensi tersebut 35 persen di antaranya layak dan ekonomis untuk dikelola. Dengan potensi aktual yang hanya sebe- sar 400 m3/kapita/tahun, maka pen- duduk di Pulau Jawa harus berhemat dalam pemanfaatan sumberdaya airnya. Potensi tersebut jauh di bawah angka standar minimum Persatuan Bangsa- bangsa (PBB) yaitu 1.100 m3/kapita/ tahun.

Berdasarkan standard PBB tersebut dan dengan proyeksi penduduk Indone- sia pada tahun 2015 yang mencapai 248,2 juta orang, potensi sumberdaya air yang perlu dipersiapkan pada tahun 2015 adalah 273,0 milyar m3. Sementara itu, permintaan air bersih Indonesia 2000- 2015 tumbuh rata-rata sebesar 6,7 persen per tahun. Dengan asumsi 50 persen po- tensi sumberdaya air layak dan ekonomis dikelola, pada tahun 2015 setidaknya ada 136,5 milyar m3 air baku. Sedangkan de- ngan pertumbuhan permintaan rata-rata 6,7 persen/tahun, kebutuhan air bersih tahun 2015 (dengan asumsi 400 liter/ ka- pita/hari) diperkirakan mencapai 61,3 milyar m3.

Selain untuk air bersih, potensi sum- berdaya air juga dimanfaatkan sebagai air baku untuk pertanian dan berbagai usaha masyarakat lainnya. Di Nusa Tenggara Barat (NTB), 62,5 persen air baku digu-

nakan untuk kepentingan pertanian. Apabila secara nasional 60 persen saja air baku dimanfaatkan untuk pertanian dan kegiatan usaha lainnya, maka air baku yang tersisa untuk air bersih hanya sebe- sar 54,6 milyar m3. Dalam hal ini, mam- pukah kita melindungi dan menyiapkan potensi sumberdaya air sehingga per- mintaan air bersih tahun 2015 tersebut dapat terpenuhi?

Saat ini, kebutuhan air bersih ma- syarakat perkotaan dan perdesaan di Indonesia 70 persen di antaranya dipe- nuhi melalui pemanfaatan air tanah. Re- potnya, 90 persen kebutuhan air untuk industri dipasok dengan memanfaatkan air tanah pula. Pemanfaatan air tanah yang tinggi merusak lingkungan hidup, dan menunjukkan tidak efektifnya pela- yanan lembaga pemasok air di Indonesia. Oleh karena itu, pengelola harus mem- perhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi dari sumberdaya air.

Di era otonomi daerah kini, pemda perlu meningkatkan kerja sama antar daerah dalam menyikapi pengelolaan sumber daya air yang menjadi hajat ber- sama. Tanpa kesadaran bersama akan arti penting fungsi hutan (sebagai peng- atur tata air, pengendali erosi, pelindung plasma nutfah dan kekayaan hayati lain- nya, dan penyedia oksigen) bukan tidak mungkin potensi sumberdaya air dari suatu DAS akan mengalami gangguan. Kebijakan penataan ruang hendaknya mengakomodasi pengembangan DAS terpadu dengan memperhatikan berba- gai kepentingan.

Tantangannya adalah bagaimana memenuhi kebutuhan penyediaan air baku secara berkelanjutan. Jargon-jar- gon seperti terpadu, holistik, kompre- hensif, dan terintegrasi di sekitar penyediaan air baku berpatokan pada pendekatan "one river, one plan, and one management system" harus diwu- judkan.