Juru Parkir Tidak Resmi

Juru Parkir Tidak Resmi

Juru parkir resmi adalah juru pakir yang terdaftar secara resmi

Informatika (DISHUBKOMINFO). Sedangkan juru parkir tidak resmi adalah juru

Komunikasi dan Informatika.

Hubungan patron-klien antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi dapat terjadi karena adanya pemberian pekerjaan oleh juru parkir resmi kepada juru parkir tidak resmi. Ini bisa terjadi karena di lapangan terjadi peningkatan jumlah pengunjung, dan juru parkir resmi tidak mampu bekerja secara individu, selain itu, faktor lain yang menyebabkan hubungan ini terjadi adalah karena juru parkir tidak resmi sedang membutuhkan pekerjaan, sehingga juru tidak parkir resmi meminta pekerjaan kepada juru parkir resmi.

Untuk mengerjakan pekerjaan di lapangan biasanya Juru parkir Resmi dibantu oleh beberapa juru parkir tidak resmi sebanyak 1-2 (satu sampai dua) orang. Tidak seperti juru parkir liar lainnya, cara kerja juru parkir tidak resmi yang ada di Taman Pancasila karanganyar juga terikat oleh patronnya, yaitu juru parkir resmi. Hal ini disebabkan karena pekerjaan menjadi juru parkir tidak resmi merupakan mata pencaharian tetap. Keberadaan juru parkir tidak resmi selalu dibutuhkan oleh juru parkir resmi saat ada maupun tidak ada peningkatan pengunjung. Ini dikarenakan titik lokasi parkir yang mereka jaga adalah merupakan titik lokasi parkir yang paling luas dan paling ramai di area Taman Pancasila Karangayar.

parkir resmi menjadi patron bagi anak buahnya. Karena selain juru parkir resmi menjadi anak buah di luar dari koordinator lapangan, mereka juga mempunyai anak buah untuk membentu mereka bekerja di lapangan.

Walaupun pada saat ini di Taman Pancasila Karanganyar hanya terdapat 1 (satu) orang juru parkir resmi yang mempunyai 2 (dua) anak buah (klien), tepi hubungan yang demikian bisa dinamakan dengan hubungan patron-klien berlapis. Hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Pola Hubungan Kerja Juru Parkir di Taman Pancasila Karanganyar

s.

c.

id

Patron

Koordinator Lapangan

m it

Kien I

Kien II

Kien III

Kien IV/

Kien V

Kien VI

Kien VII

Kien VIII

ser

Pa

Juru Parkir

Juru Parkir

Juru Parkir

tr

Juru Parkir

Juru Parkir

Juru Parkir

Juru Parkir

on

d ig ilib

.u

Klien I

Klien II

n s.

c.

Juru Parkir Tidak

Juru Parkir Tidak

Resmi

Resmi

id

Berdasarkan skema tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam hubungan patron-klien, seorang patron tidak hanya mempunyai satu klien saja, tetapi bisa lebih, dan klien pada saatnya juga menjadi patron bagi para kliennya.

Hal ini juga terjadi dalam hubungan patron-klien antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi. Dalam bekerja di lapangan juru parkir resmi beberapa mempunyai anak buah. Pada kondisi yang demikian, juru parkir resmi selain menjadi klien dari koordinator lapangan, mereka juga dituntut untuk menjadi patron bagi anak buahnya yaitu juru parkir tidak resmi (klien), walaupun demikian keadaan ini juga diketahui oleh pihak koordinator lapangan. seperti yang diungkapkan oleh Bapak Mulyono selaku juru parkir resmi:

“Pak Bambang ya tahu mbak, sebelum saya memasukkan mereka membantu saya menjadi juru parkir di sini, kan saya juga ijin dulu sama Pak Bambang. Setelah dapat ijin baru saya berani memperkerjakan mereka, saya nggak berani ambil keputusan sendiri mbak, kan yang tanggung jawab di sini kepada DLAJ kan Pak Bambang, nanti kalau ada operasi dari DLAJJ sewaktu-waktu malah anak buah saya dikenai sanksi.”

Ungkapan tersebut juga dibetulkan oleh Bapak Bambang selaku koordinator lapangan di Taman Pancasila Karanganyar:

“Jelas tahu mbak, nanti kalau sewaktu-waktu ada operasi dari Dinas kan saya yang ngurus, kalau mereka nggak mau ngomong dulu sama saya trus siapa yang mau ngurus? Kalau mereka sendiri kan nggak mungkin, kan yang bertannggung jawab di Taman saya. Tapi ya nggak apa-apa “Jelas tahu mbak, nanti kalau sewaktu-waktu ada operasi dari Dinas kan saya yang ngurus, kalau mereka nggak mau ngomong dulu sama saya trus siapa yang mau ngurus? Kalau mereka sendiri kan nggak mungkin, kan yang bertannggung jawab di Taman saya. Tapi ya nggak apa-apa

Hal di atas membuktikan jika dalam hubungan kerja patron klien antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi juga tidak lepas dari pengaruh dan campur tangan dari kekuatan koordinator lapangan. Karena bagi juru parkir resmi, koordinator lapangan mempunyai jasa yang sangat besar dalam memberikan pekerjaan dan jaminan keamanan kepada juru parkir resmi, sehingga juru parkir resmi tidak berani mengambil resiko di luar tanggung jawab koordinator lapangan. Karena dengan demikian maka koordinator lapangan juga memberikan jaminan keamanan bagi juru parkir tidak resmi.

a. Hubungan Kerja

1. Rekruitmen dan Kontrak kerja

Sistem rekruitmen juru parkir tidak resmi (klien) oleh juru parkir resmi (patron) di Taman Pancasila Karanganyar hampir sama dengan sistem rekruitmen juru parkir oleh koordinator lapangan, perbedaannya jika dalam sistem kerja juru parkir resmi lebih dahulu bekerja menjadi juru parkir di Taman pancasila Karanganyar, dan baru 6 (enam) tahun terakhir ini dipimpin oleh Bapak bambang Sutrisno, sedangakan juru parkir tidak resmi baru bekerja menjadi juru parkir di Taman Pancasila karanganyar setelah diijinkan oleh Sistem rekruitmen juru parkir tidak resmi (klien) oleh juru parkir resmi (patron) di Taman Pancasila Karanganyar hampir sama dengan sistem rekruitmen juru parkir oleh koordinator lapangan, perbedaannya jika dalam sistem kerja juru parkir resmi lebih dahulu bekerja menjadi juru parkir di Taman pancasila Karanganyar, dan baru 6 (enam) tahun terakhir ini dipimpin oleh Bapak bambang Sutrisno, sedangakan juru parkir tidak resmi baru bekerja menjadi juru parkir di Taman Pancasila karanganyar setelah diijinkan oleh

Menurut Sdr. Andi, yang sudah menjadi juru parkir tidak resmi di Taman Pancasila selama hampir 5 (lima) tahun ini, adalah:

“Dari tahun 2006 samapai sekarang, brarti pirang tahun mbak? yo sakmono kuwi sekitar 5 (lima) tahunan. Ket tarip’e Rp 50,- sampek sakiki. Prosedure masuk dadi juru parkir neng Taman Pancasila kene iki ra enek mbak, sing penting aku melu Mas Mul, ora enek kakehan syarat-syarat. Sing penting aku ngomong “ mas aku melu kerjo sampan, aku manut sampean”, wes ngono tok mbak, trus kerjo ngono wae.”

“Dari tahun 2006 sampai sekarang mbak, berarti berapa tahun mbak? ya segitu itu sekitar 5 (lima) tahunan. Dari tarif Rp 50,- sampai sekarang. Prosedur masuk menjadi juru parkir di Taman Pancasila ini tidak ada mbak, yang penting saya di sini ikut Mas Mul, tidak ada syaratnya. Yang penting saya bilang “Mas saya ikut bekerja kamu, saya patuh sama kamu”, sudah gitu saja mbak, trus langsung bekerja gitu saja.”

Hal serupa juga diungkapkan oleh Sdr. Martono, yang sama- sama menjadi juru parkir tidak resmi di Taman Pancasila Karanganyar:

“Saya kerja di sini belum lama kok mbak, paling sekitar 3-4 tahun yang lalu.Kalau saya masuknya disini ikut Mas Mul itu kok mbak, kan dulu awalnya Cuma adik saya si Andi itu, trus lama kelamaan sini rame dan saya juga nggak punya pekerjaan tetap trus di ajak adik saya untuk ikut mas mul ini, Alhamdulillah disini malah saya punya kerjaan tetap tiap harinya walaupun istilah kasarnya gajinya nggak tetap nggak apa-apa yang penting tiap hari ada pemasukan.”

Dari kedua pernyataan diatas terlihat bahwa perekrutan juru parkir tidak resmi di Taman Pancasila Karanganyar tidak mempunyai syarat atau kriteria khusus, dan hubugan kerja tersebut didasarkan pada hubunngan persahabatan yang lebih dulu terjalin antara juru parkir resmi (patron) dengan juru parkir tidak resmi (klien). Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Bapak Mulyono selaku juru parkir resmi (patron):

“Kalau rekruitmennya nggak ada persyaratan khusus kok mbak, kan awalnya dulu saya sudah berteman dengan teman-teman yang membantu saya ini, baru mereka saya suruh bantu di sini, kan sini juga makin lama makin rame dan mereka juga nggak punya kerjaan, jadi daripada nganggur lagian pekerjaannya kan juga nggak terlalu berat tapi tanggungjawabnya besar.”

Dalam hubungan patron-klien antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi juga tidak terdapat perjanjian kerja secara resmi atau tertulis, maupun secara lisan dari pihak patron kepada kliennya,seperti yang diungkapkan oleh Bapak Mulyono:

“Nggak ada perjanjian mbak, sama sekali nggak ada perjanjian baik tulis maupun lesan gitu, saya membebaskan anak buah saya kok mbak, kalau mereka mau bekerja sama saya ya monggo, kalau nggak mau ya nggak apa-apa, tapi kan mereka semua awalnya kan sudah berteman dengan saya sejak lama, jadi ya gimana ya semua mengalir begitu saja, dan saya juga nggak pernah memaksakan kok”

Hal serupa juga diutarakan oleh Sdr. Matrono selaku klien dari Bapak Mulyono:

“Kalau kontrak kerja nggak ada ya mbak, kan hubungan kerjanya juga diawali bukan dari hubungan resmi, tapi pertemanan jadi kalau membicarakan kontrak gitu kok rasanya kayak ada batasannya. Kontrak kerja di sini tidak ada, tapi sebelum kita kerja di sini ya di kasih tahu sama Mas Mul, cara kerjanya, trus jam kerjanya, pembagian uang hasil parkirnya gitu saja, nggak ada kontrak-kontrakan”

Sdr Andi:

“Ora enek mbak, kene hubunganne kerjo yo podo wae karo ora kerjo resmi ngono, lha yo sabendino yen ra pas wayahe kerjo ngono yo tetep awor lo”

“Tidak ada mbak, disini hubungan kerjanya tidak resmi, dan hampir sama dengan tidak ada ikatan kerja, karena setiap hari bersama baik jam kerja maupun di luar jam kerja.”

Dari sini terlihat bahwa hubungan kerja patron-klien diantara kedua belah pihak tersebut terjalin dan dilakukan atas dasar kepercayaan dan kenyamanan dari masing-masing pihak. Tidak adanya

keduanya semakin memeperlihatkan kuatnya hubungan sosial yang terjalin.

Sebenarnya hal ini merugikan pihak klien, karena hak dan kewajiban dari masing-masing pihak tidak dapat terlihat dengan Sebenarnya hal ini merugikan pihak klien, karena hak dan kewajiban dari masing-masing pihak tidak dapat terlihat dengan

2. Sistem Upah

Seperti halnya sistem upah yang diterapkan pada hubungan kerja antara koordinator lapangan dengan juru parkir resmi. Dalam sistem upah yang diterapkan pada hubungan kerja antara juru parkir resmi dengan kliennya yaitu juru parkir tidak resmi, sama-sama tidak dijelaskan secara spesifik berapa jumlah besaranya, karena hanya berdasarkan sisa dari setoran hasil yang telah ditetapkan dengan logika. Bahwa hasil pendapatan per hari dikurangi dengan kewajiban setoran, maka sisa dari setoran itu sebagian menjadi hak patron lalu sebagian dibagikan kepada juru parkir tidak resmi (klien). Besaran jumlah upahnya tidak tetap, karenahanya sesuai dengan keinginan patron tanpa ada tuntutan dari kliennya. Seperti yang diungkapkan oleh Sdr. Andi, sebagai berikut:

“Yen opahe yo pokok’e ngeneiki engko tak setorne kabeh neng Mas Mul, trus lagi Mas Mul nguwenehi duwit aku sak-sak’e, tapi sing mesti tak anggep cukuplah, lha yen rame ngono kae aku yo diwenehi akeh kok, tapi lek udan terus ngono yo iso ra mangan bareng barang.”

“kalau upah ya pokoknya hasil dari parkir ini nanti saya setorkan semua ke Mas Mul, trus baru Mas Mul kasih uang ke saya sesuka hatinya Mas Mul, tapi yang pasti sudah saya anggap cukup untuk menghargai tenaga saya, lha kalau pas ramai saya juga dikasih uang banyak kok, tapi kalau musim hujan gitu ya bisa nggak makan semuanya.”

Hal ini dibenarkan oleh pihak patron, yaitu Bapak Mulyono:

“Kalau sistem upahnya ya nanti dalam sehari itu semua hasil dari parkir kita kumpulkan trus kita kurangi setoran yang pak Bambang itu, baru di buat makan besama trus saya bagi sama anak buah saya. Itu kalau penghasilannya banyak, kalau lagi sepi gitu yang utama ya setorannya ke Pak Bambang, baru kelebihannya apa kata nanti”

Dari pernyataan antara juru parkir resmi dengan kliennya yaitu juru parkir tidak resmi ini, dapat kita simpulkan bahwa besarnya upah tidak mempunyai standarisasi tertentu, karena tergantung dari pendapatan yang mereka peroleh dalam satu kali bekerja. Sistem upah ini telah disepakati bersama, tanpa ada unsur keberatan dari pihak klien. Karena klien sudah merasa terjamin dengan jaminan sosial di luar upah yang diberikan oleh patron. Seperti yang dikemukakan oleh Sdr Martono, yang demikian:

“Kalau pembagian hasil parkir itu nanti kita kumpulkan semua hasinya trus di kurangi pajak setoran trus sisanya baru di buat makan sama rokok trus sisanya lagi baru sama Mas Mul dikasihkan ke kita, tapi saya juga nggak merasa rugi kok mbak walaupun yang pasti Mas Mul juga dapatnya kan lebih banyak, tapi namanya anak buah harus ngikutin maunya si bos, tapi di luar kerjaan gini Mas Mul juga nggak eman keluarin uang buat kita anak buahnya kok, jadi ya kita juga tidak pernah merasa kekurangan mbak walaupun gaji kita tiap hari nggak pasti.”

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan adanya jaminan sosial yang diberikan oleh patron kepada kliennya. Sebenarnya dalam hubungan kerja yang seperti ini, pihak klienlah yang banyak Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan adanya jaminan sosial yang diberikan oleh patron kepada kliennya. Sebenarnya dalam hubungan kerja yang seperti ini, pihak klienlah yang banyak

3. Jaminan Kesehatan

Jaminan kesehatan sangat dibutuhkan untuk para pekerja, terutama bagi mereka yang bekerja di lapangan, karena tidak bisa dipungkiri bahwa mereka yang bekerja di lapangan leih beresiko tinggi terhadap terjadinya sebuah kecelakaan. Oleh sebab itu seharusnya masing-masing klien wajib menuntut adanya jaminan kesehatan dari patronnya. Akan tetapi tuntutan ini tidak berlaku bagi hubungan kerja antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi yang ada di Taman Pancasila Karanganyar, seperti yang dikatakan oleh Sdr Andi:

“Yen jaminan asuransi ngono ra enek mbak, lagian aku yo ra berharap, wes diwenehi nggon kerjo trus sabendino iso entuk duwit wae seneng banget mbak. Lha aku yo ra jarang mangan neng omahe mas mul, daripada nggo ngasuransekke aku lak yo mending nggo tuku lawuh nggo nglawuhi aku yen pas mangan neng kono ngono kae.”

“kalau jaminan kesehatan seperti asuransi gitu tidak ada mbak, lagian saya juga tidak berharap, sudah dikasih tempat kerja dan setiap hari bisa dapat uang saja sudah senag sekali mbak. Lha saya juga tidak jarang makan di rumahnya Mas Mul, daripada buat mengasuransikan saya, kan mendingan buat beli lauk untuk makan saya saat dirumahnya Mas Mul.”

Ungkapan yang serupa juga disampaikan oleh patron, yaitu Bapak Mulyono:

“Kalau untuk jaminan tidak ada mbak, gimana saya mau memberi, orang saya juga tidak mendapat jaminan kesehatan dari atasan kok, saya nggak dapat jaminan kesehatan baik dari dinas maupundari koordinator lapangan, gimana saya bisa memberikan kepada anak buah saya, belum ada dananya juga buat kesana mbak.”

Dari ungkapan yang telah disampaikan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa para pekerja lapangan bersikap pasrah dan acuh tak acuh akan keselamatan kerja orang lain, maupun diri mereka sendiri. Pihak patron tidak memberikan jaminan keselamatan kepada juru parkir tidak resmi, karena juru parkir resmi juga merasa tidak mendapatkan jaminan keselamatan dari patron di atasnya yaitu koordinator lapangan. Itulah yang menyebabkan keselamatan kerja juru parkir yang ada di lapangan tidak terjamin. Mereka harus mengeluarkan dana pribadi saat mengalami kecelakaan di lingkungan kerja.

4. Pengaturan Jam kerja

Sama halnya dengan hubungan kerja koordinator lapangan dengan juru parkir resmi, dalam pekerjaan menjadi juru parkir ini pengaturan jam kerja menyesuaikan dengan peraturan dari Pemerinta Daerah (Pemda).

Pengaturan jam kerja yang digunakan untuk para juru parkir adalah sekitar 5 s/d 6jam perhari. Untuk hari-hari biasa pekerjaan ini dimulai pada pukul 16.00 WIB dan selesai pada pukul 21.00 WIB. Sedangkan pada hari-hari tertentu, pada weekend atau libur sekolah, bisa dimulai dari pukul 16.00 WIB dan berakhir pada pukul 22.00 WIB. Seperti yang diungkapkan oleh Sdr. Andi:

“Aku jam 16.00 WIB sampek jam 22.00 WIB, brarti pirang jam iku? 6 jam kan. Tapi lek udan ya jam 16.00 WIB sampek jam 20.00 utowo 21.00 WIB tok.”

“Aku jam 16.00 WIB sampai jam 22.00 WIB, berarti berapa jam itu? 6 jam kan. Tapi kalau hujan ya sekitar 16.00 sampek jam 20.00 atau 21.00 WIB saja.”

Dalam pengaturan jam kerja antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi memang tidak mempunyai patokan waktu tertentu, karena juru parkir resmi sebagai patron juga ikut bekerja bersama juru parkir tidak resmi di lapangan. hal ini diungkapkan oleh Bapak Mulyono (patron) :

“Kalau kerja di sini jamnya hampir sama semua mbak, ya mulai jam 16.00 – 22.00 WIB, ya sekitar 6 jam. Kecuali kalau pas hari-hari tertentu bisa berubah-ubah tergantung keadaan tapi yang pasti jam 16.00 WIB ke atas. Kalau teman-teman yang kerja sama saya di sini, juga sama sekitar 6 jam juga, tidak ada pengawasan dari saya kan berangkatnya dari rumah juga barengan sama saya.”

Pengakuan dari Bapak Mulyono di atas juga dibenarkan oleh Sdr. Martono yang merupakan salah satu anak buah Bapak Mulyono:

“Ya seperti hari ini tadi mbak sekitar 5-6 jam, kan kalau disini paling ramai jadi jam kerjanya juga agak lama. Nggak lagi nggontrol mbak, lha kerjanya bareng-bareng, tapi biasanya kalau mas mul ada kepentingan trus nggak bisa parkir gitu, nanti malamnya pas mau tutup gitu ya datang kesini, nanyain gimana tadi trus sama minta hasil parkirnya hari ini.”

Pengaturan jam kerja yang tidak tetap atau tanpa adanya patokan waktu sebenarnya menguntungkan bagi pihak klien. Akan tetapi jika sistem upah tidak ada penyesuaian dengan jam kerja yang baku maka akan merugikan pihak klien. Problem ini lagi-lagi tidak menjadi masalah bagi kedua belah pihak, sebab memang ada toleransi khusus yang mendasari hubungan kerja diantara mereka.

Hubungan kerja antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi lebih bersifat terbuka dan akrab. Tidak adanya aturan–aturan atau perjanjian kerja dalam hubungan kerja yang bersifat mutlak tersebut sehingga menyebabkan hak dan kewajiban patron dan kliennya tidak jelas, karena juru parkir resmi sebagai patron juga ikut bekerja di lapangan. meskipun juru parkir resmi juga ikut bekerja di lapangan, kewajiban untuk memberikan upah kepada juru parkir tidak resmi juga tetap Hubungan kerja antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi lebih bersifat terbuka dan akrab. Tidak adanya aturan–aturan atau perjanjian kerja dalam hubungan kerja yang bersifat mutlak tersebut sehingga menyebabkan hak dan kewajiban patron dan kliennya tidak jelas, karena juru parkir resmi sebagai patron juga ikut bekerja di lapangan. meskipun juru parkir resmi juga ikut bekerja di lapangan, kewajiban untuk memberikan upah kepada juru parkir tidak resmi juga tetap

b. Arus Patron ke Klien

1) Jaminan subsistensi dasar

Jaminan subsistensi dasar adalah merupakan salah satu jaminan yang diberikan oleh seorang patron kepada kliennya yang berupa pemberian kerja tetap, peminjaman modal usaha, nasihat teknis,dan lain sebagainya yang berhubungan dengan pekerjaan yang mereka jalani.

Seperti halnya hubungan patron klien dibidang lain, hubungan patron klien juru parkir di Taman Pancasila Karanganyar juga mengalami hal serupa. Seorang klien yang sekaligus menjadi patron yaitu Bapak Mulyono juga memberikan pekerjaan tetap dan layak kepada anak buahnnya yaitu Sdr. Andi dan Sdr. Martono, tanpa adanya suatu persyaratan tertentu.

Dari hubungan kerja juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi terjadi hubungan patron klien dimana juru parkir resmi mempunyai status yang lebih tinggi dari juru parkir tidak resmi. Dengan sumberdaya yang dimiliki yaitu adanya pengakuan dari pihak koordinator dan Dinas Perhubungan

(DISHUBKOMINFO), memberikan keuntungan kepada teman-teman atau orang-orang di sekitarnya dengan memberikan pekerjaan tetap kepada mereka.

2) Jaminan krisis subsistensi

Jaminan lain yang diberikan oleh patron kepada kliennya adalah jaminan krisis dubsistensi, dimana dalam jaminan ini patron diharapkan dapar member jaminan kepada klien dalam materi, seperti yang diungkapkan oleh Srd. Martono salah satu klien dari Bapak Mulyono:

“Jaminan seperti itu ya ada mbak, lha dulu pas ibu saya sakit, saat itu kan saya masih terbilang baru di sini, belum punya tabungan apa-apa mbak, trus saya ya pinjam Mas Mul itu, dikasih sama Mas Mul, trus saya bilang kalau saya pastinya kan nggak bisa mengembalikan langsung, trus Mas mus bilangnya “nggak apa-apa, kan nanti bisa dicicil” gt, tapi alhamdulillah sudah lunas 2 bulan lalu.”

Dan menurut Bapak Mulyono sebagai Patron adalah:

“Kalau saya membantuya secara materi ya sebisanya mbak, saya kan juga orang kecil, jadi membantunya ya terbatas, selama saya bisa membantu ya akan saya bantu, apa lagi mereka kan rekan-rekan saya bekerja di sini, pendapatan harian mereka kan juga tergantung dari saya jadi kalau nanti saya nggak membantu mereka pada saat mengalami musibah berarti saya nggak punya tanggung jawab dong, trus siapa yang akan membantu mereka.”

Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa adanya tanggung jawab dari patron untuk memberikan jaminan krisis subsistensi kepada patronnya telah terlaksana dengan baik, dan hal ini menimbulkan rasa nyaman klien dengan patron nya dan hubungan yang telah terjalin tersebut.

3) Perlindungan

Jaminan perlindungan sangat dibutuhkan oleh seorang klien , hal ini disebabkan karena masing-masing individu membutuhkan rasa aman dan nyaman pada saat melakukan aktivitas kerja maupun di luar lingkungan kerja. Oleh sebab itu seorang patron wajib memberikan perlindungan kepada klien nya. Selain untuk menjamin kinerja klien, dengan memberikan perlindungan kepada klien dari bahaya umum maupun bahaya secara pribadi, seorang patron dapat menunjukkan powernya kepada klien.

Tidak ubahnya jaminan yang lain, jaminan perlindungan ini juga diberikan oleh Bapak Mulyono kepada para anak buahnya, seperti yang beliau sampaikan berikut ini:

“Jaminan keamanan ya harus dong mbak, kalau tidak kan kasian mereka, jaminan kesehatannya sudah nggak dapat trus keamanannya nggak dapat kan kasian banget, kalau bentuk jaminan keamanannya paling ya kalau ada masalah sama pengunjung, ada kehilangan helm, apa motor ambruk gitu nanti yang menyelesaikan saya, trus kalau ada “Jaminan keamanan ya harus dong mbak, kalau tidak kan kasian mereka, jaminan kesehatannya sudah nggak dapat trus keamanannya nggak dapat kan kasian banget, kalau bentuk jaminan keamanannya paling ya kalau ada masalah sama pengunjung, ada kehilangan helm, apa motor ambruk gitu nanti yang menyelesaikan saya, trus kalau ada

Hal ini semakin diperkuat oleh pernyataan seorang klien yang bernaman Sdr. Andi:

“Tau mbak, koyo helm ilang, motor ambruk ngono yo sering. Yo tukang parkire now sing ngijoli, tapi yo sing nylesekne Aas Mul, aku ra wani mbak, kan kene sing ngepalai Mas Mul.”

“Pernah mbak, kaya pas ada kehilangan helm, motor ambruk gitu juga sering. Ya tetap tukang parkirya yang harus mengganti kerugiannya, tapi yang menyelesaikan Mas Mul, saya nggak berani mbak, kan daerah sini yang memimpin Mas Mul.”

Pernyataan ini semakin memperkuat dugaan bahwa di samping jaminan kerja, jaminan sosial dan ekonomi, jaminan perlindungan juga sangat mendominasi dari hubungan patron klien yang terjadi antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi di Taman Pancasila Karanganyar. Karena juru parkir resmi juga ikut bekerja di lapangan, dan tanggung jawab sebagai juru parkir dianggap sangat besar untuk para juru parkir tidak resmi, maka pada saat terjadi perselisihan atau konflik di

lingkungan kerja, seorang patron harus memberikan perlindungan penuh kepada juru parkir tidak resmi.

4) Makelar dan Pengaruh

Dalam arus patron ke klien yang satu ini, juru parkir resmi yang berperan sebagai klien sekaligus patron dari juru parkir tidak resmi. Menggunakan perannya sebagai klien untuk menarik hadiah, bantuan, dan perlindungan dari koordinator lapangan untuk melindungi kliennya yaitu juru parkir tidak resmi. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Mulyono yang menjadi klien dari koordinator lapangan dan sekaligus patron bagi juru parkir tidak resmi:

“Ya tau mbak, sebelum saya memasukkan mereka membantu saya menjadi juru parkir di sini, kan saya juga ijin dulu sama Pak Bambang. Setelah dapat ijin baru saya berani memperkerjakan mereka, saya nggak berani ambil keputusan sendiri mbak, kan yang tanggung jawab di sini kepada DLAJ kan Pak Bambang. Nanti kalau ada operasi dari DLAJ sewaktu-waktu malah anak buah saya dikenai sanksi.”

Keterangan lain juga disampaikan oleh koordinator lapangan yaitu Bapak Bambang Sutrisno:

“Jelas tahu mbak, nanti kalau sewaktu-waktu ada operasi dari dinas kan saya yang ngurus, kalau mereka nggak mau ngomong dulu sama saya trus siapa yang mau ngurus? Kalau mereka sendiri kan nggak mungkin, kan yang bertannggung jawab di Taman Pancasila kan saya. Tapi ya nggak apa-apa mbak saya malah lebih suka gitu, jadi saling keterbukaan, dari pada nanti rebut-ribut di belakang kalau ada maslah kan malah merugikan semua pihak to”

Dalam memberikan fasilitas di lapangan Bapak Bambang selaku koordinator lapangan juga tidak mebeda- bedakan perlakuan antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi. Hal ini semakin diperkuat oleh salah satu juru parkir tidak resmi yang sekaligus klien dari juru parkir resmi, yaitu Sdr. Andi:

“Karo Pak Bambang yo mgerti tur kenal to mbak, lha yo parkir Taman Pancasila kene sing nyekel yo Pak Bambang, bos’e bosku juga. Neng kene ini walaupun aku melu Mas Mul, tapi kan koyo keamanan ngono yo melu dadi anak buah’e Pak Bambang. Selain kuwi koyo rompi, trus mantol kae liyane diwenehi, aku yo diwenehi karo Pak Bambang, dadi koyo ra enek bedane antara anak buahe secara resmi utowo koyo aku ngeneiki.”

“Sama Pak Bambang ya tau dan juga kenal mbak, lha kan yang menjadi koordinator parkir di Taman Pancasila ini kan Pak Bambang, bosnya bos saya juga. Di sini ini walaupun saya ikut Mas Mul, tapi kan seperti keamanan gitu juga ikut seperti menjadi anak buahnya Pak Bambang. Selain itu seperti rompi, trus jas hujan juga dikasih Pak Bambang, jadi tidak dibedakan dengan juru parkir resmi.”

Beberapa pernyataan di atas dapat diatrik sebuah kesimpulan bahwa sebelum memperkerjakan anak buahnya, seorang juru parkir resmi harus lapor kepada patronnya yaitu koordinator lapangan. Dengan demikian koordinator lapangan yang bertanggung jawab atas kinerja para juru parkir di lapangan juga mengetahui keberadaan juru parkir tidak resmi di Taman Pancasila Karanganyar. Hal ini dilakukan oleh seorang juru parkir resmi dalam menggunakan perannya menjadi Beberapa pernyataan di atas dapat diatrik sebuah kesimpulan bahwa sebelum memperkerjakan anak buahnya, seorang juru parkir resmi harus lapor kepada patronnya yaitu koordinator lapangan. Dengan demikian koordinator lapangan yang bertanggung jawab atas kinerja para juru parkir di lapangan juga mengetahui keberadaan juru parkir tidak resmi di Taman Pancasila Karanganyar. Hal ini dilakukan oleh seorang juru parkir resmi dalam menggunakan perannya menjadi

Hubunga sosial antara patron dengan klien dapat ditunjukkan dengan adanya interaksi yang sering terjadi di luar lingkungan kerja antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi. Kebenaran ini diungkapkan oleh Bapak Mulyono:

“Kalau di luar hubungan kerja malah lebih kental mbak, setiap hari juga ketemu, malah teman-teman yang kerja sama saya itu sudah tak anggap seperti adik saya sendiri, kadang kalau saya repot ya saya minta tolong ke mereka, apa kalau mereka lapar gitu ya silahkan makan, bebas dirumah saya mbak, malah mereka kadang juga sampai ada yang tidur dirumah saya, katanya males pulang gitu kok.”

Hal serupa juga diungkapkan oleh Sdr. Andi:

“Awale mbiyen aku wes kekancan suwe karo mas mul iki mbak, kan omahe yo tonggo desoku, lha sakbendino aku kie karo mas mul, sampek koyo yang-yangan kae, padahal mas mul y owes nduwe bojo. Tapi jenenge konco kie meh piye to mbak, dekne kie wes koyo masku dewe dadi bojone mas mul kie yo koyo mbakku wedok. Yen bentuk interaksine yo akeh, koyo mau sing tak omongke sering maem neng kono, yo ra luput aku kie koyo-koyo meh sabendino turu neng kono, ra awan ra bengi, sampek mbokku kie kadang nesu-nesu yen aku ra mulih.”

“Awalnya dulu saya sudah berteman lama dengan Mas Mul, kan rumahnya juga tetangga desa, setiap hari saya juga bersama mas mul, sampai kayak pacaran gitu, padahal Mas Mul sudah punya istri. Tapi namanya juga teman mau gimana lagi mbak, dia itu sudah seperti kakak laki-laki saya, jadi istrinya Mas Mul juga juga sudah saya anggap seperti kakak perempuan saya. Kalau bentuk interaksinya ya banyak, saya itu hampir setiap hari tidur di tempat Mas Mul, tidak sing tidak malam, sampai-sampai ibuku marah kalau saya tidak pernah pulang.”

Didukung oleh pernyataan Sdr. Martono:

“Kalau diluar hubungan kerja ya lebih banyak mbak, kan tiap hari walaupun nggak kerja juga ketemu, biasanya kalau sore sebelum berangkat kesini gitu ngumpul dulu di rumah Mas Mul, maem apa sekedar ngopi gitu baru berangkat kesini bareng-bareng, ibarat kata makan nggak makan asal ngumpul.”

Hal di atas menggambarkan bahwa hubungan sosial yang hampir mirip seperti hubungn kekeluargaan yang terjalin diantara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi telah terjalin dengan baik, bahkan saat sebelum terjalinnya hubungan kerja diantara masing-masing pihak, karena pada dasarnya keadaan juru parkir resmi juga tidak berkecukupan, maka pemberian bantuan kepada juru parkir tidak resmi tidak dapat maksimal. Pemberian jaminan sosial di luar hubungan kerja merupakan wujud solidaritas dalam hubungan antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi. Inilah yang makin memperkuat hubungan patron-klien diantara mereka.

c. Arus Klien ke Patron

Dalam hubungan patron klien yang terjalin antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi di Taman Pancasila Karanganyar, arus klien ke patron hampir tidak terlihat. Hal ini disebabkan hubungan yang terjalin diantara mereka tergolong sangat dekat dan dari pihak patron tidak mempunyai kekuatan yang besar seperti koordinator lapangan, sehingga hak dan kewajiban dari masing-masing peran tidak begitu jelas. Tetapi lebih mengutamakan hubungan sosial dan toleransi diantara keduanya.

Untuk membelas atas barang dan jasa yang diberikan oleh patron, maka juru parkir tidak resmi (klien) memberikan bantuan berupa pengabdian kerja, dengan membentu semua pekerjaan dari patron. Karena pekerjaan yang diberikan oleh juru parkir resmi merupakan sumber untuk mencari nafkah bagi kehidupan keluarga klien.

d. Konflik

Dalam kegiatan pelayanan jasa yang berhubungan langsung dengan masyarakat, rawan terjadinya konflik. Biasanya yang berkaitan dengan kepuasan pengguna jasa. Pelayanan jasa parkir Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar Dalam kegiatan pelayanan jasa yang berhubungan langsung dengan masyarakat, rawan terjadinya konflik. Biasanya yang berkaitan dengan kepuasan pengguna jasa. Pelayanan jasa parkir Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar

”Pernak mbak paling masalahnya kehilangan helm, kalau penyelesaiaannya ya pihak pengunjung meminta uang separuh harga pada saya, bayarnya ya pakek uang pribadi yang hasil parkir sisa setoran tadi. Tapi yang ngurus ya Mas Mul. Cuma biasa to mbak kan namanya kecelakaan di lapangan kita juga tidak mengharapkan, tapi ya tetap bos’e marah sama saya, kadang uang hasil parkir itu yang buat saya dipotong untuk ngganti uang yang buat bayar denda dari pengunjung taditadi.”

Menurut Bapak Mulyono :

“Kalau perselisihan dengan pengunjung pernah mbak, dulu ada motor ambruk atau helem ilang gitu, panyalesaiaannya ya pengunjungnya mintanya berapa, trus kalau kita merasa keberatan gitu juga nego dulu baru kalau kedua belah pihak setuju baru kita bertindak. Seharusnya kejadian itu tidak perlu terjadi kalau kita kontrol dengan baik, walaupun kadang itu juga merupakan kesalahan pengunjung sendiri, tapi tetap kita yang disalahkan. Sebenarnya kalau ada kehilangan diwilayah dia (juru parkir tidak resmi) gitu yang tanggung jawab seharusnya dia sendiri, tapi karena yang tanggung jawab di titik lokasi ini saya, jadi ya tetap saya yang harus ganti rugi. Paling kalau untuk anak buah saya ya nanti pas pulang jatahnya saya potong dikit. ”

Dari beberapa pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pernah terjadi konflik antara Juru Parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi yang bermula dari adanya konflik antara juru tidak resmi dengan pengguna jasa parkir di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar. Seperti kehilangan barang, atau kerusakan kendaraan pada saat parkir, selain itu, ternyata belum Dari beberapa pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pernah terjadi konflik antara Juru Parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi yang bermula dari adanya konflik antara juru tidak resmi dengan pengguna jasa parkir di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar. Seperti kehilangan barang, atau kerusakan kendaraan pada saat parkir, selain itu, ternyata belum

Hingga saat ini penyelesaian konflik hanya berupa musyawarah bersama, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pekerjaan sebagai juru parkir itu tidaklah mudah, dengan penghasilan yang sedikit tetapi para juru parkir ini harus mempunyai tanggung jawab dan menanggung resiko yang cukup besar.

Selain konflik di atas, terjadi pula konflik peran yang dialami oleh Bapak Mulyono dikarenakan beliau mempunyai peran ganda yaitu sebagai klien dari koordinator lapangan dan sebagai patron dari juru parkir tidak resmi. Hal ini menyebabkan beliau harus bertanggung jawab kepada pekerjaan dari juru parkir tidak resmi jika terjadi konflik dengan konsumen, disisi lain beliau juga harus bertanggung jawab atas peranya sebagai klien untuk menyetorkan hasil pajak retribusi parkir kepada Bapak Bambang selaku patron.

Seperti yang diungkapkan Sdr. Martono selaku juru parkir tidak resmi atau klien dari Bapak Mulyono :

“ sampai saat ini belum pernah mbak kalau secara pribadi, kalau secara umum dudlu pernah kaya motor ambruk apa kehilangan helm gitu pernah, tapi penyelesainya ya mas Mul, kalo efeknya buat kita paling ya pendapantanya agak berkurang, karena buat bayar yang kehilangan helm atau kerusakan motor tadi, tapi ya gak papa mbak, kan kasihan mas Mul juga kalau harus ditanggung dia sendiri padahal yang jatuhin bukan kita, tapi sudah masuk resiko perjaan jadi mau gimana lagi.”

Menurut Bapak Bambang Sutrisno Selaku Koordinator lapangan :

“ Jelas saya tahu mbak kalau salah satu anak buah saya yaitu mas Mul punya anak buah lagi, tapi ya gak papa mbak saya lebih suka gitu, jadi saling terbuka dari pada nanti kalau ada masalah atau sidak dari Dinas kan saya yang bertanggung jawab di Taman Pancasila. Kalau masalah setoran pajak parkir saya gak mau tahu, kan perhitungan dari titik lokasi parkir bukan dari banyaknya juru parkir, jadi terserah mereka mau punya anak buah berapa aja asalkan ngomong dulu ke saya. “

Menurut Bapak Mulyono sebagai Klien dari koordinator lapangan sekaligus patron dari juru parkir tidak resmi :

“kalau pertanggungjawaban saya kepada koordinator lapangan ya setoran itu tadi mbak, paling kalau di luar hubungan kerja harus saling menjaga nama baik, kalau saya gak hanya menjaga nama baik Pak Bambang, tapi juga menjaga nama baik saya dan teman-teman yang ada disini, kemudian tanggung jawab saya kepada teman- teman juru parkir tidak resmi ya menjamin keamanan mereka, mengontrol kinerja mereka. Jadi kalau ada masalah dengan konsumen nanti yang menyelesaikan ya tetap saya. “

Dari beberapa pernyataan di atas terlihat adanya suatu konflik peran yang dialami oleh salah satu juru parkir resmi yaitu Bapak Mulyono, yang menuntut beliau untuk bertanggung jawab ekstra terhadap pekerjaannya.

Tabel 3.1 MATRIX