HUBUNGAN KERJA PATRON KLIEN JURU PARKIR

HUBUNGAN KERJA PATRON KLIEN JURU PARKIR

(Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Hubungan Kerja Patron Klien Juru

Parkir di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat guna

Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi

Disusun Oleh: ELY KRISTANTI

NIM: D3207023

JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

MOTTO

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini penulis persembahkan kepada :

Bapak dan ibunda tercinta

Terimakasih atas segala kasih sayang yang telah diberikan,

doa dan restu beliau merupakan jalan menuju masa depan ananda.

Semua orang-orang yang aku sayangi dan selalu ada di dalam hatiku

Masa Depanku

Keluarga Besar Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME, yang Maha pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapart menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “ HUBUNGAN KERJA PATRON KLIEN JURU PARKIR ( Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Hubungan Kerja Patron Klien Juru Parkir di Taman Pancasila Karanganyar)”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata satu (S-1) dalam Bidang Ilmu Sosiologi.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa tidak terlepas dari bantuan serta dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Drs. Pawito, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Dr. Bagus Haryono, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Dra. L. V Ratna Devi. S, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi Non Reguler Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

4. Muh. Rosyid Ridho, S.Sos, selaku Pembimbing Akademik.

5. Dra. Rahesli Humsona, M.Si, selaku Pembimbing Skripsi.

6. Segenap Bapak dan ibu Dosen Jurusan Sosiologi FISIP UNS yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman di bangku kuliah.

7. Bapak Muladi SE, selaku Humas Seksi Pengelola Terminal dan Parkir, Kabupaten Karanganyar.

8. Bapak Bambang Sutrisno selaku Koordinator Parkir, dan segenap Juru Parkir, serta masyarakat yang berkunjung ke Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar.

9. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan doa, dukungan, motivasi,

kepercayaan, dan semangat baik moril maupun materiil yang luar biasa.

10. Adik-adikku Yanu S. Sanyoto dan Gerrys V. Martalatha yang selalu memberikan keceriaan saat penulis berada di rumah.

11. Faisal Ali Reza, yang telah hadir dalam hidup penulis, memberikan dukungan,kasih sayang, semangat dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.

12. Suliyani Berata, Puput Dwi Prasetyodan Suci Supatmi, terimakasih buat persahabatan, persaudaraan, kasih sayang dan perhatiannya selama ini. Semoga menjadi kenangan terindah dan tak akan terlupakan. Kepada temen-temen seperjuangan di SOSIOPIT, Awan, Senja, Novi, Enny, Dian, Ikek, Ana, Abdul, Nuri, Nindy, Hanif, Bintang, Dicky, Kartika, Anis, Endah, Didik, Aris, Arim, Ayuk, Ida, Rifky, Welly, Arif, Fatoni, Fery, Nur Rohmat, Sriyanto, yang telah 12. Suliyani Berata, Puput Dwi Prasetyodan Suci Supatmi, terimakasih buat persahabatan, persaudaraan, kasih sayang dan perhatiannya selama ini. Semoga menjadi kenangan terindah dan tak akan terlupakan. Kepada temen-temen seperjuangan di SOSIOPIT, Awan, Senja, Novi, Enny, Dian, Ikek, Ana, Abdul, Nuri, Nindy, Hanif, Bintang, Dicky, Kartika, Anis, Endah, Didik, Aris, Arim, Ayuk, Ida, Rifky, Welly, Arif, Fatoni, Fery, Nur Rohmat, Sriyanto, yang telah

13. Mas Agung Wibowo S.Sos, yang telah memberikan pengarahan, dukungan dan meminjamkan buku-bukunya kepada penulis.

14. Keluarga besar Lab. UCYD, yang telah telah memberikan bimbingan, pengetahuan, ilmu dan pengalaman baru kepada penulis.

15. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya seluruh proses penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Dalam penyusunan skripsi ini masih ada kekurangan baik dari segi materi maupun penulisannya, oleh karena itu berbagai kritik, saran dan masukan yang membangun sangat penulis harapkan. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu sosiologi pada khususnya, sehingga dapat diamalkan dalam pembangunan dan pengembangan ilmu sosiologi, serta bermanfaat bagi pembaca. Terimakasih.

Surakarta, September 2011

Penulis

ABSTRAK

ELY KRISTANTI. D3207023. HUBUNGAN KERJA PATRON KLIEN JURU PARKIR (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Hubungan Kerja Patron Klien Juru Parkir di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Skripsi 2011.

Masalah penelitian ini adalah bagaimana hubungan kerja patron klien juru parkir di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kerja patron klien juru parkir yang ada di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pertukaran dari George C Homans, dimana teori ini didasarkan pada prinsip transaksi ekonomi yang elementer. Orang menyediakan barang/jasa dan sebagai imbalannya orang akan berharap memperoleh imbalan yang berupa barang atau jasa yang diinginkan. Kemudian teori kedua yang digunakan adalah teori patron-klien dari James C Scott, yaitu sebuah pertukaran hubungan antara kedua peran, diamana seorang individu dengan status sosio-ekonomi yang lebih tinggi (patron) menggunakan sumberdayana untuk perlindungan dan/atau keuntungan- keuntungan bagi seseorang dengan status yang lebih rendah (klien), dan pada gilirannya, klien membalasnya dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan termasuk jasa pribadi kepada patron.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini berasal dari informan dan di lokasi penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Sedangkan pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling. Validitas data dengan menggunakan triangulasi sumber. Teknik analisis data yaitu dengan model analisis interaktif yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Model analisis ini merupakan alur kegiatan yang terjadi bersama-sama serta sebagai proses siklus dan interaktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hubungan kerja patron klien juru parkir di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar merupakan sebuah hubungan patron-klien berlapis yaitu yang terjadi antara koordinator lapangan dengan juru parkir resmi, dan antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi. Hubungan kerja disebabkan oleh motif ekonomi, dimana kedua belah pihak berharap sama-sama memperoleh keuntungan. Bagi klien upah/rewad yang diterima akan mereka gunakan untuk pemenuhan hidup sehari-hari. Sedangkan dagi patron keuntunganya adalah untuk meningkatkan taraf hidup melalui Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hubungan kerja patron klien juru parkir di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar merupakan sebuah hubungan patron-klien berlapis yaitu yang terjadi antara koordinator lapangan dengan juru parkir resmi, dan antara juru parkir resmi dengan juru parkir tidak resmi. Hubungan kerja disebabkan oleh motif ekonomi, dimana kedua belah pihak berharap sama-sama memperoleh keuntungan. Bagi klien upah/rewad yang diterima akan mereka gunakan untuk pemenuhan hidup sehari-hari. Sedangkan dagi patron keuntunganya adalah untuk meningkatkan taraf hidup melalui

Kata Kunci: Hubungan Kerja, Patron Klien, Juru Parkir

ABSTRACT

Ely Kristanti. D3207023. THE PATRON-CLIENT WORK RELATIONSHIP

OF PARKING MAN (A Descriptive Quantitative on the work relationship of parking vallet patron client in Pancasila Park of Karanganyar Regency). Social and Political Sciences of Sociology Department of Surakarta Sebelas Maret University. Thesis. 2011.

The problem of research is how the patron-client work relationship of parking vallet is in Pancasila Park of Karanganyar Regency. The objective of research is to find out the patron-client work relationship of parking vallet existing in Pancasila Park of Karanganyar Regency.

The theory used in this research was George C. Homans’ exchange theory based on elementary economic transaction principle. People provide goods/services and as a return, people will expect to obtain reward in the form of goods or service wanted. Then the second theory is James C Scott’s patron-client theory, a relationship exchange between two parties, in which an individual with higher socio-economic status (patron) uses his/her resource to protect and/or for the sake of an individual with lower status (client), and in turn, the client replies by offering general support and help including personal service to the patron.

This study belongs to a descriptive qualitative research. The data source of research derives from informant and research location. Techniques of collecting data used were observation, in-depth interview and documentation. Meanwhile the sampling technique used in this research was purposive sampling one. Data validation was done using source triangulation. Technique of analyzing data used was an interactive model of analysis encompassing data collecting, data reduction, data display and conclusion drawing. This analysis model is the activity flow occurring simultaneously as well as a cycle and interactive process.

The result of research shows that the patron-client work relationship of parking vallet in Pancasila Park of Karanganyar Regency is a stratified patron-client relationship occurring between the field

coordinator and the official parking man, and between the official parking man and the illegal parking man. The work relationship is caused by economic motive, in which both parties expect the mutual benefit. For the clients, they will use the received reward to meet their daily needs. Meanwhile for the patrons, the benefit will be used for improving their standard of living through the business development they have. The interesting finding in the patron-client work relationship of parking vallet occurring in Pancasila Park of Karanganyar Regency is the result of adoption from the relationship norm they undertake when they live in rural area. It is because majority of them are strangers coming from a variety of areas surrounding Karanganyar Regency. In other words, the patron-client relationship of parking vallet existing in Pancasila Park of Karanganyar has encountered generalization brought about into urban society living pattern.

Keyword: Work Relationship, Patron-Client, Parking Vallet.

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

Tabel 1.1 Daftar Petugas Parkir Tepi Jalan Umum Kabupaten Karanganyar

Tahun 2010 ........................................................................................ 10

Tabel 2.1 Daftar Petugas Parkir Taman Pancasila Tahun 2011 ......................... 67

Tabel 2.2 Pajak Retribusi Parkir Taman Pancasila Karanganyar Tahun

Tabel 3.1 Matrik ................................................................................................. 140

Bagan1.1Kerangka Berfikir ............................................................................... 36

Bagan 3.1 Pola Hubungan Kerja Juru Parkir di Taman Pancasila

Karanganya ..................................................................................... 118

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Model analisa interaktif………………………………………. 49

Gambar 2.1 Denah lokasi Taman Pancasila……………………………….. 52

Gambar 2.2 Denah Taman Pancasila………………………………………. 53

Gambar 2.3 Monumen Joko Songo………………………………………... 54

Gambar 2.4 Kondisi siang hari Taman Pancasila…………………………. 59

Gambar2.5 Kondisi sore hari Taman Pancasila……………………………. 59

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persoalan pokok yang dialami oleh negara-negara berkembang pada umumnya adalah bagaimana meningkatkan taraf hidup penduduknya yang sebagian besar tergolong miskin. Salah satu alternatif untuk meningkatkan taraf hidup kelompok masyarakat yang miskin adalah dengan pemenuhan kebutuhan dasar mereka. Sedangkan pemenuhan kebutuhan dasar mereka hanya mungkin dicapai apabila ada dan tersedianya lapangan kerja yang dapat untuk menambah ataupun sebagai sumber utama bagi pendapatan mereka. Pekerjaan bagi manusia dewasa adalah persoalan yang paling mendasar dibanding dengan masalah-masalah lain, dan merupakan persoalan nyata yang paling dekat dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu pembangunan yang semata-mata memfokuskan diri pada masalah pertumbuhan dan pemerataan, sebenarnya kurang mengena bila hanya dilihat dari retorika politik (Ngadisah, 1987:1).

Dalam era globalisasi yang ditandai dengan pergerakan yang sangat dinamis menuntut manusia untuk bergerak cepat dan menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang ada. Tuntutan inilah yang nantinya mampu menjawab akan kesiapan dalam menghadapi pembangunan tersebut, karena tidak dipungkiri dari suatu pernyataan, bahwa semakin maju suatu Dalam era globalisasi yang ditandai dengan pergerakan yang sangat dinamis menuntut manusia untuk bergerak cepat dan menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang ada. Tuntutan inilah yang nantinya mampu menjawab akan kesiapan dalam menghadapi pembangunan tersebut, karena tidak dipungkiri dari suatu pernyataan, bahwa semakin maju suatu

Dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, kebutuhan akan sumber daya manusia yang tangguh dapat ditemui dalam dunia pekerjaan nyata. Bagaimana kesediaan lapangan kerja yang ada merupakan efek dari pembangunan yang ada. Efek ini menuntut seseorang untuk memiliki kemampuan yang nantinya menjadi suatu persaingan dalam dunia kerja, tetapi dalam kondisi masyarakat yang ada, segala persyaratan akan kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh ternyata belum mampu menghadapi kebutuhan akan suatu kapabilitas yang handal. Hal ini dapat diindikasi dari rendahnya tingkat pendidikan yang ada, ternyata menyebabkan

permasalahan yang semakin kompleks dalam dunia kerja.

Dari persoalan di atas maka dapat diatasi dengan sasaran menciptakan lapangan kerja. Namun usaha menciptakan kerja oleh pemerintah tidak sebanding dengan pertumbuhan angkatan kerja yang membutuhkan pekerjaan. Sementara itu masalah tiadanya keterampilan yang dimiliki sebagian angkatan kerja menyebabkan mereka tidak bisa di tampung dalam sektor-sektor formal. Seperti yang dikutip oleh Tadjuddin Noer Effendi dalam penelitian yang dilakukan oleh Hananto Sigit (1989).

“Selama dua puluh tahun terakhir ini telah terjadi pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian. Namun lapangan kerja yang dimasuki angkatan kerja adalah pekerjaan yang tergolong informal” ( Effendi, 1995: 74).

Tidak ada pilihan lain bagi mereka kecuali mencari pekerjaan seadaanya, yang tidak membutuhkan persyaratan-persyaratan khusus seperti pendidikan dan ketrampilan. Karena angkatan kerja yang melimpah itu tidak mendapat pekerjaan yang dianggap lebih baik, terpaksa mereka mengelompok pada kegiatan-kegiatan perekonomian marginal yang disebut sektor perekonomian informal (Ngadisah, 1987: 2).

Keberadaan sektor informal tidak dapat terlepas dari proses pembangunan. Ada dua pikiran yang berkembang dalam memahami kaitan antara pembangunan dan sektor informal, diantaranya:

1. Kehadiran sektor informal sebagai gejala transisi dalam proses pembangunan di negara sedang berkembang. Sekror informal adalah tahapan yang harus dilalui dalam menuju tahapan modern.

2. Kehadiran sektor informal merupakan gejala adanya ketidakseimbangan kebijaksanaan pembangunan. Kehadiran sektor informal dipandang sebagai akibat kebijaksanaan pembangunan yang dalam hal lebih berat pada sektor modern atau industri daripada sektor tradisional (Effendi, 1995: 73).

Kegiatan perekonomian dalam sektor informal sering mengundang permasalahan tersendiri. Sektor ini kurang tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga sering kali dikategorikan sebagai kegiatan “liar”. Akibatnya ada oknum-oknum atau petugas resmi yang sering melakukan penertiban dan penggusuran di Kegiatan perekonomian dalam sektor informal sering mengundang permasalahan tersendiri. Sektor ini kurang tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga sering kali dikategorikan sebagai kegiatan “liar”. Akibatnya ada oknum-oknum atau petugas resmi yang sering melakukan penertiban dan penggusuran di

Sampai disini dapatlah dikatakan bahwa meskipun pembangunan telah berhasil meningkatkan pendapatan nasional dan membangunkan masyarakat dari kebodohan, tetapi masalah ketenagakerjaan, terutama peluang kerja, belum terpecahkan dan diikuti dengan menigkatnya pekerja sektor informal (Effendi, 1995: 75).

Dalam kutipan yang dilakukan oleh Tadjuddin Noer Effendi, penerapan di lapangan menurut Breman (1908) justru konsep sektor informal lebih menimbulkan masalah daripada memecahkannya. Lebih tegas lagi Portes (1983) mengatakan bahwa konsep sektor informal sekurang-kurangnya menyembunyikan tiga kelemahan. Pertama, ia tidak memasukkan sejumlah pekerja bercirikan sektor informal yang tersembunyi di sektor formal. Kedua, ia mengabaikan perbedaan berbagai kelompok pekerja yang ada dalam sektor informal itu sendiri. Ketiga, konsep itu cenderung mengabaikan adanya persamaan ciri-ciri pekerja dalam sektor formal dan informal (Effendi, 1995: 77).

Namun di samping masalah yang ditimbulkan, sesungguhnya usaha kaum marginal tidak sedikit dalam menanggulangi pengangguran di perkotaan, karena usaha-usaha masyarakat kecil seperti penyedia jasa parkir, merupakan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar. Oleh karena itu selama pemerintah belum dapat menyediakan lapangan kerja yang layak Namun di samping masalah yang ditimbulkan, sesungguhnya usaha kaum marginal tidak sedikit dalam menanggulangi pengangguran di perkotaan, karena usaha-usaha masyarakat kecil seperti penyedia jasa parkir, merupakan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar. Oleh karena itu selama pemerintah belum dapat menyediakan lapangan kerja yang layak

Berdasarkan uraian di atas nampak jelas bahwa sekurang-kurangnya ada tiga faktor utama yang bisa dikemukakan mengapa sektor informal di perkotaan perlu dibina dan dikembangkan di samping sektor informal di desa yakni:

1. Sebagai penampung kelebihan tenaga kerja, khususnya bagi

mereka yang tidak mempunyai “skill”.

2. Dapat meningkatkan pendapatan, dibanding hasil kegiatan

dalam sektor informal di desa.

3. Untuk melayani masyarakat dalam lapisan ekonomi bawah yang tidak menjangkau pelayanan perekonomian modern (Ngadisah, 1987: 9).

Ditinjau dari lokasi pengoprasionalannya juru parkir sering kali menjadi pemicu akses negatif yaitu menimbulkan masalah seperti kemacetan lalulintas, kebersihan, keindahan kota dan lingkungan terkesan kumuh, keadaan yang demikian mendorong berbagai pihak salah satunya pemerintah untuk memikirkan keberadaan juru parkir dengan tetap mempertimbangkan kelangsungan ekonomi mereka.

Di berbagai sudut kota banyak tempat-tempat umum yang dapat diandalkan menjadi sebuah tempat untuk mencari nafkah bagi masyarakat Di berbagai sudut kota banyak tempat-tempat umum yang dapat diandalkan menjadi sebuah tempat untuk mencari nafkah bagi masyarakat

Penata parkir atau yang sering disebut dengan juru parkir adalah merupakan profesi yang dilakukan sebagai penjual jasa untuk mengatur, menempatkan dan menata kendaraan baik roda dua maupun roda empat saat berhenti sementara waktu di ruang parkir khusus maupun pinggir jalan (Kartono, 2004: 19).

Berdasarkan uraian di atas nampak jelas bahwa Upaya formalisasi sektor informal perkotaan, dengan cara mensejahterakan angkatan kerja yang tidak dapat ditampung pada kegiatan yang produktif kemudian menciptakan lapangan kerja sendiri, untuk mendapatkan penghasilan. Hubungan dengan sektor formal secara prinsip tidak saling mengganggu. Sektor informal lalu dipandang sebagai kegiatan yang perlu dikembangkan dengan mengintegrasikannya dalam sektor formal. Dari upaya ini dimungkinkan bahwa sektor informal yang dimaksud disini adalah juru parkir, perlu dikembangkan kearah formal, artinya juru parkir dapat tetap saja sebagai juru parkir yang informal, tetapi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ekonomi. Dengan mengintegrasikannya masuk kedalam bagian wilayah parkir pemerintah. Dari sinilah kemudian wacana untuk formalisasi sektor informal muncul dan berkembang sebagai persoalan baru yang perlu mendapat perhatian.

Kemudian muncullah beberapa kajian dan hasil penelitian yang berkaitan dengan formalisasi sektor informal, seperti yang dikutip oleh

Agung Wibowo dalam penelitian yang dilakkukan Cross (1995 dan 1997). Pendekatan complementary Approach seperti dinyatakan oleh hasil penelitian Mc. Gee (1973) bahwa sektor informal dan sektor formal saling mengisi. Dikatakan bahwa pertumbuhan sektor informal sangat ditentukan oleh sektor formal. Sektor informal menyediakan barang dan jasa yang murah bagi sektor formal. Keberadaan sektor informal dipandang sebagai penunjang perkembangan sektor formal. Hubungan komplementer ini dapat saja terus berlangsung sepanjang tidak terjadi konflik antar kedua sektor ekonomi tersebut. Pendekatan Anticipated Trend sebagaimana dinyatakan oleh hasil penelitian Mazumdar (1976) bahwa sektor informalah sebagai sumber dan potensi pertumbuhan ekonomi. Dikatakan bahwa hubungan tersebut bisa otonom atau integrasi. Pertumbuhan dapat melalui proses evolusioner dalam arti bahwa penghasilan dari kegiatan sektor informal dapat meningkat menjadi formal sejalan dengan meningkatnya pembangunan. Dari hasil ini jelas bahwa sektor informal sangat mungkin untuk diintegrasikan ke dalam sektor formal (formalisasi) sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Dari hasil penelitian Mazumdar (1976) yang mengatakan bahwa antara kedua sektor ekonomi tersebut saling mendukung dan saling mengisi bahkan dimungkinkan untuk terjadinya formalisasi di sektor informal. Pendekatan subordination Approach, yang meletakkan analisisnya pada skala makro (global), dimana menurut pendekatan ini sektor informal merupakan subordinasi sektor formal, dan bahwa sektor informal adalah bagian akumulasi pada skala dunia atau

munculnya proses akumulasi modal dari negara-negara ketiga pada negara- negara pertama. Keberadaan sektor informal dipandang sebagai bentuk keterasingan ekonomi nasional yang tercipta karena tidak seimbang sistem ekonomi dunia internasional. Studi yang dilakukan oleh Quijano (1974). Menunjuk teknologi, sementara sebagai faktor utamanya. Dari hasil penelitian keduanya, baik Quijano (1974) maupun Bienefeld, M. (1975) sama-sama tidak sependapat bahwa kedua sektor tersebut berbeda. Pendekatan The Exploitation Approach: Under Integratd Conditioons sebagaimana dinyatakan oleh Bose A.N (1974), dan Benefeld (1975) bahwa sektor informal merupakan kegiatan yang kekurangan akses dan subordinasi pasar yang terjadi karena adanya aturan menekan sebagai akibat mekanisme dalam integrasi sektor ekonomi lainnya. Mekanisme itu berhubungan dengan tingginya harga biaya dalam penjualan jasa pelayanan sebagai akibat berlimpahnya penghasilan. Ketergantungan dalam pendekatan ini ditekankan pada dua sisi yakni persediaan dan permintaan untuk produknya (Wibowo, 2008: 24-26).

Formalisasi juru parkir merupakan rekayasasa sosial yang juga sebagai produk politik menyiratkan sebagai upaya pemerintah untuk mengakomodasi kepentingan warganya dan membengun komunikasi pemimpinya dengan warga yang dipimpinnya.

Pada Era otonomi daerah sekarang ini, masalah perparkiran ditangani oleh masing-masing Pemerintah Daerah, begitu pula halnya yang terjadi di Kabupaten Karangannyar. Dimana hal-hal yang menyangkut Pada Era otonomi daerah sekarang ini, masalah perparkiran ditangani oleh masing-masing Pemerintah Daerah, begitu pula halnya yang terjadi di Kabupaten Karangannyar. Dimana hal-hal yang menyangkut

Persebaran juru parkir Kabupaten Karanganyar hingga tahun 2010 ini untuk lebih jelasnya dapat disimak dalam beberapa tabel di bawah ini:

Tabel 1.1

DAFTAR PETUGAS PARKIR TEPI JALAN UMUM

KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2010

1. Wil. Kota Kabupaten

2. Wil. Jaten

3. Wil. Colomadu

4. Wil. Kebakramat

5. Wil. Kerjo

6. Wil. Mojogedang

7. Wil. Matesih

8. Wil. Gondangrejo

9 Wil. Karangpandan

10 Wil. Jatipuro

11 Wil. Tawangmangu

12 Wil. Ngargoyoso

100% Sumber: Seksi PTP Kabupaten Karanganyar, 2010

Juru parkir dikelompokkan dalam komunitas masyarakat marginal, dimana mereka berasal dari sekelompok masyarakat yang bekerja di sektor informal yang sering kali tidak mempunyai akses kekuasaan dan hanya hidup dalam sektor yang tidak banyak menentukan pembangunan (Kartono, 2003: 12).

Keadaan ini terjadi karena sebagian besar dari penyedia jasa parkir berasal dari golongan ekonomi lemah dan tidak mempunyai spesialisasi ketrampilan. Para penata parkir tidak pernah mengenyam pendidikan parkir yang mempunyai sistem yang jelas. Mereka belajar di jalanan dan kawasan yang mereka lebih tahu. Oleh karena itu menjadi juru parkir adalah salah satu pilihan bagi mereka untuk berusaha bertahan dalam kerasnya kehidupan kota.

Mengingat orang-orang yang terlibat dalam usaha perparkiran ini sebagian termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah dan modalnya sangat terbatas, maka kelangsungan usaha tertentu didukung oleh kelompok-kelompok orang yang mempunyai modal relatif besar. Sekurang- kurangnya, pasti ada faktor pendukung yang memungkinkan orang-orang yang bekerja sebagai juru parkir ini tetap bisa mempertahankan pekerjaannya.

Dalam kaitannya dengan hal di atas, muncul permasalahan siapa sebenarnya yang berada di belakang kegiatan-kegiatan mereka atau yang menjadi pelindung mereka, sehingga usaha mereka tetap hidup. Bila dalam sektor formal yang tata organisasinya jelas dan teratur segera dapat Dalam kaitannya dengan hal di atas, muncul permasalahan siapa sebenarnya yang berada di belakang kegiatan-kegiatan mereka atau yang menjadi pelindung mereka, sehingga usaha mereka tetap hidup. Bila dalam sektor formal yang tata organisasinya jelas dan teratur segera dapat

Berdasarkan pra penelitian yang dilakukan oleh peneliti, banyak terjadi permasalahan yang membelit bagi para penata parkir yang segera membutuhkan penyelesaian. Beberapa masalah yang dapat dilihat saat ini adalah tentang, pajak retribusi parkir dan belum diikutkannya semua juru parkir oleh kontraktor dalam progran asuransi tenaga kerja, sebagai bentuk jaminan keamanan dan santunan bagi juru parkir dalam menjalankan kegiatannya yang sewaktu-waktu bisa mendapatkan kecelakaan.

Penata parkir biasanya dikoordinir oleh kontraktor yang terbagi di beberapa

tender dari DISHUBKOMINFO (Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika) Bidang Perhubungan, Seksi Pengelola Terminal dan Parkir (PTP) Kabupaten Karanganyar. Kontraktor atau koordinator lapangan (patron) mempunyai anak buah (klien) disebut juru parkir resmi, mengingat keberadaan mereka terdaftar oleh pemerintah.

Disini yang menjadi suatu ketertarikan tersendiri bagi peneliti adalah mengenai pola hubungan kerja yang terbentuk dalam usaha perparkiran. Dimana hubungan yang terjalin tersebut akan mempengaruhi proses pelaksanaan usaha perparkiran. Tanpa hubungan kerja yang baik, maka usaha parkir tersebut tidak akan berjalan dan tidak akan berkembang. Peneliti melihat mengenai pola hubungan kerja patron-klien yang terbentuk Disini yang menjadi suatu ketertarikan tersendiri bagi peneliti adalah mengenai pola hubungan kerja yang terbentuk dalam usaha perparkiran. Dimana hubungan yang terjalin tersebut akan mempengaruhi proses pelaksanaan usaha perparkiran. Tanpa hubungan kerja yang baik, maka usaha parkir tersebut tidak akan berjalan dan tidak akan berkembang. Peneliti melihat mengenai pola hubungan kerja patron-klien yang terbentuk

Untuk itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana pola hubungan patron klien yang terbentuk antar juru parkir di Taman Pancasila Kabupeten Karanganyar.

B. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan pemaparan latar belakang di atas maka dapat ditarik rumusan masalah: Bagaimana hubungan kerja patron klien juru parkir di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar?

C. Tujuan penelitian

Sesuai dengan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka tujuan yang hendak dicapai peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan obyektif

a. Untuk mengetahui bagaimana hubungan kerja patron klien juru parkir yang ada di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar.

b. Untuk mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan hubungan kerja patron klien juru parkir di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar.

2. Tujuan subyektif

a. Untuk melengkapi syarat-syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menerapkan ilmu yang telah penulis peroleh di dalam teori

dengan kenyataan yang ada.

c. Untuk memperluas atau menambah pengetahuan peneliti dalam Hubungan Patron Klien yang terjadi pada masyarakat marginal.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan

pertimbangan atau acuan untuk penelitian empiris.

b. Memberikan gambaran mengenai keadaan sosial kemasyarakatan

dalam didang hubungan kerja.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran nyata tentang hubungan kerja patron kien yang terjadi pada juru parkir di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan bagi peneliti serupa dimasa yang akan datang serta mampu menambah body of knowledge .

E. Batasan Konsep

1. Hubungan Kerja

Hubungan kerja menurut Toha Halili (1987) adalah suatu hubungan yang pada dasarnya menggambarkan tentang hak dan kewajiban antara majikan dan buruh.

Hubungan kerja secara luas adalah interaksi antara seseorang dengan orang lain dalam segala situasi dalam semua bidang kehidupan untuk memperoleh kepuasan hati. Sedangkan hubungan kerja secara sempit yakni interaksi yang antara seseorang dengan orang lain dalam situasi kerja.

Hubungan kerja pada umumnya ada dua yaitu hubungan kerja yang terjadi dalam suatu perusahaan atau hubungan kerja antar majikan dengan buruh dan hubungan kerja sesama industri/unit usaha dalam masyarakat pedesaan pada umumnya dan masyarakat industri pada khususnya. bekerja dan berkarya secara produktif, bekerja sama agar mereka memperoleh keputusan-keputusan baik yang bersifat ekonomi maupun psikologi dan kemasyarakatan sosial. Dan menurur penelitian yang dilakukan oleh Haldan Pramono (1987), kewajiban buruh adalah bekerja pada pihak lain dan Seperti yang dikutip oleh Marisa Kurniasih dalam penelitian yang Hubungan kerja pada umumnya ada dua yaitu hubungan kerja yang terjadi dalam suatu perusahaan atau hubungan kerja antar majikan dengan buruh dan hubungan kerja sesama industri/unit usaha dalam masyarakat pedesaan pada umumnya dan masyarakat industri pada khususnya. bekerja dan berkarya secara produktif, bekerja sama agar mereka memperoleh keputusan-keputusan baik yang bersifat ekonomi maupun psikologi dan kemasyarakatan sosial. Dan menurur penelitian yang dilakukan oleh Haldan Pramono (1987), kewajiban buruh adalah bekerja pada pihak lain dan Seperti yang dikutip oleh Marisa Kurniasih dalam penelitian yang

Dengan demikian hubungan kerja adalah suatu hubungan melalui interaksi langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk mencapai tujuan. Adapun tujuan-tujuan tersebut adalah tujuan pribadi maupun tujuan bersama di mana hubungan tersebut saling menguntungkan antar keduanya. Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan kerja adalah merupakan suatu usaha untuk menciptakan suatu organisasi baik secara formal maupun informal sebagai suatu sistem sosial yang dapat mencapai tujuan secara seimbang. Di satu pihak tujuan bersama dapat tercapai, dilain pihak tercapai pula kepuasan dan kebutuhan para individu yang meliputi kepuasan ekonomi, sosial, psikologi, dll.

2. Hubungan Patron-Klien

Hubungan patron klien adalah pertukaran hubungan antara kedua peran yang dapat dinyatakan sebagai kasus khusus dari ikatan yang melibatkan persahabatan instrumental di mana seorang individu dengan satatus sosio- Hubungan patron klien adalah pertukaran hubungan antara kedua peran yang dapat dinyatakan sebagai kasus khusus dari ikatan yang melibatkan persahabatan instrumental di mana seorang individu dengan satatus sosio-

Hubungan patron klien juga merupakan hubungan timbal-balik antara dua orang yang dijalin secara khusus (pribadi) atas dasar saling menguntungkan, serta saling memberi dan menerima. Ikatan ini merupakan salah satu strategi nafkah yang diterapkan melalui pemenfaatan modal sosial untuk bertahan hidup atau memperbaiki standar hidupnya. Dalam hubungan timbal balik tersebut, tercermin dalam hubungan kerja antara relasi keduanya, serta hubungan sosial yang dilakukan antara keduanya diluar hubungan kerja (Kurniasih, 2009: 9).

Hubungan patron klen yang terjadi dapat dikatakan sebagai bentuk hubungan kerja, karena adanya suatu ketentuan yang mengikat antara juragan dengan para pekerjanya. Adapun tujuan yang diharapakan dari hubungan kerja patron klien diatas adalah mendapatkan reward (ganjaran) yaang bersifat ekstrinsik maupun intrinsik. Reward ekstrinsic berfungsi sebagai alat bagi suatu ganjaran lainnya, seperti uang, barang, dan jasa. Sedangkan reward ekstrinsic adalah ganjaran yang berasal dari hubungan itu sendiri, misalnya kasih sayang, kebanggaan, kehormatan (Poloma, 1984, 43).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan patron klien adalah hubungan timbal balik antara dua orang (kelas atas dengan kelas bawah) yang dijalin secara khusus (pribadi) atas dasar saling menguntungkan, serta saling memberi dan menerima, dimana status yang lebih tinggi (patron) dengan sumber daya yang dimiliki memberikan perlindungan dan keuntungannya kepada status yang lebih rendah (klien). Sehingga timbal balik dari klien dengan cara memberikan bantuan umum dan dukungan pribadi kepada patron.

3. Patron

Model aksi “patron-klien” atau “solidaritas vertikal” pada masyarakat petani kurang lebih diwakili secara pasif bahkan bisa disebut “digolongkan” dalam basis kelas. Menurut Scott, seorang patron adalah seorang individu dengan status sosio-ekonomi yang lebih tinggi, yang menggunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk menyediakan perlindungan dan/atau keuntungan-keuntungan bagi seseorang dengan status lebih rendah ( Klien ) (Scoot, 1993: 7 ).

Patron bisa disebut juga dengan “juragan”. Peranan juragan tidak sebatas menyediakan pondok, namun juga memberikan pinjaman modal usaha, menyediakan bahan baku, menyewakan perlengkapan berjualan, mencarikan lokasi usaha, memberikan perlindungan dari ancaman elite kota (Suprihati 2010:4).

Untuk memperoleh kliennya, seorang patron mempunyai usaha yaitu dengan cara menjalin hubungan secara pribadi, atau bisa juga seorang patron mendapatkan klien dari warisan orang tuanya. Tidak menutup kemungkinan patron bisa juga merupakan klien dari patron lain yang lebih tinggi kedudukannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seorang patron adalah bapak bagi para anak buahnya, mereka memberikan perlindungan, lapangan pekerjaan, bahkan modal, dengan harapan seorang patron mendapatkan balas jasa dari para kliennya berupa penghormatan atau pun berupa dukungan.

4. Klien

Klien adalah seorang individu dengan status sosial-ekonomi yang lebih rendah, yang pada gilirannya akan menawarkan dukungan umum dan bantuan, termasuk jasa pribadi kepada patron (Scott, 1993: 7).

Dan Seperti ungkapan Scott yang dikutip dari dalam penelitian Hoeve (1961):

“Dalam hubungan majikan-pembantu di sana, pembantu ladang terikat pada majikannya oleh adat, hutang...dan dalam kasus tertentu oleh kenyataan bahwa ia tinggal di halaman rumah majikannya. Dalam situasi terakhir ini tentu saja pembantu ladang tersebut berkewajiban memberikan jasanya “Dalam hubungan majikan-pembantu di sana, pembantu ladang terikat pada majikannya oleh adat, hutang...dan dalam kasus tertentu oleh kenyataan bahwa ia tinggal di halaman rumah majikannya. Dalam situasi terakhir ini tentu saja pembantu ladang tersebut berkewajiban memberikan jasanya

Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Klien atau buruh adalah seorang individu yang status sosialnya lebih rendah, yang menggunakan sumberdayanya untuk bekerja, menggantungkan hidupnya, mencari perlindungan kepada patron, dan pada gilirannya, klien membalasnya dengan menawarkan dukungan umum atau bantuan, termasuk jasa pribadi.

5. Juru Parkir

Parkir adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu atau tidak, serta tidak semata- mata untuk kepentingan menaikkan dan atau menurunkan orang atau barang (Perda Kabupaten Karanganyar No 10, 2009: 3).

Juru parkir merupakan profesi yang dilakukan sebagai penjual jasa untuk mengatur, menempatkan, menata kendaraan baik roda dua maupun empat saat berhenti sementara waktu diruang parkir khusus maupun dipinggir jalan (Kartono, 2004: 9).

Juru parkir sebagai warga negara yang memiliki kepentingan langsung dengan perparkiran sebagai dasar dari hidupnya (Pokduljukir, 2009: 2).

Dari kenyataan kerja dilapangan, juru parkir dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Juru parkir resmi, yaitu juru parkir yang keberadaannya secara resmi

terdaftar oleh pemerintah.

2. Juru parkir liar (preman), yaitu juru parkir yang keberadannya tidak terdaftar oleh pemerintah, maka hasil hasil yang diperolehpun dinikmati sendiri, tanpa memenuhi kewajiban membayar retribusi kepada negara. Seluruh hasil pungutan parkir dipergunakan untuk kepentingan sendiri (Kartono, 2004: 19).

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa juru parkir adalah Sebuah profesi penyedia jasa yang mengatur dan menata kendaran baik roda dua maupun empat pada saat berhenti sementara waktu di tempat parkir khusus maupun di pinggir jalan.

F. Tinjauan Pustaka

Hasil penelitian tentang pola hubungan kerja patron-klien pernah dilakukan oleh William P Norris (1987) dalam penelitiannya di Brazil, yang menemukan bahwa ada dua jenis hubungan patron-klien yang dipetakan sebagai sarana mengatasi masalah sifat partisipasi sosial masyarakat miskin dan kelas pekerja urban di Brazil. Berdasarkan penelitian di pemukiman liar di Salvador, jenis kelangsungan hidup dan jenis aliansi dibedakan dengan analisis pendapatan rumah tangga, jaringan rumah tangga dan proses dengan mana hubungan terbentuk. Jenis berbeda menurut tingkat pendapatan rumah tangga, jenis kelamin klien dan pelanggan, bentuk

jaringan rumah tangga, jumlah pelanggan, apa yang ditukar dan fungsi mengikat. Pembagian kerja yang luas di daerah perkotaan, yang sebagian tercermin dalam karakteristik jenis, berarti bahwa hubungan yang tersebar di jaringan dan di seluruh kawasan perkotaan. Kurangnya hubungan antara hubungan patron-klien memiliki efek pada solidaritas. Fungsi dasi aliansi, dalam beberapa kasus, mempromosikan aliansi vertikal tanpa solidaritas vertikal. Mereka lebih memilih memikirkan mengenai kelangsungan hidup, dari pada mempromosikan solidaritas vertikal, menyediakan cara untuk improverished untuk menambah pendapatan mereka yang tidak mencukupi. Jadi mereka berfungsi untuk mempertahankan struktur kelas yang mendasar.

Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh W. Brinkerhoff (2004), yang menguji mengapa sistem patron-klien pemerintahan selalu ada di seluruh dunia, dan tumbuh subur disamping upaya untuk memeperjuangkan liberalisasi ekonomi, demokratisasi, desentralisasi dan mengubah pemerintahan. Bagaimanapun paham patron-klien tidak pernah lenyap dari berbagai perubahan masyarakat. Hal ini disebabkan karena di dalam institusi patron-klien penguasa atau pemerintah susah untuk terbuka sebab masing-masing mereka membatasi interaksi dengan individu yang lain. Bagaimanapun pandangan ini menimbulkan pertanyaan mengenai kapabilitas pemerintahan baik dalam hak maupun kemampuannya untuk memerintah. Paham patron-klien tidak efisien untuk masyarakat kecil, sebab penguasa akan lebih bersifat individualistis dan tidak Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh W. Brinkerhoff (2004), yang menguji mengapa sistem patron-klien pemerintahan selalu ada di seluruh dunia, dan tumbuh subur disamping upaya untuk memeperjuangkan liberalisasi ekonomi, demokratisasi, desentralisasi dan mengubah pemerintahan. Bagaimanapun paham patron-klien tidak pernah lenyap dari berbagai perubahan masyarakat. Hal ini disebabkan karena di dalam institusi patron-klien penguasa atau pemerintah susah untuk terbuka sebab masing-masing mereka membatasi interaksi dengan individu yang lain. Bagaimanapun pandangan ini menimbulkan pertanyaan mengenai kapabilitas pemerintahan baik dalam hak maupun kemampuannya untuk memerintah. Paham patron-klien tidak efisien untuk masyarakat kecil, sebab penguasa akan lebih bersifat individualistis dan tidak

Selain itu menurut penelitian yang dilakukan Sri Emy Yuli Suprihatin (2010) di Kota Yogyakarta”. Menyimpulkan bahwa di kalangan pedagang "nasi kucing" yang dipandang sebagai patron adalah juragan. Peranan juragan tidak sebatas menyediakan pondok, namun juga memberi pinjaman modal usaha, menyediakan bahan baku, menyewakan perlengkapan berjualan, mencarikan lokasi usaha, memberi perlindungan dari ancaman elite kota. Sumber daya secara nyata yang dimiliki juragan dapat kita lihat dari kekuatan juragan untuk menampung delapan sampai dua puluh pedagang "nasi kucing". Sumber daya andalan pedagang "nasi kucing" adalah tenaga kerja, kejujuran, dan loyalitas kerja. Sumber daya ini dipandang lebih rendah dibandingkan dengan sumber daya yang dimiliki juragan karena ada anggapan bahwa sumber daya tersebut mudah digantikan orang lain. Pandangan tersebut memberi isyarat kedudukan pedagang "nasi kucing" lemah. Namun, selemah apa pun posisi pedagang "nasi kucing" tetap besar artinya bagi juragan sebab tanpa kehadiran pedagang "nasi kucing" juragan tidak akan terlihat memiliki sumber daya lebih. Sumber daya yang dimiliki tiap-tiap pihak kemudian dipertukarkan dengan tujuan memperoleh keuntungan. Besarnya keuntungan yang

diperoleh tiap-tiap pihak tidaklah sama. Menurut pedagang "nasi kucing" keuntungan terbesar diperoleh juragan. Secara objektif dan rasional hal ini wajar karena juragan sebagai pemilik modal sudah semestinya mendapatkan untung lebih besar. Hal ini dapat dipahami karena mana mungkin hubungan tersebut dapat berjalan begitu lama jika juragan tidak memperoleh keuntungan yang cukup. Keuntungan tersebut menurut juragan digunakan untuk memberi pinjaman pada saat mendesak, untuk menjamin kehidupan mereka seperti menyediakan makan setiap harinya, menyediakan tempat tinggal, dan membayar retribusi. Secara klise juragan menyatakan dalam istilah Jawa tuna sathak bathi sanak, yang artinya rugi harta tetapi mendapatkan banyak saudara, namun tetap saja juragan memperoleh keuntungan besar. Hanya, besarnya keuntungan yang diperoleh juragan tidak terlalu dipermasalahkan oleh pedagang "nasi kucing". Mereka juga tidak merasa dirugikan sebab pedagang "nasi kucing" memperoleh kemudahan dalam hal pinjam-meminjam uang. Kemudahan ini tidak akan diperoleh melalui koperasi atau lembaga keuangan lainnya”.

Penelitian lain pernah dilakukan oleh Ngadisah (1987). Dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta, kegiatan ekonomi dalam sektor informal sering mengundang permasalahan tersendiri. Sektor ini kurang tersentuh oleh peraturan- peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditatapkan oleh Pamerintah, sehingga kegiatannya sering dikatagorikan sebagai kegiatan liar. Namun di samping masalah yang ditimbulkan, sesungguhnya sektor ini mempunyai

sumbangan yang tidak sedikit dalam menanggulangi pengangguran di perkotaan, karena usaha-usaha masyarakat kecil di sektor informal merupakan penyerap tenaga kerja yang cukup besar. Oleh karena itu, selama Pemerintah belum dapat manyediakan lapangan kerja, bagi sebagian besar angkatan kerja, tindakan yang paling tepat adalah membina dan membimbing mereka supaya usaha yang dilakukannya terus berlangsung tanpa mengganggu sektor lainnya. Apalagi bila diingat bahwa orang yang bergerak di dalam sektor informal justru orang pribumi yang berekonomi lemah, atau bahkan ada orang-orang yang tergolong paling miskin di kota. Oleh karenanya, pembinaan dan perlindungan sektor ini menjadi sangat penting. Usaha pembinaan dan pengembangan itu akan sulit dilakukan apabila kegiatan interaksi sosial yang ada dalam kelompok ini belum dapat dipahami dengan jelas. Mengingat orang-orang yang terlibat dalam usaha informal ini termasuk golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah dan modalnya sangat terbatas, maka kelangsungan usahanya tentu didukung oleh kelompok-kelompok orang yang mempunyai modal relatif besar. Sekurang-kurangnya, pasti ada faktor pendukung yang memungkinkan orang-orang yang bekerja di sektor informal ini tetap bisa mempertahankan usahanya.

G. Tinjauan Teori

Sosiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia sehingga sikap atau perilaku kegiatan yang dipelajari dalam kedudukannya di dalam masyarakat termasuk di dalamnya perubahan- perubahan sosial yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat tersebut (Soekamto, 1990: 17).

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma perilaku sosial, dimana obyek studi berupa barang yang konkret dan realistis. Sesuai dengan pendapat B.F Skiner, barang yang kongkret dan realitas adalah perilaku manusia yang nampak serta kemungkinan perulangannya (Behavior of man and contingencies of reinforcenment). Tindakan perilaku sosial adalah tindakan yang berkenaan dengan suatu kemauan yang mengakibatkan adanya suatu ganjaran dan hukuman dari orang lain. Dengan pengertian semacam inilah maka tindakan yang mengakibatkan adanya ganjaran dan hukuman yang disebabkan oleh lingkungan bukan manusi tidak dianggap sebahai suatu perilaku sosial (Poloma,1994: 60).