HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sintesis dan Karakterisasi Titanium Dioksida (TiO 2 )
Sintesis TiO 2 pada penelitian ini dilakukan dengan proses sol gel, seperti
telah dilakukan oleh Wahyuningsih dkk (2007). Untuk menghasilkan kristal TiO 2
anatase lebih banyak pada hasil sintesis TiO 2 maka diperlukan kondisi sintesis tertentu dan strategi-strategi tertentu. Reaksi secara keseluruhan dari sintesis TiO 2 dengan bahan awal TTiP diharapkan mengikuti reaksi:
Ti(iPr) + CH 3 COOH
Suspensi TiO 2
90 °C Suspensi TiO 2 Sol gel TiO 2
150 °C Sol gel TiO 2 Xerogel TiO 2
400 °C Xerogel TiO 2 Powder TiO 2 (Anatase)
Hasil sintesis TiO 2 dikarakterisasi dengan difraksi sinar X menggunakan radiasi Cu Kα (λ = 1,541 Å). Untuk mengetahui keberadaan TiO 2 fase anatase,
hasil analisa XRD tersebut dibandingkan dengan standard JCPDS (Joint Commite
Powder Diffraction Standard). Pola difraksi dari TiO 2 hasil sintesis ditunjukkan pada Gambar 4. TiO 2 hasil sintesis (Gambar 5) menunjukkan adanya puncak-
puncak yang muncul pada sudut difraksi (2 ) tertentu yang merupakan hasil
difraktogram Kristal TiO 2 anatase. Hal ini diperkuat dengan adanya puncak-
48,10° (d 200 = 1,887 Å), 2 Ɵ = 54,15° (d 105 = 1,693 Å), dan 2 Ɵ = 54,95° (d 211 =
1,667 Å) yang merupakan daerah karakterisasi TiO 2 anatase sesuai dengan standar
JCPDS No. 782-486. Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa pada suhu 400 °C
terbentuk TiO 2 fase anatase murni, sedangkan TiO 2 fase rutile tidak terjadi.
2 Theta
TiO 2 H asil Sintesis
Standar JCPDS
Gambar 5. Spektra difraksi sinar X (XRD) TiO 2 hasil sintesis
B. Sintesis dan Karakterisasi Dye
Sintesis senyawa kompleks sensitiser (dye) dilakukan dengan ion logam Fe 2+ dengan ligan 1,10-fenantrolin (phen), 2,2-bipiridin (bpy), dan 2,2- biquinoline-4,4-dicarboxylic acid (dcbq) yang dilarutkan dalam DMSO-etanol (perbandingan DMSO:etanol = 1:20), sedangkan ligan yang digunakan dengan perbandingan phen: bpy: dcbq = 2:2:1. Larutan Fe 2+ ditambahkan secara bertetes- tetes ke dalam larutan ligan dengan pengadukan agar terjadi reaksi secara sempurna dan untuk menghidari oksidasi Fe 2+ . Larutan senyawa kompleks terjadi setelah 3 hari (dalam keadaan gelap), berwarna merah muda. Selanjutnya
Spektra UV-Vis Senyawa kompleks Fe(phen) x (bpy) y (dcbq) z (x = 1-2, y = 1-2 z =
1) ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Spektroskopi UV-Vis pada kompleks Fe dengan ligan
1,10-fenantrolin (phen), 2,2-bipiridin (bpy), dan 2,2- biquinoline-4,4-dicarboxylic acid (dcbq)
Spektra dye dari kompleks Fe(phen) x (bpy) y (dcbq) z (x = 1-2, y = 1-2 z =
1) menghasilkan dua puncak serapan maksimum yaitu pada λ 1 = 303 nm dan λ 2 = 515 nm. Spektra FeCl 2 .4H 2 O memiliki 2 puncak serapan maksimum pada 252 nm
dan 332 nm); ligan 2,2’-bipiridin memiliki 2 puncak serapan maksimum pada 224 nm dan 281 nm) dan ligan 2,2’-biquinoline-4,4’dicarboxylic acid memiliki 2 puncak serapan maksimum pada 265 nm dan 330 nm, sedangkan pada ligan 1,10- fenantrolin hanya memiliki 1 serapan maksimum pada 264 nm seperti yang terangkum pada Tabel 2.
Pada λ 1dye memiliki puncak melebar pada panjang gelombang 303 nm dan terjadi pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih besar (batokromik)
dari logamnya yaitu dari 252 nm menjadi 303 nm. Selain itu pada λ 1dye juga terjadi pergeseran batokromik dari ligan-ligannya yaitu dari 244 nm (bpy), 265 nm (dcbq), dan 264 nm (phen) menjadi 303 nm. Pergeseran ini diperkirakan
― Fe(phen) x (bpy) y (dcbq) z
― FeCl 2 .4H 2 O
― Bpy ― Dcbq ― Phen
elektron π dari orbital bonding ke orbital nonbonding. Pergeseran batokromik yang terjadi pada ligan menunjukkan terjadinya konjugasi yang menyebabkan energi antara orbital bonding ke orbital nonbonding semakin kecil sehingga
diperoleh panjang gelombang yang lebih besar, yang kemungkinan disebabkan oleh pembentukan kompleks.
Tabel 2. Panjang gelombang maksimum FeCl 2 .4H 2 O, ligan bpy, ligan dcbq, ligan phen, dan dye (kompleks Fe(phen) x (bpy) y (dcbq) z (x = 1-2, y = 1-2 z = 1)
No. Senyawa λ 1 (nm) λ 2 (nm)
1. FeCl 2 .4H 2 O
2. 2-2’-bipiridin (bpy)
3. 2,2’-biquinoline-4,4’-dicarboxylic acid (dcbq)
4. 1,10-fenantrolin (phen)
5. Dye (kompleks Fe(phen) x (bpy) y (dcbq) z )
Pada λ 2dye menunjukkan puncak melebar dengan panjang gelombang maksimum 515 nm dan terjadi pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih
besar (batokromik) dari logamnya yaitu dari 332 nm menjadi 515 nm. Pergeseran batokromik diperkirakan terjadinya transisi metal to ligand charge transfer (MLCT) yang karakteristiknya memiliki intensitas yang lebih tinggi dibandingkan transisi d-d. Fenomena MLCT cenderung terjadi pada senyawa kompleks dari ion logam dengan bilangan oksidasi rendah (densitas elektron pada orbital d besar)
yang mengikat ligan yang memiliki orbital kosong *, sehingga memungkinkan terjadi ikatan balik (back bonding) dari ion logam ke ligan. Cho et al. (2001) juga
telah memperlihatkan kompleks (Ru II (bpy-COOH) 2 ) 3 2+ yang mengalami
pelebaran pita absorbansi pada =467 nm sebagai interaksi metal to ligand charge transfer (MLCT) dalam kompleks.
Pada pewarna kompleks Fe dengan ligan 1,10-fenantrolin, 2,2-bipiridin, dan 2,2-biquinoline-4,4-dicarboxylic acid mengandung gugus kromofor dimana
memiliki gugus tak jenuh dan memiliki gugus auksokrom (NH 2 , NR 2 ) yang memiliki gugus tak jenuh dan memiliki gugus auksokrom (NH 2 , NR 2 ) yang
Penentuan struktur senyawa kompleks [Fe(phen) x (bpy) y (dcbq) z ] tidak dilakukan pada penelitian ini.
C. Sensitisasi Dye
Plat ITO/TiO 2 direndam dalam kompleks dye Fe dengan ligan 1,10-
fenantrolin, 2,2-bipiridin, dan 2,2-biquinoline-4,4-dicarboxylic acid yang telah disintesis selama tiga hari. Proses sensitisasi dye ini dilakukan selama 24 jam agar didapatkan hasil yang sempurna. Hasilnya menunjukkan adanya perubahan warna
dari lapis tipis ITO/TiO 2 dari putih menjadi merah muda. Berikut grafik ITO/TiO 2 yang telah disensitisasi dianalisis menggunakan UV-Vis padat.
Gambar 7. Grafik ITO/TiO 2 /dye
ITO/TiO 2 /dye memiliki puncak pada panjang gelombang maksimum 516 nm. Pada lapis tipis ITO/TiO 2 /dye memiliki respon pada daerah tampak yang
lebar yang dimungkinkan karena interaksi metal to ligand charge transfer terjadi (MLCT) yang merupakan hasil respon dari dye pada permukaan oksida. Dikarenakan adanya perpindahan elektron dari senyawa kompleks dye ke material
TiO 2 sehingga ada sebuah elektron yang ditransfer keluar dari atom logam pusat
NM
Vinodgopal et al. (1995) yang telah menunjukkan pelebaran pita absorbsi setelah penambahan senyawa kompleks sensitiser. Pelebaran pita absorbansi ini
bermanfaat dalam memperluas fotorespon dari TiO 2 . Kontribusi MLCT juga
menyebabkan berubahnya densitas elektron yang mengalami transisi, antara logam dan ligan yang dikenai. Perubahan ini terjadi di dalam ground state (Cole, et al., 2001).
D. Degradasi Fotoelektrokatalitik Zat Warna Methyl Orange
Eksperimen pengukuran degradasi fotoelektrokatalitik dilakukan dengan membuat reaktor one compartement yang dapat dilewati oleh elektrolit NaCl, dimana elektroda counter Cu dalam satu wadah dengan elektroda kerja
ITO/TiO 2 /dye . Potensiostat digunakan untuk mengatur tegangan yang dikenakan ke elektroda kerja. Lampu halogen 150 W digunakan sebagai sumber energi foton. Proses degradasi fotoelektrokatalitik methyl orange dilakukan beberapa variasi yaitu variasi tegangan, variasi waktu penyinaran, variasi pH, dan variasi konsentrasi elektrolit.
1. Degradasi Fotoelektrokatalitik Zat Warna Methyl Orange dengan Variasi Tegangan
Pengukuran tegangan menggunakan multimeter. Variasi tegangan yang digunakan adalah -1V; -0,8V; -0,6V; -0,4V; -0,2V; 0V; 0,2V; 0,4V; 0,6V; 0,8V;
dan 1V. Methyl orange yang digunakan untuk proses degradasi
fotoelektrokatalitik adalah sebesar 5 mg/L, sedangkan konsentrasi larutan NaCl yang digunakan yaitu 0,05 M dan waktu penyinaran dengan lampu halogen selama 3 jam. Hasil degradasi fotoelektrokatalitik zat warna methyl orange untuk masing-masing tegangan dapat dilihat pada gambar berikut.
Persentase penurunan konsentrasi zat warna methyl orange paling tinggi adalah pada tegangan -1V (Gambar 8). Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa degradasi methyl orange disebabkan oleh reaksi elektrokimia langsung (direct electrochemical), disamping reaksi fotoelektrokatalitik oleh
TiO 2 /dye diposisikan sebagai fotoanoda pada proses reaksi fotoelektrodegradasi. TiO 2 yang berlaku sebagai fotoanoda (diberi muatan positif) kurang mendegradasi methyl orange, sehingga dapat disimpulkan bahwa eksitasi dye yang
menghasilkan e cb pada permukaan TiO 2 kurang dapat menginisiasi reaksi
fotoelektrodegradasi methyl orange yang bermuatan negatif. Jadi ketika negatif bias lebih efektif daripada positif bias, maka mekanisme mengikuti direct electrochemical oxidation karena photogeneration oleh eksitasi dye dihambat oleh negatif bias.
Gambar 8. Penurunan konsentrasi zat warna (%) dengan variasi tegangan (waktu 3 jam, [NaCl] =0,05 M, dan [methyl orange] = 5 ppm)
Pada pemberian potensial bias positif, yang menjadi fotoanoda adalah TiO 2 /dye dan fotokatoda adalah logam Cu. Reaksi yang mungkin terjadi sebagai berikut:
Gambar 9a. Skema sel fotoelektrokatalitik dengan potensial bias positif
-1.2 -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
P ro
se
ta
se
e g ra
d a si
Voltase
I II
TiO 2 →e - +h + ................................................................................. (1)
2 Cl -
→ Cl 2 +2e - ............................................................................ (2)
2H 2 O
→4H + +O 2 +4e - ................................................................ (3) MO -
→e - + MO ............................................................................. (4) Terjadi reaksi fotosensitisasi di anoda: dye + h
→ dye* ....................................................................... (5) dye* + TiO 2 → dye· + e - cb ............................................................. (6)
e - cb +O 2 →O 2 · .......................................................................... (7)
2O 2 ·+2H 2 O
→H 2 O 2 + 2 OH - +O 2 .............................................. (8)
H 2 O 2 +e - cb → OH . + OH ............................................................. (9)
O 2 . + MO
→ senyawa sederhana ........................................... (10) OH . + MO
→ senyawa sederhana ........................................... (11) dye* + e - cb → dye (recombination) ........................................ (12)
dye* + e - eks → dye ...................................................................... (13) Katoda (Cu): 2H 2 O+2e - → 2 OH - +H 2 ...................................................................... (14)
2H 2 O
→O 2 +4H + +4e - .............................................................. (15)
Pada pemberian potensial bias positif, fotoelektrodegradasi methyl orange yang dipicu dari eksitasi dye pada permukaan TiO 2 . Elektron yang dihasilkan oleh eksitasi dye dapat berpindah ke pita konduksi TiO 2 menghasilkan
e cb , selanjutnya reaksi fotoreduksi methyl orange dapat berlangsung. Penambahan potensial luar pada lapis tipis TiO 2 akan menyebabkan pemisahan elektron tereksitasi dan hole dipercepat. Potensial luar pada illuminasi TiO 2 tidak hanya
dapat memisahkan elektron pada pita konduksi dari proses oksidasi, tetapi juga dapat mengurangi rekombinasi elektron dan hole dan memisahkan sisi oksidasi dan reduksi (He, et al., 2003). Proses pergerakan methyl orange yang bermuatan
negatif ke permukaan TiO 2 /dye yang bermuatan netto positif (fotoanoda), selain
dapat mendukung proses fotoelektrodegradasi dengan mekanisme fotoreduksi
oleh O 2 · juga dapat mengalami reaksi dengan mekanisme fotooksidasi oleh OH .
menghasilkan elektron e - cb dan hole (h + vb ). hole (h + vb ) dapat menginisiasi reaksi oksidasi dan di lain pihak e - cb akan menginisiasi reaksi reduksi pada permukaan
semikonduktor (Linsebigler et al., 1995). Mekanisme reaksi reduksi-oksidasi yang terjadi adalah h + vb dapat mengoksidasi air atau gugus hidroksil pada methyl orange yang teradsorb pada permukaan untuk membentuk radikal hidroksil (OH . )
dan di lain pihak, e - cb dapat mereduksi oksigen yang teradsorb untuk membentuk
anion radikal superoksida dan hidroperoksida (Wang, 2006). Proses reaksi
reduksi-oksidasi dipengaruhi oleh potensial redoks dari h + vb dan e - cb . Potensial redoks h + vb dari semikonduktor TiO 2 anatase sebesar 2,53V ( vs SHE) dan potensial redoks dari e - cb sebesar -1V. Potensial oksidasi yang dimiliki oleh h + vb
kecil sehingga air dan atau gugus hidroksil dapat teroksidasi pada permukaan
TiO 2 serta potensial reduksi yang dimiliki oleh e - cb dapat menghasilkan radikal
hidroksil (OH . ) yang merupakan spesi pengoksidasi kuat (2,8V vs SHE) untuk mengoksidasi kebanyakan zat organik menjadi air, asam mineral, dan karbon dioksida (Gunlazuardi, 2001).
Pada bias negatif, yang menjadi fotoanoda adalah logam Cu dan fotokatoda adalah TiO 2 /dye, maka fotosensitisasi TiO 2 yang menghasilkan e cb
tidak dapat secara efektif menginisiasi reaksi fotoelektrodegradasi MO. Pada pemberian potensial bias negatif, penurunan konsentrasi MO kemungkinan disebabkan oleh reaksi fotoelektrokatalitik tanpa eksitasi dye dan reaksi elektrokimia langsung (direct electrochemical). Reaksi yang terjadi mungkin sebagai berikut:
Gambar 9b. Skema sel fotoelektrokatalitik dengan potensial bias negatif
Cu → Cu 2+ +2e - ....................................................................... (16)
2H 2 O
→O 2 +4H + +4e - .............................................................. (17)
2 Cl -
→ Cl 2 +2e - .......................................................................... (18) MO -
→e - + MO ........................................................................... (19)
Katoda (ITO/TiO 2 /dye):
TiO 2 +4H + +2e - → Ti 2+ +2H 2 O ....................................................... (20)
2H 2 O+2e -
→ 2 OH - +H 2 ......................................................... (21) TiO 2 →e - cb +h + vb ............................................................ (22)
e - cb +O 2 →O 2 · ........................................................................ (23)
2O 2 ·+2H 2 O
→H 2 O 2 + 2 OH - + O 2 ........................................ (24)
H 2 O 2 +e - cb → OH . + OH . ........................................................ (25)
h + vb +H 2 O
→ OH . +H + ............................................................. (26)
↔H + + OH - ............................................................ (27)
h + vb + OH - → OH . ...................................................................... (28) OH . + MO
→ senyawa sederhana ........................................... (29)
O 2 . + MO
→ senyawa sederhana ........................................... (30)
Kemungkinan methyl orange tereduksi pada bias negatif disebabkan partikel methyl orange mendekat ke logam Cu, dan terjadi deposisi di permukaan elektroda Cu. Proses deposisi ini dapat berlangsung melalui pembentukan kompleks Cu dengan MO di permukaan elektroda Cu.
Proses fotoelektrodegradasi baik melewati mekanisme eksitasi sensitiser dye maupun tanpa eksitasi sensitiser dye melalui tahap-tahap pemutusan ikatan pada struktur methyl orange. Perubahan orde ikatan pada methyl orange ditunjukkan dengan perubahan transisi intra ligan ( * atau n*) (Gambar 10).
Gambar 10. Grafik degradasi fotoelektrokatalitik methyl orange dengan
variasi tegangan
2. Degradasi Fotoelektrokatalitik Zat Warna Methyl Orange dengan Variasi Waktu Penyinaran Sinar Tampak
Variasi waktu penyinaran oleh sinar tampak yang digunakan adalah 30,
60, 120, 180, 240, dan 300 menit. Hasil degradasi fotoelektrokatalitik zat warna methyl orange untuk masing-masing waktu adalah sebagai berikut.
Gambar 11. Penurunan konsentrasi zat warna dengan variasi waktu penyinaran lampu halogen ([methyl orange] = 5 ppm, [NaCl] = 0,05 M, dan tegangan = -1V)
-1V -0,8V -0,6V -0,4V -0,2V 0V 0,2V 0,4V 0,6V 0,8V 1V
Telah terjadi degradasi/pemutusan ikatan
warna methyl orange bervariasi antara 9,34 % - 35,02 %, dimana persentase degradasi terbesar terletak pada penyinaran sumber radiasi tampak selama 180 menit. Dari grafik persentase degradasi terhadap waktu dapat diketahui bahwa penurunan konsentrasi zat warna semakin besar seiring dengan lamanya waktu penyinaran sinar tampak, akan tetapi pada range waktu antara 180 menit hingga 240 menit tidak terjadi penurunan konsentrasi yang signifikan. Hal ini dikarenakan semakin lama penyinaran sinar tampak, maka semakin banyak elektron yang terus tereksitasi sehingga semakin banyak pula h + yang terbentuk. Semakin banyak h + , maka radikal hidroksil juga akan semakin banyak yang akan berperan dalam proses degradasi fotoelektrokatalitik zat warna methyl orange.
Z. W. – SO 2 – CH = CH 2 + .OH → Z. W. – SO 2 – CH 2 - CH 2 – OR
3. Degradasi Fotoelektrokatalitik Zat Warna Methyl Orange dengan Variasi pH Larutan
Variasi pH larutan zat warna methyl orange yang digunakan adalah 3, 4,
6, 7, 10, 11. Hasil degradasi fotoelektrokatalitik zat warna methyl orange untuk masing-masing pH adalah sebagai berikut.
Gambar 12. Penurunan konsentrasi zat warna dengan variasi pH larutan ([methyl orange] = 5 ppm, [NaCl] = 0,05 M, tegangan = -1
V, selama 3 jam)
P ro
se
n ta
se
e g ra
d a si
Ph
I II I II
Gambar 13. Beberapa struktur methyl orange (a) cationic form (b) zwitterionic form (c) anionic form
1. Cationic form Pada pH relatif rendah (pH = 3-4) kemungkinan besar banyak berada
sebagai bentuk kation (cationic form) (bermuatan positif pada N). Reaksi yang terjadi seperti pada penggunaan potensial bias negatif persamaan (16) – (30).
H + dari sistem bergerak ke arah katoda (TiO 2 /dye). Di katoda terjadi
reaksi pembentukan OH . . OH . bereaksi dengan H + dari sistem (methyl orange yang bersifat asam) sehingga methyl orange mengalami penurunan konsentrasi yang tinggi.
(a)
(b)
(c)
2. Zwitterionic form Pada pH yang lebih tinggi (pH = 6-7) banyak berada sebagai zwitter ion. Reaksi yang terjadi seperti pada penggunaan potensial bias negatif persamaan (16) – (30).
Namun kemampuan untuk mendekat/menempel pada elektroda lebih rendah dibanding dalam bentuk dominan cationic form. Hal ini dikarenakan tidak ada driving force ke anoda ataupun katoda.
3. Anionic form Sedangkan pada pH sangat basa (pH = 10-11) sebagian dapat berada sebagai anion. Reaksi yang terjadi seperti pada penggunaan potensial bias negatif persamaan (16) – (30).
Namun karena methyl orange berbentuk anionik sehingga mendekati/menempel pada anoda (elektroda Cu) sehingga terjadi pengurangan konsentrasi methyl orange pada pH = 10-11. Persen penurunan konsentrasi disebabkan oleh deposisi, methyl orange yang bermuatan negatif bergerak
menjauhi TiO 2 sehingga reaksi fotokatalisis oleh TiO 2 kurang efektif berjalan.
Zat warna methyl orange memiliki gugus sulfonat di dalam strukturnya, yang spesiasinya dipengaruhi oleh pH sistem. Pada pH rendah gugus sulfonat ada
sebagai -SO 3 H 2, pada pH netral ada sebagai -SO 3 H dan pada pH tinggi ada sebagai -SO 3 2- . Muatan netto dari methyl orange mempengaruhi mobilitas methyl orange menuju anoda atau katoda.
4. Degradasi Fotoelektrokatalitik Zat Warna Methyl Orange dengan Variasi Konsentrasi NaCl
Variasi konsentrasi NaCl yang digunakan adalah 0,05 M; 0,5 M; 1 M; 2 M; 3 M; 4 M; dan 5 M. Waktu penyinaran lampu halogen selama 3 jam. Hasil degradasi fotoelektrokatalitik zat warna methyl orange untuk masing-masing konsentrasi NaCl dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 14. Penurunan konsentrasi zat warna dengan variasi konsentrasi NaCl ([methyl orange] = 5 ppm, tegangan = -1V, selama 3 jam)
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa persentase penurunan konsentrasi zat warna methyl orange paling tinggi adalah pada konsentrasi 1 M. Dari hasil percobaan ini dapat diketahui bahwa semakin besar konsentrasi NaCl yang digunakan, semakin kurang aktivitas elektrolitnya. Hal ini disebabkan karena persebaran bulk material dari NaCl yang terlalu besar sehingga mempengaruhi degradasi fotoelektrokatalitik zat warna methyl orange.
10
20
30
40
50
60
70
80
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5