DEGRADASI FOTOELEKTROKATALITIK METHYL ORANGE PADA ELEKTRODA LAPIS TIPIS TiO2 TERSENSITISASI

Disusun Oleh : NOVITA PRAISTIA

M0308018

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “DEGRADASI FOTOELEKTROKATALITIK METHYL ORANGE PADA

ELEKTRODA LAPIS TIPIS TiO 2 TERSENSITISASI” belum pernah diajukan

untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, September 2012

Novita Praistia

PADA ELEKTRODA LAPIS TIPIS TiO 2 TERSENSITISASI

NOVITA PRAISTIA Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Telah dilakukan fotoelektrodegradasi methyl orange dengan menggunakan material fotokatalis TiO 2 tersensitisasi kompleks Fe dengan ligan

1,10-fenantrolin, 2,2-bipiridin, dan 2,2-biquinoline-4,4-dicarboxylic acid. TiO 2 disintesis melalui proses sol gel dengan bahan awal titanium (IV) tetraisopropoksida (TTiP) yang selanjutnya dilapistipiskan diatas plat indium tin oxide (ITO).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja fotoelektroda ITO/TiO 2 /dye di daerah tampak yang meliputi pengaruh tegangan, lama penyinaran sinar tampak, pH larutan, dan konsentrasi larutan elektrolit NaCl. Identifikasi dan karakterisasi komposit dilakukan dengan spektrofotometer UV- Vis dan difraksi sinar X (XRD).

Hasil penelitian menunjukkan puncak karakteristik XRD TiO 2 pada 2 θ

sebesar 25,35°; 37,90°; 48,10°; 54,15°; dan 54,95° yang merupakan hasil

difraktogram kristal TiO 2 anatase. Karakteristik UV-Vis menunjukkan pergeseran

panjang gelombang pada 516 nm. Kondisi optimum degradasi fotoelektrokatalitik

methyl orange dengan fotokatalis lapis tipis ITO/TiO 2 /dye diperoleh pada

tegangan -1V, pada pH 3 dengan waktu penyinaran sinar tampak selama 3 jam serta konsentrasi larutan elektrolit NaCl sebesar 1 M.

Kata Kunci: Degradasi fotoelektrokatalitik, methyl orange, TiO 2 , dye

TiO 2 Thin Layer Electrode

Novita Praistia Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Science Sebelas Maret University

Abstract

Photoelectrodegradation of methyl orange using sensitized TiO 2

photocatalyst material Fe complexes with ligands 1,10-phenanthroline, 2,2-

bipyridine, and 2,2-biquinoline-4,4-dicarboxylic acid has been done. TiO 2 has

been synthesized by sol gel process with the starting material titanium (IV) tetraisopropoxide (TTiP) lined trimmed on indium tin oxide (ITO).

This study aims to determine the performance of ITO/TiO 2 /dye

photoelectrode in visible area that includes the influence of voltage, the time of visible light irradiation given, the pH solution and electrolyte concentrations of NaCl solution . Identification and characterization of composites made with UV- Vis spectrophotometer and X-Ray Diffraction (XRD).

The results showed the characteristic XRD peaks of TiO 2 on 2θ 25.35°: 37.90°: 48.10°: 54.15°, and 54.95° which is the result of anatase TiO 2 crystal

difraktogram. Characteristics of UV-Vis showed a shift in wavelength at 516 nm. The optimum conditions photocatalyst photoelectrocatalytic degradation of

methyl orange with a thin layer ITO/TiO 2 /dye obtained at the voltage -1V, at pH

3 with visible light irradiation time for 3 hours and the concentration of electrolyte solution of NaCl 1 M.

Key Words: Photoelectrocatalytic degradation, methyl orange, TiO 2 , dye

“Cogito ergo sum” (aku berpikir maka aku ada)

-Socrates-

“Our greatest glory is not in never falling… but in rising every time we fall”

-Confucius-

“Until you try, you don’t know what you can do” -Henry James-

Ku persembahkan karya kecilku ini untuk:

Mama dan Bapak, hanya dengan “wasilah” mereka, aku ada Bima Raymondo Chardin. Keceriaan itu menumbuhkan senyuman

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah curahkan kepada al-Mushthofa Sayyidinaa Muhammad, Rasulullah SAW dan para Sahabat serta Ahli Baitnya.

Skripsi yang berjudul “Degradasi Fotoelektrokatalitik Methyl Orange pada Elektroda Lapis Tipis TiO 2 Tersensitisasi” ini disusun atas dukungan dari

berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc, (Hons.) Ph.D selaku Dekan FMIPA UNS.

2. Bapak Dr. Eddy Heraldy, M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS.

3. Dr. Sayekti Wahyuningsih, M.Si selaku pembimbing I, atas bimbingan, dorongan, arahan, dan ilmu yang telah diberikan.

4. Candra Purnawan, M.Sc selaku pembimbing II, atas bimbingan, ilmu, dan wawasan tentang logika yang diberikan.

5. IF. Nurcahyo, M.Si selaku Ketua Lab. Kimia Dasar, FMIPA, Universitas Sebelas Maret, beserta laboran mbak Nanik dan mas Anang atas bantuannya selama di laboratorium kimia.

6. Dr. rer. nat. Atmanto Heru Wibowo, M.Si selaku Ketua Sub Lab. Kimia Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret, beserta laboran (Mbak Retno, Pak Ken, Pak Baz, Mbak Wati, dkk).

7. Seluruh Dosen di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Universitas Sebelas Maret, atas ilmu yang telah diberikan.

8. Seluruh keluarga besar Kimia ‘08 yang telah banyak mengalami masa suka maupun duka bersama serta selalu membantu dan memberikan semangat dan menjadi tempat keluh kesah penulis.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan dengan balasan yang lebih baik. Amin.

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi pembaca.

Wallahul Muwaffiq ilaa Aqwamith Thoriiq

Surakarta, September 2012

Novita Praistia

1. Degradasi Fotoelektrokatalitik Zat Warna Methyl Orange dengan Variasi Tegangan .......................................................................... 36

2. Degradasi Fotoelektrokatalitik Zat Warna Methyl Orange dengan Variasi Waktu Penyinaran Sinar Tampak ...................................... 41

3. Degradasi Fotoelektrokatalitik Zat Warna Methyl Orange dengan Variasi pH Larutan ........................................................................ 42

4. Degradasi Fotoelektrokatalitik Zat Warna Methyl Orange dengan Variasi Konsentrasi NaCl .............................................................. 44

BAB V PENUTUP ............................................................................................ 46

A. Kesimpulan........................................................................................ 46

B. Saran.................................................................................................. 46

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 47

Tabel 1. Nama dan sifat fisik methyl orange ...................................................... 14

Tabel 2. Panjang gelombang maksimum FeCl 2 .4H 2 O, ligan bpy, ligan dcbq, ligan phen, dan dye (kompleks Fe(phen) x (bpy)y(dcbq) z ) (x = 1-2, y = 1-2, z = 1) ............................................................................................ 34

Gambar

1. Struktur kimia zat warna methyl orange......................................... 14 Gambar 2. Skema fotosensitisasi partikel semikonduktor TiO 2 (CB = pita konduksi, VB = pita valensi), [M] dan [M]* .............................. 17 Gambar

3. Geometri TiO 2 anatase yang berikatan dengan katekol. Ti(5) menunjukkan ion Ti 4+ pentakoordinat yang secara langsung mengikat katekol. Ti(6) menunjukkan ion Ti 4+ heksakoordinat yang berdekatan dengan katekol .................................................... 18

Gambar 4. Skema representasi dari transfer elektron antar muka setelah

penyerapan cahaya untuk cis-[Ru(dcbH 2 ) 2 LL’] dengan beberapa ligan tambahan .............................................................................. 19 Gambar 5. Spektra difraksi sinar X (XRD) TiO 2 hasil sintesis ........................ 32 Gambar

6. Spektroskopi UV-Vis pada kompleks Fe dengan tiga ligan 1,10- fenantrolin (phen), 2,2-bipiridin (bpy), dan 2,2-biquinoline-4,4- dicarboxylic acid (dcbq) ............................................................... 33

Gambar 7. Grafik ITO/TiO 2 /dye ..................................................................... 35

Gambar 8. Penurunan konsentrasi zat warna (%) dengan variasi tegangan

(waktu 3 jam, [NaCl] = 0,05 M, dan [methyl orange] = 5 ppm) ..... 37

Gambar 9a. Skema sel fotoelektrokatalitik dengan potensial bias positif .......... 37 Gambar 9b. Skema sel fotoelektrokatalitik dengan potensial bias negatif ......... 39 Gambar 10. Grafik degradasi fotoelektrokatalitik methyl orange dengan

variasi tegangan............................................................................. 41

Gambar 11. Penurunan konsentrasi zat warna dengan variasi waktu penyinaran

lampu halogen ([methyl orange] = 5 ppm, [NaCl] = 0,05 M, dan tegangan = -1V) ............................................................................ 41

Gambar 12. Penurunan konsentrasi zat warna dengan variasi pH larutan

([methyl orange] = 5 ppm, [NaCl] = 0,05 M, tegangan = -1V, selama 3 jam) ............................................................................... 42

Gambar 13. Beberapa struktur methyl orange (a) cationic form (b) zwitterionic

form (c) anionic form .................................................................... 43

([methyl orange] = 5 ppm, tegangan = -1V, selama 3 jam) ............ 45

Lampiran 1. Bagan Prosedur Kerja Sintesis dan Karakterisasi TiO 2 ................ 51 Lampiran 2. Bagan Prosedur Kerja Pembuatan Lapis Tipis TiO 2 ..................... 52

Lampiran 3. Bagan Prosedur Kerja Sintesis dan Karakterisasi Dye.................. 53 Lampiran 4. Bagan Prosedur Kerja Sensitisasi dan Karakterisasi Dye ............. 54 Lampiran 5. Bagan Prosedur Kerja Aplikasi Material Semikonduktor

ITO/TiO 2 /dye Hasil Sintesis untuk Degradasi Zat Warna Methyl Orange........................................................................................ 55

1. Degradasi Fotoelektrokatalitik Methyl Orange Variasi Voltase55

2. Degradasi Fotoelektrokatalitik Methyl Orange Variasi Waktu Penyinaran.............................................................................. 56

3. Degradasi Fotoelektrokatalitik Methyl Orange Variasi pH Larutan ................................................................................... 57

4. Degradasi Fotoelektrokatalitik Methyl Orange Variasi Konsentrasi NaCl ................................................................... 58

Lampiran 6. Data Hasil Degradasi Fotoelektrokatalitik Methyl Orange

dengan Variasi Voltase................................................................ 59

Lampiran 7. Data Hasil Degradasi Fotoelektrokatalitik Methyl Orange

dengan Variasi Waktu Penyinaran Tampak ................................. 60

Lampiran 8. Data Hasil Degradasi Fotoelektrokatalitik Methyl Orange

dengan Variasi pH Larutan.......................................................... 61

Lampiran 9. Data Hasil Degradasi Fotoelektrokatalitik Methyl Orange

dengan Variasi Konsentrasi NaCl................................................ 62 Lampiran 10. Pola Difraksi Sinar X dari TiO 2 ................................................... 63 Lampiran 11. Pola Difraksi Sinar X dari TiO 2 Anatase dan TiO 2 Rutile pada Standar JCPDS............................................................................ 77

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri tekstil merupakan industri yang memberikan kontribusi yang cukup besar pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini mengakibatkan buangan limbah industri tekstil juga cukup besar. Produksi tekstil melewati beberapa tahap proses yang semuanya berpotensi menghasilkan limbah, baik berupa limbah padat, gas, maupun cair. Limbah cair industri tekstil bersumber dari proses pewarnaan (dyeing), pencucian (washing), pengukuran (sizing), pencetakan (printing), dan penyempurnaan (finishing) (Atmaji et al., 1999). Dampak negatif industri tekstil terutama berasal dari proses pencelupan (dyeing). Limbah hasil pencelupan dapat mencemari lingkungan apabila air limbahnya langsung dibuang ke sungai atau selokan tanpa diolah terlebih dahulu. Warna limbah muncul karena adanya gugus kromofor dalam zat warna tekstil yang digunakan pada proses pencelupan. Zat warna methyl orange banyak digunakan dalam industri tekstil terutama sebagai pewarna kain pada proses pencelupan.

Secara khusus, beberapa peneliti telah memanfaatkan semikonduktor fotokatalis pada pengolahan limbah untuk mendegradasi zat warna. Metode degradasi yang biasa digunakan adalah fotodegradasi, elektrodegradasi, dan fotoelektrodegradasi. Houras (2000) melakukan penelitian tentang fotodegradasi

oleh sinar matahari dengan menggunakan katalis TiO 2 . Hasilnya menunjukkan bahwa TiO 2 mampu mendegradasi dan menghilangkan warna (decolorization)

senyawa metilen biru pada temperatur kamar yang menghasilkan produk akhir

berupa CO 2 , SO 4 2- , NH 4 + , dan NO 3 - . Gunlazuardi (2001) melakukan

fotoelektrodegradasi 10 ppm 2,4 diklorofenol menggunakan lapis tipis TiO 2 dengan bahan penyangga logam dan sebagai counter elektroda dari batang nikel krom dan disinari dengan lampu UV 10 W pada λ = 315-400 nm. Setelah waktu 4

jam didapatkan sekitar 30-45 % 2,4 diklorofenol bereaksi. Oksida logam titanium (TiO 2 ) banyak dilaporkan sebagai material

semikonduktor yang memiliki aktivitas fotokatalitik yang lebih tinggi, lebih stabil semikonduktor yang memiliki aktivitas fotokatalitik yang lebih tinggi, lebih stabil

tinggi, sebanding dengan cahaya 388 nm (3,23 eV) yaitu pada daerah UV dekat padahal hanya sekitar 4-6 % dari energi matahari yang mencapai permukaan bumi di daerah UV (Cotton et al., 1999). Keterbatasan ini dapat diatasi dengan

modifikasi TiO 2 oleh doping ion logam dan fotosensitisasi oleh berbagai senyawa

organik dan anorganik berwarna. Sehingga dapat memperpanjang fotorespon TiO 2 di daerah tampak agar dapat digunakan untuk degradasi kontaminan organik berwarna dan polutan organik lainnya (Longo et al., 2003).

Beberapa senyawa organik kromofor dan senyawa kompleks relevan berhasil digunakan sebagai fotosensitiser seperti: methylene blue and rhodamine B (Chatterjee and Mahata, 2002), 8-hydroxyquinoline (HOQ) (Chatterjee and Mahata, 2001), kompleks tris (4,4’-dicarboxy-2-2’–bipyridyl) ruthenium (II) (Cho and Choi, 2001), dan kompleks phthalocyanine (IIiev, 2002). Degradasi dengan menggunakan radiasi cahaya visibel dari senyawa-senyawa aromatis fenol, klorofenol, 1,2-dikloroetan, trikloroetilen dan surfaktan, seperti cetyl pyridinium chloride (CPC; kationik), sodium dodecylbenzene sulfonate (DBS, anionik) dan Triton-X 100 (netral) di dalam sistem pelarut air telah berhasil dilakukan

menggunakan TiO 2 yang dimodifikasi dengan methylene blue dan rhodamine B

(Chatterjee and Mahata, 2002). Cho and Choi (2001) juga telah melakukan

percobaan pemanfaatan TiO 2 yang disensitisasi kompleks tris (4,4’-dicarboxy-2- 2’–bipyridyl) ruthenium (II) untuk degradasi CCl 4 dengan radiasi cahaya visibel. Iliev (2002) melakukan fotooksidasi fenol dikatalisis TiO 2 termodifikasi kompleks phthalocyanine menggunakan radiasi tampak. Pemilihan kompleks Fe dengan ligan-ligan 1,10-fenantrolin, 2,2- bipiridin, dan 2,2-biquinoline-4,4-dicarboxylic acid didasarkan pada logam besi

terletak pada logam transisi dimana konfigurasi elektronnya d 6 sama seperti logam

rutenium dan osmium, logam besi lebih mudah didapat karena kelimpahan di alam lebih banyak dibandingkan logam lain, memiliki kuantum yang relatif tinggi

untuk menghasilkan sensitisasi pada nanokristalin TiO 2 , harganya lebih murah,

dan bisa diperoleh di Indonesia dengan mudah dibanding logam lain yang pernah

UV-Vis (Sokolowska, 1995). Pada penelitian ini dilakukan fotoelektrodegradasi zat warna methyl orange pada elektroda lapis tipis TiO 2 tersensitisasi dye Fe dengan ligan-ligan

1,10-fenantrolin, 2,2-bipiridin, dan 2,2-biquinoline-4,4-dicarboxylic acid menggunakan sumber radiasi tampak yang diperoleh dari lampu halogen 150 W.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Metode preparasi katalis yang lazim digunakan antara lain extruding, tableting, sol gel, presipitasi, dan impregnasi (Xu et al., 1997; Bedja et al., 1995; Othmer, 1993). Impregnasi ini mencakup impregnasi basah dan impregnasi kering. Beberapa metode tersebut masing-masing memberikan hasil yang berbeda terhadap sifat-sifat material hasil sintesis. Selain itu, tingkat kesulitan dalam penerapan metode juga perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu perlu dipilih suatu

metode yang efektif dalam pembuatan lapis tipis ITO/TiO 2 (ITO = indium tin oxide). Beberapa prekursor yang digunakan sebagai bahan awal pembuatan TiO 2 antara lain larutan ammonium titanil oksalat (NH 4 ) 2 TiO(C 2 O 4 ) 2 H 2 O (Yamashinta et al., 1999), titanium (IV) tetraisopropoksida (Ti-(O-C 3 H 7 ) 4 ) (Xu et al., 1999),

Titanium (III) klorida, dan Titanium (IV) klorida (Ehrman et al., 1999). Ketersediaan prekursor merupakan salah satu yang harus dipertimbangkan. Berdasar pada hal ini, perlu dipilih satu prekursor yang tepat dalam pembuatan

lapis tipis ITO/TiO 2 . Beberapa metode dalam pembuatan lapis tipis antara lain split coating, doctor blade, dan spin coating. Teknik pembuatan lapis tipis dengan metode spin coating biasanya diaplikasikan untuk thin film, sedangkan untuk aplikasi solar cell digunakan metode split coating dan doctor blade (Nening et al., 2010).

Sensitisasi semikonduktor dengan kompleks logam transisi semakin banyak dipelajari karena dapat meningkatkan kisaran respon panjang gelombang ke arah panjang gelombang tampak dari suatu bahan semikonduktor. Kompleks Sensitisasi semikonduktor dengan kompleks logam transisi semakin banyak dipelajari karena dapat meningkatkan kisaran respon panjang gelombang ke arah panjang gelombang tampak dari suatu bahan semikonduktor. Kompleks

Beberapa senyawa organik kromofor dan senyawa kompleks relevan berhasil juga digunakan sebagai fotosensitiser yaitu: methylene blue dan rhodamine B (Chatterjee and Mahata, 2002), 8-hydroxyquinoline (HOQ) (Chatterjee and Mahata, 2001), kompleks tris (4,4’-dicarboxy-2-2’–bipyridyl) ruthenium (II) (Cho and Choi, 2001), dan kompleks phthalocyanine (IIiev, 2002). Degradasi dengan menggunakan radiasi cahaya visibel dari senyawa-senyawa aromatis fenol, klorofenol, 1,2-dikloroetan, trikloroetilen dan surfaktan, seperti cetyl pyridinium chloride (CPC; kationik), sodium dodecylbenzene sulfonate (DBS, anionik) dan Triton-X 100 (netral) di dalam sistem pelarut air telah berhasil

dilakukan menggunakan TiO 2 yang dimodifikasi dengan methylene blue dan

rhodamine B (Chatterjee and Mahata, 2002). Cho and Choi (2001) juga telah

melakukan percobaan pemanfaatan TiO 2 yang disensitisasi kompleks tris (4,4’- dicarboxy-2-2’–bipyridyl) ruthenium (II) untuk degradasi CCl 4 dengan radiasi

cahaya visibel. Iliev (2002) melakukan fotooksidasi fenol dikatalisis TiO 2 termodifikasi kompleks phthalocyanine menggunakan radiasi tampak.

Penambahan sensitiser pada suatu material semikonduktor oksida akan meningkatkan respon cahaya di daerah visible disebabkan oleh transisi elektronik senyawa kompleks sensitiser melalui transisi d-d, MLCT (metal to ligand charge transfer) atau MMLL’CT (mixed metal ligand to ligand charge transfer). Fenomena ini dapat dikarakterisasi dengan spektra UV-Vis. Transisi elektronik dari transisi d-d merupakan transisi terlarang (forbidden) yang memiliki karakter

absorptivitas molar relatif rendah (  = < 10 2 L mol -1 cm -1 ) (Huheey, et al., absorptivitas molar relatif rendah (  = < 10 2 L mol -1 cm -1 ) (Huheey, et al.,

Sinar UV-Vis paling sering digunakan dalam fotodegradasi suatu zat, tetapi kurang merepresentasikan sinar matahari. Oleh karena itu, sinar tampak lebih direkomendasikan untuk proses degradasi fotoelektrokatalitik karena sinar tampak memiliki sifat-sifat dari sinar matahari.

Degradasi fotoelektrokatalitik dari lapis tipis ITO/TiO 2 diduga

bergantung pada besarnya tegangan yang diberikan. Oleh karena itu, perlu dikaji tegangan optimum yang digunakan dalam proses degradasi fotoelektrokatalitik. Keasaman larutan juga menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam proses reaksi degradasi fotoelektrokatalitik pada zat warna, sehingga perlu dikaji tentang pH optimum dalam proses degradasi fotoelektrokatalitik zat warna methyl orange. Penambahan konsentrasi elektrolit dalam batas tertentu dapat meningkatkan kekuatan ionik yang diperlukan dalam proses degradasi fotoelektrokatalitik. Degradasi fotoelektrokatalitik dari Ti bergantung pada banyaknya radikal hidroksil yang terbentuk selama proses penyinaran. Hal ini disebabkan karena radikal hidroksil menjadi pengoksidasi kuat senyawa-senyawa organik. Semakin banyak

hidroksil yang dihasilkan semakin besar pula degradasi fotoelektrokatalitiknya. Oleh karena itu, perlu dikaji pula pengaruh lama penyinaran terhadap efektivitas degradasi fotoelektrokatalitik zat warna. Penurunan konsentrasi zat warna methyl orange biasanya dilihat pada penurunan absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

Berbagai permasalahan yang timbul dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

a. TiO 2 yang digunakan merupakan TiO 2 hasil sintesis dengan proses sol gel dan hidrotermal TTiP.

b. Pembuatan lapis tipis ITO/TiO 2 menggunakan metode split coating.

c. Sensitisasi plat ITO/TiO 2 dilakukan selama 24 jam direndam dalam kompleks dye Fe dengan ligan 1,10-fenantrolin, 2,2-bipiridin, dan 2,2-biquinoline-4,4- dicarboxylic acid.

d. Degradasi fotoelektrokatalitik methyl orange dipengaruhi oleh beberapa parameter yaitu tegangan yang diberikan, lama penyinaran, pH, dan konsentrasi NaCl sebagai larutan elektrolit.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Apakah dari material plat ITO/TiO 2 /dye hasil sintesis dari TTiP memiliki respon di daerah tampak?

b. Bagaimana pengaruh tegangan yang diberikan terhadap degradasi fotoelektrokatalitik zat warna methyl orange?

c. Bagaimana pengaruh lama penyinaran sinar tampak terhadap degradasi fotoelektrokatalitik methyl orange?

d. Bagaimana pengaruh pH larutan terhadap degradasi fotoelektrokatalitik methyl orange?

e. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan elektrolit NaCl terhadap degradasi fotoelektrokatalitik methyl orange?

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui respon fotoelektroda ITO/TiO 2 /dye hasil sintesis dari TTiP.

2. Mengetahui pengaruh tegangan terhadap degradasi fotoelektrokatalitik zat warna methyl orange.

3. Mengetahui pengaruh lama penyinaran sinar tampak terhadap degradasi fotoelektrokatalitik zat warna methyl orange.

4. Mengetahui pengaruh pH larutan terhadap degradasi fotoelektrokatalitik zat warna methyl orange.

5. Mengetahui pengaruh konsentrasi larutan elektrolit NaCl terhadap degradasi fotoelektrokatalitik zat warna methyl orange.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif penanganan

masalah limbah industri tekstil menggunakan elektroda lapis tipis TiO 2 tersensitisasi dye Fe dengan ligan 1,10-fenantrolin, 2,2-bipiridin, dan 2,2- biquinoline-4,4-dicarboxylic acid sehingga dapat dikembangkan untuk pengolahan limbah terutama limbah zat warna.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Degradasi Fotoelektrokatalitik (Fotoelektrodegradasi) Fotokatalitik adalah suatu proses yang dibantu oleh adanya cahaya dan material katalis. Dengan pencahayaan ultra violet permukaan TiO 2 mempunyai

kemampuan menginisiasi reaksi kimiawi. Dalam media air, kebanyakan senyawa organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air, berarti proses tersebut dapat membersihkan air dari pencemar organik. Senyawa-senyawa anorganik seperti sianida dan nitrit yang beracun dapat diubah menjadi senyawa lain yang relatif tidak beracun (Hoffmann et al., 1995).

Jika suatu semikonduktor tipe n dikenai cahaya (h ν) dengan energi yang sesuai, maka elektron (e - ) pada pita valensi akan pindah ke pita konduksi, dan meninggalkan lubang positif (hole, disingkat h + ) pada pita valensi. Sebagian besar pasangan e - dan h + akan berkombinasi kembali, baik di permukaan atau di dalam bulk partikel. Sementara itu sebagian pasangan e - dan h + dapat bertahan sampai pada permukaan semikonduktor. Dimana h + dapat menginisiasi reaksi oksidasi dan di lain pihak e - akan menginisiasi reaksi reduksi zat kimia yang ada di sekitar permukaan semikonduktor (Gunlazuardi, 2001).

Fenomena fotokatalitik pada permukaan TiO 2 dan kemungkinan aplikasi

teknologinya menjadi lahan penelitian yang subur sampai saat ini. Luas jangkauan kemungkinan aplikasinya meliputi bidang-bidang: diversifikasi energi (fotoelectrochemical solar cell and water splitting), sintesa kimia organik (fotoelectrosyntesis), pengolahan limbah (water or gas detoxification and disinfection), pengembangan metode analis (TOC Analyzer, Selective Electrode), bidang kedokteran (anti cancer), dan bidang material (self cleaning glass and ceramics) (Hoffmann et al., 1995).

Elektrokatalitik adalah suatu proses yang dibantu dengan aliran listrik dan material semikonduktor. Pemberian suatu beda potensial akan menimbulkan adanya aliran elektron yang mempunyai energi, sehingga mampu mempercepat Elektrokatalitik adalah suatu proses yang dibantu dengan aliran listrik dan material semikonduktor. Pemberian suatu beda potensial akan menimbulkan adanya aliran elektron yang mempunyai energi, sehingga mampu mempercepat

dan hole dapat dipercepat. Elektrokatalitik merupakan bagian dari elektrokimia, prosesnya menggunakan prinsip elektrolisis dimana reaksi dapat terjadi bila diberi energi dari luar (reaksi tidak berjalan spontan).

Penyusun utama sel elektrokimia terdiri dari larutan elektrolit, elektroda, sirkuit luar, dan jembatan garam. Larutan elektrolit, merupakan larutan yang mampu menghantarkan aliran elektron, misalnya lelehan NaCl, larutan HCl, dan larutan KCl. Potensial akan terjadi selama ada pergerakan ion positif dan ion negatif, tetapi pergerakan atau kecepatan yang berbeda karena perbedaan ukuran antara ion positif dan negatif menimbulkan bagian yang lebih dominan positif dan sebaliknya, sehingga beda potensial terjadi karena perbedaan ukuran dan kecepatan ion bukan karena perbedaan konsentrasi, yang disebut junction potensial. Larutan elektrolit KCl memiliki ukuran ion K + dan Cl - yang hampir sama besar sehingga kecepatan difusinya relatif sama, sehingga junction potensial dapat ditekan (Skoog, 1996). Elektroda adalah penghantar tempat listrik masuk ke dalam dan keluar dari zat-zat yang bereaksi. Elektroda dimana terjadi oksidasi disebut anoda dan elektroda yang mengalami reduksi disebut katoda. Dalam sirkuit luar elektron bergerak melalui kawat dari anoda menuju katoda. Elektron awalnya akan masuk ke katoda yang untuk melakukan reaksi reduksi, kemudian lewat jembatan garam menuju anoda. Anoda menghasilkan elektron yang mengalir kembali ke sirkuit luar dan begitu seterusnya. Jembatan garam diperlukan agar memungkinkan difusi ion-ion antara setengah sel kanan dan setengah sel kiri, sehingga larutan dapat bermuatan netral. Jembatan garam diisi

larutan elektrolit yang tidak berubah secara kimia dalam proses itu seperti K 2 SO 4 ,

NaCl, KNO 3 , dan KCl. Fotoelektrokatalitik adalah suatu proses yang dibantu oleh adanya cahaya, aliran listrik dan suatu material katalis. Potensial listrik antara fotokatalitik dan elektrokatalitik diaplikasikan untuk meningkatkan mobilitas dari elektron tereksitasi pada fotokatalitik. Ichikawa and Doi (1996) menggunakan

semikonduktor fotokatalitik lapis tipis TiO 2 yang dikombinasikan dengan semikonduktor fotokatalitik lapis tipis TiO 2 yang dikombinasikan dengan

fotoelektrokatalitik menggunakan lampu merkuri 500 W sebagai sumber sinar UV

mampu memproduksi hidrogen dari air sekitar 26 l/h/m 2 . Sedangkan tanpa pemberian potensial listrik menghasilkan 0,075 – 0,42 l/h/m 2 . Aplikasi anodik bias potensial pada permukaan elektroda TiO 2 yang dicelupkan dalam air

mengurangi tingkat energi ferminya, dan karenanya menghasilkan pembentukan medan listrik di dekat interface pada daerah yang disebut sebagai lapisan deplesi. Level Fermi (Ef) merupakan level transisi yang tempatnya sedikit dibawah pita konduksi. Setiap elektron yang dipromosikan sebagai akibat tereksitasi oleh cahaya di daerah lapisan deplesi akan dipercepat bergerak ke dalam bulk material dan selanjutnya dialirkan ke counter elektroda melalui sirkuit luar. Sebaliknya, h + yang dihasilkan oleh cahaya disekitar lapisan deplesi akan dipercepat begerak ke permukaan dimana h + akan bergerak bebas sebelum berrekombinasi di dalam semikonduktor. Oleh karenanya, jelas bahwa medan listrik akan secara signifikan meningkatkan pemisahan muatan, sehingga meningkatkan pembentukan radikal hidroksil, suatu fenomena yang diberi nama electric field enchancement effect field (efek peningkatan akibat medan listrik) (Gunlazuardi, 2001).

Reaksi Fotodegradasi adalah reaksi pemecahan senyawa oleh adanya cahaya, yang merupakan sebuah teknik yang relatif baru untuk pengolahan polutan air dan udara. Polutan yang berupa senyawa organik didestruksi secara oksidatif dengan menggunakan cahaya. Pada proses degradasi ini dikenal dua macam senyawa yang ditambahkan untuk mempercepat proses degradasi senyawa organik, yaitu oksidan kimia dan fotokatalis yang biasanya berupa semikonduktor

fotoaktif, seperti TiO 2 , ZnO, dan CdS (Cahyadi, 2006). Penelitian tentang reaksi

fotodegradasi terkatalis banyak diarahkan untuk keperluan degradasi zat berwarna, misalnya Mudjijono (1998) yang meneliti fotodegradasi zat warna turq

blue dan red RB menggunakan katalisator TiO 2 powder. Penelitian digunakan

dengan menggunakan lampu halogen 1000 W sebagai sumber cahaya dan didapatkan hasil bahwa semikonduktor fotokatalis tersebut dapat mempercepat dengan menggunakan lampu halogen 1000 W sebagai sumber cahaya dan didapatkan hasil bahwa semikonduktor fotokatalis tersebut dapat mempercepat

TiO 2 energi gapnya (Eg = 3,0 eV untuk anatase dan Eg = 3,2 eV untuk rutile) sebanding dengan radiasi cahaya 388 nm yang merupakan daerah aktif UV pendek. Ao et al. (2004) melakukan fotodegradasi formaldehid menggunakan

TiO 2 5% dengan lampu UV 6 W pada λ = 365. Pada jarak 14 cm dari larutan, intensitas yang terukur sekitar 750 µW/cm 2 . Setelah 120 menit, formaldehid yang

mampu terdegradasi sebesar 44,1 ppb. Sumber sinar matahari merupakan aplikasi praktis dan murah. Sinar matahari (sebagai sumber foton) dapat dimanfaatkan sebagai pengganti lampu UV, karena 10 % dari sinar matahari merupakan sinar UV (Linsebigler et al., 1995). Pada siang hari musim panas tak berawan dan dibawah sinar matahari langsung, intensitas sinar UV sekitar 120 mW/cm 2 (Amemiya, 2004).

Pada prinsipnya, reaksi oksidasi pada permukaan semikonduktor dapat berlangsung melalui donasi elektron dari substrat ke h + (menghasilkan radikal pada substrat yang akan menginisiasi reaksi berantai). Apabila potensial oksidasi yang dimiliki oleh h + pada pita valensi ini cukup besar untuk mengoksidasi air dan atau gugus hidroksil pada permukaan partikel maka akan menghasilkan radikal hidroksil. Radikal hidroksil adalah spesi pengoksidasi kuat yang memiliki potensial redoks sebesar 2,8 V (vs SHE) (Gunlazuardi, 2001), lebih besar daripada oksidasi konvensional yang lain seperti klorin yang memiliki potensial oksidasi sebesar 1,36 V (vs SHE) dan ozon sebesar 2,07 V (vs SHE). Potensial sebesar ini cukup kuat untuk mengoksidasi kebanyakan zat organik menjadi air, asam mineral, dan karbondioksida (Fujishima and Rao, 1998).

diawali dengan oksidasi ion OH - dari H 2 O membentuk radikal, setelah suatu semikonduktor (sebagai contoh adalah TiO 2 ) menyerap cahaya membentuk hole. Mekanisme reaksi yang diusulkan adalah sebagai berikut:

TiO 2 +

h + TiO2 +e - TiO2

Reaksi fotoelektrodegradasi merupakan reaksi yang melibatkan cahaya (foton), aliran listrik dan katalis secara bersama-sama sehingga katalis ini dapat mempercepat fotoreaksi melalui interaksinya dengan substrat baik dalam keadaan dasar atau dalam keadaan tereksitasi. Gunlazuardi (2001) melakukan fotoelektrodegradasi 10 ppm 2,4-diklorofenol menggunakan lapis tipis TiO 2 dengan bahan penyangga logam dan sebagai counter elektroda dari batang nikel krom dan disinari dengan lampu UV 10 W pada λ = 315 – 400 nm. Setelah waktu

4 jam didapatkan sekitar 30 – 45 % 2,4-diklorofenol bereaksi. He et al. (2003) mendegradasi zat warna acid orange II menggunakan semikonduktor Ag-

TiO 2 /ITO. Ternyata dengan metode elektrodegradasi didapatkan efisiensi degradasi yang lebih tinggi dibandingkan hanya dengan proses fotodegradasi.

Dengan pemberian anodik bias pada lapis tipis TiO 2 maka pemisahan dari

elektron tereksitasi dan hole dapat dipercepat. External anodik bias pada

illuminasi lapis tipis TiO 2 yang ditempeli logam tidak hanya dapat memisahkan

penangkapan elektron di pita konduksi dari proses oksidasi, tetapi juga dapat mengurangi elektron terakumulasi pada partikel logam, mengurangi rekombinasi hole dan elektron serta memisahkan sisi reduksi dan oksidasi. Fujishima and Rao (1998) mengusulkan mekanisme reaksi elektrokatalitik pada anoda dan katoda setting alat water splitting sebagai berikut:

TiO 2 +

2H + →

½O 2 +2H +

2H +

2e -

Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. Zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen. Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna.

Zat warna banyak digunakan dalam berbagai industri termasuk industri tekstil. Zat warna pada dasarnya adalah racun bagi tubuh manusia, meskipun ada zat warna tertentu yang relatif aman bagi manusia yaitu zat warna yang digunakan dalam industri pangan dan farmasi. Penggolongan zat warna berdasarkan pada sifat-sifat dan penggunaannya yaitu zat warna asam, basa, direct, mordan, komplek logam, azoat, belerang, bejana, dispersi, dan reaktif (Isminingsih et al., 1982).

Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi warna ke suatu objek atau suatu kain. Proses terjadinya warna yang paling umum adalah adanya absorpsi cahaya dari panjang gelombang tertentu oleh suatu zat. Senyawa organik dengan konjugasi yang tinggi dapat menyerap cahaya pada panjang gelombang sekitar 4000 Å. Warna juga dapat terbentuk dari senyawa organometalik ataupun senyawa anorganik komplek. Zat warna tekstil/batik mempunyai sifat sulit diuraikan oleh bakteri biasa ataupun panas. Oleh karena itu kadar zat warna yang tinggi dalam perairan dapat mempengaruhi kehidupan air (Sugiharto, 1987:25).

Zat warna dapat digolongkan menurut cara diperolehnya, yaitu zat warna alam dan sintetik. Berdasarkan pencelupannya, zat warna dapat digolongkan sebagai zat warna substantif, yaitu zat warna yang memerlukan zat pembantu pokok untuk dapat mewarnai serat. Penggolongan lainnya adalah berdasarkan susunan kimia yaitu zat warna nitroso, nitroazo, poliazo, indigoida, antrakinon, ptalosianina dan lain-lain.

indikator pH yang biasanya digunakan pada titrasi. Methyl orange biasa digunakan pada titrasi karena perubahan warnanya yang jelas. Karena methyl orange dapat merubah warna pada pH asam kuat, maka biasa digunakan untuk titrasi asam. Methyl orange yang termasuk dalam zat warna azo, dalam jumlah besar bersifat toksik, karsinogenik. Struktur methyl orange seperti pada Gambar 1.

Na +

4-dimethylaminoazobenzene-4'-sulfonic acid sodium salt Gambar 1. Struktur kimia zat warna methyl orange

Tabel 1. Nama dan sifat fisik methyl orange Berat molekul:

327.33 g/mol

Rumus molekul:

C 14 H 14 N 3 NaO 3 S Titik leleh:

> 300 °C

Kelarutan: larut dalam air panas

Nama kimia:

4-dimethylaminoazobenzene-4'-sulfonic acid sodium salt

Nama lain:

p-dimethylamino-azobenzenesulfonic acid

3. Semikonduktor Lapis Tipis TiO 2

Partikel TiO 2 telah cukup lama digunakan sebagai fotokatalis pendegradasi berbagai senyawa organik. TiO 2 merupakan semikonduktor yang

berfungsi sebagai fotokatalis yang memiliki fotoaktivitas tinggi. Selain itu TiO 2 berfungsi sebagai fotokatalis yang memiliki fotoaktivitas tinggi. Selain itu TiO 2

(Xu et al., 1999). Berdasarkan sifat-sifat itulah TiO 2 dipandang sebagai

semikonduktor katalis yang paling tepat mengoksidasi atau mereduksi polutan

organik. Efisiensi fotokatalitik TiO 2 sangat besar dipengaruhi oleh struktur kristal,

ukuran partikel, luas permukaan, dan porositas yang berbeda-beda tergantung dari metode preparasinya. Bentuknya yang serbuk menyebabkannya mempunyai luas muka yang besar sehingga efektif sebagai katalis maupun catalyst support. Cara paling nyata untuk memperbaiki efisiensi fotokatalitik reaksi oksidasi adalah dengan meningkatkan luas muka fotokatalis. Secara praktek dibutuhkan partikel-

partikel kecil TiO 2 dengan luas muka yang tinggi yang cocok pada support inert

sehingga mudah untuk mendapatkan kembali effluent yang diolah. Solusi

alternatifnya adalah dengan mendukungkan partikel TiO 2 pada material-material

berpori dengan ukuran partikel yang tepat dan ini telah diteliti terhadap silica gel, karbon aktif, pasir, lempung, dan zeolit (Xu et al., 1999). Rahmawati dan

Masykur (2003) melakukan penempelan TiO 2 teknis pada permukaan grafit dan

terbukti mampu bertindak sebagai fotokatalis pada degradasi warna larutan

tetraetil amonium iodide dan I 2 dalam asetonitril pada pemberian sinar dengan panjang gelombang pada kisaran UV-Vis. Hoffmann et al. (1995) menggunakan TiO 2 serbuk untuk mendegradasi

mineralisasi komplet senyawa-senyawa organik, misalnya oksidasi hidrokarbon

terklorinasi menjadi CO 2 dan H 2 O dengan adanya foton. Xu et al. (1999) mendegradasi methylene blue pada larutan TiO 2 tersuspensi. Namun penggunaan TiO 2 serbuk di dalam cairan tidak efisien karena dua hal: pertama, serbuk yang telah terdispersi dalam air sangat sulit digeneralisasi; kedua, bila campuran terlalu keruh, maka radiasi UV tidak mampu mengaktifkan seluruh partikel fotokatalitik (Tjahjanto dan Gunlazuardi, 2001). Pembuatan lapis tipis semikonduktor merupakan salah satu cara untuk mempermudah aplikasi semikonduktor baik

Pembuatan lapis tipis semikonduktor pada suatu substrat merupakan inovasi untuk mendapatkan semikonduktor fotokatalis yang mudah ditangani dalam aplikasi fotokatalitik (dalam arti tidak mengalami kesulitan pemisahan semikonduktor dari larutan yang didegradasi) sehingga memungkinkan penggunaan lebih dari satu kali karena pencucian mudah dilakukan.

Rahmawati et al. (2006) melakukan sintesis material semikonduktor lapis tipis grafit/TiO 2 menggunakan metode chemical bath deposition (deposisi dari

larutan kimia) menggunakan surfaktan CTABr sebagai agen penghubung antar

antara substrat grafit dengan material TiO 2 yang terbentuk dari hidrolisis TiCl 4 .

Variasi konsentrasi surfaktan CTABr yang digunakan adalah 4, 8, 12, dan 19.10 -

3 M dengan variasi waktu perendaman selama 2, 3, 4 hari dengan pemanasan yang kontinyu pada suhu 60 °C kemudian dikalsinasi 450 °C selama 4 jam. Konsentrasi

CTABr 16.10 -3 M dan waktu perendaman 4 hari ini merupakan kondisi optimal

pada deposisi TiO 2 , hal ini ditunjukkan dari efisiensi konversi foton ke arus listrik

yang menunjukkan efektivitas sifat fotokatalitik semikonduktor (%IPCE: Include Photon to Current Efficiency) paling tinggi sebesar 3,261.10 -2 %.

Semikonduktor TiO 2 dengan energi gap lebar (3,2 eV; λg = 388 nm)

memiliki makrostruktur yang relatif rigid. Keterbatasan yang dimiliki oleh TiO 2 ini dapat diperbaiki dengan cara memodifikasinya. Modifikasi material

semikonduktor TiO 2 merupakan upaya peningkatan efektivitas fotokatalitik

semikonduktor, pencegahan rekombinasi electron-hole sehingga meningkatkan efisiensi konversi foton ke arus listrik (% IPCE: Induced Photon to Current Efficiency) dan peningkatan stabilitas fotokimia.

4. Sensitisasi Semikonduktor

Sensitiser adalah senyawa organik atau anorganik berwarna (dye) yang didopingkan pada material semikonduktor. Penggunaan bahan sensitiser dapat menyebabkan terjadinya injeksi elektron (sensitisasi) dari senyawa

sensitiser ke material TiO 2 dengan bantuan energi cahaya tampak sehingga secara

keseluruhan penambahan sensitiser yang aktif pada daerah tampak akan keseluruhan penambahan sensitiser yang aktif pada daerah tampak akan

diinjeksikan ke material TiO 2 , berarti ada sebuah elektron yang ditransfer

keluar dari atom logam pusat. Mekanisme tersebut mirip dengan MLCT pada keadaan tereksitasi (Asbury et al., 2000 ).

Mekanisme yang terjadi pada proses sensitisasi dari sensitiser ke material semikonduktor ditunjukkan pada Gambar 2, diawali dengan serapan cahaya tampak oleh sensitiser menyebabkan eksitasi elektron dari senyawa kompleks [M] pada keadaan ground state menuju ke [M]*, [M]* menggambarkan tingkat energi orbital σ* atau π* dari ligan L, kemudian elektron tereksitasi tersebut akan diinjeksikan ke CB semikonduktor karena perbedaan tingkat energi keadaan terksitasi dan pita konduksi dari material kecil serta berdekatannya orbital anti bonding ligan dengan pita konduksi material.

Elektron yang terkumpul pada pita konduksi TiO 2 dapat mengalami

beberapa alternatif mekanisme, misalnya elektron tereksitasi tersebut dapat didonorkan untuk mereduksi suatu akseptor elektron, atau dapat didonorkan ke sebuah lubang (hole) dan dapat juga menghasilkan arus listrik. Jadi pada

sensitisasi TiO 2 terjadi penginjeksian elektron dari senyawa sensitiser yang

memiliki tingkat energi tereksitasi lebih tinggi dibandingkan dengan pita konduksi

dari TiO 2 .

Gambar 2. Skema fotosensitisasi partikel semikonduktor TiO 2 (CB = pita konduksi, VB = pita valensi), [M] dan [M]* Gambar 2. Skema fotosensitisasi partikel semikonduktor TiO 2 (CB = pita konduksi, VB = pita valensi), [M] dan [M]*

dari TiO 2 . Vinodgopal et al., 1995, telah berhasil menunjukkan adanya proses injeksi muatan dari tingkat energi keadaan tereksitasi sensitiser ke partikel

semikonduktor dengan konstanta laju pada daerah 5,5 x 10 8 s -1 sampai dengan 1,0 x 10 8 s -1 pada bahan semikonduktor TiO 2 dengan sensitiser Ru(bpy) 2 -dcbpy) 2 + (dcbpy = 4-4’-dikarboksi-2,2’-bipiridin).

5. Model Pengikatan TiO 2 dengan Dye

TiO 2 bisa melakukan ikatan kimia dengan molekul dye, atau senyawa

sensitiser. Luis et al. (2003) telah menunjukkan terjadinya ikatan antara TiO 2 anatase dengan katekol. Molekul katekol terikat pada permukaan kristal TiO 2 anatase dan membentuk kompleks permukaan dengan ion Ti 4+ pentakoordinat

yang bertetangga (Gambar 3).

Gambar 3. Geometri TiO 2 anatase yang berikatan dengan katekol. Ti(5) menunjukkan ion Ti 4+ pentakoordinat yang secara langsung mengikat katekol. Ti(6) menunjukkan ion Ti 4+ heksakoordinat yang berdekatan dengan katekol.

Ikatan antara dye dan TiO 2 anatase bisa juga terjadi pada atom oksigen

gugus hidroksil. Longo and Paoli (2003), menyatakan bahwa gugus karboksilat gugus hidroksil. Longo and Paoli (2003), menyatakan bahwa gugus karboksilat

stabil antara dye dan TiO 2 .

Gambar 4. Skema representasi dari transfer elektron antar muka setelah penyerapan cahaya untuk cis-[Ru(dcbH 2 ) 2 LL’] dengan

beberapa ligan tambahan.

6. Analisis

a. Difraksi Sinar X

Sinar X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang (λ) khas sebesar 0,1 nm. Bila elektron-elektron dari suatu kawat pijar

yang dipanasi dipercepat melalui suatu perbedaan potensial yang besar dan diperbolehkan menumbuk suatu sasaran logam di dalam sebuah tabung sinar X maka sinar X dihasilkan dengan suatu distribusi λ yang kontinyu. Jika sinar X itu

kemudian menumbuk sebuah kristal, maka sinar X yang direfleksikan akan membentuk titik-titik luas yang sangat tinggi intensitasnya pada sebuah layer/film. Titik-titik itu ditimbulkan oleh interferensi konstruktif dari gambar-gambar kecil yang dihasilkan oleh banyak atom. Sinar X akan menunjukkan pola difraksi jika jatuh pada benda yang jarak antar bidangnya kira- kira sama dengan λ, jatuh mengenai kristal den gan sudut θ pada bidang-bidang kristal. Jika gelombang direfleksikan dari sinar datang memperkuat gelombang yang direfleksikan dari kemudian menumbuk sebuah kristal, maka sinar X yang direfleksikan akan membentuk titik-titik luas yang sangat tinggi intensitasnya pada sebuah layer/film. Titik-titik itu ditimbulkan oleh interferensi konstruktif dari gambar-gambar kecil yang dihasilkan oleh banyak atom. Sinar X akan menunjukkan pola difraksi jika jatuh pada benda yang jarak antar bidangnya kira- kira sama dengan λ, jatuh mengenai kristal den gan sudut θ pada bidang-bidang kristal. Jika gelombang direfleksikan dari sinar datang memperkuat gelombang yang direfleksikan dari

λ = Panjang gelombang logam standar (nm) θ = Kisi difraksi sinar X (West, 1984)

Difraksi sinar X atau biasa disebut XRD merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui pengaturan atom-atom dalam sebuah tingkat molekul. Pengaturan atom-atom tersebut dapat diinterpretasikan melalui analisa d spacing dari data difraksi sinar X. Nilai d spacing sangat tergantung pada pengaturan atom dan struktur jaringan polimer dalam material. Selain nilai d spacing, observasi tingkat kristalinitas bahan dan perubahan struktur mesopori dapat pula diketahui melalui data difraksi sinar X. Puncak yang melebar menunjukkan kristalinitas rendah (amorf), sedangkan puncak yang meruncing menunjukkan kristalinitas yang lebih baik (Park, N.G. et al., 2002).

Difraksi sinar X sangat penting pada identifikasi senyawa kristalin. Kekuatan dari cahaya yang terdifraksi tergantung pada kuantitas material kristalin yang sesuai di dalam sampel sehingga sangat mungkin mendapatkan analisa kuantitatif dari sejumlah relatif konstituen dari campuran senyawa padatan (Ewing, 1960). Suatu zat selalu memberikan pola difraksi yang khas. Apakah zat itu dalam keadaan murni atau merupakan campuran zat. Hal ini merupakan dasar dari analisa kualitatif secara difraksi. Sedangkan analisa kuantitatif berdasarkan intensitas garis difraksi yang sesuai dengan salah satu komponen campuran bergantung pada perbandingan konstituen tersebut. Hanawalt dalam tahun 1936 membuat kumpulan pola difraksi dari sejumlah zat yang diketahui. Setiap pola

bubuk dikarakterisasi oleh kedudukan garis 2θ dan intensitas (I) tetapi karena kedudukan garis tergantung pada panjang gelombang yang digunakan, maka besaran yang lebih fundamental adalah jarak d dari bidang kisi, sehingga

Hanawalt kemudian menyusun masing-masing pola berdasarkan nilai d dan I dari garis difraksinya (Jenkins and White, 1988).

berikut: