Dinamika Psikologis Subjek 4 (WN)

4. Dinamika Psikologis Subjek 4 (WN)

Subjek 4 adalah seorang ibu berusia 31 tahun, pendidikan terakhir sarjana tingkat satu dibidang ekonomi. Bekerja sebagai wiraswasta yaitu mengelola toko. Subjek menikah pada tahun 1999 pada usia 20 tahun dengan salah satu teman SMUnya yang berusia 3 tahun lebih muda dari subjek. Subjek dikaruniai seorang anak laki-laki yang saat ini berusia 10 tahun. Subjek mempunyai pemahaman tentang pernikahan yaitu bahwa pernikahan adalah hal yang hanya ingin dilakukannya sekali seumur hidupnya.

Kehidupan rumah tangga subjek berjalan dengan baik meskipun suami tidak mempunyai pekerjaan tetap dan kurang memperhatikan keluarga, tetapi subjek dapat bertahan karena mertua subjek yang mencukupi semua kebutuhan subjek. Karena suami tidak mempunyai pekerjaan tetap maka ketika suami tidak ada kesibukan suami sering bermain atau sekedar mengobrol dirumah tetangga. Subjek juga menjalankan kewajiban sebagai istri dengan baik termasuk melayani kebutuhan seks suami.

Tahap pertama dari pengambilan keputusan (appraising the challenge) subjek berawala ketika pada usia pernikahan ke-3 tepatnya tahun 2002 suami berselingkuh dengan tetangga subjek, pertama kali mengetahui hal tersebut subjek tidak bisa tidur pada malam harinya, subjek merasa tertekan dan galau (stressfull event). Tahap “bertahan “ terjadi ketika kearifan subjek muncul seketika pada saat masalah itu muncul, yaitu subjek meminta bantuan dan melibatkan orangtua dalam masalah ini, maka akhirnya dapat terselesaikan. Suami berselingkuh terjadi kembali pada tahun

2004 dengan wanita yang berbeda dan dapat diselesaikan dengan melibatkan orangtua juga seperti pada kasus yang pertama pada tahun 2002. Tetapi semenjak suami berselingkuh kehidupan seksual rumah tangga subjek menjadi dingin, subjek melayani suami hanya karena kewajiban, hal ini terjadi karena dalam perasaan subjek sudah tidak bisa menerima keadaan suami yang sudah menjadi “bekas” wanita lain karena suami berselingkuh sudah sampai tahap layaknya hubungan suami dan istri, seperti yang diungkapkannya dibawah ini:

apa ya..pas apa ya mungkin..e..apa ya..pokoke apa ya mbak..bar nduwe anak itu kan rasane aku yo pengen di..e..he’e gitu mbak..nek dikon koyok mbiyen yo aku dewe kan ra..piye lah..bedo..trus dadi piye..aku nek dikon koyo mbiyen tetep ora iso..dadi yo mungkin dek’e menganggap aku..nek aku kan misale hubungan aku kan ora he’e..ora kepenak..lha piye kok..dadine..seko kuwi..yo hubungan opo yo mbak..hubungan keluarga iso..aku wes puyeng..dadine nek dijak kuwi opo yo rasa melayani..yo mergo kewajiban thok.. …(W4/ S4- Wn, 381-388).

Masa bertahan diperpanjang dengan sikap subjek yang tetap bertahan selama beberapa tahun dengan keadaan yang seperti itu, subjek tidak pernah terbetik untuk bercerai, hal ini karena subjek masih memegang teguh keyakinannya (kearifan) bahwa dirinya hanya menginginkan pernikahan satu kali selama hidupnya.

Hingga pada tahun 2008 subjek kembali mengalami masalah (appraising the challenge ) yaitu suami kembali berselingkuh dengan wanita lain yang berbeda dari wanita simpanan pertama dan kedua. Pada saat ini subjek sudah mulai merasakan keraguan (temporary personal crisis), pada saat itu pula subjek melakukan

pertimbangan (weighing alternative), subjek ingin tetap memegang teguh prinsipnya untuk tidak bercerai tetapi disisi lain subjek mengkhawatirkan masa depan anak dan dirinya yang tidak pasti karena mempunyai kepala keluarga yang tidak bertanggujawab terhadap keluarga (utilitarian losses for significant other dan utilitarian losses for self ). Selain itu subjek juga memperhatikan dan belajar dari orang lain yang juga sering melakukan perselingkuhan, dari hasil melihat lingkungan subjek menemukan bahwa mayoritas laki-laki yang pernah melakukan perselingkuhan dimasa mudanya maka hal itu akan menjadi kebiasaan hingga ke masa tuanya. Beberapa orang yang subjek lihat adalah ayah kandung subjek, dan tukang kebun sekolah tempat anak subjek menuntut ilmu.

Masa weighing alternative tidak berlangsung lama, hanya berjalan selama beberapa bulan hingga akhirnya subjek menyatakan komitmen dengan mengajukan cerai gugt kepada Pengadilan Agama Kabupaten Klaten. Subjek tidak melakukan tahap mediasi karena suami tidak menghadiri panggilan pengadilan selama tiga kali berturut-turut, oleh karena itu subjek resmi bercerai dari suami.

Pasca perceraian subjek menghadapi beberapa feedback negatif yaitu kondisi psikis anak yang menjadi lebih sensitif dan masalah hak asuh anak yang belum jelas. Anak subjek menjadi lebih sensitif terhadap kata-kata yang agak kasar, ketika dinasehati subjek dengan agak keras anak langsung menangis dan tidak mau berbicara, oleh karena subjek mengatasinya dengan bersikap lembut kepada anak (active coping). Pasca perceraian, hak asuh anak belum jelas. Anak masih berpindah- pindah pengasuhan dan tempat tinggal, dari nenek, ayah, kemudian ibu. Hal itu Pasca perceraian subjek menghadapi beberapa feedback negatif yaitu kondisi psikis anak yang menjadi lebih sensitif dan masalah hak asuh anak yang belum jelas. Anak subjek menjadi lebih sensitif terhadap kata-kata yang agak kasar, ketika dinasehati subjek dengan agak keras anak langsung menangis dan tidak mau berbicara, oleh karena subjek mengatasinya dengan bersikap lembut kepada anak (active coping). Pasca perceraian, hak asuh anak belum jelas. Anak masih berpindah- pindah pengasuhan dan tempat tinggal, dari nenek, ayah, kemudian ibu. Hal itu

n s.

c. id

No. Unit Makna

Makna Psikologis

1. Pengambilan keputusan

Menilai tantangan

Stressfull event

Bertahan

Strategi coping

Seeking social support for emotional reasons

Menimbang alternatif Utilitarian gains for significant other Utilitarian losses for self

Menyatakan komitmen

Active coping

Bertahan dari feedback negatif Strategi coping

Planning

it t

2. Kearifan

Belajar dari pengalaman oranglain

Meminta/mendengarkan nasehat kepada orang lain yang dianggap lebih bijaksana

ser

Cepat tanggap dan mengerti terhadap suatu permasalahan Memiliki rasionalitas atau kemampuan berfikir secara jernih

d ig ilib .u

n s.

c. id