Pengujian Marshall
4.11 Pengujian Marshall
Nilai kadar aspal emulsi optimum campuran diperoleh dari hasil pengujian stabilitas dengan alat marshall untuk masing-masing kondisi yaitu kondisi kering dan kondisi terendam. Campuran dipadatkan pada kadar air pemadatan optimum
P 3.979 o
material galian Koripan kondisi kering
material galian Koripan kondisi terendam
agregat batu pecah Masaran filler abu batu
agregat batu pecah Masaran filler fly ash
menguap dengan sempurna. Nilai kadar aspal residu yang diperoleh dari PT. Hutama Prima adalah 57,08%. Berikut adalah hasil perhitungan marshall untuk masing-masing kondisi yang disajikan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Hasil uji marshall campuran dengan agregat Koripan Karakteristik Marshall
Satuan
Kadar Aspal Residu (%)
5,708 6,279 Stabilitas Kering
kg
647.624 659.356 659.642 641.248 627.511 Stabilitas Terendam
kg
518.111 574.961 570.830 541.987 512.827 Kepadatan Kering
gr/cm3 2.157
2.152 2.143 Kepadatan Terendam
gr/cm3 2.149
2.151 2.145 Porositas Kering
7.197 6.248 Porositas Terendam
7.223 6.169 Flow Kering
mm
3.6 3.2 3 3.3 3.2 Flow Terendam
mm
3.6 3.0 2.9 2.9 2.6 Marshall Quotient Kering
kg/mm 182.967 207.079 222.07 201.676 197.422 Marshall Quotient Terendam kg/mm 144.213 194.452 209.552 185.319 196.24
4.11.1 Perbandingan Nilai Stabilitas
Stabilitas adalah ketahanan lapisan perkerasan menerima beban yang bekerja tanpa mengalami perubahan bentuk. Asphalt concrete campuran dingin dikenal dua macam stabilitas, yaitu stabilitas kering (dry stability) dan stabilitas terendam (soaked stability). Stabilitas kering merupakan ukuran ketahanan benda uji dalam menerima beban dalam kondisi kering udara. Sementara stabilitas basah merupakan ukuran ketahanan suatu benda uji dalam menerima beban dalam kondisi jenuh. Pada stabilitas kering pengujian Marshall langsung dilakukan setelah benda uji telah di-curing, sementara pada stabilitas terendam pengujian dilakukan setelah benda uji direndam selama empat hari.
Dari pengujian marshall diperoleh hasil bahwa stabilitas campuran pada kondisi kering lebih besar daripada stabilitas pada kondisi terendam. Perbedaan nilai
Gambar 4.14 Grafik hubungan kadar aspal residu dengan stabilitas campuran
Berikut adalah perbandingan nilai stabilitas campuran menggunakan material galian Koripan dengan campuran menggunakan agregat batu pecah Masaran pada kadar aspal optimum.
*) Material galian Koripan, Matesih **)
Agregat batu pecah Masaran dengan filler abu batu (Hanief, 2007)
y = -15.98x 2 + 154.1x + 287.6 R² = 0.930
y = -44x 2 + 444.4x - 549.2 R² = 0.889
Kadar Aspal Residu (%)
kering terendam Poly. (kering) Poly.
stabilitas kering stabilitas
terendam
Pada Gambar 4.14 dan Gambar 4.15 di atas dapat dilihat bahwa nilai stabilitas asphalt concrete campuran dingin material galian Koripan pada kondisi kering berbeda dengan kondisi terendam. Hal itu disebabkan pada kondisi terendam rongga-rongga campuran terisi oleh air sedangkan air bersifat merusak dan memisahkan keterikatan aspal dengan agregat dan filler. Akibatnya campuran pada kondisi terendam cenderung mempunyai stabilitas lebih kecil daripada kondisi kering.
Bila dibandingkan dengan nilai stabilitas campuran agregat Masaran, material galian Koripan memiliki stabilitas yang lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh nilai porositas campuran yang lebih besar sehingga menurunkan nilai kepadatan campuran. Kepadatan atau densitas adalah indikator paling baik yang dapat menunjukan kekuatan suatu bahan atau campuran. Semakin padat suatu benda atau campuran, maka semakin baik atau tinggi kekuatan benda atau campuran tersebut. Sebaliknya semakin tidak padat suatu benda atau campuran, maka semakin lemah kekuatan benda atau campuran tersebut.
4.11.2 Perbandingan Nilai Flow
Nilai flow merupakan besarnya perubahan bentuk plastis dari campuran akibat adanya beban sampai batas keruntuhan. Flow yang tinggi menunjukkan tingkat kelenturan yang tinggi, sehingga keretakan yang timbul karena pembebanan dapat dihindari. Sebaliknya flow yang rendah menunjukkan bahwa campuran tersebut bersifat getas, sehingga rentan mengalami retak akibat pemisahan partikel.
Flow dipengaruhi oleh gradasi agregat, kadar dan jenis aspal, serta bentuk permukaan batuan, dan rongga dalam mineral agregat (VMA). Nilai flow cenderung naik seiring dengan penambahan persentase kadar aspal. Akan tetapi, campuran material galian Koripan dan aspal emulsi tipe CSS-1 menghasilkan nilai flow yang berlawanan arah dengan penambahan kadar aspal. Pada campuran ini Flow dipengaruhi oleh gradasi agregat, kadar dan jenis aspal, serta bentuk permukaan batuan, dan rongga dalam mineral agregat (VMA). Nilai flow cenderung naik seiring dengan penambahan persentase kadar aspal. Akan tetapi, campuran material galian Koripan dan aspal emulsi tipe CSS-1 menghasilkan nilai flow yang berlawanan arah dengan penambahan kadar aspal. Pada campuran ini
Gambar 4.16 Grafik hubungan kadar aspal residu dengan nilai flow campuran
Pada kondisi terendam penurunan nilai flow lebih signifikan dibandingkan pada kondisi kering. Hal ini disebabkan pada kondisi terendam air masuk ke dalam rongga-rongga campuran sehingga melemahkan keterikatan campuran. Penggumpalan filler yang semakin banyak oleh penambahan kadar aspal mengakibatkan semakin banyak pula air yang masuk ke dalam rongga-rongga campuran. Akibatnya nilai flow campuran semakin menurun dan menjadi semakin getas.
Kadar Aspal Residu (%)
kering terendam Linear (kering)
*) Material galian Koripan, Matesih **)
Agregat batu pecah Masaran dengan filler abu batu (Hanief, 2007)
***)
Agregat batu pecah Masaran dengan filler fly ash (Hanief, 2007)
Gambar 4.17 Perbandingan nilai flow
Dari Gambar 4.17 asphalt concrete campuran dingin dengan menggunakan material galian Koripan pada kondisi terendam mempunyai nilai flow yang lebih kecil dibandingkan pada kondisi kering. Hal ini disebabkan pada kondisi terendam rongga campuran diisi oleh air sehingga campuran menjadi jenuh. Karena memiliki sifat alkalis, maka udara dan air cenderung merusak bagi ikatan antar campuran. Akibatnya campuran cenderung mengalami penurunan nilai flow dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, semakin lama campuran terendam oleh air maka nilai flow campuran akan semakin berkurang dan menyebabkan campuran rentan mengalami keretakan. Berdasarkan spesifikasi dari Bina Marga (1989), nilai flow pada asphalt concrete adalah sebesar 2,0 mm sampai 4,0 mm sehingga asphalt concrete campuran dingin dengan menggunakan material galian Koripan memenuhi persyaratan sebagai lapis perkerasan.
dry flow soaked flow
4.11.3 Perbandingan Nilai Marshall Quotient
Marshall Quotient merupakan hasil bagi stabilitas marshall dengan kelelehan (flow) yang juga merupakan indikator terhadap kekakuan campuran. Nilai Marshall Quotient yang tinggi menunjukkan kekakuan dari perkerasan dan berakibat perkerasan menjadi getas sehingga mudah terjadinya retak-retak. Sebaliknya nilai Marshall Quotient yang rendah, menunjukkan campuran terlalu plastis/fleksibel, yang akan berakibat perkerasan mudah mengalami deformasi.
Gambar 4.18 Grafik hubungan kadar aspal residu dengan Marshall Quotient
Pada Gambar 4.18 dapat dilihat bahwa nilai Marshall Quotient pada kondisi kering lebih besar daripada pada kondisi terendam. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi kering campuran lebih kaku daripada kondisi terendam. Akan tetapi, hal ini berlawanan dengan nilai flow yang menunjukkan hasil yang sebaliknya. Pada kondisi terendam, rongga campuran terisi oleh air sehingga keterikatan campuran berkurang dan akan lebih mudah mengalami keretakan. Perbedaan ini disebabkan oleh nilai stabilitas dan nilai flow pada campuran aspal emulsi berbanding lurus antara kondisi kering dan kondisi terendam. Oleh karena itu,
Kadar Aspal Residu (%)
kering terendam Poly. (kering) Poly.
(terendam)