Study of Quarry Material Usage from Koripan, Matesih for Making Cold Mixture Asphalt Concrete

STUDI PENGGUNAAN MATERIAL GALIAN DARI DESA KORIPAN, MATESIH UNTUK PEMBUATAN ASPHALT CONCRETE CAMPURAN DINGIN

Study of Quarry Material Usage from Koripan, Matesih

for Making Cold Mixture Asphalt Concrete

SKRIPSI

D iajukan Sebagai Salah Sat u Syarat M emperoleh Gelar Sarjana Teknik

Program St udi S1 Jurusan Teknik Sipil U niversit as Sebelas M aret

Surakart a

Disusun Oleh: ERI DWI WIBAWA NIM I0106063 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

LEMBAR PERSETUJUAN STUDI PENGGUNAAN MATERIAL GALIAN DARI DESA KORIPAN, MATESIH UNTUK PEMBUATAN ASPHALT CONCRETE CAMPURAN DINGIN

Study of Quarry Material Usage from Koripan, Matesih

for Making Cold Mixture Asphalt Concrete

Disusun Oleh: ERI DWI WIBAWA NIM I 0106063

Telah diset ujui unt uk dipert ahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakult as Teknik U niversit as Sebelas M aret

Persetujuan

Dosen Pembimbing I

Ir. Djoko Sarwono, MT

Dosen Pembimbing II

Ir. Sulastoro R.I., MSi

STUDI PENGGUNAAN MATERIAL GALIAN DARI DESA KORIPAN, MATESIH UNTUK PEMBUATAN ASPHALT CONCRETE CAMPURAN DINGIN

Study of Quarry Material Usage from Koripan, Matesih

for Making Cold Mixture Asphalt Concrete

SKRIPSI

D isusun Oleh:

ERI DWI WIBAWA NIM I 0106063

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari Selasa, 1 Februari 2011:

1. Ir. Djoko Sarwono, MT (....................................)

NIP. 19600415 199201 1 001

2. Ir. Sulastoro R.I., MSi (....................................)

NIP. 19521105 198601 1 001

3. Ir. Djumari, MT (....................................)

NIP. 19571020 198702 1 001

4. Ir. Agus Sumarsono, MT (....................................)

NIP. 19570814 198601 1 001

Disahkan, Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS

Ir. Bambang Santosa, MT NIP 19590823 198601 1 001

Mengetahui, a.n Dekan Fakultas Teknik UNS Pembantu Dekan I

Ir. Noegroho Djarwanti, MT NIP. 19561112 198403 2 007

“ Allah akan meninggikan orang‐orang beriman di antaramu dan orang‐orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu

kerjakan” (Al Mujadilah ayat 11)

Ku persembahkan karya ini untuk:

Kedua orang tuaku tercinta, Edy Suwarno dan Sri Sukindari yang selalu memberikan doa, nasehat, dukungan, dan segalanya bagiku sehingga aku bisa menjadi seperti sekarang ini.

Kakakku Eri Akhid Hermawan dan adik‐adikku tersayang Anisa Wahyu Tri Utami, Muhammad Arby Pamungkas, dan Muh Adi Cita Setyaji yang selalu memberikanku semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

ABSTRAK

Eri Dwi Wibawa, 2011, Studi Penggunaan Material Galian dari Desa Koripan, Matesih untuk Pembuatan Asphalt Concrete Campuran Dingin,

Skripsi. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Desa Koripan, Matesih, mempunyai potensi material galian berupa batuan breksi vulkanik yang terdiri dari batuan andesit-basalt, batuapung, dan trass (pozzolan alam). Penggunaan aspal emulsi sebagai campuran dingin dapat mengatasi permasalahan dalam campuran panas antara lain pemanasan campuran yang berlebihan dan polusi udara pada pembakaran aspal minyak.Tujuan utama dari penelitian adalah mengetahui karakteristik asphalt concrete (AC) campuran dingin dengan material galian dari Desa Koripan, Matesih sebagai agregat dan filler kemudian membandingkannya dengan penggunaan agregat batu pecah Masaran.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental di laboratorium. Pengujian yang dilakukan yaitu Marshall Test, Indirect Tensile Strength (ITS), Unconfined Compressive Strength (UCS), dan Permeabilitas dengan variasi perlakuan pada kondisi kering dan kondisi terendam selama 4 hari.

Hasil penelitian menunjukkan karakteristik campuran kering berbeda dengan karakteristik campuran terendam. Perbedaan karakteristik tersebut dipengaruhi oleh air yang mengisi rongga-rongga campuran. Secara keseluruhan, AC campuran dingin Koripan memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan AC campuran dingin Masaran. AC campuran dingin Koripan lebih kecil pada densitas, stabilitas, flow, ITS, dan UCS, tetapi lebih besar pada kadar air pemadatan, porositas, dan Marshall Quotient. Meskipun begitu, AC campuran dingin Koripan masih layak digunakan dalam perencanaan perkerasan lentur.

Kata Kunci: material galian Koripan, batu pecah Masaran, asphalt concrete (AC), campuran dingin

ABSTRACT

Eri Dwi Wibawa, 2011, Study of Quarry Material Usage from Koripan,

Matesih for Making Cold MixtureAsphalt Concrete, Thesis. Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University of Surakarta.

Koripan, Matesih, has a potential mineral material in the form of volcanic breccia rocks consisting of andesite-basalt, pumice, and trass (natural pozzolan). Emulsion asphalt usage as a cold mix is solve problems in hot mix, among others, excessive heating of mixture and air pollutants during combustion of petroleum asphalt. The main purpose of the study is to determine the characteristics of cold mix asphalt concrete (AC) with quarry material from Koripan, Matesih as aggregate and filler then compare it with the aggregate usage of Masaran crushed stone.

This study used experimental methods in the laboratory. Tests done of Marshall Test, Indirect Tensile Strength (ITS), Unconfined Compressive Strength (UCS), and permeability with variation of treatment on dry conditions and soaked conditions for 4 days.

The results showed the characteristics of dry mixture are different with the characteristics of soaked mixture. That different of the characteristics are reflected by water that filling the mixture porous. Overall, cold mix AC of Koripan have different characteristics than cold mix AC of Masaran. The characteristics of cold mix AC of Koripan are smaller at density, stability, flow, ITS, and UCS, but its bigger at compaction water content, porosity, and Marshall Quotient. Although that, cold mix AC of Koripan still fit for use in the flexible pavement design.

Keywords: quarry material of Koripan, crushed stone of Masaran, asphalt concrete (AC), cold mix

ABSTRACT

Rezy Fahriandani 2010, Study of Permeability on Hot mix Asphalt Concrete

(AC) with additive Granular Asbuton, Thesis. Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, Surakarta.

One way to modify a pavement layer that is, using the additive. This study used material asbuton item added. Asbuton grain is natural asphalt from Buton island which is the result of processing of solid asbuton who split with the rock-breaking tool that has a certain grain size. Research asbuton previous item shows with the addition of asbuton in hot asphalt mix will affect the optimum asphalt content, density, voids, Marshall stability, melting, results for Marshall, and dynamic stability. For that, the authors conducted a similar study on adding a clause asbuton, but in this case the author examines the characteristics of permeability. So that it can be seen the role of the permeability of a grain asbuton pavement. Specifically this study aims to determine the value of permeability coefficient in this case using Asphalt Concrete (AC) heat the mixture with / without additive asbuton point, knowing the pattern of the relationship between asphalt content with permeability coefficient and the pattern of relationships with grain asbuton levels in OBCmix and permeability coefficient know the pattern of permeability coefficient in relation to the characteristics of other mixes OBCmix ie, porosity and density.

This study used experimental method is, make Asphalt Concrete (AC) mixture of hot asphalt with the addition of grain asbuton 0%, 2%, 3%, 4% and 5% with the type of grain asbuton 5 / 20. The specimens are made each numbered 12 pieces. After that, be tested by using a permeability test AF-16 to get the value of permeability coefficient (k). Then analyze the data in the form of regression analysis and analysis korolesi to show how strong the relationship between the

variables are expressed in the coefficient of determination (R 2 ) and correlation coefficient (r).

From the analysis, with the addition of asbuton grains in a mixture of permeability coefficient values obtained from the optimum binder content respectively 4.389 x10 -4 cm / s, 7.003 x10 -4 cm / s, 8.340 x10 -4 cm / s, 8.985 x10 -4 cm / dt and 9.649 x10 -4 cm / sec with Poor Drainage category. Provided also estimates where asbuton grain boundary to reach the Fair Drainage is 86.64%, ie with the number estimated permeability coefficient of 1x10 -2 cm / sec. Obtained pattern of relations in which the asphalt content is inversely proportional to the coefficient of permeability and grain asbuton levels proportional to the permeability coefficient

at OBC mix with R 2 = 0.9731 and r = 0986. Then the porosity is proportional to the permeability coefficient at OBC mix with R 2 = 0.8046 and r = 0897 and the density is inversely proportional to the permeability coefficient of permeability coefficient with OBC mix with R 2 = 0982 and r = 0991.

Keywords: AsbutonButir, Asphalt Concrete (AC), Permeability

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini.

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyusun tugas akhir dengan judul “Studi Penggunaan

Material Galian dari Desa Koripan, Matesih untuk Pembuatan Asphalt

Concrete Campuran Dingin”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis sulit mewujudkan laporan tugas akhir ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan segala kuasa dan anugerah-Nya kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak, Ibu, kakak, dan adik-adikku tercinta, atas segala doa, kasih sayang, semangat, pengorbanan, serta bimbingan yang telah diberikan.

3. Ir. Djoko Sarwono, MT, selaku Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing Akademis, serta Ketua Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ir. Sulastoro R.I, MSi, selaku Dosen Pembimbing II.

5. Segenap pimpinan dan staf Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Segenap pimpinan dan staf PT. Hutama Prima, Cilacap.

7. Muh. Sigit Budi Laksana, ST, selaku staf Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Hayu, Hengky, Aji, dan Rizky, selaku rekan seperjuangan di Laboratorium Jalan Raya.

9. Tanjung, Rezy, Nurul, One, Eni, Afni, Endang dan Wulan, yang telah lebih dahulu dan rela memberikan ilmunya di Laboratorium Jalan Raya.

Delayota.

11. Ikhsanudin, Yushar, dan Daryanto, teman terdekat untuk selalu berkeluh kesah.

12. Teman-teman kos Biru Putra Petoran.

13. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil Angkatan 2006.

14. Semua pihak yang membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penelitian selanjutnya. Penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Surakarta, Februari 2011

Penulis

Halaman

4.15. Rekapitulasi Hasil Penelitian ....................................................................... 91

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan .................................................................................................... 92

5.2. Saran ............................................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 95 LAMPIRAN .......................................................................................................... 97

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Standar Komposisi Kimia Trass .......................................................... 18 Tabel 2.2. Jenis dan kegunaan aspal emulsi .......................................................... 21 Tabel 2.3. Spesifikasi Aspal Emulsi tipe CSS-1 ................................................... 21 Tabel 2.4. Spesifikasi pemeriksaan agregat .......................................................... 24 Tabel 2.5. Jenis agregat berdasarkan ukuran butirannya ...................................... 26 Tabel 2.6. Spesifikasi gradasi campuran AC spefikasi X ..................................... 27 Tabel 2.7. Spesifikasi campuran asphalt concrete ................................................ 37 Tabel 2.8. Klasifikasi Campuran aspal Berdasarkan Angka Permeabilitas .......... 37 Tabel 3.1. Jumlah Benda Uji ................................................................................. 53 Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan aspal emulsi tipe CSS-1 ......................................... 59 Tabel 4.2. Hasil pemeriksaan agregat kasar .......................................................... 61 Tabel 4.3. Hasil pemeriksaan batu apung ............................................................. 62 Tabel 4.4. Hasil pemeriksaan agregat halus .......................................................... 63 Tabel 4.5. Batas gradasi campuran aspal beton No.10 Bina Marga ..................... 64 Tabel 4.6. Hasil pengamatan kadar air penyelimutan ........................................... 65 Hasil 4.7. Kadar air pemadatan agregat Koripan ................................................. 66 Tabel 4.8. Hasil uji marshall campuran dengan agregat Koripan......................... 73 Tabel 4.9. Hasil pengujian volumetrik benda uji ITS ........................................... 81 Tabel 4.10. Hasil pengujian ITS campuran material galian Koripan, Matesih ..... 82 Tabel 4.11. Hasil pengujian volumetrik benda uji UCS ....................................... 85 Tabel 4.12. Hasil pengujian UCS campuran material galian Koripan, Matesih ... 85 Tabel 4.13. Hasil pengujian volumetrik benda uji permeabilitas .......................... 88 Tabel 4.14. Hasil pengujian permeabilitas campuran material galian Koripan .... 89 Tabel 4.15. Rekapitulasi dan Perbandingan Hasil Penelitian ............................... 91

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Peta Lokasi Quarry Material ........................................................... 1 Gambar 1.2. Lokasi Pengambilan Quarry Material ............................................. 2 Gambar 2.1. Diagram Alir Kerangka Pikiran Penelitian ...................................... 40 Gambar 3.1. Alat pembuat benda uji (oven) ......................................................... 43 Gambar 3.2. Alat Uji Marshall ............................................................................. 44 Gambar 3.3. Alat Uji Indirect Tensile Strength (ITS) .......................................... 44 Gambar 3.4. Alat Uji UTM ................................................................................... 45 Gambar 3.5. Alat Uji Permeabilitas Tipe AF-16 .................................................. 46 Gambar 3.6. Diagram Alir Tahap Penelitian ........................................................ 56 Gambar 4.1. Analisis saringan material galian Desa Koripan, Matesih ............... 60 Gambar 4.2. Agregat kasar dari material galian Desa Koripan, Matesih ............. 61 Gambar 4.3. Bentuk agregat Koripan dan batu pecah .......................................... 61 Gambar 4.4. Batu apung pada agregat kasar ......................................................... 62 Gambar 4.5. Agregat halus dari material galian Desa Koripan, Matesih ............. 63 Gambar 4.6. Kadar air penyelimutan agregat Desa Koripan, Matesih ................. 66 Gambar 4.7. Kadar air penyelimutan 5% agregat Desa Koripan, Matesih ........... 66 Gambar 4.8. Grafik hubungan kadar air dengan kepadatan campuran ................. 67 Gambar 4.9. Perbandingan kadar air pemadatan .................................................. 68 Gambar 4.10. Grafik hubungan kadar aspal residu dengan densitas campuran .... 69 Gambar 4.11. Perbandingan nilai kepadatan (densitas) ........................................ 70 Gambar 4.12. Grafik hubungan kadar aspal residu dengan porositas campuran .. 71 Gambar 4.13. Perbandingan nilai porositas .......................................................... 72 Gambar 4.14. Grafik hubungan kadar aspal residu dengan stabilitas campuran .. 74 Gambar 4.15. Perbandingan nilai stabilitas........................................................... 74 Gambar 4.16. Grafik hubungan kadar aspal residu dengan

Halaman nilai flow campuran .......................................................................... 76

Gambar 4.17. Perbandingan nilai flow .................................................................. 77 Gambar 4.18. Grafik hubungan kadar aspal residu dengan Marshall Quotient .... 78 Gambar 4.19. Perbandingan kadar aspal residu optimum ..................................... 80 Gambar 4.20. Keretakan benda uji setelah pengujian ITS .................................... 83 Gambar 4.21. Perbandingan nilai ITS pada beberapa kondisi .............................. 83 Gambar 4.22. Benda uji UCS pada kondisi kering dan kondisi terendam ............ 86 Gambar 4.23. Perbandingan nilai UCS pada beberapa kondisi ............................ 86 Gambar 4.24. Benda uji permeabilitas pada kondisi terendam ............................. 90 Gambar 4.25. Perbandingan nilai permeabilitas kondisi kering dan terendam ..... 90

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Data Pemeriksaan Bahan ................................................................. 96 Lampiran B. Data Berat Agregat Tiap Mould ...................................................... 104 Lampiran C. Data Pengujian Benda Uji ................................................................ 111 Lampiran D. Dokumentasi Penelitian ................................................................... 118 Lampiran E. Surat Kelengkapan ........................................................................... 124

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

γ = berat unit zat alir µ

= viskositas zat alir π

= phi ( 3,14 ) °C = derajat Celcius %= persentase

A = luas permukaan benda uji AASHTO = American Association of State Highway and Transportation Officials AC = Asphalt Concrete ASTM = American Society for Testing and Material ATB = Asphalt Treated Base

BC = kadar aspal cm = centimeter

d = diameter benda uji F= flow gr = gram

H = koreksi tebal benda uji

h = tebal rata-rata sbenda uji

h =P/ γ air = selisih tinggi tekanan total i

= h / L = gradient hidrolik k

= koefisien permeabilitas K = permeabilitas KAO = Kadar Aspal Optimum kg = kilogram LASTON = Lapis Aspal Beton lb

= pounds mm = milimeter MPa = mega Pascal MQ = Marshall Quotient Pb

= kadar aspal/bitumen perkiraan

= V / T = debit rembesan (cm 3 /detik)

SNI = Standar Nasional Indonesia T

= lama waktu rembesan terukur (detik) V= volume VMA = Void in Mix Aggregate VFB = Void Filled by Bitument VIM = Void in Mix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Material galian merupakan salah satu sumber bahan bangunan yang banyak dijumpai dan digunakan di Indonesia. Material galian ini dapat digunakan dalam beberapa pekerjaan konstruksi seperti konstruksi beton dan pembuatan dinding batako. Akan tetapi, pemanfaatan material galian sebagai bahan perkerasan jalan sejauh ini masih jarang digunakan apabila dibandingkan dengan pekerjaan konstruksi lain. Hal ini dikarenakan kualitas material galian belum sepenuhnya teruji dalam konstruksi perkerasan jalan khususnya perkerasan lentur.

Gambar 1.1 Peta Lokasi Quarry Material

Desa Koripan, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar yang terletak di kaki Gunung Lawu tepatnya 35 km di sebelah timur Kota Surakarta mempunyai potensi sebagai sumber material galian yang bisa dimanfaatkan untuk konstruksi

Lokasi Quarry Material

Arah ke Kota Surakarta

Arah ke Tawangmangu Arah ke Tawangmangu

Dilihat dari jenis batuannya, material galian dari Desa Koripan tidak begitu berbeda dengan agregat batu pecah yang digunakan dalam konstruksi perkerasan lentur. Material galian dari Desa Koripan juga memiliki sebaran ukuran butir yang beragam dari ukuran butir besar, butir sedang, dan butir yang paling kecil sehingga secara keseluruhan mampu memenuhi gradasi agregat dalam perkerasan lentur tanpa perlu melakukan pengolahan material atau penambahan material dari lokasi lain.

Gambar 1.2 Lokasi Pengambilan Quarry Material

Dari pengamatan teknis (technical audit) yang dilakukan oleh Bina Marga terhadap konstruksi perkerasan lentur dengan menggunakan aspal panas di beberapa kabupaten, ditemukan beberapa masalah antara lain; pembakaran aspal Dari pengamatan teknis (technical audit) yang dilakukan oleh Bina Marga terhadap konstruksi perkerasan lentur dengan menggunakan aspal panas di beberapa kabupaten, ditemukan beberapa masalah antara lain; pembakaran aspal

Cold mix asphalt concrete (aspal beton campuran dingin) merupakan salah satu jenis dari lapis konstruksi perkerasan lentur dengan gradasi agregat menerus, merupakan campuran antara agregat dan aspal emulsi sebagai bahan pengikat serta mengandung lebih banyak agregat halus dan filler dibanding agregat kasar (Brown, 1990). Cold mix asphalt concrete juga sering disebut DGEM (Dense Graded Emulsion Mix ) memiliki beberapa sifat antara lain kedap air, mempunyai nilai struktural, dan bertoleransi terhadap suhu sehingga layak untuk diaplikasikan sebagai lapis permukaan dalam perkerasan lentur seperti halnya aspal beton campuran panas.

Berdasarkan pekerjaan perkerasan yang telah dilaksanakan di beberapa lokasi, biaya konstruksi perkerasan lentur dengan menggunakan campuran aspal emulsi lebih kompetitif dibandingkan campuran aspal minyak. Walaupun harga aspal emulsi lebih mahal, tetapi secara keseluruhan pelaksanaan konstruksi akan didapatkan anggaran biaya yang lebih efisien. Hal ini dikarenakan aspal emulsi bersifat cair tanpa perlu pembakaran sehingga waktu pelaksanaan pekerjaan lebih cepat dan dapat menyesuaikan aplikasi di lapangan.

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan material galian dari Desa Koripan, Matesih dan aspal emulsi sebagai aspal beton campuran dingin sebelum digunakan dalam konstruksi perkerasan lentur. Dalam pelaksanaan konstruksi perkerasan lentur diperlukan beberapa pertimbangan mengenai beberapa hal antara lain pada kualitas material, biaya pelaksanaan, metode pelaksanaan dan dampak terhadap lingkungan sekitar. Penggunaan material galian dari Desa Koripan dan aspal emulsi sebagai aspal beton campuran dingin diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan dalam perkerasan lentur Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan material galian dari Desa Koripan, Matesih dan aspal emulsi sebagai aspal beton campuran dingin sebelum digunakan dalam konstruksi perkerasan lentur. Dalam pelaksanaan konstruksi perkerasan lentur diperlukan beberapa pertimbangan mengenai beberapa hal antara lain pada kualitas material, biaya pelaksanaan, metode pelaksanaan dan dampak terhadap lingkungan sekitar. Penggunaan material galian dari Desa Koripan dan aspal emulsi sebagai aspal beton campuran dingin diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan dalam perkerasan lentur

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah karakteristik asphalt concrete campuran dingin dengan

material galian dari Desa Koripan, Matesih sebagai agregat dan filler?

b. Bagaimanakah kualitas asphalt concrete campuran dingin dengan penggunaan material galian dari Desa Koripan, Matesih sebagai agregat dan filler dibandingkan dengan penggunaan agregat batu pecah Masaran?

1.3 Batasan Masalah

a. Aspal emulsi berasal dari PT. Hutama Prima, Cilacap dengan tipe CSS-1.

b. Material galian yang digunakan sebagai agregat dan filler berasal dari Desa Koripan, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar.

c. Material galian digunakan seperti bentuk aslinya tanpa ada pengolahan terlebih dahulu.

d. Material pembanding adalah agregat batu pecah dari Masaran Sragen yang didapatkan dari data sekunder.

e. Filler yang digunakan adalah material galian yang lolos saringan No. 200 yaitu trass.

f. Perkerasan lentur yang direncanakan adalah asphalt concrete campuran dingin atau biasa disebut Dense Graded Emulsion Mixtures (DGEMs).

g. Gradasi yang digunakan adalah spesifikasi campuran no. X dari Revisi SNI 03-1737-1989.

h. Variasi kadar aspal yang dipakai adalah 7%, 8%, 9,25%, 10%, dan 11%.

i. Pengujian fisik terhadap material galian dilakukan sebelum material digunakan sebagai bahan perkerasan meliputi uji abrasi, uji penyerapan air, dan uji berat jenis.

j. Pengujian kimia tidak dilakukan dalam penelitian.

UCS (Uncofined Compressive Strength) dan permeabilitas. l. Penelitian ini bersifat eksperimental di Laboratorium Perkerasan Jalan Raya

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

1.4 Tujuan Penelitian

a. Mengetahui karakteristik asphalt concrete campuran dingin dengan material galian dari Desa Koripan, Matesih sebagai agregat dan filler untuk memberikan batasan dan referensi baru sehingga mendapatkan perkerasan lentur dengan sifat-sifat terbaik.

b. Mengetahui kualitas asphalt concrete campuran dingin dengan penggunaan material galian dari Desa Koripan, Matesih sebagai agregat dan filler dibandingkan dengan penggunaan agregat batu pecah Masaran.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis Memberikan tambahan wacana dan referensi di bidang pengembangan bahan perkerasan jalan.

b. Manfaat praktis Memberikan perkerasan lentur yang berkualitas dan efisien serta ramah terhadap lingkungan sekitar.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Material Galian adalah aneka ragam unsur kimia, mineral, kumpulan mineral, batuan, bijih, termasuk batubara, gambut, bitumen padat, dan mineral radioaktif yang terjadi secara alami dan mempunyai nilai ekonomis (Anonim, 2005).

Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu (Anonim, 2009).

Daerah yang terletak di bagian barat daya lereng gunung Lawu, jenis batuan yang ada di wilayah ini pembentukkannya dipengaruhi oleh keberadaan gunung Lawu. Jenis batuan di wilayah ini terdiri dari batuan vulkanik produk dari gunung Lawu, berupa batuan Breksi Vulkanik. Fragmen batuan terdiri dari jenis batuan Andesit– Basalt, dengan matriks yang terdiri dari material berukuran pasir kerikil (Wahju Krisna H, 1994).

Secara geologi bahan galian industri terdapat dalam ketiga jenis batuan yang ada di dalam yaitu terdapat dalam batuan beku, batuan sedimen ataupun batuan metamorf, mulai dari yang berumur pra tersier sampai kuarter. Bahan bangunan tidak lain adalah bahan galian industri yang belum tersentuh rekayasa teknik. Oleh sebab itu, dengan semakin majunya rekayasa teknik tidak tertutup kemungkinan jenis bahan galian industri akan bertambah jenisnya (Sukandarrumidi, 1999).

Seluruh lapis perkerasan jalan beraspal tersusun dari agregat yang diperoleh dari batu pecah, slags atau batu kerikil dengan pasir atau batu butiran halus. Agregat mempunyai fungsi penting dalam mempengaruhi perilaku perkerasan jalan. Pada umumnya agregat mempunyai kekuatan mekanik untuk pembuatan jalan sehingga Seluruh lapis perkerasan jalan beraspal tersusun dari agregat yang diperoleh dari batu pecah, slags atau batu kerikil dengan pasir atau batu butiran halus. Agregat mempunyai fungsi penting dalam mempengaruhi perilaku perkerasan jalan. Pada umumnya agregat mempunyai kekuatan mekanik untuk pembuatan jalan sehingga

Aspal emulsi mengandung butiran/tetesan aspal yang terhambur/tersebar di dalam air, campuran ini dicampur dengan cara mengemulsikan agents (substansi jenis sabun). Aspal dilarutkan dengan air, hal ini dimaksudkan agar aspal yang dihasilkan lebih encer dan tidak memerlukan pemanasan pada saat pencampuran (Wignall, et al, 1999).

Asphalt concrete campuran dingin atau biasa disebut Dense Graded Emulsion Mixtures (DGEMs) adalah campuran dari aspal emulsi (aspal cair, dingin, dan siap pakai) dengan agregat bergradasi tertutup dicampur sebagai campuran dingin (cold mix) serta mengandung lebih banyak agregat halus dan filler dibanding agregat kasar. Gradasi tertutup yaitu suatu komposisi yang menunjukkan pembagian butir yang proporsional mulai dari ukuran terkecil sampai terbesar dengan material penyusunnya yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan filler (Brown, 1990 vide Hanief, 2007).

CEBR adalah jenis campuran aspal emulsi dengan agregat bergradasi rapat dan dapat digunakan sebagai lapis permukaan struktural. Sejauh ini bahan baku agregat digunakan batu andesit (batuan beku luar dengan muatan listrik negatif) yang ketersediaannya semakin terbatas, sehingga perlu pertimbangan untuk penggunaan batu kapur sebagai alternatif lain dari bahan penyusun CEBR (Mulyono, 1999).

M.A. Hanief (2007) menyatakan, campuran dingin Asphalt Concrete dengan filler fly ash memiliki peningkatan karakteristik dibanding dengan filler abu batu yaitu peningkatan nilai flow dan memiliki porositas yang lebih kecil. Selain itu, campuran dengan filler fly ash juga mengalami sedikit penurunan karakteristik M.A. Hanief (2007) menyatakan, campuran dingin Asphalt Concrete dengan filler fly ash memiliki peningkatan karakteristik dibanding dengan filler abu batu yaitu peningkatan nilai flow dan memiliki porositas yang lebih kecil. Selain itu, campuran dengan filler fly ash juga mengalami sedikit penurunan karakteristik

Campuran emulsi bergradasi rapat merupakan campuran dingin yang terdiri dari agregat bergradasi rapat dan aspal emulsi. Untuk meningkatkan kepadatan dan mengurangi rongga dalam campuran, digunakan bahan pengisi (filler). Bahan pengisi adalah bahan halus yang lolos saringan No.200 lebih dari 70% beratnya, dan merupakan bahan yang mahal. Abu sekam padi adalah salah satu alternatif filler yang digunakan dalam penelitian sebagai campuran emulsi bergradasi rapat. Campuran diuji untuk mendapatkan karakteristik Marshall. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kadar abu sekam padi 2,5%, 4% dan 5,5% dapat digunakan sebagai lapisan perkerasan berdasarkan spesifikasi Bina Marga. Kadar filler 7% mampu mengurangi total rongga sekitar 5% (Sartono and Wibowo, 1999).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai IKS (Indeks Kekuatan Sisa) untuk CEBR akibat perendaman Marshall masih berada diatas 50% dan untuk Laston masih berada diatas 75%. Nilai IKS, IDP dan IDK untuk CEBR akibat pengaruh perendaman siklik dalam air adalah 80,32%, 0,40%/hari, 15,64%/hari dan akibat pengaruh penguapan secara siklik adalah 145,84%, -1,19%/hari, - 43,40%/hari. Untuk perendaman dalam air secara siklik sampai hari ke-40 perkerasan Laston lebih awet dari pada perkerasan CEBR, namun setelah hari ke-80 keadaan terbalik. Secara keseluruhan perkerasan CEBR lebih tahan terhadap pengaruh infiltrasi uap air pada proses penguapan secara siklik dibandingkan Laston. Dalam pengujian ini untuk perkerasan CEBR, kehilangan air dan proses pemanasan dapat meningkatkan nilai stabilitas (Nagara, 2005).

Percobaan pendahuluan menunjukkan bahwa batuan dan aspal emulsi dapat digabungkan, dan mengindikasikan adanya kadar air optimum untuk pencampuran. Test menunjukkan adanya nilai kadar air optimum untuk pemadatan untuk menghasilkan stabilitas modifikasi yang maksimal, dan Percobaan pendahuluan menunjukkan bahwa batuan dan aspal emulsi dapat digabungkan, dan mengindikasikan adanya kadar air optimum untuk pencampuran. Test menunjukkan adanya nilai kadar air optimum untuk pemadatan untuk menghasilkan stabilitas modifikasi yang maksimal, dan

aspal. - Kepadatan kering berkurang dengan bertambahnya kadar residu aspal. - Nilai flow modifikasi pada umumnya berkurang (sampai nilai minimal)

dengan bertambahnya kadar residu aspal. - Untuk setiap kadar residu aspal, nilai stabilitas modifikasi, Marshall

Quotient, dan kepadatan kering pada umumnya meningkat dengan bertambahnya waktu curing.

(Subroto, 2008).

Bentuk agregat (agregate shape) ternyata memberikan pengaruh dalam kemudahan pengerjaan dan kinerja perkerasan beraspal. Agregat yang pipih mempengaruhi nilai Marshall pada campuran yang mengadung agregat tersebut. Stabilitas mengalami penurunan, flow mengalami kenaikan, VMA dan VIM juga mengalami kenaikan. Kandungan aspal bertambah seiring dengan pertambahan jumlah agregat pipih dalam campuran. Workability Index menurun seiring dengan pertambahan jumlah agregat pipih dalam campuran (Siswosoebroto, 2005 vide Setiawan, 2010).

Durabilitas perkerasan beraspal, dalam hal ini ketahanan perkerasan terhadap retak (fracture resistant) dapat diprediksi dari hasil pengujian kuat tarik tak langsung dan kuat tekan bebas. Ketahanan perkerasan terhadap retak dapat dihubungkan dengan nilai kuat tarik tak langsung dari perkerasan yang bersangkutan, ketahanan terhadap retak, kuat tarik tak langsung, dan kuat tekan bebas akan menurun seiring dengan bertambahnya jumlah ulangan siklus termal (Othman, 2006 vide Setiawan, 2010).

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Material Galian

Mineral merupakan sumber daya alam yang proses pembentukannya memerlukan waktu jutaan tahun dan sifat utamanya tidak terbarukan. Mineral dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri/produksi ataupun konstruksi. Sejauh ini mineral lebih dikenal sebagai material/bahan galian. Secara geologi material galian terdiri dari 3 (tiga) jenis batuan yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Material galian sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, bahkan dapat dikatakan bahwa manusia hidup tidak terlepas dari material galian (Sukandarrumidi, 1999).

Desa Koripan, Kecamatan Matesih, memiliki potensi material galian yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Material galian di desa ini merupakan produk vulkanik dari Gunung Lawu sehingga batuannya berupa breksi vulkanik. Selama ini material galian Desa Koripan, Matesih digunakan sebagai bahan pembuatan dinding batako, campuran spesi untuk pasangan bata dan plesteran, serta campuran beton pada kolom dan balok untuk rumah tinggal. Sebagian masyarakat Desa Koripan sehari-hari melakukan penambangan dengan cara yang sederhana untuk mendapatkan penghasilan. Proses penambangan material galian relatif mudah dan singkat karena material galian di tempat tersebut berbentuk fraksi-fraksi dengan beberapa jenis batuan.

Menurut masyarakat di sekitar sekitar tambang, potensi material galian di Desa Koripan selama ini relatif cukup bagus untuk digunakan sebagai bahan bangunan. Hal ini dapat dibuktikan dari ketersediaan material yang cukup banyak dan fraksi- fraksi yang terdapat dalam material galian. Fraksi-fraksi tersebut terdiri dari batuan basalt, batuan andesit, batuan apung, dan pozzolan alam berupa trass yang merupakan hasil pelapukan tingkat lanjut dari batuan.

keras dan masif serta tahan terhadap air hujan. Jenis batuan ini merupakan hasil pembekuan magma sehingga terdapat di sepanjang jalur gunung api baik yang masih aktif ataupun yang sudah mati (Sukandarrumidi, 1999). Dalam material galian Koripan, batuan ini tidak berbentuk bongkahan tetapi berukuran kecil dan terpisah satu sama lain sehingga tidak diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebagaimana pengolahan batu pecah. Batuan andesit dan basalt yang keras dengan tekstur permukaan kasar sangat baik digunakan sebagai agregat dalam campuran perkerasan karena akan mempengaruhi kekuatan dan stabilitas campuran.

Selain kedua batuan di atas, material galian Koripan juga mengandung batuan apung dan pozzolan alam yaitu trass. Batu apung berwarna terang, mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas. Batu apung umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau fragmen-fragmen dalam breksi gunung api sehingga kandungan batu apung dalam material galian Koripan sangat sedikit. Selain dari warna dan tekstur batuan, batu apung dapat diidentifikasi dengan cara merendam material galian di dalam air karena batu apung akan melayang hingga mengapung di dalam air.

Trass umumnya berwarna cerah hingga keabu-abuan tergantung komposisi mineral di dalamnya. Pada material galian Koripan, trass berwarna putih kecoklatan karena mengandung banyak unsur silika. Sebagai bahan bangunan, trass mempunyai sifat-sifat yang khas. Sifat yang penting dari trass adalah apabila dalam keadaan sendiri tidak mempunyai sifat mengikat dan mengeras. Akan tetapi, jika bahan ini dalam keadaan butir halus dicampur dengan kapur tohor dan air akan mempunyai sifat seperti semen. Sebagai bahan perkerasan lentur, trass berfungsi sebagai bahan pengisi (filler) yang akan mengisi rongga-rongga di dalam campuran. Semakin banyak rongga yang terisi oleh filler maka semakin baik pula keterikatan campuran tersebut.

Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara Pasal 2 ayat 2, mengelompokkan pertambangan mineral dan batubara menjadi 5 (lima) golongan komoditas tambang:

a. mineral radioaktif meliputi radium, thorium, uranium, monasit, dan bahan galian radioaktif lainnya;

b. mineral logam meliputi litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga, perak, timbal, seng timah, nikel, mangan, platina, bismuth, molibdenum, bauksit, air raksa, wolfram, titanium, barit, vanadium, kromit, antimoni, kobalt, tantalum, cadmium, galium, indium, yitrium, magnetit, besi, galena, alumina, niobium, zirkonium, ilmenit, khrom, erbium, ytterbium, dysprosium, thorium, cesium, lanthanum, niobium, neodymium, hafnium, scandium, alumunium, palladium, rhodium, osmium, ruthenium, iridium, selenium, telluride, stronium, germanium, dan zenotin;

c. mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fleerspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ballclay, fireclay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, zirkon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen;

d. batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatomic, tanah serap (fullersearth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, lousit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, garnet, giok, agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi

pertambangan; dan www.huknline.com

e. batubara meliputi bitumen padat, batuan aspal, batubara, dan gambut.

dalam mineral golongan (d) yaitu mineral berbentuk batuan. Material galian Koripan terdiri dari fraksi-fraksi yang mempunyai berbagai jenis batuan antara lain, batuan basalt, batuan andesit, batuan apung, dan pozzolan alam berupa trass yang merupakan hasil pelapukan tingkat lanjut dari batuan.

2.2.3 Penggolongan Mineral Berbentuk Batuan

Batuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan (agregat) mineral baik yang terkonsolidasi maupun yang tidak terkonsolidasi yang merupakan penyusun utama kerak bumi serta terbentuk sebagai hasil proses alam. Sejak ribuan tahun yang lalu, batu telah digunakan sebagai bahan konstruksi. Salah satu alasannya adalah ketersediaan batuan di berbagai tempat. Selain itu, untuk dapat digunakan batuan tidak memerlukan energi yang besar dan teknologi tinggi.

Klasifikasi batuan menurut Smith & Collis (1993) vide Setiawan (2010):

2.2.3.1 Batuan Beku (Igneous Rock)

Jenis batuan ini berasal dari material cair atau magma cair dari dalam perut bumi yang keluar dan membeku di permukaan bumi. Batuan jenis ini masih dibedakan atas batuan beku luar (extrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive igneous rock). Batuan beku luar dibentuk dari material yang keluar ke permukaan bumi di saat gunung berapi meletus yang akibat pengaruh cuaca mengalami pendinginan dan membeku. Umumnya berbutir halus, seperti misalnya batu apung, andesit, basalt, obsidian, dan sebagainya. Batuan beku dalam dibentuk dari magma yang tidak dapat keluar ke permukaan bumi. Magma mengalami pendinginan dan membeku secara perlahan-lahan. Batuan jenis ini dapat ditemui di permukaan bumi karena erosi dan gerakan bumi. Batuan jenis ini memiliki tekstur kasar. Batuan jenis ini antara lain adalah batu granit, granodiorit, gabbro, dan diorit.

Bataun endapan (sedimen) adalah jenis batuan yang terjadi karena adanya pengendapan materi hasil erosi. Materi hasil erosi terdiri atas berbagai jenis partikel, ada yang kasar, halus, ada yang berat, ringan. Cara pengangkutannya pun bermacam-macam, karena terdorong (traction), terbawa secara melompat-lompat (saltation), terbawa dalam bentuk suspensi, dan ada pula yang larut (solution). Batuan sedimen terbentuk dari lepasnya bagian dari batuan yang terbawa oleh angin, air maupun es dan membentuk berbagai lapisan dan kemudian terkonsolidasi. Batuan sedimen juga dapat berasal dari campuran partikel mineral, sisa-sisa hewan dan tanaman yng mengalami pengendapan dan pembekuan. Pada umunya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di danau, laun dan sebagainya.

2.2.3.3 Batuan Malihan (Metamorphic Rock)

Batuan malihan, yaitu batuan yang berasal dari batuan sedimen atau batuan beku (igneous dan sedimentray rocks) namun kemudian berubah dari sifat asalnya akibat dari panas dan tekanan tinggi di adalm kulit bumi, sehingga menghasilkan jenis batuan baru dengan karakteristik baru. Perubahan batuan terjadi dari bermacam-macam hal, antara lain sebagai berikut:

a. Suhu tinggi, berasal dari magma karena berdekatan dengan dapur magma sehingga metamorfosis ini disebut metamorfosis kontak. Contoh batuan hasil dari proses ini adalah batu marmer dari batu kapur, antrasit dari batu bara.

b. Tekanan tinggi, berasal dari adanya endapan endapan-endapan yang sangat tebal di atasnya. Contoh batu pasir dari pasir.

c. Tekanan dan suhu tinggi, terjadi jika ada lipatan dan geseran pada waktu terjadi pembentukan pegunungan. Metamorfosis ini disebut metamorfosis dinamo. Misalnya batu tulis.

d. Penambahan bahan lain, pada saat terjadi perubahan bentuk terkadang terdapat penambahan bahan lain. Jenis batuan ini disebut batuan metamorf pneumatalitis.

Trass adalah batuan gunung api yang telah mengalami perubahan komposisi kimia yang disebabkan oleh pelapukan dan pengaruh kondisi air bawah tanah. Bahan galian ini berwarna putih kekuningan hingga putih kecoklatan, kompak dan padu sehingga bahan ini agak sulit untuk digali dengan peralatan yang sederhana.

Trass disebut pula sebagai pozzolan, merupakan bahan galian yang cukup banyak mengadung silika amorf yang dapat larut di air atau dalam larutan asam. Nama pozzolan diambil dari suatau desa Puzzuoli de Napel, Italia dimana bahan tersebut diketemukan. Trass (alam) pada umumnya terbentuk dari batuan vulkanik yang banyak mengandung feldspar dan silika, antara lain breksi andesit, granit, rhyolit yang telah mengalami pepapukan lanjut. Akibat proses pelapukan feldspar akan berubah menjadi mineral lempung/kaolin dan senyawa silika amorf. Makin lanjut pelapukannya makin baik mutu dari trass. (Santoso, 1994 vide Sukandarrumidi, 1999) menyelidiki trass yang diketemukan di Kulon Progo Daerah Istimewa

Yogyakarta, diperoleh unsur kimia sebagai berikut: SiO 2 , Al 2 O 3 , CaO, Fe 2 O 3, MgO, Na 2 O, K 2 O, MnO, TiO 2 ,P 2 O 5 ,H 2 O. Dari unsur tersebut yang menjadi perhatian adalah unsur SiO 2 , Al 2 O 3 , dan CaO. Standar unsur kimia untuk trass adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Standar Komposisi Kimia Trass

Unsur

Kisaran % berat SiO 2 40,76 – 56,20 Al 2 O 3 17,35 – 27,95

Fe 2 O 3 7,35 – 13,15

1,96 – 8,05 (Sumber: Santoso, 1994 vide Sukandarrumidi, 1999)

Sebagai bahan bangunan, trass mempunyai sifat-sifat yang khas. Sifat trass yang terpenting apabila dicampur dengan kapur padam (kapur tohor) dan air akan

mempunyai sifat seperti semen. Sifat ini disebabkan oksida silika (SiO 2 ) yang mempunyai sifat seperti semen. Sifat ini disebabkan oksida silika (SiO 2 ) yang

2.2.5 Campuran Dingin

Campuran aspal dingin yaitu jenis campuran aspal yang tidak membutuhkan panas sebagai media pencampurannya. Sebagai pengganti dari panas, pada campuran dingin digunakan suatu media lain yaitu air yang berfungsi sebagai katalisator. Tetapi karena air memilik sifat non polar sedangkan aspal minyak memiliki sifat polar, maka diperlukan unsur lain yang mempunyai sifat keduanya sekaligus yaitu sifat polar dan non polar. Unsur yang memiliki sifat polar dan non polar ini disebut unsur pengemulsi (emulsifier) atau agen pencampur (flux agent). Proses pencampurannya disebut proses emulsi dan hasilnya disebut campuran emulsi (Rianto, 2007).

Aspal emulsi terdiri dari tiga bagian yaitu aspal semen (50-70%), air (30-50%), dan emulsifier (sekitar 1%). Molekul emulsifier akan segera pecah setelah terjadi kontak antara aspal dengan agregat. Dengan demikian air akan menguap sehingga yang tersisa adalah residu aspal yang melekat pada agregat (Mulyono, 1999).

Apabila dalam campuran emulsi ditambahkan bahan-bahan beragregat halus yang dapat mengisi rongga-rongga antar bahan penyusun campuran (filler) sehingga campuran menjadi rapat dan padat, maka campuran emulsi ini selanjutnya disebut Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) atau Dense Graded Emulsion Mixtures (DGEM). Disebut demikian, karena campuran CEBR atau DGEM ini mempunyai susunan gradasi yang menerus dan menyisakan rongga yang sangat sedikit pada struktur campurannya. Sisa-sisa rongga ini nantinya akan diisi oleh air atau uap air yang menyusup ke dalam campuran saat terjadi proses pengembunan atau penguapan. Besar kecilnya rongga-rongga antar komponen penyusun campuran akan mempengaruhi karakteristik dari campuran tersebut.

bahan pengemulsi) biasanya relatif lebih mudah dilakukan karena mediator air tersedia berlimpah. Inilah keuntungan tersendiri yang dimiliki oleh campuran emulsi disamping keuntungan lainnya seperti kemudahan pencampuran (workability) yang tinggi, proses pelaksanaan di lapangan yang mudah dan tingkat stabilitas-nya yang tinggi.

Menurut The Asphalt Institute, MS-19 (1979) dan The Asphalt Institute, MS-14 (1990) dalam Rianto (2007), karakteristik CEBR/DGEM meliputi beberapa sifat primer, yaitu kadar air penyelimutan (coating), kadar air pemadatan, kepadatan (density), rongga dalam agregat (VMA), stabilitas sisa, kadar penyerapan (absorption) dan beberapa sifat sekunder seperti rongga (void), total rongga, stabilitas kering, stabilitas basah dan kelelehan (flow).

Kadar air penyelimutan adalah kadar air pada benda uji saat penyelimutan aspal terhadap agregat dari benda uji mencapai 65 % atau lebih. Kadar air pemadatan adalah kadar air pada benda uji saat tingkat pemadatan benda uji maksimum yang diukur dari densitas kering mencapai nilai maksimum. Kepadatan meliputi kepadatan kering dan kepadatan basah. Kepadatan kering adalah berat jenis benda uji yang ditimbang dalam keadaan kering udara. Sementara kepadatan basah adalah berat jenis benda uji yang mengalami perendaman.

Jumlah rongga dalam agregat menunjukan jumlah rongga yang ada dalam agregat yang memungkinkan masuknya air dan udara dalam agregat. Sementara rongga dalam campuran adalah rongga yang ada pada benda uji yang terbentuk oleh ruang yang ditinggalkan antara bahan penyusun benda uji.

Stabilitas menunjukan ukuran ketahanan suatu benda uji dalam menerima beban. Stabilitas terdiri dari stabilitas kering dan stabilitas basah. Stabilitas kering merupakan ukuran ketahan benda uji dalam menerima beban dalam kondisi kering udara. Sementara stabilitas basah merupakan ukuran ketahanan suatu benda uji dalam menerima beban dalam kondisi jenuh.

Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem, antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan (Bina Marga, 1999 vide Hanief, 2007). Campuran aspal yang sedang diteliti untuk lapis perkerasan adalah asphalt concrete campuran dingin atau biasa disebut campuran aspal emulsi bergradasi tertutup (Dense Graded Emulsion Mixtures-DGEMs). Pada dasarnya bahan penyusun asphalt concrete campuran terdiri atas bahan pengikat (aspal emulsi), agregat, filler, dan air untuk memperoleh pengikatan awal dan kepadatan optimum.

2.2.6.1 Aspal

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanan (DPU, 1994 vide Hanief, 2007). Umumnya aspal dapat diperoleh dari alam maupun residu hasil proses destilasi minyak bumi.

2.2.6.2 Aspal Alam

Aspal alam adalah aspal yang terjadi secara alamiah di alam, dapat dibedakan menjadi dua kelompok:

a. Aspal danau (lake asphalt) Aspal ini terdapat di danau Trinidad, Venezuela, dan Lawele. Aspal ini tersusun atas bitumen, mineral, dan bahan organik lainnya. Angka penetrasi dari aspal ini sangat rendah dan titik lembeknya sangat tinggi.

b. Aspal batu (rock asphalt) Aspal ini terdapat di Pulau Buton, Indonesia dan Kentucky, Amerika Serikat. Aspal ini terbentuk dalam celah-celah batuan kapur dan batuan pasir. Aspal b. Aspal batu (rock asphalt) Aspal ini terdapat di Pulau Buton, Indonesia dan Kentucky, Amerika Serikat. Aspal ini terbentuk dalam celah-celah batuan kapur dan batuan pasir. Aspal

2.2.6.3 Aspal Minyak