Karakteristik Campuran Asphalt Concrete

2.2.9 Karakteristik Campuran Asphalt Concrete

Lapis perkerasan harus memenuhi karakteristik tertentu sehingga didapat suatu lapisan yang kuat menahan beban, aman, dan dapat dilalui kendaraan dengan nyaman. Berikut adalah karakteristik yang harus dimiliki oleh perkerasan asphalt concrete dengan lalu lintas berat (2 x 75 tumbukan) berdasarkan persyaratan SNI 03-1737-1989.

Tabel 2.7 Spesifikasi campuran asphalt concrete

Sifat Campuran

Persyaratan Min Max

Stabilitas (kg) Kelelehan (mm) Rongga dlm campuran (%) Kepadatan (gr/cc) Marshall Quotient (kg/mm) Rongga terisi aspal (%)

Sumber: SNI 03-1737-1989

Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi akibat beban yang bekerja, tanpa mengalami deformasi permanen, dinyatakan dalam satuan kg atau lb. Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar butir, penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan penggunaan agregat dengan gradasi yang rapat, agregat dengan permukaan kasar, berbentuk kubus, dan aspal dalam jumlah yang cukup.

S = p x k x h x 0,4536 ............................................................................(Rumus 2.2) Dimana:

S= Stabilitas (kg) p

= pembacaan stabilitas alat (lb) k

= faktor kalibrasi alat

h = koreksi tebal benda uji (Sumber : RSNI M-01-2003)

MQ = ................................................................................................(Rumus 2.3)

Dimana: MQ = Marshall Quotient (kg/mm) S

= nilai stabilitas terkoreksi (kg) F= nilai flow (mm) (Sumber : RSNI M-01-2003)

2.2.9.2 Flow (kelelahan)

Flow dari pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel hancur (dinyatakan dalam satuan mm). Pengukuran flow bersamaan dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Flow dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu kadar aspal dan viskositas aspal, suhu, gradasi dan jumlah Flow dari pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel hancur (dinyatakan dalam satuan mm). Pengukuran flow bersamaan dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Flow dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu kadar aspal dan viskositas aspal, suhu, gradasi dan jumlah

2.2.9.3 Skid Resistance

Skid resistance menunjukkan kekesatan permukaan untuk mengurangi selip pada kendaraan. Hujan dapat mengurangi sifat kesat pada suatu permukaan perkerasan walaupun tidak sampai terjadi aquaplanning. Skid resistance dari aspal porus yang basah pada kecepatan tinggi akan lebih besar nilainya dari pada jenis perkerasan lain.

2.2.9.4 Berat Jenis (Spesific Gravity) Campuran

Specific Gravity Campuran adalah perbandingan antara persen berat tiap komponen pada campuran dan Specific Gravity tiap komponen. Besarnya Spesific Gravity Campuran penting untuk menentukan besarnya porositas. Berat jenis campuran (Spesific Gravity) diperoleh dari rumus berikut:

SGmix = Spesific Gravity (berat jenis) campuran (gr/cm 3 )

%w = % Berat tiap komponen campuran SG

= Spesific Gravity tiap komponen (gr/cm 3 )

(agr=agregat, f=filler, b=aspal)

(Sumber : RSNI M-01-2003)

Selain Spesific Gravity campuran, untuk menentukan besarnya porositas juga menggunakan densitas (kepadatan) campuran.

.........................................................................................(Rumus 2.5)

Dimana:

D = Berat isi (Densitas) Wdry = Berat kering atau berat di udara Ws

= Berat jenuh Ww = Berat di dalam air (Sumber: Manual Pekerjaan Aspal, DPU 1987)

2.2.9.6 Porositas (VIM)

Porositas (VIM) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran perkerasan.

1 100.........................................................................(Rumus 2.6) Dimana:

Po = Porositas (VIM) benda uji (%)

D = Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm 3 )

SGmix = Spesific Gravity campuran (gr/cm 3) (Sumber : RSNI M-01-2003)

2.2.9.7 Fleksibilitas

Fleksibilitas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh deri penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil, penggunaan aspal Fleksibilitas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh deri penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil, penggunaan aspal

2.2.9.8 Kuat Desak (Unconfined Compressive Strength Test)

Unconfined Compressive Strength Test adalah suatu metode untuk mengetahui kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan pembebanan vertikal. Hal ini menunjukkan langsung berapa beban yang mampu ditumpu perkerasan di lapangan. Beban vertikal yang bekerja disebabkan oleh berat kendaraan termasuk muatan yang membebani perkerasan pada arah vertikal.

Pengujian ini menggunakan mesin UTM (Universal Testing Machine) di Laboratorium Bahan Bangunan. Pencatatan yang dilakukan pada saat pengujian adalah besarnya beban P pada saat benda uji hancur. Untuk mendapatkan besarnya tegangan hancur dari benda uji tersebut dilakukan dengan perhitungan rumus:

................................................................................................(Rumus 2.7)

Dimana: f’c

= nilai Unconfined Compressive Strength Test (kPa) P

= beban maksimum (kN)

A = luas permukaan benda uji tertekan (mm 2 )

2.2.9.9 Kuat Tarik Tidak Langsung ( Indirect Tensile Stength Test)

Kuat tarik adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang berupa tarikan yang terjadi pada arah horisontal. Kuat tarik terkadang digunakan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadi retakan pada lapis perkerasan. Nilai kuat Kuat tarik adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang berupa tarikan yang terjadi pada arah horisontal. Kuat tarik terkadang digunakan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadi retakan pada lapis perkerasan. Nilai kuat

...................................................................................(Rumus 2.8)

Dimana: S T = Gaya tarik tidak langsung (Pa atau Psi)

F t = Kegagalan total beban vertikal (N atau lb)

h = Tinggi benda uji (mm atau inch)

d = Diameter benda uji (mm atau inch)

2.2.9.10 Permeabilitas

Permeabilitas adalah sifat yang menunjukkan kemampuan material untuk meloloskan zat alir (fluida) baik udara maupun air. Untuk melakukan uji permeabilitas di laboratorium diperlukan tekanan untuk mendorong air melalui benda uji sehingga diperlukan serangkaian alat yang dapat membantu melewatkan air pada benda uji dalam waktu yang tidak lama.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan alat uji standar permeabilitas

AF-16 yang menggunakan tekanan gas N 2 (tersimpan dalam tabung Nitrogen) untuk membantu mengalirkan air melalui benda uji. Data yang dicatat adalah tekanan air masuk pipa, volume dan lama rembesan serta tinggi dan diameter benda uji.

permebilitas k (cm/detik). Hubungan nilai K dan koefisien k adalah sebagai berikut (Darcy vide Fahriandani, 2010) :

k=K. γ / µ atau K = k . γ / µ………………………………… (Rumus 2.9)

Dimana : k

= koefisien permeabilitas (cm/detik) K

= permeabilitas (cm 2 )

= berat unit zat alir (gr/cm 3 )

= viskositas zat alir (gr.detik/cm 2 )

Nilai koefisien permeabilitas dapat didekati dengan persamaan empiris yang sudah banyak dugunakan dari analisa hidrolika. Menurut formula yang telah diturunkan dari hukum Darcy vide Fahriandani (2010) adalah sebagai berikut :

q = k . i . A ……………………………………………………….(Rumus 2.10) Rumus di atas diturunkan menjadi : k

= q / (i . A) …………………………………………...………...(Rumus 2.11) k

= V . L / (h . A . T) ……………………………………...……..(Rumus 2.12) k

=V.L. γ / (A . P . T) ………………………………………....(Rumus 2.13)

Dimana : q

= V / T = debit rembesan (cm 3 /detik)

T = lama waktu rembesan terukur (detik) k

= koefisien permeabilitas (cm/detik) i

= h / L = gradient hidrolik

h =P/ γ air = selisih tinggi tekanan total (cm) P

= tekanan air pengujian (dyne/cm 2 )

γ air = ρ air . g = berat unit (980,7 dyne/cm 2 )

A = luas penampang benda uji yang dilalui q (cm 2 ) A = luas penampang benda uji yang dilalui q (cm 2 )

Tabel 2.8 Klasifikasi Campuran Aspal Berdasarkan Angka Permeabilitas

k (cm/detik)

Permeabilitas

1.10 -6 - 1.10 -8

1.10 -4 - 1.10 -6

1.10 -2 - 1.10 -4

1.10 -1 - 1.10 -2

Impervious Practically Impervious Poor Drainage Fair Drainage Good Drainage Sumber : Mullen (1967) vide Fahriandani (2010)

Untuk melakukan uji permeabilitas di laboratorium diperlukan tekanan untuk mendorong air melalui benda uji sehingga memerlukan serangkaian alat untuk membantu melewatkan air pada benda uji dalam waktu yang tidak lama. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan alat uji standard permeabilitas AF-

16 yang memanfaatkan tekanan gas N 2 (tersimpan dalam tabung Nitrogen) untuk

mengalirkan air melalui benda uji. Data yang dicatat adalah tekanan air masuk pipa, volume dan lama rembesan serta tinggi dan diameter benda uji. Sehingga rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Mullen, 1967):

… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . Rumus 2.14 Dimana :

V = volume air yang mengalir melalui benda uji (1000 ml) L= ketebalan rata-rata benda uji (cm)

γ air = berat jenis air (1.10 -3 kg/cm 3 )

A = luas penampang benda uji (cm 2 )

= tekanan pada benda uji (kg/cm 2 )

= waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air 1000 ml (dtk)

Durabilitas yaitu kemampuan lapis perkerasan untuk mencegah keausan karena pengaruh lalu lintas selama umur rencananya. Dari durabilitas ini dapat diketahui kemampuan agregat dari material galian Desa Koripan, Matesih sebagai lapis perkerasan untuk menahan beban lalu lintas selama umur rencananya. Bila karakteristik durabilitas ini terpenuhi, maka agregat dari material galian Desa Koripan layak untuk digunakan sebagai lapis perkerasan lentur

Faktor yang mempengaruhi durabilitas aspal beton adalah :

1. Selimut aspal yang tebal sehingga dapat menghasilkan perkerasan yang

berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadi bleeding tinggi.

2. Void In Mix (VIM) kecil, sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk ke dalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh.

3. Void in Material (VMA) besar, sehingga selimut aspal dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadi bleeding besar. Untuk mencapai VMA yang besar ini dipergunakan agregat bergradasi senjang.