Hubungan representasi teks dengan wacana
2. Hubungan representasi teks dengan wacana
Dalam melakukan representasi terhadap rangkaian teks antar dengan wacana, penulis menganalisis rangkaian tersebut berdasarkan kelompok-kelompok paragraf hingga terbentuk pola. Namun paragraf tersebut bukan dipahami berdasarkan tata bahasa melainkan dilihat pola dan arah gagasannya saja. Hal yang dianlisis adalah pola dan kesesuaian kalimat-kalimat tersebut sehingga membentuk pengertian tersendiri.
Agama memberikan dasar teologis bagi perilaku kebudayaan, sedangkan kebudayaan menjadi dinamisator agama. Dengan cara akulturasi demikianlah agama bertahan hidup dan membangun peradaban. Keterbukaan agama pada proses akulturasi memungkinkannya untuk lebih elastis dan fleksibel. Agama sesungguhnya mengajarkan bahwa wujud merupakan manifestasi Tuhan belaka, maka umat manusia
harus menyadari batas-batas perannya hanya sebagai manusia. Jangan sampai seseorang atau sekelompok orang melampaui batas dengan adanya otoritas keagamaan membangun interaksi sosial yang mengasumsikan superioritas atas orang-orang yang di luar kelompoknya. Dengan dalih melancarkan misi ketuhanan mereka lantas mengabaikan kebijaksanaan dan lebih mementingkan logika kelompok sehingga yang penting adalah merekrut sebanyak mungkin pengikut. Tapi, bukan berarti bahwa seseorang berhak mengklaim diri sebagai gembala bagi orang lain. Sepertinya ada kesalahan memahami pesan Tuhan terkait kehidupan bersama, baik secara individual maupun sosial. Ini berarti bahwa ajaran dalam kitab suci yang kemudian diformulasikan dalam bentuk agama tidak dimaksudkan untuk mengotak-kotakkan manusia kedalam kelompok-kelompok yang saling bermusuhan.
Rangkain 1: Rangkaian kalimat diatas diambil dari teks nomor 1 hingga 9. Rangkaian tersebut memberikan gambaran terhadap apa saja yang dikritisi oleh penulis buku Tuhan Maha Asyik tetapi tidak secara detail. Penulis memberikan gambaran mengenai kondsi masyarakat Indonesia secara umum, tersirat dan hal-hal apa saja yang menjadi keprihatinan penulis.
Teguran lebih khusus ditujukan kepada para pemangku otoritas keagamaan ketika mereka mengklaim diri sebagai hakim penentu kesucian. Maka, gagasan sertifikasi halal sesungguhnya juga keliru, sebab sangat sulit mengidentifikasikan kesucian objeknya. Mungkin karenaalasan kesulitan inilah, Tuhan hanya melarang makanan dan minuman tertentu. Tetapi anehnya otoritas keagamaan malah memberi label halal pada barang dan jasa selain yang dilarang. Misalnya suatu produk makanan dan Teguran lebih khusus ditujukan kepada para pemangku otoritas keagamaan ketika mereka mengklaim diri sebagai hakim penentu kesucian. Maka, gagasan sertifikasi halal sesungguhnya juga keliru, sebab sangat sulit mengidentifikasikan kesucian objeknya. Mungkin karenaalasan kesulitan inilah, Tuhan hanya melarang makanan dan minuman tertentu. Tetapi anehnya otoritas keagamaan malah memberi label halal pada barang dan jasa selain yang dilarang. Misalnya suatu produk makanan dan
Rangkaian 2: Rangkaian kalimat ini diambil dari teks nomor 10 hingga 17. Pada rangkaian ini, penulis mulai memberikan contoh yang lebih spesifik mengenai apa dan siapa saja yang dikritik oleh penulis. Otoritas keagamaan mendapat sorotan tajam dalam rangkaian ini.
Sejarah perkembangan agama-agama menjelaskan proses peralihan dari kesederhanaan ajaran agama menjadi kompleks ketika dari dalam komunitas agama muncul otoritas keagamaan. Sistem keberagamaan tersebut diklaim sebagai representasi ajaran Tuhan. Padahal, sistem keberagaman yang diciptakan manusia sama-sekali tidak bisa dibuktikan, apakah betul merupakan kehendak Tuhan. Banyaknya institusi keagamaan dalam suatu masyarakat hanya akan menghalangi umat manusia mendekatkan diri kepada Tuhan. Ini menafsirkan kenyataan bahwa apresiasi terhadap kreativitas dan inovasi jarang ditemukan di kalangan masyarakat yang terkungkung oleh otoritas keagamaan. Problem utama mainstream adalah asumsinya yang menafikkan adanya kemungkinan lain diluar Sejarah perkembangan agama-agama menjelaskan proses peralihan dari kesederhanaan ajaran agama menjadi kompleks ketika dari dalam komunitas agama muncul otoritas keagamaan. Sistem keberagamaan tersebut diklaim sebagai representasi ajaran Tuhan. Padahal, sistem keberagaman yang diciptakan manusia sama-sekali tidak bisa dibuktikan, apakah betul merupakan kehendak Tuhan. Banyaknya institusi keagamaan dalam suatu masyarakat hanya akan menghalangi umat manusia mendekatkan diri kepada Tuhan. Ini menafsirkan kenyataan bahwa apresiasi terhadap kreativitas dan inovasi jarang ditemukan di kalangan masyarakat yang terkungkung oleh otoritas keagamaan. Problem utama mainstream adalah asumsinya yang menafikkan adanya kemungkinan lain diluar
Rangkaian 3: Rangkaian kalimat diatas diambil dari teks nomor 18 hingga 24. Rangkaian ini menjelaskan bagaimana manusia terkungkung dalam penafsiran otoritas keagamaan.
Tapi, lebih tidak waras jika agama dan atas nama Tuhan menjadi alasan bagi manusia untuk saling membenci dan menyakiti. Gagasan inilah yang hendak ditanakan oleh para pendiri bangsa dalam sila pertama. Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti yang absolut, yang harus menjadi asas tunggal berbangsa dan bernegara. Dalam negara yang berketuhanan tidak ada tempat bagi mereka yang tidak memiliki rasa cinta, tidak berperilaku memberi, tidak memiliki semangat pengorbanan. Dalam negara yang berketuhanan tidak ada tempat bagi mereka yang mementingkan kepentingan kelompok dan individu.
Rangkaian 4: Rangkaian kalimat diatas diambil dari teks nomor 25 hingga 29 yang menjelaskan hubungan antara sikap ketuhanan dengan negara.
Tidak seperti kelakuan para penganut agama yang suka mencitrakan diri sebagai orang saleh, taat beragama, dan rajin mengunjungi rumah ibadah tapi hatinya masih menyimpan kesombongan tatkala merasa bangga dengan kesalehan dan ketaatannya. Lalu tiba-tiba mencampuri urusan Tuhan, sehingga ada perasaan bahwa dirinyalah yang paling merasa disayangi Tuhan. Bahkan menjadikan dirinya Tuhan ketika mencap orang lain sesat. Bahwa penampilan dan pencitraan iri Tidak seperti kelakuan para penganut agama yang suka mencitrakan diri sebagai orang saleh, taat beragama, dan rajin mengunjungi rumah ibadah tapi hatinya masih menyimpan kesombongan tatkala merasa bangga dengan kesalehan dan ketaatannya. Lalu tiba-tiba mencampuri urusan Tuhan, sehingga ada perasaan bahwa dirinyalah yang paling merasa disayangi Tuhan. Bahkan menjadikan dirinya Tuhan ketika mencap orang lain sesat. Bahwa penampilan dan pencitraan iri
Rangkaian 5: Rangkaian kalimat diatas diambil dari teks nomor 30 hingga 36. Rangkaian tersebut memberikan gambaran terhadap pencitraan diri yang bertujuan untuk menghakimi. Serta kritikan terhadap kewenangan otoritas keagaman yang terkesan dangkal dalam memahami firman Tuhan.
Institusi-institusi dan otoritas keagamaan pada umumnya gagal membumikan nilai-nilai kebaikan dari firman Tuhan karena mengabaikan proses internalisasi. Alih-alih mendorong kesadaran diri, malah melakukan proses indoktrinasi yang hanya bertujuan membentuk komunitas-komunitas kegamaan yang mengeksploitasi dan memanipulasi firman-firman Tuhan untuk kepentingan golongan sendiri. Para pemegang kepentingan dalam institusi keagamaan mengajarkan pemahamannya terhadap firman Tuhan sebagai representasi kehendak Tuhan pada umat manusia agar menyembah-Nya. Sementara di sisi lain mengajarkan pula bahwa Tuhan tidak membutuhkan pengabdian hamba-Nya. Ini adalah inkonsistensi yang diakibatkan oleh pemahaman teks kitab suci berdasarkan tata bahasa.
Rangkaian 6: Rangkaian kalimat diatas diambil dari teks nomor 37 hingga 41. Rangkaian tersebut menjelaskan kegagalan institusi agama dalam menerjemahkan firman Tuhan serta sebab- sebabnya.
Tidak hadirnya agama dalam pranata sosial modern, tidak lain karena matinya daya kreativitas sang penafsir Firman Tuhan lantaran terpasung oleh pendekatan tata bahasa. Kehadiran agama malah sering dinilai sebagai penghambat kemajuan, karena penafsiran dan pemahaman firman Tuhan tidak mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman. Akibatnya, berbagai ajaran agama tidak menemukan relevansinya dalam kehidupan. Dengan demikian, jihad tidak lagi dijadikan sekadar bahan pidato oleh mereka yang memburu kekuasaan dengan memprovokasi umatnya agar menyerang golongan lain.
Rangkaian 7: Rangkaian kalimat diatas diambil dari teks nomor 42 hingga 45 yang menyebutkan adanya ketidaksesuaian antara ajaran agama dengan kehidupan masyarakat yang terus berkembang.
Inilah antara lain fungsi agama yang paling esensial yaitu membimbing umat manusia mengalami transformasi spiritual agar bisa menjadi asisten Tuhan dalam menebarkan kebaikan dan perdamaian di muka bumi. Agama bukanlah paguyuban tempat berkumpul-kumpul membentuk jamaah eksklusif, alapagi melakukan pameran ritual untuk
menyombongkan diri.
Rangkaian 8: Rangkaian kalimat diatas diambil dari teks nomor 46 & 47. Rangkaian yang berisi penegegasan dan kesimpulan mengenai pesan dari buku ini yaitu kritik terhadap penyalahgunaan agama dan nama Tuhan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.